Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA STASIUN

MALANG KOTA BARU


Renda Ageng Cipta

ABSTRAK
Stasiun Malang Kota Baru merupakan stasiun kelas A, dan stasiun ini merupakan stasiun
baru yang dibangun dengan memperluas stasiun lama. Bangunan stasiun Malang Kota Baru
memadukan unsur lokal dan kontemporer yang dikenal dengan konsep arsitektur neo-vernakular.

Arsitektur neo-vernakular dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh
masyarakat setempat dengan menggunakan material lokal, dengan unsur adat dan budaya,
dipadukan dengan sentuhan kontemporer yang mendukung nilai-nilai vernakular itu sendiri.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuasi kualitatif. Pendekatan
ini diharapkan dapat memberikan gambaran penerapan arsitektur neo-vernakular di Stasiun
Kereta Api Malang Kota Baru. Tujuan penelitian adalah untuk memahami konsep arsitektur
regional baru dalam perancangan stasiun. Selain itu, penting juga untuk memahami bagaimana
konsep arsitektur neo-vernakular diterapkan pada bangunan stasiun.

Kata kunci: Neo-Vernakuler, stasiun, Stasiun Malang Kota Baru, Arsitektur.

ABSTRAK
Malang Kota Baru Station is a class A station, and this station is a new station built by
expanding the old station. The Malang Kota Baru station building combines local and
contemporary elements known as the neo-vernacular architectural concept.

Neo-vernacular architecture can be defined as original architecture built by local people


using local materials, with traditional and cultural elements, combined with contemporary
touches that support the vernacular values themselves. The approach used in this research is a
quasi-qualitative approach. It is hoped that this approach can provide an overview of the
application of neo-vernacular architecture at the Malang Kota Baru Train Station. The aim of the
research is to understand the concept of new regional architecture in station design. Apart from
that, it is also important to understand how neo-vernacular architectural concepts are applied to
station buildings.
Keywords: Neo-Vernacular, station, Malang Kota Baru Station, Architecture.

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan beragam budaya. Padahal, budaya Indonesia
mementingkan prinsip-prinsip kehidupan manusia dan bangunan seperti perumahan, transportasi,
dan perkantoran.

Variasi bangunan transportasi ada banyak. Salah satunya adalah gedung stasiun.
Bangunan stasiun merupakan tempat keluar masuknya orang dan barang di dalam suatu
kawasan. Kebanyakan stasiun kereta api di Indonesia merupakan bangunan Hindia Belanda.
Namun banyak bangunan stasiun, terutama yang baru, yang mulai memasukkan unsur
kedaerahan ke dalam bangunan stasiunnya.

Stasiun Kereta Api Malang Kota Baru merupakan bangunan yang memadukan unsur
lokal dan modern. Penerapan ini disebut dengan konsep arsitektur neo-vernakular. Konsep ini
hendaknya dikembangkan untuk melestarikan budaya lokal yang dipadukan dengan unsur
modern agar sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman
lebih jauh mengenai konsep arsitektur neo-vernakular.

TUJUAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memahami terkait konsep arsitektur neo
vernakular serta untuk memahami penerapan arsitektur neo vernakular pada bangunan stasiun
kereta api.

METODOLOGI
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
kuasi kualitatif. Pendekatan ini merupakan metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati. Pendekatan kuasi-kualitatif mempunyai ciri-
ciri natural sebagai sumber data deskriptif langsung (pencarian natural) dan lebih mementingkan
proses dibandingkan hasil. Analisis dalam penelitian kuasi-kualitatif biasanya bersifat induktif
dan maknanya penting. (Lexy Moleong, 2006: 04). Data dikumpulkan berdasarkan observasi dan
literatur. Lokasi survei adalah Stasiun Jl. Malang Kota Baru. Kidul Dalem, Tornohoyo,
Kecamatan Krojen, Kota Malang, Jawa Timur.

A. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular


Arsitektur neo vernakular memiliki arti “asli”, “setempat”, atau “tradisional”.
Tjok Pradnya Putra menyatakan pengertian arsitektur neo vernakular berasal dari kalimat
“Neo” yang berasal dari bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru,
sedangkan kata vernakular berasal dari kata vernakular (bahasa latin) yang berarti asli.
(Nurjaman and Prayogi, 2022). Istilah arsitektur Vernakular yang berkembang di dunia
konstruksi pada dasarnya merupakan pengembangan dari arsitektur Tradisional yang
terbentuk oleh tradisi turun-temurun, tanpa adanya pengaruh dari luar.(Dan and Adat,
2005).
Arsitektur Neo vernakular adalah salah satu ciri arsitektur yang lahir pada zaman
arsitektur post modern yang lebih tepatnya lahir pada pertengahan tahun 1960an. Aliran
post modern sendiri lahir karena kritik yang berkembang karena banyaknya desain
dengan pola monoton. Di masa itu ada 6 aliran yang lahir menurt Charles A. Jenck
diantaranya, Historiscism, Straight Revivalism, Neo vernakular, Contextualism,
Methapor dan Post Modern Space.(Tâm et al., 2016).

B. Sejarah Arsitektur Neo Vernakuler


Waktu terus berkembang dan terus mengalir seiring dengan semakin majunya
kita. Ibarat sebuah bangunan, ia berubah dan berkembang baik bentuk, material maupun
maknanya. Perubahan berkembang karena adanya proses adaptasi terhadap lingkungan
dan waktu. Demikian pula struktur bangunan yang sebelumnya menempati lahan yang
sama kini semakin berkembang menjadi berbagai jenis struktur, sejalan dengan konsep
arsitektur neo-vernakular. Neo Vernakular sendiri muncul dari interpretasi konsep
arsitektur tradisional dan pribumi. Kemudian, bahasa tradisional berkembang menjadi
bahasa vernakular, dan akhirnya menjadi neo-vernakular. Pembangunan ini dilakukan
demi melestarikan keunikan ciri khas kawasan tersebut. Perlunya bela diri sebagai salah
satu cara melestarikan budaya, terutama dengan mengikuti perkembangan zaman.
Arsitektur tradisional berasal dari kata “tradisi” dan “arsitektur tradisional”
memiliki pengertian yang berbeda. Tradisi merupakan sebuah kata sifat, sedangkan
arsitektur tradisional merupakan sebuah objek. Tradisi dengan arsitektur vernakular
memiliki hubungan sebab-akibat. Menurut Christopher Alexander seorang filsafat
mengenai ilmu arsitektur dan desain, mengungkapkan “tradisi membentuk sebuah
arsitektur vernakular melalui kesinambungan tatanan sebuah arsitektur menggunakan
sistem persepsi ruang yang tercipta, bahan, dan jenis konstruksinya”. Arsitektur
tradisional dan arsitektur vernacular merupakan objek.
Oleh karena itu, kedua kata tersebut memiliki objektif yang sama, namun dengan
tujuan yang berbeda. Meski keduanya memiliki akar makna yang tidak jauh berbeda, ada
hal hal prinsip yang dapat diungkapkan agar jelas terlihat perbedaannya sehingga lebih
mudah untuk dipahami dengan mengedepankan contoh perbedaan dalam bentuk studi
kasus.(Suharjanto, 2011).

