Tema:
Budaya
Fungsi Bangunan:
Public Service: Kantor Pemerintahan
Disusun Oleh:
Mochamad Ridwan Arif Abdullah
21-2017-188
Dosen Pembimbing:
-
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
2019
1. Judul Proyek
Judul yang diajukan untuk proyek tugas akhir ini adalah “Redesain Gedung BAPPEDA (Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat Melalui Pendekatan Budaya
dengan Gaya Arsitektur Neo Vernakular.”
2. Definisi Judul
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) redesain memiliki arti merancang ulang;
rancangan kembali. Sedangkan dalam arti luas redesain memiliki arti sebuah proses dan
perancangan untuk melakukan suatu perubahan pada struktur dan fungsi suatu benda, bangunan,
maupun system untuk manfaat yang lebih baik dari desain yang sebelumnya. 1
Gedung BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu gedung pemerintahan yang terletak di Jalan Insinyur H. Djuanda No.287,
Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.2
Gaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kesanggupan untuk
berbuat dan sebagainya. Gaya dalam arsitektur berarti metode khusus dalam kontruksi, ditandai
dengan fitur yang membuatnya terkenal.3
Arsitektur Neo Vernakular adalah salah satu gaya arsitektur yang muncul di era post-
modern, yang menggabungkan arsitektur tradisonal dan arsitektur modern. 4 Arsitektur Neo
Vernakular terlahir sebagai respond dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai
rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi perkembangan teknologi industri.
1
Sinta.ukdw.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 6:17 WIB.
2
Human Communication: Konteks – konteks Komunikasi.
3
Sumber website: kontemporer2013.blogsopt.com, diakses tanggal 17 Agustus 2019.
4
Fajrine, Ghina, dkk.; Penerapan Arsitektur Neo Vernakular pada Stasiun Pasar Minggu; Seminar Nasional
Cendekiawan ke 3 Tahun 2017.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa “Redesain Gedung BAPPEDA
(Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat Melalu Pendekatan Budaya
dengan Gaya Arsitektur Neo Verakular” merupakan suatu proses tahapan merancang ulang;
mendesain kembali bangunan Gedung BAPPEDA yang berada di Jalan Insinyur H. Djuanda
No.287, Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat dengan menggunakan pendekatan
budaya masyarakat sekitar dengan gaya arsitektur neo vernakular, yaitu perpaduan antara arsitektur
vernakular dan arsitektur modern.
3. Tema Perancangan
Tema yang diangkat dalam proyek gedung pemerintahan ini adalah Budaya – Arsitektur
Neo Vernakular. Tema ini dianggap ciri prinsip yang sama terhadap kebutuhan bangunan gedung
pemerintahan yang berada di Kota Bandung. Dengan mengangkat Gaya Arsitektur Neo Vernakular
diharapkan bangunan tersebut menjadi salah satu kekayaan kebudayaan yang dapat diwujudkan
dalam bangunan public, dimana desain bangunan mengadopsi banguan tradisional suku Sunda
dengan dipadukan sentuhan material modern.
Budaya, dalam hal ini mengenai bidang arsitektur memberikan warisan ilmu berupa
Arsitektur Vernakular. Arsitektur Vernakular seiring berjalannya waktu telah memberikan sedikit
variasi bersamaan dengan adanya era Post-Modern menghasilkan gaya arsitektur yang lebih
dinamis tanpa menghilangkan unsur dan kaidah tradisionalitas pada produk bangunan.
Mengenal lebih jauh tentang Arsitektur Neo Vernakular, ialah salah satu paham arsitektur
yang berkembang pada era Post-Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan
tahun 1960-an, Post-Modern ini lahir disebabkan pada era modern timbul protes dari para arsitek
terhadap pola – pola yang terkesan monoton (bangunan berbentuk kotak – kotak, kubustis).5 Salah
satu tokoh arsitek berkebangsaan Amerika, Rebert Ventury berpendapat bahwa, “less is a bore”
yang dimaksudkan bahwa arsitektur yang berkembang sebelum arsitektur Post Modern merupakan
langgam arsitektur yang membisankan.
