Kelompok 7
Vidya S 145060501111043
Firdha L 155060501111047
Alfiah Z 165060507111010
Diana S 165060501111013
REGIONALISME DAN
Salsabila TR 165060501111035
VERNAKULAR BARU SERTA
EKSPLORASI DESAIN AMI
Sejarah dan Teori Arsitektur II
Hubungan Vernakular danVernakular Baru
Vernakular Baru
Arsitektur
Arsitektur Arsitektur
Vernakular
Tradisional Vernakular
Baru
Regionalisme
Atelier Enam dibentuk pada tahun 1968 oleh enam orang Arsitek dan secara resmi
terdaftar sebagai biro konsultan Arsitek pada tahun 1972. Pada pertengahan tahun 1980an,
seiring dengan meningkatnya pembangunan, Atelier Enam berkembang menjadi beberapa
divisi yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu yaitu Desain Interior, Struktur, Mekanikal
Elektrikal dan Manajemen Proyek.
Pada tahun 1984 Atelier Enam mulai mengembangkan divisi-divisi yang ada menjadi
perusahaan yang berdiri sendiri dengan tujuan menciptakan perusahaan yang lebih spesifik
dan professional. Pada tanggal 1 Februari 1990, PT. Atelier Enam Project Management
secara resmi telah terdaftar sebagai biro konsultan dengan spesialisasi pada Manajemen
Proyek.
G
U L
N HOTEL NUSA DUA A
U U
N T
G
4. Petirahan Sendang Sono, Promasan, Kulonprogo (Jawa Tengah)
Kompleks Sendangsono adalah
salah satu petirahan bagi umat Nasrani
Indonesia. Sebagian besar bangunan
gedungnya terbuat dari konstruksi kayu
berlandaskan fondasi batu alam yang juga
dipakai untuk turap dan beberapa tiang.
Sendang Sono adalah bangunan mata air
asli bersejarah tempat dipermandikannya
generasi awal Gereja Katolik Kali Bawang
dan Muntilan ketika Van Lith, SJ sedang
menanamkan cikal-bakalnya.
Pada tahun 1972 Sendangsono akan dipugar. Ide
pemugaran ini dilator belakangi oleh situasi
Sendangsono yang secara fisik tidak lagi mampu
menampung jumlah peziarah yang semakin banyak.
Pemugaran, yang diharapkan akan menciptakan suasana
yang nyaman bagi peziarah, dipercayakan kepada
Mangunwijaya romo yang juga arsitek.
Latar Belakang
Di abad ke-20, terjadi beberapa usaha di berbagai negara untuk mencari pendekatan
regionalisme bagi bangsa masing-masing. Begitu juga di Indonesia. Salah satu kasus
percobaan untuk memunculkan unsur regional yaitu pada karya arsitektur Gedung Pusat
Administrasi Universitas Indonesia yang terjadi di pertengahan 1980. Pada kasus ini, para
arsitek yang terlibat mencoba untuk bertindak lebih kritis daripada sekedar mengambil
bentuk elemen arsitektur tradisional. Mereka mencoba untuk mencari esensi arsitektur-
arsitektur Indonesia melalui pendekatan tipologis. Melalui pendekatan tipologis inilah sebuah
esensi “ke-Indonesiaan” disimpulkan dan ditampilkan pada gedung terebut.
Arsitektur Gedung Pusat Administrasi UI, berhasil tampil sebagai wakil kampus UI
dengan aura simbolik yang kuat dan jelas. Adaptasi bangunan-bangunan tradisional ke dalam
bangunan bertingkat banyak, menunjukan arah baru dari perkembangan Arsitektur regional di
Indonesia. Keberanian sang arsitek untuk mendobrak konvensi atas pengertian “fungsi”
bangunan institusi pendidikan tinggi pada umumnya, berhasil menjadikan gedung ini sebagai
representasi baru yang dapat diterima dengan baik selayaknya bangunan ini memiliki nilai
estetik regional setempat yang merepresentasikan jamannya.