C. Kriteria Arsotektur Neo Vernakuler


Arsitektur neo vernakular yang berada pada posisi arsitektur modern awal yang
selanjutnya berkembang menjadi neo vernakular pada masa modern akhir setelah adanya
kritikan terhadap arsitektur modern, maka muncul kriteria yang mempengaruhi arsitektur
neo vernakular yaitu sebagai berikut:
a. Bentuk-bentuk yang menerapkan unsur budaya dan lingkungan, termasuk iklim
setempat, yang diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail,
struktur dan ornamen)
b. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen
non fisik seperti budaya pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro
kosmos dan lainnya.
c. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan
vernakular melainkan menghasilkan karya yang baru (mengutamakan penampilan
visualnya).
Arsitektur neo vernakular adalah penerapan elemen arsitektur yang telah ada,
termasuk fisik (bentuk, struktur) dan non-fisik (konsep, filosofi, tata ruang), tujuannya
adalah untuk mempertahankan elemen lokal yang dibentuk oleh tradisi untuk menjadi
lebih modern dan maju tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional setempat. Arsitektur
neo vernakular ini tidak hanya menggunakan elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk
modern, tetapi juga elemen non fisik seperti budaya, mentalitas, kepercayaan, tata ruang,
dan agama. Dalam penerapannya tidak keseluruhan elemen diterapkan dalam konsep
arsitektur neo vernakular, tetapi dapat menerapkan hanya salah satu.(Nurjaman and
Prayogi, 2022).

D. Ciri-ciri Arsitektur Neo Vernakular


Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern
Architecture” maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernacular sebagai berikut:
a. Selalu menggunakan atap bumbungan
b. Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga
lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari
pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan
permusuhan.
c. Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal)
d. Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan
budaya dari arsitektur barat.
e. Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi
yang lebih vertikal.
f. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang
terbuka di luar bangunan.
g. Warna-warna yang kuat dan kontras.

Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak


ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya.
Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh
Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.

E. Arsitektur Vernakular
Yulianto Sumalyo berpendapat, vernakular adalah bahasa setempat, dalam
arsitektur vernakular adalah bentuk arsitektural yang menerapkan ciri- ciri budaya sekitar
termasuk dengan material, iklim, dan makna dalam bentuk arsitektural seperti tata letak
denah, struktur, material dan detail detail seperti ornamen, dan lain-lain(Yulianto
Sumalyo, 2001). Paul Oliver dalam Encyclopedia of Vernacular Architecture of the World
berpendapat arsitektur vernakular adalah terdiri dari rumah- rumah rakyat dan bangunan
lain, yang terkait dengan konteks lingkungan mereka dan sumber daya tersedia yang
dimiliki atau dibangun, dan menggunakan teknologi tradisional. Semua bentuk arsitektur
vernakular dibangun untuk memenuhi kebutuhan untuk mengakomodasi nilai-nilai,
ekonomi dan cara hidup budaya yang berkembang.
Amos Rapoport adalah salah satu arsitek yang paling sering dijadikan referensi
oleh para sarjana di wilayah tersebut. Dalam bukunya yang terkenal ``Bentuk Rumah dan
Budaya,'' Rapoport membagi bangunan menjadi ``Grand Traditional'' (tradisi besar) dan
``Tradisi Vernakular'' (tradisi rakyat) sesuai dengan tradisi bagaimana bangunan tersebut
dibangun. Menurutnya, kemegahan istana dan bangunan keagamaan tergolong tradisi
besar. Arsitektur tanpa arsitek kini tergolong arsitektur tradisional rakyat (Rapaport,
1969). Dalam pembagian tradisi rakyatnya yang terstruktur, ia membagi menjadi dua
kelompok: arsitektur primitif dan arsitektur vernakular. Indonesia merupakan negara
dengan tradisi yang sangat beragam. Hasilnya, tradisi ini menghasilkan bangunan-
bangunan yang mempunyai nilai unik bagi daerah. Arsitektur vernakular tradisional
semakin ditinggalkan, dan seiring berjalannya waktu, arsitektur vernakular modern yang
disebut arsitektur neo-vernakular mulai berkembang.

F. Pengertian Stasiun Kereta.


Stasiun dalam konteks terminal pemberangkatan dan pemberhentian kereta api
dalam kaitannya sebagai angkutan manusia maupun barang dapat didefinisikan menjadi
beberapa pengertian diantaranya adalah:
a. Stasiun adalah tempat kereta api berangkat dan berhenti untuk melayani naik dan
turunnya penumpang dan/atau bongkar muat barang dan/atau untuk keperluan
operasi kereta api. (UU No.13 Tahun 1992 Pasal 19)
b. Stasiun kereta api adalah tempat menunggu bagi calon penumpang kereta api dsb;
tempat perhentian kereta api dsb (Depdiknas, 2008)
c. Stasiun sebagai tempat kereta api berangkat, mengangkut penumpang (manusia
atau bias juga hewan) dan barang (Handinoto, 1999)
d. Stasiun sebagai tempat kereta api bersilang, menyusul atau disusul (Handinoto,
1999). (Ii, Umum and Kereta, 2008).

