Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Burkholderia pseudomallei merupakan bakteri penyebab utama penyakit

melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

menyebabkan sepsis, pneumonia dan bakterimia pada penderita, (Koh et al.,

2013). Peningkatan jumlah penderita meliodosis setiap tahunnya dilaporkan

meningkat di beberapa negara seperti di Thailand, Malaysia, China, Australia

Utara dan di Amerika Selatan (Chantratita et al., 2008). Kejadian meliodosis juga

dilaporkan di Malaysia dan Singapura sejak tahun 1913 kemudian di Vietnam

tahun 1925 (Currie, 2003). Kasus yang sama juga ditemukan pada beberapa

daerah tropis seperti daerah India, Afrika, Amerika tengah dan Amerika Selatan

(Dance, 1991).

Laporan melioidosis di Indonesia masih jarang. Kejadian melioidosis

diakibatkan karena penyakit ini dibawa oleh wisatawan dari luar negeri yang

berkunjung ke Indonesia (Beeker et al., 1999). Hal yang sama dilaporkan oleh

Allworth, (2005) bahwa kasus melioidosis di Indonesia ditemukan setelah

bencana tsunami. Melioidosis terbukti bahwa 4 dari 10 pasien pneumonia

terdiagnosis sebagai melioidosis setelah kejadian tsunami atau terendam oleh air

laut. Kasus tersebut memberikan informasi awal mengenai keberadaan penyakit

ini di Indonesia.

1
Burkholderia pseudomallei adalah bakteri Gram negatif

berbentuk batang, berperan sebagai saprofit, patogen opurtunistik,

hidup di bawah permukaan tanah pada musim kering tetapi setelah

curah hujan yang deras ditemukan dalam permukaan air dan lumpur

serta juga dapat naik di udara (Wuthiekanun et al., 1996).

Genom B. pseudomallei mengandung banyak gen dengan

karakteristik yang berbeda, yang dapat dilihat pada pola lingkungan

hidup, patogenisitas dan interaksi antara sel-host. Analisis komparatif

B. pseudomallei dan B.mallei telah mengidentifikasi banyak nya

Coding Sequence (CDS) yang dapat berkontribusi pada perbedaan

fenotipik antara dua spesies. Fenotip ini meliputi faktor-faktor penentu

virulensi yang dikenal, seperti flagela dan tipe III sistem sekresi

protein. Penentu resistensi antibiotik; dan potensi fungsi kelangsungan

hidup lingkungan, termasuk berbagai jalur metabolit sekunder, jalur

katabolik, sistem transportasi, dan protein stres-respon (Holden et al.,

2004).

Salah satu keistimewaan dari bakteri B. pseudomallei adalah

memiliki keragaman genetik yang menimbulkan variasi sifat fenotip

dan genotip. Adanya variasi genetik pada salah satu gen dari B.

pseudomallei sehingga menimbulkan perbedaan sifat virulensi yang

bisa saja berbeda pada strain yang hidup pada lingkungan yang

berbeda (Wuthiekanun et al., 1996).

2
B. Rumusan Masalah

1 Apa pengertian dari penyakit Melioidosis ?


2 Bagaimana etiologi dan cara penularan penyakit Melioidosis ?
3 Bagaimana patofisiologi Melioidosis ?
4 Apa saja Manifestasi Klinis ?
5 Apa saja komplikasi & Pemeriksaan Penunjangnya ?
6 Apa saja penatalaksanaan pada pasien Melioidosis ?

