Pembimbing:
Penyusun:
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul “Gangguan Penggunaan Zat” ini dapat diselesaikan. Adapun
maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan bagian ilmu
kedokteran jiwa di Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha periode 21 Agustus – 23 September
2017.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Rosmalia Suparso, Sp.KJ selaku pembimbing Kepaniteraan Bagian Ilmu Jiwa RSK Dharma
Graha
2. dr. Yenny Dewi P, Sp.KJ (K) selaku kepala SMF dan pembimbing Kepaniteraan Bagian Ilmu
Jiwa RSK Dharma Graha
3. Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ (K) selaku pembimbing Kepaniteraan Bagian Ilmu Jiwa RSK Dharma
Graha
4. dr. Ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K) selaku pembimbing Kepaniteraan Bagian Ilmu Jiwa RSK
Dharma Graha
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat klinik,
pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3
2.1 NAPZA.................................................................................................................. 5
2.2.6 Kriteria Diagnosis putus obat Sedatif, hipnotik atau ansiolitik .......................... 9
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan zat bukan merupakan masalah baru di dunia. Pada tahun 2015
diperkirakan seperempat juta orang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA). Dari jumlah tersebut, sekitar 29,5 juta orang – atau 0,6% populasi orang
dewasa di dunia mengalami gangguan penggunaan NAPZA, termasuk ketergantungan
(dependence). Jumlah kasus penggunaan NAPZA di Indonesia terus mengalami peningkatan,
pada tahun 2012, didapatkan sebanyak 19,081 kasus narkotika, 1,729 kasus psikotropika dan
7,917 kasus bahan adiktif lainnya. Pada tahun yang sama, didapatkan 161 kasus NAPZA di
provinsi Banten.1
Seperempat sampai sepertiga dari seluruh kegawat-daruratan terkait zat adalah dari
kelas sedatif, hipnotik dan ansiolitik. Menurut Busto et al, benzodiazepin merupakan obat yang
paling sering digunakan bersamaan dengan zat lain yaitu sebanyak 32%. Zat yang paling sering
digunakan dengan benzodiazepin adalah alkohol.3
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, didapatkan lebih dari 130
kematian dihubungkan dengan flakka (α-PVP). Flakka merupakan narkoba jenis sintetis yang
baru dan menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2014 dilaporkan ada
peningkatan narkoba jenis baru. Narkoba jenis sintesis menjadi komoditas ‘legal highs’ dan
menggantikan narkoba jenis stimulant (kokain dan ekstasi). Kepala BNN, Budi Waseso,
menyebutkan bahwa narkoba jenis baru ‘flakka’ sudah masuk di Indonesia tetapi dalam sediaan
bubuk.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 NAPZA
Narkotik, psikotropik dan zat adiktif dikenal sebagai NAPZA. NAPZA didefinisikan
sebagai zat yang bisa mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis jika masuk ke
dalam tubuh. NAPZA ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti ganja, ada yang sintesis,
contohnya shabu dan ada pula yang semi-sintesis, contohnya putauw.4
2.2 Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang diresepkan untuk indikasi hipnotik, ansiolitik, anti
epileptic dan anestetik juga untuk keadaan putus alkohol. Benzodiazepin bekerja di sistem saraf
pusat, untuk memproduksi efek sedasi and relaksasi otot dan menurunkan kecemasan, serta
meningkatkan aktivitas seksual dan euphoria ringan.2
5
2.2.1 Epidemiologi
Menurut National Institue on Drug Abuse, kematian yang disebabkan oleh overdosis
benzodiazepin meningkat setiap tahunnya. Menurut DSM-IV-TR, sekitar 6% individu pernah
menggunakan sedative maupun penenang secara illegal. Kelompok umur penggunaan sedative
(3%) atau obat penenang (6%) dengan prevalensi seumur hidup tertinggi adalah 26-34 tahun,
sementara mereka yang berusia 18-25 tahun paling besar kemungkinan menggunakan pada
tahun sebelumnya. Ratio pasien pria terhadap wanita sebesar 3:1 dan ratio kulit putih terhadap
kulit hitam sebesar 2:1.2
2.2.2 Neurofarmakologi
Penggunaan benzodiazepin dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping yang serius, antara
lain:5
Mengantuk
Bingung
Pusing
Pandangan kabur
Lemas
Bicara cadel
Inkordinasi
Susah bernapas
Koma
6
Gejala klinis lain yang dapat terjadi adalah:2
Delirium
Demensia persisten
Gangguan amnesik persisten
Gangguan psikotik
Gangguan mood
Gangguan ansietas
Gangguan tidur
Disfungsi seksual
7
9. Tetap menggunakan sedative, hipnotik, atau ansiolitik meskipun mengetahui
gangguan pada fisik dan psikologi yang berulang yang disebabkan oleh sadtif,
hipnotik, atau anisiolitik.
