Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks

IPTEKSEN, 5 September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR


PADA FASAD GEDUNG PUSAT SENI DAN BUDAYA
JAWA BARAT

THE IMPLEMENTATION OF NEO VERNACULAR


ARCHITECTURE CONCEPT IN FASADE ON WEST JAVA ARTS
AND CULTURAL CENTER BUILDING

Zavira Audia Farandina1), Nurhikmah Budi Hartanti2), Nuzuliar Rachmah3),


1)
Mahasiswa Jurusan Arsitektur, 2)Dosen Pembimbing Utama Program Studi S1,
3)
Dosen Pembimbing Pendamping Program Studi S1,
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta
1)
zaviraudia@gmail.com

ABSTRAK
Gedung Pusat Seni dan Budaya merupakan wadah untuk menampung kegiatan promosi,
pertunjukan, pelestarian, penelitian, dan edukasi yang berhubungan dengan seni dan budaya.
Arsitektur Neo Vernakular adalah konsep arsitektur yang muncul dari perpaduan arsitektur
tradisional dan arsitektur modern. Penerapan konsep arsitektur Neo-Vernakular pada gedung Pusat
Seni dan Budaya Jawa Barat bertujuan agar dapat memberikan keunikan masa kini pada bentuk
fasad bangunan namun tetap sejalan dengan nilai-nilai budaya Jawa Barat. Permasalahan pada
penelitian adalah bagaimana menerapkan prinsip-prinsip Arsitektur Neo-Vernakular ke dalam
bentuk fasad bangunan dan juga penerapan dalam pemilihan materialnya agar bentuk fasad dapat
menggambarkan fungsi sekaligus kebudayaan dari Gedung Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat.
Metode yang digunakan dengan membandingkan elemen fisik dan non-fisik budaya lokal pada
beberapa fasad bangunan berdasarkan prinsip-prinsip Neo-Vernakular melalui studi preseden.
Serta, menganalisis bentuk dan makna filosofis arsitektur lokal Jawa Barat berdasarkan data
literatur.

Kata Kunci: Jawa Barat, Gedung Pusat Seni dan Budaya, Neo-Vernakular, Fasad

ABSTRACT

The Center for Arts and Culture is a place to accommodate promotion, performance,
preservation, research and education activities related to art and culture. Neo-Vernacular
architecture is an architectural concept that arises from a combination of traditional architecture
and modern architecture. The application of the concept of Neo-Vernacular architecture to the
building of the West Java Arts and Cultural Center aims to provide the uniqueness of the present
in the form of building facades but still in line with the cultural values of West Java. The problem
in the research is how to apply the principles of Neo-Vernacular Architecture to the facade of the
building and also the application of material selection so that the facade shape can describe the
function and culture of the West Java Center for Arts and Culture. The method used is by
comparing physical and non-physical elements of local culture in several building facades based
on Neo-Vernacular principles through precedent studies. As well as analyzing the philosophical
forms and meanings of local architecture in West Java based on literature.

Keywords: West Java, Art and Curtural Center, Neo Vernacular, Fasade

293
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5
September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

