Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL SINOPSIS TUGAS AKHIR ARSITEKTUR

ARA 500 – Tugas Akhir


Semester Ganjil – Tahun Akademik 2019/2020

Tema:
Budaya

“REDESAIN GEDUNG BAPPEDA (BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUAN DAERAH)


PROVINSI JAWA BARAT MELALUI PENDEKATAN BUDAYA DENGAN GAYA
ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR”

Fungsi Bangunan:
Public Service: Kantor Pemerintahan

Disusun Oleh:
Mochamad Ridwan Arif Abdullah
21-2017-188

Dosen Pembimbing:
-

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
2019
1. Judul Proyek

Judul yang diajukan untuk proyek tugas akhir ini adalah “Redesain Gedung BAPPEDA (Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat Melalui Pendekatan Budaya
dengan Gaya Arsitektur Neo Vernakular.”

2. Definisi Judul

Redesain Gedung BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi


Jawa Barat Melalui Pendekatan Budaya dengan Gaya Arsitektur Neo Vernakular.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) redesain memiliki arti merancang ulang;
rancangan kembali. Sedangkan dalam arti luas redesain memiliki arti sebuah proses dan
perancangan untuk melakukan suatu perubahan pada struktur dan fungsi suatu benda, bangunan,
maupun system untuk manfaat yang lebih baik dari desain yang sebelumnya. 1

Gedung BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu gedung pemerintahan yang terletak di Jalan Insinyur H. Djuanda No.287,
Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.2

Gaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kesanggupan untuk
berbuat dan sebagainya. Gaya dalam arsitektur berarti metode khusus dalam kontruksi, ditandai
dengan fitur yang membuatnya terkenal.3

Arsitektur Neo Vernakular adalah salah satu gaya arsitektur yang muncul di era post-
modern, yang menggabungkan arsitektur tradisonal dan arsitektur modern. 4 Arsitektur Neo
Vernakular terlahir sebagai respond dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai
rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri.

1
Sinta.ukdw.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 6:17 WIB.
2
Human Communication: Konteks – konteks Komunikasi.
3
Sumber website: kontemporer2013.blogsopt.com, diakses tanggal 17 Agustus 2019.
4
Fajrine, Ghina, dkk.; Penerapan Arsitektur Neo Vernakular pada Stasiun Pasar Minggu; Seminar Nasional
Cendekiawan ke 3 Tahun 2017.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa “Redesain Gedung BAPPEDA
(Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat Melalu Pendekatan Budaya
dengan Gaya Arsitektur Neo Verakular” merupakan suatu proses tahapan merancang ulang;
mendesain kembali bangunan Gedung BAPPEDA yang berada di Jalan Insinyur H. Djuanda
No.287, Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat dengan menggunakan pendekatan
budaya masyarakat sekitar dengan gaya arsitektur neo vernakular, yaitu perpaduan antara arsitektur
vernakular dan arsitektur modern.

3. Tema Perancangan

Tema yang diangkat dalam proyek gedung pemerintahan ini adalah Budaya – Arsitektur
Neo Vernakular. Tema ini dianggap ciri prinsip yang sama terhadap kebutuhan bangunan gedung
pemerintahan yang berada di Kota Bandung. Dengan mengangkat Gaya Arsitektur Neo Vernakular
diharapkan bangunan tersebut menjadi salah satu kekayaan kebudayaan yang dapat diwujudkan
dalam bangunan public, dimana desain bangunan mengadopsi banguan tradisional suku Sunda
dengan dipadukan sentuhan material modern.

A. Definisi Tema yang Diangkat

Budaya, dalam hal ini mengenai bidang arsitektur memberikan warisan ilmu berupa
Arsitektur Vernakular. Arsitektur Vernakular seiring berjalannya waktu telah memberikan sedikit
variasi bersamaan dengan adanya era Post-Modern menghasilkan gaya arsitektur yang lebih
dinamis tanpa menghilangkan unsur dan kaidah tradisionalitas pada produk bangunan.