C. Tujuan Penulisan
1 Mengetahui pengertian dari ppenyakit Melioidosis.
2 Mengetahui penyebab dan cara penularan penyakit Melioidosis.
3 Mengetahui patofisiologi Melioidosis.
4 Mengetahui Manifestasi klinis dari penyakit Melioidosis.
5 Mengetahui Komplikasi dan Penatalaksanaan pada pasien Melioidosis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Melioidosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan akibat
kontak dengan tanah dan air yang terkontaminasi oleh bakteri
Burkholderia pseudomallei. Melioidosis terjadi secara endemik di
Australia Utara dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi melalui kulit yang
terabrasi, inhalasi, dan tertelan. Gejala klinisnya tidak khas, diagnosis
pasti dapat ditegakkan dengan kultur mikroorganisme penyebab. Terapi
antibiotika yang tepat dapat menurunkan mortalitas dan mencegah
kekambuhan melioidosis.
Suatu penyakit infeksi oleh bakteri yang sangat jarang terjadi
dengan spektrum gejala klinis mulai dari tanpa gejala atau konsolidasi
paru-paru yang asimptomatik sampai kepada pneumonia nekrotis dan atau
septicemia yang fatal. Dapat menyerupai demam tifoid, atau lebih sering
menyerupai TBC; gambaran klinis dapat berupa terbentuknya cavernae
pada paru-paru, empiema,abses kronis dan osteomielitis.
Melioidosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan hewan
yang disebabkan akibat kontak dengan tanah dan air yang terkontaminasi
oleh bakteri Burkholderia pseudomallei.1 Burkholderia pseudomallei
merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Melioidosis, terjadi
secara endemik di Australia utara dan Asia Tenggara.

B. Etiologi dan Patogenesis

B. pseudomallei adalah bakteri batang gram negatif, bersifat aerob,


motil, dan oksidase positif. Mikroorganisme ini sering ditemukan pada air
dan tanah di daerah endemik. Manusia dan hewan terinfeksi melalui
kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi B. pseudomallei, terutama
pada kulit yang mengalami abrasi, juga dapat melalui inhalasi, maupun
tertelan.

4
Infeksi yang didapat dari laboratorium pernah ditemukan,
sedangkan penyebaran dari manusia ke manusia dan infeksi dari hewan ke
manusia sangat jarang terjadi. Masa inkubasi melioidosis berkisar antara 1
– 21 hari dengan rata-rata sembilan hari.

Gambar 1. Patogenesis Melioidosis

C. Epidemiologi

Daerah endemik utama melioidosis adalah Asia Tenggara dan


Australia utara. Diperkirakan 2.000-5.000 kasus terjadi setiap tahun di
Thailand, sementara hingga 50 kasus didiagnosis setiap tahunnya di
Singapura dan Australia. Dalam beberapa tahun terakhir diketahui
distribusi daerah endemik melioidosis telah meluas sampai mencakup
Kamboja, Laos, Vietnam, Indonesia, Cina Selatan, India, Hong Kong, dan
Taiwan. Kasus sporadis pernah dilaporkan dari pulau-pulau Pasifik, Afrika
Tengah, Amerika Tengah dan Selatan, serta Karibia. Penyakit ini mungkin
kurang terdiagnosis di banyak daerah ini, karena diperlukan fasilitas
laboratorium yang relatif canggih untuk mengonfirmasi diagnosis
melioidosis.
Angka kejadian di Thailand bagian timur laut diperkirakan rata-
rata mencapai 4,4 per 100.000 penduduk antara tahun 1987-1991, dan

5
meningkat menjadi 21,3 per 100.000 penduduk pada tahun 1997-2006.
Melioidosis saat ini menjadi penyebab kematian ketiga tersering dari
penyakit infeksi, setelah HIV dan TBC. Di Banda Aceh, terdapat 4 kasus
yang telah dilaporkan yang terjadi pada korban Tsunami pada tahun
2005.7 Melioidosis dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi
kejadian yang paling sering terjadi antara usia 40 – 60 tahun. Rasio
perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:2 di Thailand, hal ini
mungkin karena perbedaan paparan tanah yang terkontaminasi selama
bercocok tanam.
Angka kejadian melioidosis juga dipengaruhi oleh cuaca, dimana
sekitar 75% kasus muncul saat musim hujan. Meskipun melioidosis dapat
terjadi pada orang yang sehat, namun sekitar 60 – 90% kasus memiliki
penyakit lain yang mendasarinya. Faktor risiko yang sering adalah
diabetes melitus, gagal ginjal kronik, penggunaan terapi imunosupresif
termasuk steroid, konsumsi alcohol, penyakit hati, penyakit paru kronis
(termasuk kistik fibrosis), keganasan, talasemia, penyakit granulomatosa
kronik, dan kehamilan. Tetapi tidak ada bukti bahwa infeksi HIV
merupakan faktor predisposisi terjadinya melioidosis.

