Dalam Shohih Bukhari no. 2731, 2732 Dari Miswar bin Makhromah dan Marwan … Di
dalamnya disebutkan bahwa jika para shahabat berbicara kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sambil merendahkan suara dan mereka tidak memandang tajam kepadanya.
Inilah yang dilakukan oleh para shahabat di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mereka hormati seperti orang tua mereka. Sehingga beradab kepada kedua orang tua
dilakukan dengan cara seperti ini pula.
Adab ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
فَأ َ َردْتُ أَ ْن أَقُو َل. » س ِل ِم
ْ شج ََرةً َمثَلُهَا َك َمث َ ِل ا ْل ُم َّ ُكنَّا ِع ْن َد النَّبِ ِى – صلى هللا عليه وسلم – َفأُتِ َى ِب ُج َّم ٍار فَقَا َل « إِنَّ ِمنَ ال
َ شج َِر
ُ قَا َل ال َّن ِب ُّى – صلى هللا عليه وسلم – « ِه َى النَّ ْخلَة، ُّسكَت ْ َ َف ِإذَا أ َنَا أ، ُ» ِه َى النَّ ْخلَة
َ َصغَ ُر ا ْلقَ ْو ِم ف
“Dulu kami berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah
bagian dalam pohon kurma. Lalu beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya di antara pohon adalah
pohon yang menjadi permisalan bagi seorang muslim.’ Aku sebenarnya ingin mengatakan
bahwa itu adalah pohon kurma. Namun, karena masih kecil, aku lantas diam. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Itu adalah pohon kurma.’ ” (HR. Bukhari
no. 72 dan Muslim no. 2811)
Inilah sikap shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Di mana beliau tidak mau
mendahulukan pembicaraan jika ada yang lebih tua umurnya di hadapannya. Maka tidak ragu
lagi, tentu orang tua kita lebih berhak daripada orang yang lebih tua umurnya dari kita ketika
kita berbicara.
3. Tidak Boleh Duduk di Hadapan Kedua Orang Tua yang Sedang Berdiri
Larangan ini dapat dilihat dalam hadits dari Jabir. Beliau mengatakan,
يرهُ َفا ْلتَفَتَ ِإلَ ْينَا َف َرآ َنا قِيَا ًما
َ اس تَ ْك ِب ْ ُصلَّ ْينَا َو َرا َءهُ َوه َُو َقا ِع ٌد َوأَبُو بَك ٍْر ي
َ س ِم ُع ال َّن َ َ ف-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا ُ شتَكَى َر
َّ سو ُل ْ ا
ع َلى ُملُو ِك ِه ْم
َ َوم يَقُو ُمون ِ الر
ُّ س َو َ فًً ا َلت َ ْف َعلُونَ فِ ْع َل َف ِارِ ِس َّل َم قَا َل « إِ ْن ِك ْدت ُ ْم آنَ صالَ ِت ِه قُعُودًا فَ َل َّما َ صلَّ ْينَا ِب َ فَأَش
َ ََار إِلَ ْي َنا فَقَ َع ْدنَا ف
صلُّوا قُعُودًا َ َصلَّى قَا ِعدًا ف َ صلَّى َقائِ ًما َف
َ صلُّوا قِ َيا ًما َو ِإ ْن َ » َو ُه ْم قُعُو ٌد َفالَ ت َ ْف َعلُوا ائْت َ ُّموا بِأَئِ َّمتِ ُك ْم إِ ْن
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau,
sedang beliau shalat sambil duduk dan Abu Bakar mengeraskan bacaan takbirnya. Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada kami. Beliau melihat kami shalat sambil
berdiri. Lalu beliau berisyarat, kemudian kami shalat sambil duduk. Tatkala salam,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Jika kalian baru saja bermaksud buruk,
tentu kalian melakukan seperti yang dilakukan oleh orang Persia dan Romawi. Mereka
selalu berdiri untuk memuliakan raja-raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk.
Ikutilah imam-iman kalian. Jika imam tersebut shalat sambil berdiri, maka shalatlah kalian
sambil berdiri. Dan jika imam tersebut shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian sambil
duduk’.” (HR. Muslim no. 413)
Syaikh Mushtofa Al ‘Adawy mengatakan, “Dalam hadits ini disebutkan mengenai hukum
shalat sambil berdiri sedangkan imam shalat sambil duduk dan perinciannya bukan di sini
tempatnya. Namun, dapat diambil dari hadits bahwa kita dilarang duduk ketika orang tua kita
berdiri di hadapan kita. Maka adab ini tetap bisa diambil sebagai pelajaran dari hadits ini.”
Hal ini dapat dilihat dalam kisah tiga orang yang tertutup dalam goa dan tidak bisa keluar.
Salah seorang di antara mereka bertawasul dengan amalan berbakti kepada kedua orang
tuanya. Yaitu dia selalu memberikan susu kepada kedua orang tuanya sebelum memberikan
kepada anak-anaknya bahkan dia bersabar menunggu untuk memberikan susu tersebut
kepada orang tuanya sampai terbit fajar. (HR. Bukhari no. 5974 dan Muslim no. 2743)
Seyogyanya seorang anak memohon ampunan untuk dirinya kepada kedua orang tuanya dan
meminta do’a dari keduanya karena setiap orang yang berbakti kepada kedua orang tua
belum tentu bisa menunaikan seluruh hak mereka. Sungguh Allah Ta’ala telah berfirman,
ض َما أَ َم َر ُه
ِ ك ََّال لَ َّما يَ ْق
“Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
kepadanya.” (QS. ‘Abasa [80] : 23). Maksudnya adalah manusia tidaklah dapat
melaksanakan seluruh perintah Rabbnya.