Pendekatan desain bangunan Gedung Pusat Administrasi UI akan dikaji lebih jauh
melalui pendekatan regionalisme.
Pengamatan didasari oleh ketertarikan akan konsep awal objek studi dan faktor-faktor
yang mewujudkannya dan dilakukan untuk mengerti lebih jauh tentang unsur dan fitur
rancangan dan faktor-faktor yang membentuk rumusan desain baik itu fisik maupun non-
fisik.
Ekspresi Regional
The “New
The “Line, Edge,
Gedung Pusat The “Traditional- Screen and
Perbandingan and Shade”
Administrasi UI Based” Paradigm Louvre Kitsch”
Paradigm
Paradigm
Bentuk Neo-Vernakular – √ –
Ekspresi
Regional Memasukkan Unsur
Sosial dan Budaya, Serta – √ –
Makna Simbolis
Material
Menggunakan
Material √ – √
material modern
Setelah melakukan analisa dan dikaji dengan teori yang ada, dapat disimpulkan bahwa
objek penelitian, Gedung Pusat Administrasi UI memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip
paham Critical Regionalism dan klasifikasi teori Critical Tropicalism jika dinilai dari segi
Ekspresi Regional, Performa, serta Material dan Makna Bangunan.
LATAR BELAKANG
Ada beberapa persamaan pandangan diantara para arsitek muda pada saat itu, .Mereka
melihat kondisi dunia arsitektur di Indonesia pada saat itu 'tidak menarik', 'monoton' dan
'tidak berkarakter', hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang ternyata masih relevan sampai
saat ini.
JIWA AMI
Semangat
Kritis
Keterbukaan
SEMANGAT
Semangatlah yang mengikat sesama anggota AMI untuk terus menerus menggali dan
menyumbangkan ide dalam perkembangan Arsitektur di Indonesia. Semangat ini
dimanifestasikan dalam wujud "penjelajahan desain".
Salah satu kalimat tepenting dari manifesto AMI adalah: "Bagi kami Arsitek Muda
Indonesia, arsitektur adalah wujud dari penjelajahan disain" jadi kata kuncinya adalah
'Penjelajahan'".
Kita tidak peduli sebuah proses desain harus melalui bentuk kotak yang, kemudian
berkembang menjadi bundar, segitiga, tidak beraturan dan akhirnya kembali ke kotak lagi,
hal itu tidak penting, yang utama adalah "Proses" dari penjelajahan itu sendiri.
Dengan menjalani proses penjelajahan, maka akan terdapat ber ribu-ribu
kemungkinan dan penemuan-penemuan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dalam suatu proses disain, sering para arsitek kita terlalu cepat berhenti, dan merasa
sudah cukup puas dengan rancangannya. Padahal sebetulnya mereka belum dapat dikatakan
menemukan "sesuatu" akibatnya rancangan yang dihasilkan akan menghasilkan sosok yang
asing.
Padahal proses desain seharusnya tidak boleh berhenti, dan harus terus berlangsung,
bahkan sampai pelaksanaan di lapangan . (beruntung kita memiliki arsitek YB Mangunwijaya
yang membuka mata kita untuk suatu alternatif dalam perancangan & pelaksanaan, dimana
beliau tidak pernah mengandalkan gambar kerja, tapi terjun langsung di lapangan untuk
berimprovisasi dengan tukang-tukangnya untuk menghasilkan bangunan yang dianggap
terbaik.)
Betapa asyiknya menjadi seorang penjelajah bisa kita rasakan sendiri. Dan ternyata
pada akhirnya kita juga menjadi diri kita sendiri, dan karakter, tanda tangan dan jiwa kita
akan muncul dengan sendirinya.
Namun kita juga menyadari betul, bahwa kita tidak dapat mengatakan bahwa saat ini
para anggota AMI sudah berhasil menemukan tanda tangan mereka.