10. Toleransi, diartikan sebagai salah satu gejala berikut :
a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah sedative, hipnotik, atau ansiolitik untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan
b. Penurunan efek yang bermakna bila menggunakan jumlah yang sama dari
sedative, hipnotik, atau ansiolitik
Berdasarkan DSM V, kriteria diagnosis untuk intoksikasi oleh zat sedative, hipnotik atau
ansiolitik yaitu :
8
2.2.6 Kriteria Diagnosis Putus Obat Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik6
DSM V menyebutkan kriteria diagnosis untuk keadaan putus zat dari zat sedative, hipnotik
atau ansiolitik antara lain:
Oral
Intravena
Benzodiazepin dapat dideteksi melalui urin, saliva, dan darah. Jangka waktu
benzodiazepine di dalam urin adalah 4 hari, sementara itu di dalam saliva zat tersebut dapat
bertahan selama 2,5 hari, dan dalam darah benzodiazepine dapat bertahan selama 1 hari. Akan
tetapi, pada pengguna benzodiazepine dosis tinggi, zat tersebut dapat bertahan selama 1
minggu atau lebih.
9
2.2.9 Terapi8
Sediaan flumazenil adalah 0,1mg/mL. Dosis awal yang diberikan 0,2 mg IV selama 15-
30 detik, jika tidak ada respon setelah 30 detik, berikan 0,3mg selama 30 detik 1 menit
kemudian; Jika tidak ada respon, ulangi dosis 0,5mg IV selama 30 detik dengan interval 1
menit dengan dosis maximum 3mg/jam, lalu jika terjadi resedasi, ulangi dosis dengan interval
20 menit jika diperlukan; jangan melebihi 1mg (diberikan 0,5mg/menit) dalam satu kali
pemberiaan dan tidak lebih dari 3mg/jam. Pasien jarang memerlukan titrasi dengan total dosis
5mg. Jika tidak ada respon setelah 5 menit, sedasi yang terjadi bukan disebabkan oleh
benzodiazepine.
2.3 α-Pyrrolidinopentiophenone
Flakka adalah suatu zat yang sangat adiktif yang diciptakan di lab untuk memberikan
efek euphoria dengan harga murah dan efek yang cepat. Katinon menstimulasi pelepasan
dopamine dan menghambat reuptake epinefrin, norepinefrin dan serotonin di sistem saraf
pusat. Karena katinon adalah zat hidrofobik, zat tersebut dapat melewati membran sel dan
sawar darah otak, yang dapat menyebabkan interaksi antara monoamine transporter yang
berada di celah sinaps dengan neuron.
10
Flakka juga dapat menyebabkan delirium agitasi ketika terjadi influks yang berlebihan
pada saraf simpatik. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan status mental termasuk
perilaku yang kacau, ansietas, agitasi, kekerasan, kebingungan, mioklonus dan kejang namun
sangat jarang. Gejala yang dimaksud dengan delirium agitasi termasuk takikardi, hipertensi,
hipertermia, berkeringat dan midrasis.9,10,11
2.3.1 Epidemiologi
Terdapat 477 flakka yang disita pada tahun 2014 di Broward, menurut statistic U.S
Drug Enforcement Agency. Sementara itu di Chicago terdapat 212 kasus.12
Paranoid
Halusinasi
Hiperaktif
Keinginan seksual yang tinggi
Serangan panic
Delirium agitasi
Kekerasan
2.3.3 Pemeriksaan
Tidak dapat dideteksi dengan tes urin atau darah. Hanya bisa diidentifikasi di
laboratorium menggunakan gas kromatografi dan mass spectrometry memiliki sensitifitas yang
tinggi, namun pemeriksaan memerlukan biaya yang mahal14
2.3.4 Terapi
11
BAB 3
PENUTUP
Benzodiazepin termasuk dalam golongan zat sedatif, hipnotik atau ansiolitik yang saat
ini banyak disalahgunakan karena benzodiazepin mempunyai efek menenangkan.
Benzodiazepin jika dikonsumsi dengan alkohol dapat menyebabkan kematian
walaupun dengan dosis kecil.
Benzodiazepin sering digunakan oleh anak remaja sampai dewasa.
Gejala yang timbul akibat penyalahgunaan benzodiazepine antara lain : mengantuk,
bingung, pusing, pandangan kabur, lemas, bicara cadel, inkordinasi, susah bernapas,
koma
Alpha-Pyrrolidinopentiophenone (α-PVP) atau yang di kenal sebagai ‘flakka’
merupakan derivat katinon.
Flakka meningkatkan dopamine ekstraseluler.
Flakka memiliki efek adiktif yang lebih tinggi dibandingkan kokain dan
metamfetamin.
12
DAFTAR PUSTAKA
2. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2017). Kaplan & Sadock's Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC.
3. Busto U, Sellers EN, Naranjo CA, Cappell HD, Sanchez-Craig M, Simpkins J: Patterns
of benzodiazepine abuse and dependence. Br J Addict. 1986, 81 (1): 87-94.
10.1111/J.1360-0443.1986.tb00299.x.
4. Husin, A. B., & Siste, K. (2014). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
6. Dr. dr. Rusdi Maslim SpKJ, M. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
9. D.Disalvo, “The backstory you really need to know about flakka and other synthetic
drugs,” Forbes Magazine, 2015.
11. C. Chai, “What you need to know about flakka, the latest drug causing erratic
behaviour,” Global News, 2015.
12. Broward County leads the nation in flakka cases, DEA statistics show. (2015, Agustus
10). Broward, Florida, America
13
13. Thompson, D. (2015, April 16). New Synthetic Drug 'Flakka' Triggers Crazed
Behaviours. Retrieved from WebMD: http://www.webmd.com/mental-
health/addiction/news/20150416/new-synthetic-drug-flakka-triggers-crazed-behaviours
14. A.Cavanaugh, Flakka-The Drug Wreaking Havoc in South Florida, ADLS, 2015
14