ABSTRAK
Stasiun Malang Kota Baru merupakan stasiun kelas A, dan stasiun ini merupakan stasiun
baru yang dibangun dengan memperluas stasiun lama. Bangunan stasiun Malang Kota Baru
memadukan unsur lokal dan kontemporer yang dikenal dengan konsep arsitektur neo-vernakular.
Arsitektur neo-vernakular dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh
masyarakat setempat dengan menggunakan material lokal, dengan unsur adat dan budaya,
dipadukan dengan sentuhan kontemporer yang mendukung nilai-nilai vernakular itu sendiri.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuasi kualitatif. Pendekatan
ini diharapkan dapat memberikan gambaran penerapan arsitektur neo-vernakular di Stasiun
Kereta Api Malang Kota Baru. Tujuan penelitian adalah untuk memahami konsep arsitektur
regional baru dalam perancangan stasiun. Selain itu, penting juga untuk memahami bagaimana
konsep arsitektur neo-vernakular diterapkan pada bangunan stasiun.
ABSTRAK
Malang Kota Baru Station is a class A station, and this station is a new station built by
expanding the old station. The Malang Kota Baru station building combines local and
contemporary elements known as the neo-vernacular architectural concept.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan beragam budaya. Padahal, budaya Indonesia
mementingkan prinsip-prinsip kehidupan manusia dan bangunan seperti perumahan, transportasi,
dan perkantoran.
Variasi bangunan transportasi ada banyak. Salah satunya adalah gedung stasiun.
Bangunan stasiun merupakan tempat keluar masuknya orang dan barang di dalam suatu
kawasan. Kebanyakan stasiun kereta api di Indonesia merupakan bangunan Hindia Belanda.
Namun banyak bangunan stasiun, terutama yang baru, yang mulai memasukkan unsur
kedaerahan ke dalam bangunan stasiunnya.
Stasiun Kereta Api Malang Kota Baru merupakan bangunan yang memadukan unsur
lokal dan modern. Penerapan ini disebut dengan konsep arsitektur neo-vernakular. Konsep ini
hendaknya dikembangkan untuk melestarikan budaya lokal yang dipadukan dengan unsur
modern agar sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman
lebih jauh mengenai konsep arsitektur neo-vernakular.
TUJUAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memahami terkait konsep arsitektur neo
vernakular serta untuk memahami penerapan arsitektur neo vernakular pada bangunan stasiun
kereta api.
METODOLOGI
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
kuasi kualitatif. Pendekatan ini merupakan metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati. Pendekatan kuasi-kualitatif mempunyai ciri-
ciri natural sebagai sumber data deskriptif langsung (pencarian natural) dan lebih mementingkan
proses dibandingkan hasil. Analisis dalam penelitian kuasi-kualitatif biasanya bersifat induktif
dan maknanya penting. (Lexy Moleong, 2006: 04). Data dikumpulkan berdasarkan observasi dan
literatur. Lokasi survei adalah Stasiun Jl. Malang Kota Baru. Kidul Dalem, Tornohoyo,
Kecamatan Krojen, Kota Malang, Jawa Timur.
E. Arsitektur Vernakular
Yulianto Sumalyo berpendapat, vernakular adalah bahasa setempat, dalam
arsitektur vernakular adalah bentuk arsitektural yang menerapkan ciri- ciri budaya sekitar
termasuk dengan material, iklim, dan makna dalam bentuk arsitektural seperti tata letak
denah, struktur, material dan detail detail seperti ornamen, dan lain-lain(Yulianto
Sumalyo, 2001). Paul Oliver dalam Encyclopedia of Vernacular Architecture of the World
berpendapat arsitektur vernakular adalah terdiri dari rumah- rumah rakyat dan bangunan
lain, yang terkait dengan konteks lingkungan mereka dan sumber daya tersedia yang
dimiliki atau dibangun, dan menggunakan teknologi tradisional. Semua bentuk arsitektur
vernakular dibangun untuk memenuhi kebutuhan untuk mengakomodasi nilai-nilai,
ekonomi dan cara hidup budaya yang berkembang.
Amos Rapoport adalah salah satu arsitek yang paling sering dijadikan referensi
oleh para sarjana di wilayah tersebut. Dalam bukunya yang terkenal ``Bentuk Rumah dan
Budaya,'' Rapoport membagi bangunan menjadi ``Grand Traditional'' (tradisi besar) dan
``Tradisi Vernakular'' (tradisi rakyat) sesuai dengan tradisi bagaimana bangunan tersebut
dibangun. Menurutnya, kemegahan istana dan bangunan keagamaan tergolong tradisi
besar. Arsitektur tanpa arsitek kini tergolong arsitektur tradisional rakyat (Rapaport,
1969). Dalam pembagian tradisi rakyatnya yang terstruktur, ia membagi menjadi dua
kelompok: arsitektur primitif dan arsitektur vernakular. Indonesia merupakan negara
dengan tradisi yang sangat beragam. Hasilnya, tradisi ini menghasilkan bangunan-
bangunan yang mempunyai nilai unik bagi daerah. Arsitektur vernakular tradisional
semakin ditinggalkan, dan seiring berjalannya waktu, arsitektur vernakular modern yang
disebut arsitektur neo-vernakular mulai berkembang.