Hingga saat ini, kita masih dalam proses., Proses untuk terus mencari dan mencoba
terus ber macam-macam kemungkinan-kemungkinan. Hanya modal semangat dan
kepercayaan yang pelan-pelan terus di tumbuhkan melalui penjelajahan desain yang membuat
proses itu tetap berlangsung sampai saat ini.
KRITIS
Beberapa rekan-rekan AMI adalah figur-figur yang sangat kritis, hal ini bisa dilihat
dari awal, pada mulanya mereka menjalani pendidikan Arsitektur di bangku kuliah.
Mereka sering mempertanyakan dan tidak terima begitu saja apa yang di anjurkan,
bahkan sering kali dari mereka harus menjadi korban akibat keyakinan mereka sendiri.
Pada saat ini pun mereka juga tetap kritis, kritis terhadap karya sendiri, maupun kritis
terhadap karya orang lain. dan inilah salah satu kekuatan AMI yaitu budaya kritis, untuk
saling kritik diantara teman-teman sendiri. Dan pada akhirnya kita menjadi sadar betul bahwa
forum seperti debat / kritik sangat di gemari dan bermanfaat.
Kita tidak peduli hasil akhir dari debat / kritik tersebut, yang penting prosesnya yang
telah memperkaya kita, dari berbagai sudut pandang yang lain. (sehingga lahirlah istilah
"Sepakat untuk tidak sepakat".)
KETERBUKAAN
Kekritisan harus ditunjang keterbukaan. Keterbukaan melontarkan pendapat, dan
keterbukaan mendengarkan pendapat.
Hal ini menjadi ciri khas rekan-rekan AMI untuk saling mempublikasikan /
mengexpose karyanya untuk "dibantai" dalam forum-forum AMI. tanpa harus tersinggung
atau "takut
dicontek idenya", karena akhirnya yang beruntung adalah kita juga, yang mendapat
masukan-masukan yang beraneka ragam dan membantu "percepatan" dengan belajar diantara
sesama teman sendiri.
Tidak mengherankan bila karya-karya AMI seperti seolah-olah mempunyai karakter
tersendiri, walaupun beraneka ragam, bentuk dan pendekatan masalahnya.
Hal ini lah yang sejak awal juga berhasil menghilangkan sekat-sekat kebanggaan yang
berlebihan di antara para AMI yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, baik dari
Universitas Negri, Universitas Swasta bahkan dari Luar Negri.
Pada awalnya memang mereka begitu bangga dengan latar belakang pendidikannya,
tapi kini merekapun sadar bahwa mereka di perkaya oleh teman-teman sendiri yang datang
dari latar belakang Universitas yang berbeda satu sama lain.
AMI juga tidak pernah menawarkan suatu style/ langgam arsitektur tertentu, setiap
orang mempunyai idola dan karakternya sendiri. Sepintas lalu corak arsitektur AMI memang
seperti seperti gado-gado yang beraneka ragam benang merah yang mengikatnya hanyalah
semangat penjelajahan/pencarian dan penemuan.
UPAYA AMI
Ada beberapa upaya upaya yang dilakukan AMI untuk mencapai visi dan misi
mereka. Upaya upaya tersebut adalah
1. Pameran
Pameran adalah bentuk pernyataan kita yang sangat jelas, dalam pameran ini
tergambar proses dan semangat explorasi dari rekan-rekan AMI. Karya-karya yang
dipamerkan berupa proyek-proyek proposal, bangunan bangunan yang terbangun, maupun
proyek- proyek fiktif (yang menjadi penting karena biasanya proyek-proyek fiktif
menampilkan ide-ide / konsep yang futuristik, original dan memandang kedepan arsitektur
kita fana akan datang).
Pameran tidak disusun secara mati, tapi juga bervariasi, baik itu gambar, foto, maket,
sketsa, bahkan lay out pemeran itu sendiri tidak luput dari perhatian.