Gedung Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat


dapat mencerminkan fungsi dari bangunan dan
A. PENDAHULUAN menggambarkan kebudayaan daerah Jawa
Indonesia memiliki beragam seni dan Barat. Berdasarkan permasalahan yang ada
budaya yang menarik dan unik. Jawa Barat didapatkan tujuan dari penelitian ini yaitu
menjadi salah satu daerah dengan mengeksplorasi elemen-elemen pembentuk
kebudayaannya yang unggul, namun pada masa fasad bangunan berdasarkan prinsip Neo-
kini karena banyaknya pengaruh dari budaya Vernakular dan mengeksprolasi ciri khas unik
asing yang masuk, tidak sedikit masyarakat dari budaya Jawa Barat yang dapat dijadikan
Indonesia yang mulai melupakan dan ikon.
meninggalkan budayanya sendiri. Budaya barat
yang dianggap modern dengan mudahnya ditiru B. STUDI PUSTAKA
oleh masyarakat dan tanpa disadari dapat Arsitektur Neo Vernakular merupakan salah
memberikan dampak negatif bagi masyarakat satu aliran yang berkembang pada masa Post
yang dapat memicu terhapusnya kebudayaan Modern yang lahir pada pertengahan tahun
yang telah diwariskan secara turun temurun 1960-an, sebagai reaksi terhadap aliran modern
tersebut. Pemerintah Provinsi Jawa Barat muncul perbedaan pendapat tentang pola-pola
berencana membangun Gedung Pusat Seni dan yang terkesan monoton dari para arsitek.
Budaya Jawa Barat atau West Java Culural and Arsitektur Neo Vernakular menerapkan elemen-
Art Center (WJACC) di Kota Bandung yang elemen fisik yang dikemas menjadi bentuk
menjadi sebuah wadah atau tempat yang modern dan juga menerapkan elemen non fisik
mampu menampung kegiatan Meeting, seperti, budaya, tata letak, religi, dan lain-lain,
Incentive, Convention, Exhibition, Performing Sulianto (Sumalyo, 2005). Arsitektur
(MICEP) yang berhubungan dengan seni vernakular yang berada pada posisi arsitektur
budaya dan diharapkan dapat menambah minat modern awal selanjutnya berkembang menjadi
dari masyarakat terhadap kebudayaan Jawa neo vernakular pada masa modern akhir setelah
Barat. adanya kritikan terhadap arsitektur modern
(Zikri, 2012).
Perancangan Pusat Seni dan Budaya Jawa
Barat dengan konsep arsitektur Neo-Vernakular Kriteria arsitektur Neo Vernakular yang
dilatar belakangi untuk membangkitkan memperngaruhi perancangannya adalah
kembali nilai kebudayaan Jawa Barat yang penerapan unsur kebudayaan, lingkungan, dan
mulai berkurang dari segi eksistensi dan ciri iklim setempat yang digambarkan dalam bentuk
khas kebudayaannya. Penerapan arsitektur Neo fisik yaitu tata letak denah yang berlandaskan
Vernakular akan pada elemen pembentuk fasad pada makro kosmos, detail, struktur dan
bangunan seperti bentuk dasar bangunan, ornamen. Selain elemen fisik terdapat juga
bentuk bukaan, atap, material, warna, penanda, elemen non fisik sebagai kriteria yaitu budaya
elemen vertikal dan elemen horizontal pola pikir, kepercayaan. Bangunan Neo
(Berry,1980) pada Gedung Pusat Seni dan Vernakular ini tidak menerapkan prinsip
Budaya Jawa Barat agar menghasilkan fasad bangunan vernakular seutuhnya namun dalam
bangunan yang dapat mengekspresikan fungsi bentuk karya yang baru dengan mengutamakan
bangunan dan mewakili kearifan lokal daerah penampilan visualnya.
Jawa Barat.
Ciri-ciri dari konsep arsitektur Neo
Permasalahan yang akan dikaji adalah Vernakular biasanya selalu menggunakan atap
bagaimana penerapan bentuk fasad pada bubungan pada bangunannya (Zikri, 2012).
294
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5
September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