Mengenal lebih jauh tentang Arsitektur Neo Vernakular, ialah salah satu paham arsitektur
yang berkembang pada era Post-Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan
tahun 1960-an, Post-Modern ini lahir disebabkan pada era modern timbul protes dari para arsitek
terhadap pola – pola yang terkesan monoton (bangunan berbentuk kotak – kotak, kubustis).5 Salah
satu tokoh arsitek berkebangsaan Amerika, Rebert Ventury berpendapat bahwa, “less is a bore”
yang dimaksudkan bahwa arsitektur yang berkembang sebelum arsitektur Post Modern merupakan
langgam arsitektur yang membisankan.

Arsitektur Neo Vernakular tidak hanya mmenerapkan elemen – elemen fisik yang
diterapkan dalam bentuk modern tapi juga non fisik, seperti budaya, pola piker, kepercayaan, tata

5
Library.binus.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 10.54 WIB.
letak, religi dan lain sebagainya. Bangunan adalah sebuah kebudayaan seni yang tersiri dalam
pengulangan dari jumlah tipe – tipe yang terbatas dan dalam penyesuaiannya terhadap iklim lokal,
material, dan adat istiadat. (Leon Krier, 1971)

Arsitektur Neo Vernakular ini menunjukkan gaya bangunan modern dengan


mempertahankan image/tradisonalitas daerah setempat. Material yang digunakan adalah bahan
modern seperti kaca dan logam tetapi dalam gaya arsitekturnya mengambil bentukan vernakular
dan dipadukan dengan gaya arsitektur modern.

B. Prinsip Arsitektur Neo Vernakular

Menurut Charles Jenks dalam bukunya, Language of Post-Modern Architecture (1990),


maka dapat dipaparkan ciri – ciri Arsitektur Neo Vernakular selalu menggunakan atap bumbungan.
Atap bumbungan menutupi bagian tembok sampai hamper ke tanah, sehingga lebih banyak atap
yang diibaratkan sebagai elemen pelindung dan penyambut daripada tembok yang digambarkan
sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan. 6

Dari ciri – ciri diatas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo Vernakular tidak ditujukan pada
arsitektur modern atau tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk
arsitektur diatas ditunjukkan dengan tepat dan jelas oleh Neo Vernakular melalui trend akan
rehabilitasi dan pemakaian kembali. Berikut adalah kriteria arsitektur Neo Vernakular:

1. Pemakaian atap miring.


2. Batu bata sebagai elemen lokal.
3. Susunan masa yang indah. 7

Kriteria – kriteria yang mempenggaruhi arsitektur Neo Vernakular adalah sebagai berikut:

1. Bentuk – bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat


diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur, dan
ornament)
2. Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tapi juga elemen no-
fisik yaitu budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro
kosmos dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.

6
archidkot.blogspot.com/2018/11/arsitekturneo-vernakular-merupakan.html; diakses tanggal 19 Agustus 2019
pukul 11.23 WIB.
7
Arsitur.com/pengertian neo-vernakular; daiakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11:42 WIB.
3. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip – prinsip bangunan
vernakular melainkan karya baru (mengutamakan peenampilan visualnya.

Berikut merupakan perbandingan arsitektur Tradisonal, Vernakular, dan Neo Vernakular:

No Perbandingan Tradisonal Vernakular Neo Vernakular


1 Ideologi Terbentuk oleh tradisi Terbentuk oleh tradisi Penerapan elemen
yang diwariskan secara turun temurun, tetapi arsitektur yang sudah
turun – temurun, terdapat pengaruh dari ada kemudian sedikit
berdasarkan kultur dan luar , baik fisik maupun atau banyaknya
kondisi lokal. non fisik bentuk arsitektur mengalami
tradisional. pembaharuan menuju
suatu karya yang
modern.
2 Prinsip Tertutup dari perubahan Berkembang setiap waktu Arsitektur yang
zaman, terpaut pada satu untuk merefleksikan bertujuan melestarikan
kultur kedaerahan, serta lingkungan, budaya dan unsur – unsur lokal
mempunyai peraturan dan sejarah dari daerah yang telah terbentuk
norma – norma dimana arsitektur tersebut secara empiris oleh
keagamaan yang terkenal. berada. Transformasi dari tradisi dan
siituasi kultur homogeny mengambangkannya
ke situasi yang lebih menjadi suatu langgam
heterogen. yang modern.
3 Ide Desain Lebih mementingkan Ornamen sebagai Bentuk desain lebih
fasade atau bentuk, pelengkap, tidak modern.
ornamen sebagai suatu meninggalkan milai –
keharusan. nilai setempat tetapi dapat
melayani aktifitas
masyarakat dalam.
Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo, diakses 19/08/19 12.46 PM dari library.binus.ac.id

Berdasarkan table diatas dapat disimpulkan bahwa, arsitektur Post Modern dan aliran –
alirannya merupakan arsitektur yang menggabungkan antara tradisional dengan non-tradisional,
modern dengan setengah non-modern, Vernakular berada pada posisi arsitektur modern dan
berkembang menjadi Neo Vernakular pada masa modern akhir setelah terjadi elektrisme dan
kritikan – kritikan terhadap arsitektur modern.8

Adapun dalam penerapannya, desain Arsitektur Neo Vernakular memiliki beberapaa


prinsip , antara lain:

1. Hubungan langsung, merupakan pembangunan yang kreatif dan adaptif terhadap


arsitektur setempat disesuaikan dengan nilai – nilai / fungsi dari bangunan sekarang.
2. Hubungan Abstrak, meliputi interprestasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat
dipakai melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur.
3. Hubungan Lnasekap, mencerminkan dan menginterprestasikan lingkungan seperti
kondisi fisik termasuk topografi dan iklim.
4. Hubungan Kontemporer, meliputi pemilihan penggunaan teknologi, bentuk ide yang
relevan dengan program konsep arsitektur.
5. Hubungan Masa Depan, merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan
datang.

4. Alasan Pemilihan Tema

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Gedung Negara, Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk
keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan Negara, seperti: gedung kantor, gedung
sekolah, gedung rumah sakit, gudang dan rumah Negara, dan diadakan dengan sumber
pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

Pemilihan tema Arsitektur Neo Vernakular bertujuan untuk memberikan tingkat


kenyamanan kepada stake holders yang ada. Hal tersebut seiring dengan tujuan dibangunnya
suatu gedung pemerintahan yaitu untuk memberikan kenyamanan pada pihak yang menggunakan
gedung dan bangunan tersebut.

Dengan pendekatan budaya memalui Arsitektur Neo Vernakuler diharapkan mampu


memberikan penyelesaian terhadap masalah yang ada, ornamen kedaerahan yang memberikan
penanda bangunan tersebut berada merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan kearifan
lokal setempat. Pemilihan Neo Vernakular memberikan pilihan terhadap desain arsitektur dengan

8
Library.binus.ac.id
nuansa tradisional namun tidak terlihat kuno. Pengaplikasian material dan permainan bentuk yang
lebih dinamis diharapkan mampu untuk menghadirkan suatu desain yang nyaman, dan indah.

Gedung BAPPEDA merupakan salah satu bangunan yang berada di Jalan Insinyur H.
Djuanda yang menurut klasifikasi jalan raya berada pada jalan kolektor sekunder, yang berarti
melayani angkutan pengumpulan atau dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang cukup menjadi
perhatian dan menjadi bangunan percontohan untuk bangunan publik. Dengan memberikan
nuansa tradisional dengan campuran unsur modern diharapkan mampu memberikan nilai estetika
lebih terhadap bangunan. Selain unsur estetika, pemanfaatan unsur alam seperti pencahayaan dan
pengahawaan akan membantu untuk mengurangi biaya operasional.