Stasiun Kereta Api menjadi kebutuhan utama yang diperlukan dalam pengadaan
moda transportasi kereta api. Stasiun juga memiliki berbagai fungsi yang menjadi bagian
dari keberadaannya sebagai fasilitas umum. Menurut Alamsyah (2003) fungsi stasiun
adalah sebagai berikut:

a. Sebagai alat angkutan umum untuk penumpang dan barang


b. Sebagai penghubung satu tempat ke tempat lainnya yang sulit dijangkau oleh alat
transportasi lain
c. Tempat untuk memuat dan membongkar barang hantaran
d. Tempat pengisian bahan bakar
e. Tempat penitipan barang sementara untuk penumpang
f. Tempat untuk memberikan kesempatan kepada kereta lainnya untuk saling
menyusul dan bersilang

Selain memenuhi kebutuhan fungsi utama sebagai tempat naik atau turunnya
penumpang dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan kegiatan usaha
penunjang angkutan kereta api seperti usaha pertokoan, restoran, perkantoran, perhotelan
(UU No.13 Tahun 1992). Kebijakan ini mengundang timbulnya fungsi komersial dalam
stasiun.

PEMBAHASAN

Pada dasarnya semua yang menackup terkait Arsitektur Neo Vernakuler baik dari segi
teori atau Penerapan, tidak jauh dari aksen local atau tradisional. Memang tujuannya adalah
untuk membangun suasana tradisional mulai dari pengembangan segi bahan serta pemilihan
bentuk dari aksen tradisional.
Bisa dibiliang melestarikan budaya yang sudah lama mengakar di suatu tempat dan tidak
ingin hilang begitu saja, ambillah contoh Penerapan dari segi rumah tinggal mereka. Tidak hanya
melulu tentang seni dan kepercayaan, suatu lingkungan binaan juga termasuk budaya tradisional.
Dengan menerapkan apa yang sudah pendahulu ilmu Arsitektur terapkan, tidak salah jika mulai
dikembangan dan diberi sedikit sentuhan sesuai perkembangan zaman.

Berikut pembahasan Arsitektur Neo Vernakuler dan Implementasinya pada Stasiun:

1. Perwujudan baru dari desain tradisional


Arsitektur neo-vernakular merupakan arsitektur yang memadukan unsur
budaya dan modern. Perwujudan transformasi Stasiun Malang Kota Baru
terlihat pada bagian atap bangunannya. Atap bangunan Stasiun Malang Kota
Baru merupakan atap pelana yang sering digunakan pada rumah tradisional
Indonesia. Penataan atap ini juga merupakan siluet Gunung Putri yang
menjadi latar belakang kota Malang.

Gambar 1: Atap Bangunan


Sumber: Dokumentasi pribadi (2023)

Gambar 2: Gunung Putri Tidur


Sumber: Dokumentasi pribadi (2023)
2. Pengaruhnya Terhadap Iklim Lokal
Arsitektur neo vernacular memiliki bentuk-bentuk yang menerapkan unsur
budaya dan lingkungan, termasuk iklim setempat, yang diungkapkan dalam
bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
Penggunaan atap pelana memungkinkan air hujan akan cepat turun ke tanah.
Indonesia memiliki iklim tropis yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi
sehingga penggunaan atap pelana ini sangat merespon keberadaan iklim.
Bangunan Stasiun Malang Kota Baru dirancang dan dioptimalkan dengan
pengudaraan alami yakni dengan banyak bukaan. Sirkulasi udara dibantu
dengan penggunaan ceiling fan. Pada penutup fasad digunakan secondairiscin
dengan kayu komposit untuk mengurangi cahaya langsung. Dinding roster
diterapkan di dalam bangunan ini supaya tetap ada aliran udara yang masuk
dari dalam dan luar.