Atap bubungan bentuknya menutupi bagian kemiringan atap atau sudut atap, material
tembok sampai hampir ke tanah yang bangunan, penanda bangunan, warna bangunan,
menjadikan bentuk bangunan lebih dominan kolom sebagai elemen vertikan dan balok
atap yang diibaratkan sebagai pelindung dan sebagai elemen horizontal yang terekspos pada
penyambut sedangkan elemen tembok fasad bangunan. Shirvani (1985) menyebutkan
digambarkan sebagai elemen pertahanan simbol beberapa elemen fisik yang mempengaruhi
dari perdebatan. Penggunaan material batu batu pembentukan karakter visual yaitu bentuk dan
bata juga sering ditemui pada bangunan Neo massa bangunan yang berkaitan dengan kualitas
Vernakular yang merupakan elemen konstruksi penampilan bangunan, yaitu: ketinggian
lokal, bangunan lebih banyak menggunakan bangunan, kepejalan bangunan, koefisien lantai
material batu bata seperti arsitektur barat yaitu bangunan (KLB), koefisien dasar bangunan
gaya Victorian pada abad 19. Bangunan dengan (KDB), garis sepadan bangunan (GSB)
gaya ini dapat mempertahankan bentuk-bentuk langgam, skala, material, tektur, warna dan
tradisional yang ramah lingkungan dengan penanda (signage)
penggunaan warna-warna visual yang kontras
dan mencolok. Konsep arsitektur neo-vernakular Jawa
Barat terkandung dalam arsitektur sunda.
Secara terperinci terdapat lima prinsip dari Semua desain arsitektur sunda sesuai pada
arsitektur Neo-vernakular yang pertama filosofi kehidupan masyarakat sunda, bahwa
hubungan langsung, merupakan pengembangan kehidupan terbagi dari tiga: Buana larang,
yang kreatif dan adaptif terhadap arsitektur adalah bagian bawah/bumi, umpak sebagai
lokal yang disesuaikan dengan nilai dan fungsi pondasi bangunan secara prinsip berfungsi
pada bangunan masa kini. Kedua, hubungan memisahkan bangunan dari tanah/bumi. Buana
abstrak yaitu interpretasi dalam bentuk panca tengah, adalah pusat dari kehidupan,
rancangan yang dapat digunakan dalam tradisi pusat alam semesta. Diartikan sebagai bagian
budaya dan peninggalan arsitektur. Ketiga, utama bangunan yang terdiri dari ruang utama,
hubungan lansekap yang menggambarkan dan kamar tidur, dan dapur. Buana nyungcung,
menginterpretasikan keadaan seperti kondisi merepresentasikan langit, berhubungan erat
fisik iklim dan topografi. Keempat, hubungan dengan manusia dengan Gustina (Tuhannya).
komtemporer yaitu memilih penggunaan Tiang rumah adalah pemisah secara
teknologi yang efisien dan gagasan ide yang keseluhuran antara ruangan dalam bangunan
relevan dalam konsep arsitektur. Kelima, dari atap dan tanah, oleh karena itu tiang-tiang
hubungan masa depan yaitu bangunan tidak boleh secara langsung
mempertimbangkan dan mengantisipasi bersentuhan dengan tanah, tetapi dengan alas
terhadap kondisi yang akan datang. umpak yang terbuat dari batu. Sejarawan Drs.
Saleh Danasasmita (almarhum) menyebutkan
Dalam analisis fasad perlu diketahui apa saja bangunan tradisional Sunda memiliki bentuk
elemen-elemen pembentuknya untuk yang amat sederhana. Bentuk dan gaya
mengetahui secara kesuluruhan mengenai arsitektur tradisional sunda sederhana karena
karakter visual, Berry (1980) menyebutkan mengacu pada “bentuk atap dan pintu” yang
beberapa elemen fisik yang menjadi pembentuk memiliki perbedaan pada setiap bangunannya.
karakter bangunan yaitu: Buildings Buildings Bentuk-bentuk bangunan tradisonal sunda
(bangunan itu sendiri), dimana didalamnya yaitu: Suhuhan Jolopong (susuhan panjang),
terdapat elemen-elemen fisik berupa shape atau Jogo Anjing, Badak Heuay, Perahu Kumereb,
bentuk dasar bangunan tersebut, jendela dan Buka Pelayu, Buka Pongpok dan yang paling
pintu atau bukaan bangunan, penggunaan terkenal adalah Julang Ngapak.
295
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5
September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

Cikutra pada bagian utara dan timur, bagian


Gedung Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat selatan berbatasan dengan kampus ITENAS dan
berada pada Jalan Pahlawan no. 70 Kecamatan pada bagian barat berbatasan dengan
Neglasari Wilayah Cibeunying, Bandung, Jawa Universitas
Barat yang berbatasan dengan pemukiman
Winaya Mukti. Lokasinya berada pada
lingkungan yang padat penduduk dengan
mayoritas penduduknya merupakan suku sunda.

Fasad merupakan sebuah tampilan dari suatu


bangunan yang dapat dilihat dari luar bangunan.
Pertimbangan persyaratan fungsional pada
komposisi elemen fasad menjadi faktor utama
yaitu seperti jendela, bukaan pintu, pelindung
matahari, dan bidang atap. Pada dasarnya
semua berkaitan agar dapat terciptanya irama
atau keharmonisan pada fasad, memiliki
proporsi yang baik, penyusun struktur vertikal
dan horizontal, bahan, warna dan elemen
dekoratif (Krier, 2001). Fasad juga berperan
penting dalam pengenalan budaya Jawa Barat
dengan mengadopsi unsur-unsur arsitektur lokal
ke dalam bangunan dan mentrasformasikan
bentuk-bentuk dari arsitektur Sunda.