Arsitektur Neo Vernakular dianggap memiliki prinsip yang sama dengan kebutuhan
gedung pemerintahan di Kota Bandung, oleh karena itu dengan diterapkannya arsitektur neo
vernakular diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan juga Kota Bandung
sebagai tempat yang nyaman sebagai fasilitas public dan kantor pemerintahan.

5. Tujuan Proyek

Tujuan proyek pembangunan ini adalah:

1. Memberikan sebuah gedung pemerintahan yang memiliki ruang kerja yang aman dan nyaman
bargi civitas kantor dan public yang mengguakan gedung.
2. Memberikan ruang baru di Kota Bandung yang berfungsi sebagai gedung pemerintahan
dengan konsep ruang terbuka berupa lansekap yang didalamnya mampu mewadai kegiatan
sosial masyarakat disekitar.
3. Menciptakan gedung pemerintahan dengan prinsip – prinsip dasar arsitektur Neo Vernakular
sebagai bangunan yang nyaman dan ramah ligkungan, serta memiliki nilai estetika yang baik.
6. Kajian Proyek
A. Gedung Negara

Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat lain dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus.9

9
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.
Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang
menjadikan/ akan menjadi kekayaan milik negara yang diadakan dengan sumber pembiayaan
yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah, antara lain seperti: gedung
kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudangm rumah negara, dan lain – lain.10

Gedung dan bangunan adalah salah satu aset yang dimiliki oleh pemerintah yang digunakan
dalam rangka untuk pelaksanaan pelayanan kepada stake holders yang ada. Kondisi gedung dan
bangunan akan mempegaruhi terkait dengan kenyamanan para pihak yang menggunakan gedung
dengan bangunan tersebut. 11

B. Klasifikasi Bangunan Gedung Negara

Berdasarkan tingkat kompleksitas, bangunan gedung Negara diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Bangunan Sederhana

Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis sederhana,


memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, dengan ciri utama tidak bertingkat atau
memiliki jumlah lantai paling tinggi 2 (dua) lantai yang luas lantai keseluruhannya kurang dari
500 m2 (lima ratus meter persegi) dan masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama
10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:

- Gedung kantor yang sudah ada disain protottipenya, atau bangunan gedung kantor
dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai 500 m2.
- Bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat.
- Gedung pelayanan kesehatan: puskesmas.
- Gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai.
2. Bangunan Tidak Sederhana

Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis tidak
sederhana, memiliki kompleksitas dan teknologi yang tidak sederhana. Masa penjaminan
kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk
klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain:

- Gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas
diatas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai.

10
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.
11
Bppk.kemenkeu.go.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 15.42 WIB.
- Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat
lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun.
- Gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D.
- Gedung pendidikan tinggi universitas/akadem; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan
bertingkat lebih dari 2 lantai.
3. Bangunan Khusus

Klasifikasi bangunan lainnya yang bersifat khusus adalah bangunan yang memiliki
konstruksi dan persyaratan khusus, perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya memerlukan
penyelesaian/teknologi khusus dan masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat
selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:

- Istana negara dan rumah jabatan presiden dan wakil presiden.


- Wisma negara.
- Gedung instalasi nuklir.
- Gedung instalasi pertahanan, bangunan POLRI dengan penggunaan dan persyaratan
khusus.
- Gedung laboratorium.
- Gedung terminal udara/laut/darat.
- Stasiun kereta api.
- Rumah tahanan.
- Gudang benda berbahaya.
- Gedung bersifat monumental.
- Gedung perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri.
C. Klasifikasi Pengguna Gedung Perkantoran

Klasifikasi bangunan gedung perkantoran menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor


284/PMK.06/2011 adalah bangunan gedung yang seluruh atau sebagian besar ruangnya
difungsikan sebagai ruang perkantoran dan ruang fasilitas pendukung pelaksanaan fungsi
perkantoran, seperti ruang rapat dan ruang penyimpanan arsip. Bangunan Perkantran berdasarkan
penggunanya terdiri atas:

1. Tipe A

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe A adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh lembaga tinggi negara.
2. Tipe B

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe B adalah gedung perkantoran yan
ditempati secara permanen oleh Kantor Kementerian Koordinator, Kementerian Negara,
Pejabat Setingkat Menteri, dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan wilayah
kerja nasional.