Pameran ini pada awalnya berlokasi di gedung pameran, seperti pameran Prospektif
1990, di Jakarta Disain Center, namun kemudian hal ini tidak efektif bila terus menerus di
gedung pameran. Tantangan-tantangan justru terbuka untuk pameran di bangunan-bangunan
lain, baik itu berupa rumahrumah tinggal yang kebetulan menjadi acara Open House, atau di
museum seperti di diorama Monas tahun 1995, atau di Cafe tahun 1996 (Peluncuran buku
AMI, penjelajah 1990-1995), hal ini juga untuk membuka kemungkinan kemungkinan baru
dan memperkaya bentuk pameran supaya praktis, tidak monoton, dan tidak butuh persiapan
yang besar-besaran, yang melelahkan.
Sumber : www.arsitekturindonesia.org
Ini adalah pameran Arus silang yang dilaksanakan di lorong ITB dimana mereka
mengundang Y B Mangunwijaya. Dan pada pameran ini di moderator oleh Pak Yuswadi
Saliya
2. Diskusi
Diskusi yang sering juga jadi ajang caci-maki
diantara sesama arsitek berlangsung dimana saja
dan berpindah-pindah tempat. Dalam fungsi
diskusi ini sering juga kita mengundang
pembicara tamu, arsitek-arsitek yang baru lulus
/ baru pulang dari luar negri untuk membagi
pengalamannya. Bahkan juga bisa sering
meminta rekan-rekan mahasiswa untuk juga
saling membagi informasi timbal balik (dalam
hal ini telah dilakukan presentasi ke sayembara
UNTAR dan Open House keluarga Irma
Kamdani dimana arsiteknya Andra Martin
Sumber : www.arsitekturindonesia.org
Sumber : www.arsitekturindonesia.org
Dalam salah satu diskusi AMI, di pameran Arus Silang di Lorong Jurusan Arsitektur
ITB, yang di moderatori oleh Yuswadi Saliya. Yuswadi-lah yang pertama kali melontarkan
bahwa AMI adalah generasi Arsitek ke 3 di Indonesia, dimana generasi pertama adalah
Silaban dkk. yang berasal dari pendidikan di Luar Negri (Barat), generasi ke 11, hasil didikan
dalam negri, Adi Moersid, Atelier Enam dkk . Sedang AMI generasi ke tiga, yang sepertinya
terlepas sama sekali dari para pendahulunya. Pak Yus juga menambahkan inilah generasi
"Arus Informasi".
3. Open House
Sebuah acara favorit AMI, yang merupakan acara peresmian rumah / bangunan
dimana juga merupakan pertanggung jawaban si arsitek terhadap karyanya. Acara digelar
secara santai, namun terbukti efektif sebagai bahan pembelajaran arsitektur langsung
dilapangan.
Acara pada open house yang merupakan partisipasi dari arsitek, kontraktor dan
pemberi tugas biasanya sebagai berikut:
Peresmian rumah / "'tour de architecture'" yang biasanya dilanjutkan dengan diskusi
dan tanggung jawab langsung dengan si arsitek. Kemudian juga ada beberapa acara spontan
lainnya seperti peresentasi slide berupa perjalanan arsitektur atau desain, pameran terbatas 1
hari, diskusi dan lain sebagainya.
Acara open house ini sangat populer dan di gemari baik dikalangan AMI sendiri dan
juga para ABG (Arsitek Baru Gede, yang baru lulus atau mahasiswa) dimana undangan
disebar luaskan melalui fax. Jadilah acara ini seperti kuliah terbuka, mimbar bebas untuk
berbicara mengenai arsitektur yang dihadiri oleh berabagai arsitek dan mahasiswa dari latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda.