C. METODE
Metode yang dilakukan melalui studi
literatur, studi penelitian terdahulu dan studi
preseden. Menganalisis beberapa bangunan
berdasarkan prinsip arsitektur Neo-Vernakular
yang dilakukan berdasarkan elemen fasade
bangunan yaitu pintu, jendela, diding, atap,
warna, dan ornamen.

296
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN,
5 September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

D. HASIL STUDI/PEMBAHASAN
Tabel Analisa Studi Preseden Elemen Fasad Dengan Tema Neo-Vernakular
Aspek National Theater Bandara Analisa
Malaysia International Soekarno
Hatta
Atap National Theater Malaysia
menggunakan atap yang
menyerupai “Sirih junjung” yaitu
tanaman tradisional malaysia
yang menjadi simbol dalam
pernikahan
(Sumber: http://www. (Sumber: http://www.
theatremalaysia.com) airport.com) Bandara Soekarno Hatta atapnya
menggunakan atap joglo dalam
dimensi yang lebih besar.
Dinding National Theater Malaysia dan
Bandara Soekarno Hatta
menggunakan dinding material
bata dan sebagian dinding lainnya
menggunakan material kaca.
(Sumber: http://www. (Sumber: http://www.
theatremalaysia.com) airport.com)

Jendela National Theater Malaysia dan


Bandara Soekarno Hatta
menggunakan fasad jendela yang
modern dengan bentuk grid
persegi
(Sumber: http://www. (Sumber: http://www.
theatremalaysia.com) airport.com)

Aspek National Theater Bandara Analisa


Malaysia International Soekarno
Hatta
ornamen Pada pintu masuk utama
National Thetaer Malaysia
terdapat ornamen ukiran motif
khas melayu dengan material
kayu.

(Sumber: http://www. (Sumber: http://www. Pada Bandara Soekarno Hatta


theatremalaysia.com) airport.com) terdapat ornamen “ulee gajah”
yang saling menembus pada
sambungan balok dan kolom.

297
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN,
5 September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

Warna Kedua bangunan


menggunakan warna earth
tone. Pada National Theater
Malaysia menggunakan warna
biru dan Bandara Soekarno
Hatta didominasi warna
(Sumber: http://www. (Sumber: http://www. cokelat.
theatremalaysia.com) airport.com)

Prinsip penerapan desain fasad dengan b. Jendela


konsep neo vernakular dari hasil studi Bentuk jendela mengadopsi bentuk
preseden adalah: batik garut dengan ragam hias datar dan
1. Atap: menggunakan atap yang bentuk geometris yang arahnya diagonal
mengadopsi bentuk dasar dari atap atau berbentul belah ketupat.
tradisional atau ikon budaya dari
daerahnya yang dimodifikasi menjadi
lebih modern.
2. Dinding: menggunakan bahan
material lokal seperti batu bata yang
dipadukan dengan material kaca.
3. Jendela: sudah menggunakan Gambar: Motif Batik Garut
material dan dengan model jendela Sumber: https://baraya-
yang modern pasundan.blogspot.com/
4. Ornamen: penggunaan ornamen
digunakan pada beberapa elemen Bentuk diagonal mengalami modifikasi dan
seperti pintu, kolom dan dinding diaplikasikan pada kaca sebagai pengganti
sebagai ragam hias yang dinding pada beberapa sisi bangunan. beberapa
menggambarkan keanekaragaman bagian akan dibiarkan tertutup dengan kaca dan
budaya daerahnya. beberapa lainnya dibiarkan terbuka untuk
5. Warna: penggunaan warna earth tone sirkulasi udara dalam bangunan.
yang netral dan tidak mencolok.
c. Dinding
Budaya Sunda menjadi karakter Pada bagian fasad dinding sebagian
lingkungan yang kuat di Jawa Barat yang menggunakan material kaca dan sebagian
akan dipadukan dengan unsur masa kini agar menggunakan material lokal yaitu batu bata dan
bangunan terlihat modern namun tetap kayu pada ornamen fasad.
memiliki karaktek khas budaya Jawa Barat.
Unsur budaya sunda yang diterapkan a. Ornamen
pada desain fasad bangunan sebagai Ornamen pada fasad bangunan menggunakan
contoh dari hasil penerapan konsep Neo salah satu ragam ukur sunda yaitu disesuaikan
Vernakular pada bangunan Pusat Seni dengan karakteristik ragam hias sunda salah
dan Budaya Jawa Barat, antara lain: satunya motif ornamen dari pajajaran Jawa
Barat.
a. Atap
salah satu ciri khas atap bangunan Jawa
Barat adalah bentuk atap julang ngapak
yang akan diterapkan pada bangunan
Pusat Seni dan Budaya Jawa Barat yang
dikemas dalam bentuk dan material
yang modern namun tidak
meninggalkan unsur budaya sunda. Gambar: ornamen pajajaran
Sumber: https://www.tneutron.net/