3. Tipe C

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe C adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi
setingkat Eselon I.

Contoh:

a. Gedung Kantor setingkat Direktorat Jendral.


b. Gedung Kantor Badan di bawah Kementerian.
4. Tipe D

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe D adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi
setingkat Eselon II.

Contoh:

a. Gedung Kantor Direktorat.


b. Gedung Kantor Perwakilan.
c. Gedung Kantor Wilayah.
d. Gedung Kantor Balai Besar.
5. Tipe E1

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe E1 adalah gedung perkantoran


yang ditempati secara permanen oleh Instansi Vertikal Pemerintah Pusat dengan pejabat
tertinggi setingkat Eselon III.

Contoh:

a. Gedung Kantor Pelayanan.


b. Gedung Kantor Daerah.
c. Gedung Kantor Balai.
6. Tipe E2

Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe E2 adalah gedung perkantoran


yang ditempati secara permanen oleh Instansi Vertikal Pemerintah Pusat dengan pejabat
tertinggi setingkat Eselon IV.

Contoh:

a. Gedung Kantor Urusan Agama.


b. Gedung Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT).
D. Kebutuhan Ruang Gedung Kantor

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2011 tentang


Bangunan Gedung Negara dibagi menjadi 2 kategori, yaitu Ruang Utama, Ruang Penunjang, dan
Sirkulasi. Sedangkan untuk pembagiannya adalah sebagai berikut:

Gambar Tabel Pembagian Ruang Utama


(Sumber: Perpres Nomor 73 tahun 2011 tentenng Bangunan Gedung Negara)

Gambar Tabel Pembagian Ruang Penunjang


(Sumber: Perpres RI Nomor 73 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung Negara)

Gambar Tabel Sirkulasi


(Sumber: Perpres RI Nomor 73 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung Negara)
*) Jumlah A+B adalah Luas Total Ruang Utama+ Luas Total Ruang Penunjang
7. Tinjauan Tapak

A. Data Tapak
Nama Proyek : Public Service: Kantor Pemerintahan
Nama Bangunan : Kantor BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah)
Provinsi Jawa Barat
Fungsi Bangunan : Kantor pemerintahan
Jenis Proyek : Fiktif
Owner : Pemerintah Daerah
Lokasi : Jalan Insinyur H. Djuanda, Kec. Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat
Luas Lahan : ± 7800 m2
KDB : 60% (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031)
: 60% x 7.800 m2 = 4.680 m2
KLB : 1.8 x 7.800 m2 = 14.040 m2
KDH minimum : 25% (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031)
: 25% x 7.800 m2 = 1.950 m2
GSB : 10 meter (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031, dari GSB
minimum = ½ x lebar rumija)

SITE

Gambar Peta Lokasi site


Sumber: Google Earth, diakses tanggal 19 Agustus 2019, diolah
B. Karakteristik Tapak
Lokasi tapak berada di Jalan Insinyur H. Djuanda, Kec. Coblong, Kota Bandung, Jawa
Barat. Lokasi site berada pada ruas jalan kolektor sekunder dengan tingkat kepadatan sedang.
Kemacetan disekitar lokasi tapak hanya terjadi pada jam – jam tertentu. Lokasi site berada pada sisi
hook/ persimpangan jalan antara Jalan Dqago (sebagai jalan utama) dengan Jalan Dago Asri
(sebagai jalan sekunder). Dengan lokasi tersebut cukup baik, karena pengolahan alur keluar-masuk
kendaraan kedalam site diharapkan dapat diolah lebih veriatif.