Gambar 3: Sirkulasi Udara


Sumber: Analisis Pribadi (2023)

3. Warna Yang Kuat dan Kontras


Warna kontras merupakan kombinasi warna berbeda yang saling
melengkapi atau mengisi sehingga tercipta keserasian warna. Warna yang kuat
menekankan tujuan warna tersebut. Penggunaan warna dapat mempengaruhi
konsep neo-vernakular, karena warna menambah nilai estetika pada desain
suatu bangunan. Warna arsitektur neo-tradisional dapat memperkuat bangunan
antara aspek budaya dan modern. Warna dapat mempengaruhi pemikiran
orang-orang di dalam suatu bangunan.

Gambar 4: Warna bangunan Sumber:


Dokumentasi pribadi (2023)

Gambar 4: Warna bangunan


Sumber: Dokumentasi pribadi (2023)
Bangunan Stasiun Malang Kota Baru memiliki dua perpaduan warna
yang sangat mencerminkan ciri khas yang ada pada Neo Vernakuler, yaitu
warna Coklat dan Putih. Warna coklat sendiri terkesan melekat dengan
kebudayaan Jawa, memberikan perasaan tenang, juga memiliki kesan warna
kayu yang memiliki arti alami. Sedangkan warna putih memiliki kesan
bersih, modern, atau luas.

Warna coklat memang menjadi warna utama pada bangunan ini. Variasi
warna coklat bisa menjadi perwujudan dari material alami yaitu kayu.
Penerapan warna ini juga diterapkan pada material ACP (Aluminium
Composite Panel). Dengan adanya kombinasi seperti ini wujud dari unsur
budaya dan modern bisa terlihat pada bangunan stasiun ini. Selain itu warna
putih juga merupakan warna yang sering digunakan pada bangunan modern.
Warna putih bisa membawa kesan bersih, luas, dan modern. Warna putih
banyak diterapkan pada bagian interior bangunan. (Nurjaman and Prayogi,
2022).
Gambar 6: Warna bangunan
Sumber: Patra Indonesia (2023)

4. Menggunakan Material Lokal


Umumnya material ini digunakan untuk konstruksi atau penutupfasad
bangunan. Bahan juga dapat digunakan untuk mengilustrasikan dan
mendukung konsep desain. Dalam bukunya The Language of Postmodern
Architecture, Charles Jencks menjelaskan bahwa arsitektur neovernakular
selalu menggunakan material lokal. Bahan lokalnya adalah batu bata. Namun
material seperti baja, kaca, dan besi sering digunakan pada bangunan dengan
arsitektur neotradisional. Material ini merupakan penggunaan material
modern, memadukan material lokal dan modern.
Bangunan Stasiun Malang Kota Baru terbuat dari beton dan baja. Material
ini merupakan struktur utama yang dilapisi dengan dinding bata, kaca, karat
dan penutup material ACP (aluminium Composite Panel). Penggunaan
material batu bata juga menjadi salah satu cara untuk memanfaatkan material
lokal. Selain itu, penggunaan kayu juga merupakan material yang ramah
lingkungan.
Struktur utama bangunannya menggunakan bahan beton dan baja. Dengan
sengaja mengekspos material baja, kami menciptakan kesan modern. Material
baja ini juga digunakan untuk jembatan penghubung antar platform dan
jembatan penghubung ke stasiun lama. Di Secondairiscin Pasad, material kayu
digunakan untuk mengurangi aliran panas yang masuk ke dalam bangunan
sehingga sirkulasi panas di dalam bangunan menjadi lebih merata. Material
kaca digunakan pada ruangan semi private dan privat, sehingga ruangan tidak
akan gelap.
Gambar 7: Penggunaan material
Sumber: Jajang Nurjaman, Lutfi Prayogi (2023)