298
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN,
5 September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

Contoh penerapan desain fasad dengan  Ornamen, penggunaan


konsep neo vernakular pada bangunan Pusat ornamen ukiran pajajaran sunda
Seni dan Budaya di Jawa Barat dan megamendung pada fasad
 Atap, menggunakan atap tradisional bangunan untuk
Jawa Barat yaitu julang ngapak yang menggambarkan
ditransformasi bentuknya menjadi lebih keanekaragaman budaya Jawa
modern. Barat.

Gambar: dinding kaca dan bata


Sumber: data pribadi

Gambar: atap julang ngapak


Sumber: data pribadi

 Dinding, menggunakan  WGambar: ornamen padjajaran dan


material lokal seperti bata a megamendung
merah pada dinding yang r Sumber: data pribadi
dipadukan dengan material n
modern yaitu kaca. a, pemilihan warna yang
 Jendela, menggunakan material disesuaikan dengan fungsi dan
kaca double glass dengan model pengguna ruang. Pemilihan
yang modern. warna yang dipilih bertema
earth tone dengan tujuan
menciptakan suasana yang
hangat, teduh, dan menyatu
dengan alam seperti filosofi
kehidupan masyarakat sunda.
Eksterior bangunan akan
menggunakan warna abu-abu,
biru langit dan cokelat.

299
Prosiding Seminar Intelektual Muda #2, Peningkatan Kualitas Hidup dan Peradaban Dalam Konteks IPTEKSEN, 5
September 2019, hal: 293-300, ISBN 978-623-91368-1-9, FTSP, Universitas Trisakti.
ZAVIRA AUDIA FARANDINA

E. KESIMPULAN aspek dinding akan menggunakan


material kaca dan bata pada sebagian
Dari hasil studi preseden didapat
dindingnya dan penambahan ornamen
prinsip penerapan konsep neo-vernakular
pajajaran Jawa Barat dan mega mendung
pada bangunan yaitu bentuk atap yang
pada beberapa sisi dinding dan area pintu
mengadopsi budaya daerahnya yang
masuk utama bangun.
dimodifikasi menjadi lebih modern. Pada
bagian dinding menggunakan bahan
F. DAFTAR PUSTAKA
material lokal seperti batu bata yang
dipadukan dengan material kaca. Jendela Erdiono, 2011, Arsitektur Modern Neo
sudah menggunakan material dan dengan Vernakular di Indonesia, Jurnal
model jendela yang modern. Penggunaan Sabua,vol 3no3, 32-39.
ornamen digunakan pada beberapa
elemen seperti pintu, kolom dan dinding Sukada, 1988, Analisis Komposisi
sebagai ragam hias yang menggambarkan Formal Arsitektur Post-Modern, Seminar
keanekaragaman budaya daerahnya. FTUI Depok
Pemilihan warna yang digunakan pada
bangunan neo-vernakular hasil studi Salura, P. (2007). Menelusuri Arsitektur
preseden adalah penggunaan warna earth Masyarakat Sunda. CSS.
tone yang netral dan tidak mencolok.
Pada Gedung Pusat Seni dan Budaya https://dearchitectblog.wordpress.com/20
Jawa Barat konsep neo-vernakular akan 16/12/21/arsitektur-sunda/
diterapkan pada semua aspeknya, yaitu
penggunaan atap julang ngapak yang Zikri,
merupakan atap khas dari rumah adat 2017,http://ahluldesigners.blogspot.
sunda, pada jendela menggunakan Com/2012/08/arsitektur-neo-vernakular-
material dan model yang modern, pada a.html

300

Anda mungkin juga menyukai