Gambar 2. Distribusi Global Melioidosis

6
D. Gejala Klinis

Gejala klinis infeksi B. pseudomallei sangat bervariasi mulai dari


tanpa gejala sampai terjadi septikemia. Infeksi dapat bersifat akut atau
kronis, dan lokal atau menyebar. Pneumonia merupakan bentuk
manifestasi klinis yang paling sering ditemui pada melioidosis dan terjadi
pada lebih dari setengah kasus melioidosis. Bentuk klinis dari penyakit ini
di Australia Utara dan Asia Tenggara paling sering adalah septikemia
dengan atau tanpa pneumonia.Keterlibatan fokus organ lainnya sering
terjadi, baik sebagai sumber utama terjadinya septikemia atau sebagai
akibat lokalisasi yang kemudian menyebar melalui aliran darah.
Meningoensefalitis, pneumonia tanpa septikemia, osteomielitis, septik
artritis, abses lokal di hampir setiap organ dalam atau jaringan lunak
superfisial, semuanya pernah dilaporkan. Pada melioidosis septikemia,
biasanya pasien memiliki riwayat demam, menggigil. Penurunan
kesadaran, dan jaundice atau diare dapat juga menjadi gejala yang
menonjol. Kerusakan seringkali terjadi secara cepat dengan perkembangan
metastasis abses yang luas, terutama di paru-paru, hati, limpa, parotis, dan
prostat. Ada empat bentuk manifestasi klinis melioidosis, yang dijelaskan
pada Tabel

Tabel 1. Manifestasi Klinis Melioidosis

7
A B

Gambar 3. Gambaran Radiografi Paru pada Pasien dengan Melioidosis

a. Konsolidasi lobus kanan atas pada pasien dengan bakteremia,


pneumonia, pielonefritis, dan abses subkutan
b. Kesuraman bilateral pada pasien dengan bakteremia, pneumonia, dan
abses multipel pada hati dan limpa

Gambar 4. Gambaran Ultrasonografi Abdomen, Keterangan: Gambaran


Menunjukkan Abses Hati Multipel pada Septikemia Melioidosis

8
E. Penatalaksanaan

1 Terapi Suportif
Pasien dengan melioidosis septikemia biasanya membutuhkan
terapi suportif yang agresif, dan idealnya harus dirawat di unit perawatan
intensif (ICU). Perhatian khusus harus diberikan pada penurunan volume
cairan dan syok septik, gagal nafas dan gagal ginjal, hiperglikemia, atau
ketoasidosis. Abses harus dikeringkan bila memungkinkan.4