Stasiun Kereta Api menjadi kebutuhan utama yang diperlukan dalam pengadaan
moda transportasi kereta api. Stasiun juga memiliki berbagai fungsi yang menjadi bagian
dari keberadaannya sebagai fasilitas umum. Menurut Alamsyah (2003) fungsi stasiun
adalah sebagai berikut:
Selain memenuhi kebutuhan fungsi utama sebagai tempat naik atau turunnya
penumpang dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan kegiatan usaha
penunjang angkutan kereta api seperti usaha pertokoan, restoran, perkantoran, perhotelan
(UU No.13 Tahun 1992). Kebijakan ini mengundang timbulnya fungsi komersial dalam
stasiun.
PEMBAHASAN
Pada dasarnya semua yang menackup terkait Arsitektur Neo Vernakuler baik dari segi
teori atau Penerapan, tidak jauh dari aksen local atau tradisional. Memang tujuannya adalah
untuk membangun suasana tradisional mulai dari pengembangan segi bahan serta pemilihan
bentuk dari aksen tradisional.
Bisa dibiliang melestarikan budaya yang sudah lama mengakar di suatu tempat dan tidak
ingin hilang begitu saja, ambillah contoh Penerapan dari segi rumah tinggal mereka. Tidak hanya
melulu tentang seni dan kepercayaan, suatu lingkungan binaan juga termasuk budaya tradisional.
Dengan menerapkan apa yang sudah pendahulu ilmu Arsitektur terapkan, tidak salah jika mulai
dikembangan dan diberi sedikit sentuhan sesuai perkembangan zaman.
Warna coklat memang menjadi warna utama pada bangunan ini. Variasi
warna coklat bisa menjadi perwujudan dari material alami yaitu kayu.
Penerapan warna ini juga diterapkan pada material ACP (Aluminium
Composite Panel). Dengan adanya kombinasi seperti ini wujud dari unsur
budaya dan modern bisa terlihat pada bangunan stasiun ini. Selain itu warna
putih juga merupakan warna yang sering digunakan pada bangunan modern.
Warna putih bisa membawa kesan bersih, luas, dan modern. Warna putih
banyak diterapkan pada bagian interior bangunan. (Nurjaman and Prayogi,
2022).
Gambar 6: Warna bangunan
Sumber: Patra Indonesia (2023)
KESIMPULAN
Penerapan konsep arsitektur neo-vernakular sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh
masyarakat lokal dengan menggunakan material lokal, dengan unsur adat dan budaya, dipadukan
dengan sentuhan kontemporer yang mendukung nilai-nilai vernakular itu sendiri dapat dimaknai.
Penerapan konsep arsitektur neo-vernakular, yaitu melibatkan beberapa elemen arsitektur seperti
arsitektur fisik (bentuk, struktur) dan arsitektur non fisik (konsep, filosofi, penataan ruang).
Arsitektur neo-vernakular berupaya mengekspresikan bangunan yang memadukan unsur budaya
dan modern. Unsur modern ini bertujuan untuk mengikuti perkembangan zaman. Stasiun Kereta
Api Malang Kota Baru menggunakan elemen non fisik yang diwujudkan dalam bentuk bangunan
tradisional dengan menggunakan material lokal kontemporer.
Konsep Arsitektur Neo VErnakuler yang di terapkan pada stasiun Malang Kota Baru
Adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Dan, V. and Adat, B. (2005) ‘Tinjauan Teoritikal Arsitektur Neo-’, pp. 35–45.
Nurjaman, J. and Prayogi, L. (2022) ‘Penerapan Konsep Arsitektur Neo Vernakular Pada Stasiun
Malang Kota Baru’, Jurnal Arsitektur PURWARUPA , 6(1), pp. 63–68. Available at:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/purwarupa/article/view/12872/pdf.
Tâm, T. et al. (2016) ‘済無 No Title No Title No Title’, 01, pp. 1–23.
Yulianto Sumalyo (2001) ‘Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja’, DIMENSI (Jurnal Teknik
Arsitektur), 29(1), pp. 64–74. Available at:
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/view/15746.