DOSEN PENGAMPU :
Dr. YOSE RIZAL, S.T, M.T
DISUSUN OLEH :
AJIRA MIAZAWA 2123201042
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................5
METODE PENELITIAN.....................................................................................................5
BAB 3.....................................................................................................................................6
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................6
3.1 Sejarah Selembayung dalam Arsitektur Melayu di Riau.....................................6
3.2 Selembayung : Perkembangan, Corak Dan Maknanya........................................7
3.3 Arsitektur Tradiosional Melayu............................................................................10
3.4 Ornamen Bangunan Melayu..................................................................................10
3.5 Arsitektur Tradisional Menuju Identitas Kota....................................................12
BAB 4...................................................................................................................................15
KESIMPULAN...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka berkehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar (Koentjaraningrat, 2009). Setiap suku bangsa di dunia hidup dengan membentuk,
menjalankan, dan mengembangkan adat istiadat, tradisi, serta kebiasaan-kebiasaan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka. Adat dan tradisi merupakan bagian dari budaya yang
mereka ciptakan, yang pada akhirnya menjadi milik khas suku bangsa tersebut. Seiring
dengan berjalannya waktu, manusia memperoleh penemuan-penemuan dan
pemikiranpemikiran baru, dimana penemuan dan pemikiran baru tersebut membuat
kebutuhan mereka berubah
Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau, yang terletak di Pulau Sumatera,
Indonesia. Pekanbaru juga dikenal sebagai kota Melayu karena akar budaya Melayu sebagai
tradisi sudah melekat dalam masyarakat Pekanbaru. Selain itu, Pekanbaru merupakan garda
depan di Provinsi Riau khususnya dan di Indonesia pada umumnya dalam hal menjaga dan
melestarikan kebudayaan Melayu.
Dalam kebudayaan Melayu, seni pembangunan rumah disebut dengan istilah ”Seni
Bina” (Mahyudin, 2004). Jadi, Seni bina adalah ilmu arsitektur dalam kebudayaan Melayu.
Arsitektur merupakan bagian dari lingkungan binaan yang secara fisik dapat
menggambarkan ciri khas dan identitas dari suatu kota. Selain itu, kebijakan pemerintah kota
Pekanbaru yang mengisyaratkan penggunaan ornamen arsitektur melayu dalam setiap
perancangan bangunan di wilayah kota Pekanbaru merupakan salah satu upaya dalam
menjaga identitas kota Pekanbaru sebagai daerah berbudaya Melayu.
BAB 2
METODE PENELITIAN
Tulisan ini berdasarkan pada keadaan kota Pekanbaru saat ini, yang mulai kehilangan
identitasnya sebagai daerah berbudaya melayu, ini akibat dari sejumlah bangunan-bangunan
baru yang tidak menerapkan langgam arsitektur melayu secara tepat. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif yang menjelaskan
selembayung sebagai identitas arsitektur melayu khususnya pada bangunan bangunan di
kota Pekanbaru. Sampel yang digunakan yaitu bangunan-bangunan gedung dikota
Pekanbaru yang menggunakan Selembayung sebagai arsitektur melayu dalam corak
bangunannya.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri arsitektur Melayu yang telah dikembangkan sejak zaman itu terlihat pada
bentuk dan fungsi bagian-bagian serta ragam hias pada bangunan, baik itu rumah, istana,
balai adat dan lainnya.Bentuk rumah pada masa itu, berdasarkan atapnya, dibedakan menjadi
Lipat Pandan atau Lipat Kajang, sementara ragam hias yang dipakai di rumah tersebut
sebagian besar bermotif flora dan fauna.Yang dimaksud dengan ragam hias adalah motif,
pola maupun hiasan yang dituangkan pada suatu kerajinan tangan untuk menambah nilai
estetika maupun maknanya (Anjani, 2014). Sementara itu, ornamen, yakni hiasan bergaya
geometrik atau bergaya lainyang dibuat pada suatu bentuk dasar dari suatu hasil kerajinan
tangan (perabotan, pakaian dan sebagainya) termasuk arsitektur (Ensiklopedia Indonesia,
1979: 1017) juga sudah dikenal baik dan digunakan. Dua ornament pokok permukiman kala
itu dan yang bertahan sampai sekarang adalah selembayung dan sayap layang.
Selembayung, yang disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan
yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan adat Melayu Riau. Di
antara bagian-bagian bangunan Melayu secara umum, ragam hias dan ornamen semacam
selembayung menjadi ciri khas Melayu yang bertahan hingga kini karena bentuk dan
makna simbolik-filosofis di baliknya yang mencerminkan sikap hidup orang Melayu secara
general.Hal ini sesuai dengan yang dikonsepkan oleh Budiwiwaramulja (2004) tentang
ragam hias tradisional Melayu, yakni suatu jenis ragam hias etnik yang berhubungan dan
memuat nilai-nilai dari budaya Melayu, seperti yang terdapat pada rumah adat, alat-alat
pakai dan lain-lainnya (untuk uraian lebih lanjut tentang ragam hias atau ornament dan
maknanya, bisa dilihat di bagian selanjutnya).
Pada bangunan Melayu terdapat beberapa komponen yang menjadikan bangunan itu
sebagai tempat melakukan aktifitas kehidupan. Komponen tersebut merupakan materi dasar
dari bangunan yang tersusun menjadi suatu kesatuan bangunan yang menyeluruh.
Komponen merupakan faktor utama dalam melihat suatu arsitektur tradisional, yang mana
terdiri dari: nama, bentuk bagian-bagian bangunan, tipologi, massa bangunan, struktur,
susunan dan fungsi ruang,ornamen, serta cara pembuatan yang diwariskan secara turun
temurun.