4. Penerbitan Buku
Menerbitkan buku memang sudah lama menjadi keinginan dari Arsitek muda. Namun
begitu susah untuk merealisasikan karya dan baru pada pertengahan tahun 1996, ( setelah 6
tahun berlangsung) akhirnya berhasil diterbitkan sebuah buku yang merupakan proses yang
cukup lama baik mengenai bahan dan materi itu sendiri.
Buku pertama AMI yang bertemakan Penjelajahan 1990 - 1995, berisi karya-karya
AMI maupun tulisan-tulisan berupa pemikiran-pemikiran, ide dan lain sebagainva.
Buku yang diluncurkan di Twilite Cafe pada tanggal 22 April 1996 mendapat
sambutan yang sangat hangat dari kalangan masyarakat dan pemerhati Arsitektur, dimana
buku arsitektur yang membahas karya-karya Arsitektur Indonesia sangat dibutuhkan. Dalam
tempo + 1 bulan, tanpa publikasi yang memadai telah habis terjual 2000 buku.
Salah satu komentar yang sangat tepat datang dari arsitek senior Ir. Zaenuddin
Kartadiwiria yang juga merupakan dosen di jurusan Arsitektur di Universitas Trisakti yang
menganjurkan mahasiswa-mahasiswanya untuk memiliki buku ini, dimana beliau
mengatakan "terlepas baik atau buruknya buku AMI ini, namun inilah gambaran dunia
arsitektur kita saat ini". Komentar yang kritis juga datang dari dosen dan arsitek senior dari
ITB, sekaligus salah seorang pendiri
LSAI, Yuswadi Saliya. Dimana beliau mengatakan sebetulnya banyak karya-karya
dan tulisan dari para Arsitek Indonesia yang baik, yang sayangnya tidak terekam. Oleh
karena AMI telah berhasil membukukan baik karya arsitektur dan tulisan dalam sebuah buku,
maka jadilah peristiwa ini sebuah "Sejarah". Jadi begitu penting bukti kehadiran buku disini
sebagai bahan study sejarah Arsitektur untuk memandang kedepan Arsitektur kita.
Penerbitan buku tidak hanya berhenti di situ saja, dengan modal yang tidak hanya dari
hasil penjualan buku, tapi juga pengalaman yang berharga dalam proses pembuatannya, maka
untuk membuat buku-buku lainnya tidaklah terlalu sulit lagi. Dan kini memang sedang
direncanakan buku AMI yang kedua dengan tebal 300 halaman, yang rencananya akan
diterbitkan tahun 1997.
Dan juga masih banyak lagi rencana untuk membuat buku arsitektur dengan thema
sayembara, perkotaan dan monografh. Rupanya kegiatan membuat buku akan menjadi
kegiatan utama AMI yang akan menggantikan bentuk-bentuk pameran arsitektur yang
berskala besar dan melelahkan.
KARYA-KARYA AMI
1. Rumah Baja
Data Proyek
Nama Proyek : Sugiharto Steel House
Jenis bangunan : Rumah Tinggal
Luas lahan : 117 m2
Luas Bangunan : 36 m2
Dibangun : 2002
Klien : Sugiharto Djemani
Arsitek : Ahmad Djuhara
Rumah baja merupakan rumah yang dibangun di atas kavling yang kecil dengan
pembiayaan yang terbatas. Tujuan utama perancangan rumah ini adalah mendapatkan
kembali area belakang rumah menjadi ruang terbuka yang nyaman tanpa terganggu kegiatan
sirkulasi dan servis. Oleh karena itu ruang servis diletakkan di sisi depan tapak. Sedangkan
bangunan inti berukuran 6m x 6 m di belakangnya diperuntukkan sebagai ruang duduk dan
dapur. Rumah tidak memiliki teras dan ruang tamu di depan. Ruang-ruang di dalam ruah
lebih diorientasikan untuk terbuka ke arah taman belakang.