Arsitektur Neo Vernakular tidak hanya mmenerapkan elemen – elemen fisik yang
diterapkan dalam bentuk modern tapi juga non fisik, seperti budaya, pola piker, kepercayaan, tata
5
Library.binus.ac.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 10.54 WIB.
letak, religi dan lain sebagainya. Bangunan adalah sebuah kebudayaan seni yang tersiri dalam
pengulangan dari jumlah tipe – tipe yang terbatas dan dalam penyesuaiannya terhadap iklim lokal,
material, dan adat istiadat. (Leon Krier, 1971)
Dari ciri – ciri diatas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo Vernakular tidak ditujukan pada
arsitektur modern atau tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk
arsitektur diatas ditunjukkan dengan tepat dan jelas oleh Neo Vernakular melalui trend akan
rehabilitasi dan pemakaian kembali. Berikut adalah kriteria arsitektur Neo Vernakular:
Kriteria – kriteria yang mempenggaruhi arsitektur Neo Vernakular adalah sebagai berikut:
6
archidkot.blogspot.com/2018/11/arsitekturneo-vernakular-merupakan.html; diakses tanggal 19 Agustus 2019
pukul 11.23 WIB.
7
Arsitur.com/pengertian neo-vernakular; daiakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11:42 WIB.
3. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip – prinsip bangunan
vernakular melainkan karya baru (mengutamakan peenampilan visualnya.
Berdasarkan table diatas dapat disimpulkan bahwa, arsitektur Post Modern dan aliran –
alirannya merupakan arsitektur yang menggabungkan antara tradisional dengan non-tradisional,
modern dengan setengah non-modern, Vernakular berada pada posisi arsitektur modern dan
berkembang menjadi Neo Vernakular pada masa modern akhir setelah terjadi elektrisme dan
kritikan – kritikan terhadap arsitektur modern.8
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Gedung Negara, Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk
keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan Negara, seperti: gedung kantor, gedung
sekolah, gedung rumah sakit, gudang dan rumah Negara, dan diadakan dengan sumber
pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.
8
Library.binus.ac.id
nuansa tradisional namun tidak terlihat kuno. Pengaplikasian material dan permainan bentuk yang
lebih dinamis diharapkan mampu untuk menghadirkan suatu desain yang nyaman, dan indah.
Gedung BAPPEDA merupakan salah satu bangunan yang berada di Jalan Insinyur H.
Djuanda yang menurut klasifikasi jalan raya berada pada jalan kolektor sekunder, yang berarti
melayani angkutan pengumpulan atau dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang cukup menjadi
perhatian dan menjadi bangunan percontohan untuk bangunan publik. Dengan memberikan
nuansa tradisional dengan campuran unsur modern diharapkan mampu memberikan nilai estetika
lebih terhadap bangunan. Selain unsur estetika, pemanfaatan unsur alam seperti pencahayaan dan
pengahawaan akan membantu untuk mengurangi biaya operasional.
Arsitektur Neo Vernakular dianggap memiliki prinsip yang sama dengan kebutuhan
gedung pemerintahan di Kota Bandung, oleh karena itu dengan diterapkannya arsitektur neo
vernakular diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan juga Kota Bandung
sebagai tempat yang nyaman sebagai fasilitas public dan kantor pemerintahan.
5. Tujuan Proyek
1. Memberikan sebuah gedung pemerintahan yang memiliki ruang kerja yang aman dan nyaman
bargi civitas kantor dan public yang mengguakan gedung.
2. Memberikan ruang baru di Kota Bandung yang berfungsi sebagai gedung pemerintahan
dengan konsep ruang terbuka berupa lansekap yang didalamnya mampu mewadai kegiatan
sosial masyarakat disekitar.
3. Menciptakan gedung pemerintahan dengan prinsip – prinsip dasar arsitektur Neo Vernakular
sebagai bangunan yang nyaman dan ramah ligkungan, serta memiliki nilai estetika yang baik.