1
4
2
5
SITE
3

1 4

2 5

3 Gambar Kondisi Eksisting Site


Sumber: Google Earth, diakses tanggal
19 Agustus 2019, diolah
C. Potensi dan Kendala Tapak
Lokai site berada di Kecamatan Coblong yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Bandung 2011 – 2031 merupakan kawasan Perumahan Kepadatan Sedang dan kawasan Jasa (pada
ruas Jalan Insinyur H. Djuanda). Namun, karena pada proyek ini sifatnya redesain maka tidak ada
perubahan letak site untuk gedung tersebut.
Lokasi site berdekatan dengan jalan arteri memudahkan masyarakat untuk mengakses menuju
lokasi. Selain itu, lokasi site dekat dengan Terminal Dago dan menjadi jalur lintas beberapa jurusan
angkot (angkutan kota). Lokasi site berada pada sisi persimpangan Jalan Dago Asri dan Jalan
Insinyur H. Djuanda hal tersebut sedikit menguntungkan, karena memudahkan untuk pengaturan
sirkulasi keluar – masuk kendaraan kedalam site. Keuntugan lain adalah fasad/ tampak bangunan
menghadap pada ruas jalan utama memudahkan untuk dijangkau dan terlihat dari pinggir jalan.
Untuk lokasi site, karena peruntukan lahan adalah kawasan jasa maka gedung pemerintahan
disekitar site cukup jarang ditemui, hanya kurang lebih 4 gedung pemerintahan yang terdapat diruas
jalan sekitar site, yaitu Gedung BAPPEDA Jawa Barat, Gedung PMI Jawa Barat, dan Dinas
Ketahanan Pangan dan Peternakan, serta Puskesmas Dago.
Kendala utama dari site ini adalah kemcetan pada ruas Jalan Insinyur H. Djuanada pada jam –
jam tertentu (pagi hari kisaran pukul 07.00 – 08.00 dan sore hari pada pukul 16.00 – 17.30 WIB).
Kendala lainnya adalah penyempitan ruas jalan karena digunakan sebagai lahan parkir.
Lokasi site berada pada iklim tropis menjadika pondasi sekaligus kendala dalam proses
perancangan karena berkaitan dengan bagaimana cara merespon intensitas cahaya alami dan
antisipasi saat musim hujan, mengingat daerah Coblong memiliki intensitas hujan yang cukup
tinggi.

8. Penyataan Persoalan Arsitektur


A. Aspek Perancangan
- Penerapan prinsip arsitektur Neo Vernakular sebagai dasar pengembangan desain.
- Menciptakan kenyamanan, keamanan, dan kemudahan bagi pengunjung.
- Merancang kelancaran dan kemudahan dalam sirkulasi pengguna bangunan.
- Merancang fungsi ruang yang befungsi secara efektif dan efisien.
B. Aspek Bangunan
- Menciptakan wujud fisik bangunan yang dapat memadukan unsur tradisional dan modern
sesuai dengan prinsip dasar arsitektur Neo Vernakular.
- Merancang penggunaan struktur yang sesuai dengan fungsi gedung pemerintahan.
- Mengaplikasikan material lokal sebagai perwujudan melestarikan kearifan lokal yang
tersedia dilingkungan site.
- Menciptakan gedung pemerintahan yang memiliki konsep ruang saling bersinergi dengan
baik dan efisien.
C. Aspek Tapak & Lingkungan
- Merancang bangunan yang mampu bersinergi dengan keadaan lingkungan sekitar site.
- Menyediakan ruang terbuka hujau yang nyaman dan bermanfaat.
- Menciptakan hubungan yang harmonis antara ruang luar dengan ruang dalam gedung.
- Desain lansekap yang baik dan mampu mendukung nilai estetika bangunan.
9. Metode Pendekatan Perancangan
Metode perancangan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pendahuluan, pembuatan
planning programming, skematik, dan rancangan.
A. Pendahuluaan
Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan tema perancangan yang akan dipilih, survei lokasi,
pengumpulan data-data literature, studi banding, dan studi preseden.
B. Planning Programming
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kegiatan yang akan dilakukan, alur aktivitas, program ruang
dan penentuan besaran ruang, studi kelayakan, dan elaborasi tema.
C. Skematik
Pada tahap ini dilakukan pengembangan ide desain. Tema yang sudah ditentukan digabung dengan
planning programming yang sudah dibuat.
D. Rancangan
Menggambar gambar kerja maupun 3D dari hasil desain yang sudah dikembangkan.
10. Study Preseden