Bahan baja dipilih sebagai material struktur dan lembaran metal untuk dinding
bertujuan menyiasati pembiayaan pembangunan rumah. Pemakaian baja dan lembaran metal
dapat menghindari tukang batu yang mahal, waktu tunggu pengerasan semen yang lama serta
dimensi struktur yang relatif lebih besar bila menggunakan struktu beton dan dinding bata.
Penggunaan bahan metal yang mudah didapat, tahan cuaca, tahan karat, dan ringan ini
membuat pembangunan rumah relatif lebih murah, efisien dan cepat.
2. Rumah di Ragunan
Rumah ini dibangun pada tahun 1999 saat situasi perekonomian sedang sulit. Hal ini
yang menjadi pertimbangan peracangan sehingga rancangan dituntut efesien dan hemat
biaya. Atas dasar keterbatasan biaya tersebut, rancangan menggunakan material yang tidak
terlalu banyak menggunakan finishing, misalnya dinding dengan bahan concreate block.
Selain itu, atap terbuat dari bahan metal untuk mempercepat pembangunan rumah dan tidak
terlalu panas untuk iklim kota Bandung. Daun pintu dipasang menempel tanpa kusen dan
lantai merupakan plat beton yang diplester halus tanpa finishing keramik.
4. Salon kat
Salon Kat yang sudah berdiri di Kemang mengalami renovasi atas permintaan
pemilik. Arsitek yang menangani proyek tersebut ialah Jeffry Sandy dan Sukendro Sukendar
Priyoso. Kedua arsitek tersebut menerapkan rancangan modern yang sederhana dan
fungsional. Meskipun bangunan menampilkan kesan modern, sebagian besar memakai
material lokal dan meminimalkan penggunaan material fabrikan.
5. Pabrik Garmen Batara Wahamas
Tan Tik Lam berhasil merancang pabrik ini dengan memadukan antara sentuhan
estetika dan atmosfer kerja yang nyaman meskipun dibatasi oleh anggaran yang ketat.
Bangunan pabrik sangat menekankan efesiensi waktu maupun dana, selain efesiensi produk,
alat dan pekerja. Oleh karena itu, dipilih struktur baja sebagai material atap utama untuk
bangunan terbesar yang berukuran 40 m x 60 m. Struktur baja diekspos dengan finishing cat
dalam warna yang berbeda ditiap bangunannya utnuk menciptakan identitas dan estetika.
6. Masjid Arrayan
Perancangan dalam Masjid Arrayan sebenarnya sederhana, yaitu dapat menampung
40 orang jemaah untuk shalat, pentingnya mihrab sebagai tempat imam, dan posisi makmum
menghadap kiblat.
Masjid Arrayan terletak di
kawasan perumahan baru di
Surabaya dimana warganya
menginginkan masjid modern, tidak
biasa tapi agung dan fungsinya
terpenuhi. Dari situ, Masjid
dirancanglah bentuk arsitektur yang
simpel berbentuk kotak dengan
kolom-kolom vertikal dan atap
datar.
Kesimpulan
Regionalisme dan arsitektur vernakular baru mengambil acuan dari arsitektur masa
lampau dipadukan dengan unsur kontemporer, sehingga menjadikan arsitektur baru dan
modern yang tetap mempertahankan lokalitas.
Periode berikutnya munculah AMI yang menginginkan arsitek Indonesia memiliki
karakter dan lebih mempedulikan lingkungan dalam merancang. Keinginan tersebut tertuang
dalam manifesto yang kemudian tahun-tahun berikutnya terwujud pada rancangan-rancangan
para arsitek.
Daftar Pustaka
Pusat Dokumentasi Arsitektur. 2012. Tegang Bentang: Seratus Tahun Perspektif
Arsitektural di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Akmal. Imelda. 2002. Karya-karya AMI 1997-2002. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Tjahjono, Gunawan. 2002. Indonesian Heritage, Seni Arsitektur. Jakarta: Buku Antar
Bangsa.