2 Terapi Antibiotik
B.pseudomallei secara intrinsik resisten terhadap banyak antibiotik,
termasuk aminoglikosida dan β-laktam generasi awal. Pengobatan terdiri
atas dua fase: fase akut, yang tujuannya adalah untuk mengurangi angka
kematian, dan fase eradikasi, yang tujuannya untuk mengurangi risiko
kambuh. Uji klinis telah menunjukkan penurunan angka kematian yang
signifikan dengan pemberian dini antibiotik intravena yang sesuai.
Ceftazidime adalah antibiotik pertama yang menunjukkan penurunan
angka kematian yang jelas. Imipenem dan Meropenem telah terbukti sama
efektifnya dengan Ceftazidime. Setelah terapi parenteral, pemberian
antibiotik oral diperlukan untuk mencegah kekambuhan, yang dapat terjadi
pada sampai 23% kasus, dan lebih sering terjadi pada kasus yang berat.
Hal ini dapat berkurang sampai kurang dari 10% jika antibiotik diberikan
selama 20 minggu. Rekomendasi pengobatan terapi oral eradikasi adalah
dengan TrimethoprimSulphamethoxazole ditambah dengan Doxycycline.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
A. Identitas diri
Dimulai dari nama, tanggal lahir, alamat, agama, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial.
B. Keluhan utama
Biasanya berupa nyeri terlokalisir atau bengkak, demam, luka, atau
abses di beberapa bagian tubuh.
C. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan alasan mengapa pasien harus masuk ke rumah sakit dan
menjadi keluhan utama
D. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apabila pasien pernah menderita melioidosis sebelumnya. Biasanya
lebih beresiko pada orang yang memiliki penyakit diabetes, penyakit
hati, penyakit ginjal atau gagal ginjal kronik, thalassemia, penyakit
penurunan sistem kekebalan tubuh seperti HIV, penyakit obstruktif paru
seperti kanker paru.
E. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit yang mungkin diturunkan dari keluarga seperti
hipertensi, jantung, diabetes.
F. Pola aktivitas dan latihan
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan
waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan mengangkat beban
berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
G. Pola istirahat tidur
Tanya pola tidur pasien sebelum dan setelah sakit.
H. Pola nutrisi

10
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
I. Pola koping diri
Kaji perasaan pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan bagaimana
responsnya terhadap penyakit yang ia derita
J. Pola hubungan peran
Kaji bagaimana hubungan peran pasien dengan dalam kehidupan
berkeluarga sehari-hari.
K. Pola keyakinan dan nilai
Kaji bagaimana perasaan spiritual pasien tentang keadaannya yang
sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
A. Kesadaran umum
Pasien bisa mengalami disorientasi.
B. Sistem pernafasan
Pasien bisa mengalami batuk disertai nyeri dada dan dahak disertai
darah, sesak napas berat, abses paru-paru, pneumonia, sindrom distress
pernapasan dewasa.
C. Sistem sirkulasi
Septisemia, hipertensi, sianosis, leukopenia.
D. Sistem gastrointestinal
Gastroenteritiris, hepatomegali, splenomegali.
E. Sistem neurologi
Encephalomyelitis, demam, pusing.
F. Sistem muskuloskeletas
Nyeri otot dan nyeri sendi, osteomyelitis,
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa spesimen darah, sputum, urine atau
spesimen lain yang menggambarkan lokasi infeksi.
b. Pada gambaran foto rontgen paru terlihat gambaran konsolidasi per
lobus paru serta gambaran kafitasi mirip gambaran rontgen infeksi
tuberkulosa paru.

11
c. Gambaran apusan darah tepi, leukositosis dengan gambaran sel
pergeseran ke kiri
d. Pewarnaan dari gram dari kultur darah, urine, sputum, dan
cairan/jaringan yang mengalami kelainan.
e. Pada gambaran mikroskopis tampak kuman bentuk batang, gram
negatif, dan bisa juga diwarnai dengan metilen blue
f. Biakan sebaiknya diperkaya dengan glukosa 1-5% agar kuman
tumbuh subur, biakan darah sering negatif
g. Test aglutinasi positif setelah hari ke-7 sampai ke-10
h. Test complement fixation diangga positif bila titer >1/20
i. Pada pemeriksaan HI peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih, juga
dianggap positif.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan
otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
c. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan
deuritik, ke-luaran cairan kompartemental
d. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema
pulmonal non Kardia.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
balik vena dan penurunan curah jantung,edema, hipotensi.
f. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk
oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
g. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan,
perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang

12
dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.
h. Defisit pengetahuan, mengenai kondisi, terapi yang dibutuhkan
berhubungan dengan kurang informasi.