6. Kajian Proyek
A. Gedung Negara
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat lain dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus.9
9
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.
Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang
menjadikan/ akan menjadi kekayaan milik negara yang diadakan dengan sumber pembiayaan
yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah, antara lain seperti: gedung
kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudangm rumah negara, dan lain – lain.10
Gedung dan bangunan adalah salah satu aset yang dimiliki oleh pemerintah yang digunakan
dalam rangka untuk pelaksanaan pelayanan kepada stake holders yang ada. Kondisi gedung dan
bangunan akan mempegaruhi terkait dengan kenyamanan para pihak yang menggunakan gedung
dengan bangunan tersebut. 11
1. Bangunan Sederhana
- Gedung kantor yang sudah ada disain protottipenya, atau bangunan gedung kantor
dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai 500 m2.
- Bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat.
- Gedung pelayanan kesehatan: puskesmas.
- Gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai.
2. Bangunan Tidak Sederhana
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis tidak
sederhana, memiliki kompleksitas dan teknologi yang tidak sederhana. Masa penjaminan
kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk
klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain:
- Gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas
diatas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai.
10
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara.
11
Bppk.kemenkeu.go.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 15.42 WIB.
- Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat
lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun.
- Gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D.
- Gedung pendidikan tinggi universitas/akadem; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan
bertingkat lebih dari 2 lantai.
3. Bangunan Khusus
Klasifikasi bangunan lainnya yang bersifat khusus adalah bangunan yang memiliki
konstruksi dan persyaratan khusus, perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya memerlukan
penyelesaian/teknologi khusus dan masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat
selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:
1. Tipe A
Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe A adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh lembaga tinggi negara.
2. Tipe B
Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe B adalah gedung perkantoran yan
ditempati secara permanen oleh Kantor Kementerian Koordinator, Kementerian Negara,
Pejabat Setingkat Menteri, dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan wilayah
kerja nasional.
3. Tipe C
Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe C adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi
setingkat Eselon I.
Contoh:
Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe D adalah gedung perkantoran yang
ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi
setingkat Eselon II.
Contoh:
Contoh:
Contoh:
A. Data Tapak
Nama Proyek : Public Service: Kantor Pemerintahan
Nama Bangunan : Kantor BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah)
Provinsi Jawa Barat
Fungsi Bangunan : Kantor pemerintahan
Jenis Proyek : Fiktif
Owner : Pemerintah Daerah
Lokasi : Jalan Insinyur H. Djuanda, Kec. Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat
Luas Lahan : ± 7800 m2
KDB : 60% (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031)
: 60% x 7.800 m2 = 4.680 m2
KLB : 1.8 x 7.800 m2 = 14.040 m2
KDH minimum : 25% (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031)
: 25% x 7.800 m2 = 1.950 m2
GSB : 10 meter (berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011 – 2031, dari GSB
minimum = ½ x lebar rumija)
SITE
1
4
2
5
SITE
3
1 4
2 5
Arsitek : Pola Dwipa (Arsitektur, Kantor Gubernur, dan DPRD), Wiratman &
Associate (Struktur, DPRD)
Tahun : 1987
Unit ruang tunggu Bandara Soekarno – Hatta menggunakan arsitektur joglo dalam
dimensi yang lebih besar, namun system konstruksinya tidak terlepas dari soko guru dan
usuk, takir, dan lain – lain dari elemen konstruksi Jawa. Penggunaan material modern
namun miliki tampilan seperti kayu yang diterapkan pada kolom – kolom di ruang tunggu
memberikan kesan yang modern namun natural.
DAFTAR PUSTAKA
Archidkot.blogspot.com/2018/11/arsitekturneo-vernakular-merupakan.html; diakses
tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11.23 WIB.
Arsitur.com/pengertian neo-vernakular; daiakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 11:42
WIB.
Bppk.kemenkeu.go.id; diakses tanggal 19 Agustus 2019 pukul 15.42 WIB.
Fajrine, Ghina, dkk.; Penerapan Arsitektur Neo Vernakular pada Stasiun Pasar Minggu;
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017.