Lihatlah saudara-saudara Yusuf, mereka meminta ampunan untuk diri mereka kepada orang
tuanya karena kesalahan yang telah mereka perbuat. Mereka berkata,
ْ يَا أَبَانَا ا
ِ ست َ ْغ ِف ْر لَ َنا ذُنُوبَنَا إِنَّا ُكنَّا َخ
َاطئِين
“Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)“. (QS. Yusuf [12] : 97)
Anak yang sholih haruslah selalu mengharapkan kebaikan kepada kedua orang tuanya.
Walaupun kedua orang tuanya tersebut adalah kafir, anak sholih hendaklah selalu berharap
orang tuanya mendapatkan hidayah dan terlepas dari adzab. Hendaklah dia selalu menasehati
dan memberi peringatan kepada orang tuanya sampai dia meninggal dunia.
Lihatlah kekasih Allah yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau tidak henti-hentinya
menasehati orang tuanya dengan perkataan yang lembut. Dia mencoba menasehati ayahnya
dengan panggilan lembut yang dikenal oleh orang Arab yaitu ‘Yaa Abati’. Perhatikanlah
kisah beliau dalam ayat berikut ini,
َ َع ْنك
ش ْيئًا َ ْص ُر َو َال يُ ْغنِي ِ س َم ُع َو َال يُب
ْ َت ِل َم ت َ ْعبُ ُد َما َال يِ َ) إِ ْذ َقا َل ِِلَ ِبي ِه يَا أَب41( ب إِب َْرا ِهي َم إِنَّهُ كَانَ ِصدِي ًقا َن ِبيًّا ِ َوا ْذك ُْر فِي ا ْل ِكتَا
َش ْي َطانَ كَان
َّ ش ْي َطانَ إِنَّ ال
َّ ت َال تَ ْعبُ ِد الِ َ) يَا أَب43( س ِويًّا َ ت إِنِي قَ ْد جَا َءنِي ِمنَ ا ْل ِع ْل ِم َما لَ ْم يَأْتِكَ َفاتَّبِ ْعنِي أ َ ْه ِدكَ ِص َرا ًطا ِ َ) يَا أَب42(
َّ الرحْ َم ِن فَتَكُونَ ِلل
ِ ش ْي َط
)45( ان َو ِل ًّيا ٌ َعذ
َّ َاب ِمن َّ اف أ َ ْن يَ َم
َ َسك ُ ت إِنِي أ َ َخ
ِ َ) يَا أَب44( َصيًّا
ِ لرحْ َم ِن ع
َّ ِل
“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quraan) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah
ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu
yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir
bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi
kawan bagi syaitan”.” (QS. Maryam [19] : 41-45)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam juga meminta ampunan Allah kepada orang tuanya setelah
kematiannya. Namun, hal ini telah dilarang oleh Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,
عد ٌُّو ِ َّّلِلِ تَبَ َّرأَ ِم ْنهُ إِنَّ إِب َْرا ِهي َم َِلَ َّواهٌ َح ِلي ٌم
َ ُع َد َها إِيَّاهُ فَلَ َّما ت َ َبيَّنَ لَهُ أَنَّه
َ ار إِب َْرا ِهي َم ِِلَبِي ِه إِ َّال ع َْن َم ْو ِع َد ٍة َو
ُ َستِ ْغف
ْ َو َما كَانَ ا
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah
karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi
Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At
Taubah [9] : 114)
bergaul dengan orang yang lebih tua
Dalam bergaul dengan orang yang lebih tua, kita harus bersikap, bertutur kata dan berbuat
yang baik terhadap mereka. Hal ini berdasarkan petunjuk dari Kitab Allah al Qur'an Al-karim
yang antara lain sebagai berikut :
ٱّلل ول ت ُ ۡش ِر ُكوا بِِۦه ش ۡيٗا وبِ ۡٱل َٰو ِلد ۡي ِن إِ ۡح َٰسنٗا ۡ و
َ ٱعبُد ُوا
وقض َٰى ربُّك أ َل تعۡ بُد ُوا ِإ َل ِإيَاهُ و ِب ۡٱل َٰو ِلد ۡي ِن ِإ ۡح َٰسنًا ِإ َما ي ۡبلُغ َن ِعندك ۡٱل ِكبر أحدُهُما أ ۡو ِكلهُما فل تقُل لَ ُهما أُفٗ ول ت ۡنه ۡرهُما وقُل
َ ض ل ُهما جناح ٱلذُّ ِل ِمن
ِ ٱلر ۡحم ِة وقُل َر
ب ۡٱرح ۡم ُهما كما ربَيا ِني ص ِغيرٗا ۡ و.لَ ُهما ق ۡولٗا ك ِريمٗا
ۡ ٱخ ِف
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia,
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil" (Al-Isra’ : 23-24).
Diantara contoh adab yang patut diamalkan terhadap orang yang lebih tua: