Anda di halaman 1dari 8

Burial History

Data Burial history yang dibutuhkan dalam input data geologi adalah:
Umur Batuan
Model kematangan membuthkan umur dan ketebalan yang spesifik untuk semua unit batuan
yang diendapkan berdasarkan pada interval waktu yang dimodelkan. Umur untuk batuan
sedimen yang masih ada yang telah menjadi sampel pada singkapan atau didalam sumur
biasanya didapatkan dari mikropaleontologi dan biasanya penentuan umur akan menunjukkan
angka yang pasti (benar). Data radiometri dari batuan vulkanik dapat juga berguna. Ketidak
akuratan data pada umur batuan jarang akan berdampak pada hasil model tingkat kematangan
(Waples, 1992b)
Umur batuan digambarkan berhubungan dengan kedalaman seperti pada sumur pemboran, tetapi
harus dikonversi kedalam sejarah waktu untuk model kematangan (maturity). Mekanisme
konversi sangat sederhana. Permasalahan utama yang ditemuakan adalah menentukan waktu dan
jumlah dari pengendapan serta erosi yang terjadi selama periode yang ditunjukan oleh
unconformities.

Kedalaman Air
Pada dasarnya, perhitungan kematangan dapat dilakukan tanpa harus mengetahui kedalaman air.
Tetapi, beberapa program software meminta pengguna untuk memasukan data kedalaman air,
yang berguna untuk 2 hal. Pertaman, kedalaman air mempengaruhi temperature pada pertemuan
antara sedimen dengan air, yang seharusnya dianggap sebagai tempertaur permukaan pada
perhitungan temperature. Kedua, inklusi pada kedalaman air menginformasikan suatu gambaran
ploting sejarah geologi (geohistory) (van Hinte, 1978). Kedalaman air biasanya didapatkan
melalui data mikropaleontologi dan juga data sejienis yang ditunjukan pada kisaran yang luas.
Perbedaan antara ploting burial history dengan geohistory adalah ketidak hadiran melawan
kehadiran dari faktor kedalaman air.

Ketebalan batuan
Beberapa program sekarang membutuhkan data ketebalan batuan untuk melakukan perhitungan
tertentu dari batuan penutup. Ketebalan
Jenis dari Thermal Maturity Modeling
Time-Temperature Index (TTI) modeling
TTI modeling (Lopating, 1971; Waples, 1980) menganggap bahwa (1) hanya waktu dan
temperature yang merupakan faktor penting dalam maturasi (pematangan) dan (2) waktu dan
temperature dapat berganti satu dengan yang lainnya (seperti contoh, temperature rendah
membutuhkan waktur yang lama untuk mencapai tingkat kematangan temperature). Efek tekanan
diabaikan. Cara agar waktu dan temperatur dapat dirubah tergantung pada penyerderhanaan dari
prinsip dasar energy kinetic kimia. Angka TTI dihitung menggunakan persamaan yang dibuat
oleh Royden (1980) atau Waples (1980).
Metode TTI pada awalnya dibuat untuk memprediksi tingkat batubara melalui kalibrasi hingga
vitrinite reflectance (Ro), dan kemudian langsung dimodelkan hanya pada perubahan sebagai
indicator temperature (thermal). Perbedaan kalibrasi dari angka TTI-Ro telah dikembangkan,
yang kedua-duanya mengabaikan efek kompaksi (seperti contoh., Lopatin, 1971; Waples, 1980;
Goff, 1983) dan memasukkan faktor tersebut (Dykstra, 1987). Beberapa pekerja telah mencoba
untuk mengatasi kelemahan pada metode TTI dengan menambahkan kalibrasi antar cekungan
sedimen (seperti Issler, 1984).
Karena vitrinite reflectance utnuk beberapa tahun telah secara langsung dihubungka dengan
pembentukan hidrokarbon, metode TTI juga telah digunakan untuk memprediksi pembentukan
dan proses cracking dari hidrokarbon teresebut (seperti Waples, 1980, 1988) meskipun metode
TTI tidak secara spesifik menyebutkan tipe kerogen, tingkat kementahan (crude) berdasarkan
tipe kerogen dapat dimasukan dengan memperkirakan angka vitrinite reflectance pada
pembentukan hidrokarbon yang dimulai pada tipe kerogen yang berbeda (Waples, 1985)
Kinetic Modeling
Model kinetic digunakan baik pada prediksi pembentukan hidrokarbon dan oil cracking hingga
model sifat dari beberapa indicator temperature. Secara teori dasar dari model kinetic lebih solid
dibandingkan dengan model TTI (Tissot, 1987) tetapi masih kurang sempurna. Model kinetic
menganggpa bahwa proses (seperti pembentukan hidrokarbon atau perubahan vitrinite
reflectance) mengandung 1 atau beberapa persamaan reaksi kimia. Parameter kinetic untuk setiap
reaksi berasal dari percobaan laboraturium, data empiris dari sumur atau keduanya. Kematangan
(maturity) dari bahan organism dengan tipe yang berbeda ( termasuk tipe kerogen yang berbeda)
dapat dimodelkan menggunakan parameter kinetic yang berbeda.
Bagaimanapun, modek kinetic memiliki beberapa kekurangan. Pertama, pengukuran
laboraturium dari parameter kinetic selalu didapatkan dari beberapa faktor yang tidak pasti,
seperti kontrol temperature (Espitalie, 1993). Kedua, banyak modek kinetic dikalibrasi
menggunakan data yang didapatkan dari percobaan laboraturium dengan temperature yang
tinggi, tetapi percobaan yang dilakukan pada laboraturium tidak sebaik kondisi yang
dianalogikan terjadi di alam. Terakhir, meskipun percobaan laboraturium merupakan analogi
terbaik untuk reaksi alam, akan ada eror secara statistic pada extrapolasi dari kondisi
laboraturium ke kondisi alam.
Arrhenius TTI Modeling
Wood (1988) dan Hunt (1991) telah menunjukkan bahwa model sederhana dari Arrhenius
(kinetic) dapat digunakan untuk menghitung dengan apa yang mereka namakan angka TTIAAR.
Hunt (1991) telah mengembangkan nomografi untuk menghitung angka TTIAAR untuk berbagai
jenis dari kerogen tipe II. Metode ini memiliki 2 kelebihan dibandkingkan dengan model kinetic:
(1) penggunaan nomografi menghilangkan kebutuhan akan computer untuk model kinetic, dan
(2) jika pengguna tida berharap menggunakan computer, perhitungan metode ini akan lebih cepat
dibandingkan dengan kalkulasi model kinetic. Berdasarkan atas pekerjaan tersebut, tingkat
kecerobohan menjadi sangat kecil. Meskipun model tersebut memuat kata “TTI” pada
penamaannya, metode ini lebih cenderung menggunakan model kinetic dibandingkan denga
metode TTI.

Anda mungkin juga menyukai