Motif hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang
berkaitan dengan mitos atau kepercayaan setempat. Contohnya motif semut, walaupun
tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut dengan motif semut beriring dikarenakan si- fat
semut yang rukun dan tolong-menolong, yang mana sifat inilah yang menjadi dasar sifat
orang-orang Melayu. Begitu pula halnya dengan motif lebah yang disebut dengan mo- tif
lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan sesuatu (bunga) yang bersih,
kemudian mengeluarkannya untuk di- manfaatkan oleh orang banyak (madu). Mo- tif
naga digunakan karena berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai pen-
guasa lautan. Sedangkan benda-benda lain, seperti bulan, bintang, matahari, dan awan,
digunakan karena mengandung nilai falsafah tertentu.
Selain itu, ada pula motif yang ber- sumber dari bentuk-bentuk tertentu, seperti
wajik, lingkaran, kubus, segi, dan se- bagainya. Di samping itu, ada juga motif kal- igrafi
yang diambil dari kitab Al-Qur’an. Pengembangan motif-motif ini, selain mem- perkaya
bentuk hiasan, juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
3.5 Arsitektur Tradisional Menuju Identitas Kota
Menurut Amos Rapoport, Sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat,
dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi kondisi sosial.
Ini merupakan arti kota dalam konteks klasik. Kemudian lebih ajuh Amos Rapoport
merumuskan definisi baru kota da lam dunia modern. Sebuah Permukiman dapat dirumuskan
sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertentu, atau bahkan kumpulan ciri-
cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus ~ yaitu me- nyusun sebuah wilayah dan
menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih
besar berdasarkan hirarki-hirarki tertentu.
Sebuah nama selalu dingat atau dikenang atas identitas yang melekat kepa- danya.
Begitu pula sebuah kota. Jati diri se- buah kota lahir sebagai akumulasi dari kha- zanah
kebudayaan serta sumber daya alam yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Nama yang
melekat membuat kita mudah mengingat, Julukan ‘Ibukota’ berarti Jakarta, ‘Kota Pelajar’
berarti Yogyakarta, ‘Kota Hu- jan’ berarti Bogor, ‘Serambi Mekkah’ berarti Aceh, ‘Pulau
Dewata’ berarti Bali, dan se- bagainya. Identitas ini kemudian bertransfor- masi lebih jauh.
Tidak sedikit yang kemudian diwujudkan dalam bentuk visi masyara- katnya. Visi kemudian
menjadi misi. Misi membutuhkan aksi. Begitulah seterusnya.
Dalam Tulisannya, Danang Priatmodjo membandingkan kota Las Vages dan Par- is,
yang setiap harinya selalu diserbu wisatawan, alasan dari padatnya tingkat wisatawan di kota
tersebut merupakan “Identitas Kota”. Identitas Paris terkait erat dengan sejarah
perkembangannya dan wajah kota yang didominasi oleh bangunan- bangunan kuno dari jaman
abad pertengahan sampai dengan abad-19, sedangkan identitas Las Vegas adalah bangunan-
bangunan dengan berbagai bentuk yang fanciful dan lampu neon warna-warni yang gemerlap
di malam hari.
Pemerintah kota Paris sangat piawai dalam mempertahankan identitas kota yang
memikat warga dunia ini. Begitu juga dengan Las Vegas, sebagai kota yang “berani tampil
beda” selalu melakukan inovasi dan menam- pilkan wajah yang baru. Dua kota ini selalu
mempertahankan identitasnya. Bagaimana dengan kota Pekanbaru? Sudahkah Pekanba- ru
berhasil mendapatkan Identitasnya? Ingin dikenal atau dikenang sebagai apakah kota yang
berbudaya melayu ini?
3 4
Tradisi dan kebudayaan merupakan hal yang wajib kita lestarikan, karena itu
merupakan akar budaya dan identitas lokal yang harus kita pertahankan. Kekayaan
khasanah budaya negeri ini harus dilestari- kan, jangan samapai hilang. Arsitektur tradisional
merupakan salah satu kebudayan, dan jati diri masyarakat kita. Kita bisa mengatakan
bahwa kota-kota di Indonesia sedang mengalami krisis identitas.Kota-kota tumbuh begitu
pesat dengan style bangunan yang tidak menunjukan identitas kota tersebut. Di beberapa
kota terdapat usaha untuk menampilkan ciri dan identitas kedaerahan berupa dengan
menggunakan elemen arsitektur tradisional setempat. Namun kebanyakan hanya
memasangkan “tempelan” arsitektur tradisional tanpa terencana dengan baik, sehingga
terkesan dipaksakan dan ke- hilangan makna. Kekayaan arsitektur Nusan- tara sungguh
tiada terhingga. Tidak ada negara lain di dunia ini yang mempunyai ragam arsitektur
tradisional sebanyak dan seindah yang kita miliki. Kita dituntut untuk mampu mengolah
kekayaan tersebut, kita dapat menghadirkan wajah-wajah kota yang khas dan menampilkan
identitas daerahnya secara elegan. Pekanbaru sebagai kota yang terus berkembang
diharapkan dapat menunjukan jatidirinya sebagai kota bernuansa melayu. Kita berharap
penggunaan Selem bayung sebagai salah satu upaya menunjukan identitas tidak hanya
sekedar “tempelan” belaka.
DAFTAR PUSTAKA
https://regional.kompas.com/read/2022/02/07/210042078/selembayung-riau-motif-makna-
ukiran-dan-gambar?page=all
https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/9653/bab2.pdf?
sequence=4&isAllowed=y#:~:text=Menurut%20para%20budayawan%20melayu
%20selembayung,%2C%20mambang%2Cakuan%2Csoko%2C
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/view/2694
17