A. Gradhika Bakti Praja

Arsitek : Pola Dwipa (Arsitektur, Kantor Gubernur, dan DPRD), Wiratman &
Associate (Struktur, DPRD)

Lokasi : Jalan Pahlawan No. 9 Semarang, Jawa Tengah

Pemborong : Wijaya Kusuma Contractors, Frankipile Indonesia, VSL Indonesia

Tahun : 1987

Luas Area : 17.000 m2


Sumber data : setiapgedung.web.id diakses tanggal 19 Agustus 2019

Gradhika Bakti Praja merupakan Kompleks


Perkantoran Gubernur Jawa Tengah. Kompleks
bangunan ini memiliki 5 gedung, dan sala satu
gedung utamanya adalah Gradhika Bakti Praja
yang memiliki ketinggian 12 lantai. Gedung ini
memiliki desain nuansa arsitektur Neo Venakular,
dimana pemberian atap miring yang diadopsi dari
rumah tradisional Jawa dipadupadankan denan
ornament kaca pada material dindingnya.

Pembangunan gedung ini memakai dana


APBD Jawa Tengah, untuk tahapan proses
pembangunannya dibagi dalam beberapa tahapan
karena waktu itu menyesuaikan dengan kemampuan anggaran dana APBD daerah setempat.

B. Bandara Soekarno – Hatta

Arsitek : Paul Andreu

Lokasi : Cengkareng, Tangerang, Banten

Perencana : Aeroport de Paris dan PT. Konavi

Luas Area : 18 km2

Tahun Proyek : 1985

Sumber Data : Wikipedia.id dan arsitur.com diakses tanggal 19 Agustus 2019


Berada di sub urban Kota Jakarta dengan kapasitas 9 juta orang. Dirancang oleh Paul
Andreu dari Perancis, sebagian besar berkonstruksi tiang dan balok (dari pipa – pipa baja)
yang diekspose. Unit – unit dalam terminal dihubungkan dengan selasar terbuka yang
sangat tropical, sehingga pengunjung merasakan udara alami dan sinar matahari yang
cukup.

Unit ruang tunggu Bandara Soekarno – Hatta menggunakan arsitektur joglo dalam
dimensi yang lebih besar, namun system konstruksinya tidak terlepas dari soko guru dan
usuk, takir, dan lain – lain dari elemen konstruksi Jawa. Penggunaan material modern
namun miliki tampilan seperti kayu yang diterapkan pada kolom – kolom di ruang tunggu
memberikan kesan yang modern namun natural.
DAFTAR PUSTAKA

 Archidkot.blogspot.com/2018/11/arsitekturneo-vernakular-merupakan.html; diakses
tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11.23 WIB.
 Arsitur.com/pengertian neo-vernakular; daiakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11:42
WIB.
 Bppk.kemenkeu.go.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 15.42 WIB.
 Fajrine, Ghina, dkk.; Penerapan Arsitektur Neo Vernakular pada Stasiun Pasar Minggu;
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017.

 Human Communication: Konteks – konteks Komunikasi. (Wikipedia.id)

 Kamus Besar Bahasa Indonesia

 Kontemporer2013.blogsopt.com, diakses tanggal 17 Agustus 2019.


 Library.binus.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 10.54 WIB.
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Gedung Negara.
 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung
Negara.
 Peraturan Derah Kota Bandung No. 18 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bandung 2011 – 2031.
 Setiapgedung.web.id diakses tanggal 19 Agustus 2019.
 Sinta.ukdw.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 6:17 WIB.

Anda mungkin juga menyukai