5. Menerapkan Elemen Non Fisik


Zikri mengatakan bahwa dalam penerapan arsitektur neo vernakular tidak
hanya unsur fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, namun juga unsur
non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan dan tata ruang yang berkaitan
dengan makrokosmos. Bangunan Stasiun Malang Kota Baru memasukkan
unsur kepercayaan pada bentuk bangunannya. Bentuk ini adalah siluet gunung
dari Sleeping Beauty. Dalam masyarakat Malang, Gunung Putri Tidur menjadi
latar belakang terbentuknya kota Malang. Sebab, bentuk massa bangunan
stasiun menyerupai orang yang sedang tidur.

Gambar 8: Gambaran Putri Tidur


Sumber: Analisis pribadi (2023)
6. Variasi Warna
Variasi warna sering diterapkan pada bangunan neo-tradisional. Variasi
sangat mudah diterapkan. Penggunaan warna mempengaruhi konsep-konsep
bahasa modern, karena warna dapat menambah nilai estetika dan keindahan
pada desain bangunan. Warna-warna arsitektur neo-vernakular memungkinkan
bangunan ini memperkuat hubungan antara budaya dan modernitas. Warna
bangunan adalah penerapan paling sederhana dari arsitektur neo-tradisional.
Warna membantu menekankan fitur bangunan yang diinginkan. Stasiun
Malang Kota Bharu menggunakan dua warna yaitu coklat dan putih. Variasi
kedua warna ini turut menjaga nuansa Jawa, dan warna coklat terlihat lebih
modern jika dipadukan dengan warna putih.

KESIMPULAN

Penerapan konsep arsitektur neo-vernakular sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh
masyarakat lokal dengan menggunakan material lokal, dengan unsur adat dan budaya, dipadukan
dengan sentuhan kontemporer yang mendukung nilai-nilai vernakular itu sendiri dapat dimaknai.
Penerapan konsep arsitektur neo-vernakular, yaitu melibatkan beberapa elemen arsitektur seperti
arsitektur fisik (bentuk, struktur) dan arsitektur non fisik (konsep, filosofi, penataan ruang).
Arsitektur neo-vernakular berupaya mengekspresikan bangunan yang memadukan unsur budaya
dan modern. Unsur modern ini bertujuan untuk mengikuti perkembangan zaman. Stasiun Kereta
Api Malang Kota Baru menggunakan elemen non fisik yang diwujudkan dalam bentuk bangunan
tradisional dengan menggunakan material lokal kontemporer.

Konsep Arsitektur Neo VErnakuler yang di terapkan pada stasiun Malang Kota Baru
Adalah:

a. Perwujudan ulang bentuk bangunan Tradisuonal.


b. Kondisi terhadap iklim local.
c. Warna kuat dan kontras.
d. Menggunakan elemen material local.
e. Menerapkan elemen non-fisik.
f. Variasi warna.

DAFTAR PUSTAKA

Dan, V. and Adat, B. (2005) ‘Tinjauan Teoritikal Arsitektur Neo-’, pp. 35–45.

Ii, B.A.B., Umum, T. and Kereta, S. (2008) ‘Ta144372’, pp. 12–63.

Nurjaman, J. and Prayogi, L. (2022) ‘Penerapan Konsep Arsitektur Neo Vernakular Pada Stasiun
Malang Kota Baru’, Jurnal Arsitektur PURWARUPA , 6(1), pp. 63–68. Available at:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/purwarupa/article/view/12872/pdf.

Suharjanto, G. (2011) ‘Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur


Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali’, ComTech:
Computer, Mathematics and Engineering Applications, 2(2), p. 592. Available at:
https://doi.org/10.21512/comtech.v2i2.2808.

Tâm, T. et al. (2016) ‘済無 No Title No Title No Title’, 01, pp. 1–23.

Yulianto Sumalyo (2001) ‘Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja’, DIMENSI (Jurnal Teknik
Arsitektur), 29(1), pp. 64–74. Available at:
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/view/15746.

Anda mungkin juga menyukai