Anda di halaman 1dari 1

Surat ini adalah surat pertama yang kutuliskan untukmu.

Bukan untuk membuatmu menoleh


kepadaku, hanya untuk pelipur gelisah. Surat ini aku tulis diam diam dan aku yakin kamu hanya akan
menghiraukannya.

Senyum. Satu kata, yang memiliki ribuan makna. Aku hanya terpaku diam tanpa kata. Otak ini tak
bisa berhenti membayangkan. Mata ini seakan merekam semuanya, merekam semua senyuman
yang telah kau kreasikan yang membuatku terpaku diam ditengah tengah keramaian orang yang
berlalu lalang. Betapa manisnya lekukan bibirmu seakan menjadi gula dari kopi pahit pagiku.

Tubuh ini terasa kaku ketika mataku tak sengaja melirik senyummu. Perjumapaan kita adalah hal
yang sering terjadi. Kata “hai” akan tampak istimewa jika itu berasal darimu. Mungkin kita tahu
benar, selama ini tak ada satupun dari kita yang benar benar bisa memulai pembicaraan. Kita hanya
saling diam dan saling lempar pandangan yang seketika aku langsung berpaling darimu karena
tersapu oleh malu.

Bagiku, kita adalah maya. Kamu dan senyummu adalah segala hal yang angan belaka. Aku harus
menyadari bahwa batas itu ada, bukan hanya pesona namun juga rasa. Aku tak ingin diam. Namun
melihatmu tak bergeming memaksaku untuk tetap berdiri pada porosku. Aku tak ingin mati rasa,
tapi pengabaianmu membuat tersiksa ketika aku memaksa.

Hanya teruntuk kamu, tulisan ini tertuju. Perempuan yang kusisipkan namanya dalam doa. Aku
meyakinkan diri untuk menunggu. Membiarkan semua yang terjadi ditentukan oleh waktu dan
membiarkan namamu mengisi pikiranku.

Adalah senyummu, endorfin tanpa semu dan kata tak terucap untuk memaknai senyummu. Adakah
senyummu menjadi tempat mekarnya rindu atau hela cinta tanpa cela?. Aku disini masih berdiri.
Menunggu. Dan sementara terpaku hanya untuk menjadi pengagum senyummu.

Anda mungkin juga menyukai