5. Intervensi Keperawatan

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan
otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan:
a. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas
yang jernih dan ronchi (-)
b. Pasien bebas dari dispneu
c. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
d. Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan:
Independen
a. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernafas
b. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan
fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan
dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
c. Catat karakteristik dari suara nafas
Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang
tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas
d. Catat karakteristik dari batuk

13
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada
penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat
dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
e. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
f. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi
perkembangan atelektasis dan infeksi paru
g. Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
a. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier
sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
b. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan
sekret
c. Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot pernafasan
d. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan
mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan
viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :

14
a. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal
b. Bebas dari gejala distress pernafasan
Tindakan:
Independen
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan
pola nafas
b. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
c. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan
seperti crakles, dan wheezing
d. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan.
Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
e. Kaji adanya cyanosis
f. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)
sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
g. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat
h. Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
i. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
j. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
a. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan
tekanan yang sesuai
b. Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi

15
c. Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
d. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS
3. Resiko kekurangan volume cairan
Faktor resiko : penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental
Tujuan :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan
tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Tindakan :
Independen
a. Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi
(jumlah dan volume)
Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan
heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi
menurun.
b. Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran
mukosa dan karakter sputum
Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral.
Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit,
membran mukosa kering, sekret kental.
c. Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan
cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
d. Timbang berat badan setiap hari
Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body
water

Kolaboratif
a. Berikan cairan IV dengan observasi ketat
Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan
osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian

16
cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat
merusak fungsi respirasi
b. Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang
sebagai efek therapi deuritik.
4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan ,
perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang
dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
b. Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa
cemasnya mulai berkurang
c. Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber
pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
Tindakan
Independen:
a. Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan
kestabilan emosi.
Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
b. Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan
stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu
waktu istirahat.
5. Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan
energi yang digunakan.
a. Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan
kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
b. Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
c. Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.

17
Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang
teridentifikasi dan terekspresi.
d. Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus
ditanggulanginya.
Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa
segalanya akan menjadi lebih baik.
e. Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan
dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak
diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab
tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari
permasalahan itu.
f. Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk
menanggulangi rasa cemas.
Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem
pengontrolan terhadap kecemasannya
Kolaboratif
a. Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang
merugikan.
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol
kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga
efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau
kontraindikasi penggunaan.
6. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang
dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari
informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan
masalahnya.
Tujuan :
a. Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan
terafi
b. Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
c. Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
membutuhkan perhatian medis

18
d. Memformulasikan rencana untuk follow –up
Tindakan :
Independen
a. Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan
informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk
kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang
dianjurkan.
Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian,
konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini
meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau
yang sedang mengalami penyembuhan.
b. Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang
dialami pasien.
ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan
merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh
perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.
c. Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan
cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan
pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan
orang-orang terinfeksi.
d. Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan.
Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok.
Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah
komplikasi berikutnya.
e. Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai
pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian ,
dosis dan kapan diberikan
Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan
dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
f. Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan
tinggi kalori

19
Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan
berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat
untuk penyembuhan.
g. Bimbing dalam melakukan aktivitas.
Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu
istirahat dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina
dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak
h. Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk
menghemat energi selama aktivitas.
Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien
mengatur aktivitas yang sederhana.
i. Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi
sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan
evaluasi/intervensi.
Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan
apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi
pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama
dengan medis.
j. Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan
perawat
Mendukung selama periode penyembuhan.

B. KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MELIOIDOSIS

FORMAT PENGKAJIAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT


NO. MR: 049.2993

DATA IDENTITAS SOSIAL PASIEN


Nama Lengkap (Nama sendiri) Jenis kelamin Umur /Tgl lahir
Ny.A perempuan 65 tahun

Alamat Pasien (Menurut KTP/SIM)

20
No. KTP/SIM : 35056898765456778
Jln/Dsn : Komp. Perumahan wisma asri
Kel/Desa : Kedungwaru
Kec. : Kedungwaru
Kodya/Kab. : Tulungagung

Agama Suku Bangsa Kasus Polisi


Islam Jawa Indonesia -

Status Jenis Pembayaran Pendidikan Pekerjaan


Perkawinan
Menikah Askes SD Pedagang

Cara Datang Transportasi ke Komunikasi


IRD
Diantar keluarga Mobil pribadi Baik

Kejadian tgl : 03/03/2014 Jam : 09.20 WIB


Di : IRD RSUD Dr.ISKAK
Datang di IRD tgl : 03/03/2014 Jam : 09.00 WIB
Keadaan Pra Hospitalisasi : GCS :4-5-6 Tensi: 160/100 mmHg, Nadi : 78
x/mnt
Pernafasan : 23 x/mnt, Suhu: 37,5 °C
Tindakan Pra Hospital :
RJP ( Infus ) Bebat ETT
Penjahitan
Trakeostomi ( NGT ) Bidai Pipa oro/naso
(
O2 ) Obat Kateter Suetion
Pharingial
Dll……………. Urine

21
TRIAGE : Jam 10.20 WIB oleh perawat S.ax : 37,5 °C N : 78 x/mnt
Keluhan Utama S.rec : …. °C T : 160/100
mmHg
(Subyektif) :
- pasien mengatakan mual dan muntah
P : 23 x/mnt (Pediatri)
- pasien mengeluh untuk bernafas
dadanya terasa sedikit sesak. BB : 58.Kg
Do :
-keadaan umum sadar Riwayat Penyakit :
-trpasang nasal kanul O2 4lpm . - DM
-sesak - PJK - Dll
-GCS : 4-5-6 - (Asma ) - Tidak
ada
-terpasang maslang
-terpasang infuse DS
-mual + muntah

-TTV :
TD :160/100 mmHg
N : 78 x / menit
RR :23 x /menit
S : 37,5 0C
Riwayat Alergi Kategori Triage :
: Ya ( Tidak ) Lain – lain
(P1) P2 P3 P
O

Keadaan Umum ; (Obyektif) :


Baik ( Sedang ) Buruk
- Pernafasan : (B) Sirkulasi : (C) GCS :
Gerak dada N.Carotis
:………./mnt
Simetris Asimetris
N.Radial :78
Pernafasan : (B) ./mnt R.Mata : 4
- Normal Kulit Muskulo : R.Verval : 5
- Retractive R.Motorik : 6

22
- Kusmaul - (Normal )
- (Dangkal) - Jaundice Total : 15
- Trachypnoe - Cyanosis
- Pucat
- Berkeringat
- Akral : Hangat

Pemeriksaan Fisik (Assasment) Keterangan

Jam : Pemeriksaan : Lab / Foto / ECG / Lain – lain


09 .30 WIB LAB : RONTGEN :- ECG : -
USG:-
1. Albumin : 2,89
2. HbSag : negative
3. UL :
- Protein +2
- Glukosa + 2
WBC : 14,76 (10^3/UL)
HGB : 16,7(9/dL)
HCT : 49,4(%)
PCV : 49,4(%)
PCO2 : 87,5 mmHg
PO2 : 167,1 mmHg
PH : 7,468 mmHg
Jam Terapi / Tindakan / Konsul Jawaban / catatan

09.45 Nasal kanul O2 4 lpm Px menerima tindakan


NGT
Infus DS 500
Ceftriason
Metro

23
Levaproxacin 750 mg
Nabre 1 amp

Jam keluar IRD : 13.45


Tindakan Lanjut
KRS MRS ( PP ) D Operasi Pindah ke ba... Lain – lain

Tanggal : 03/03/2014 Tanda Tangan


Nama Perawat : SISKA INDAH DAMAYANTI

24
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny.A


Umur : 65 thn
No. Register : 049 .2893

Analisis Data Problem Etiologi


1. Data subjektif: Gangguan pertukaran gas Suplay O2 tergangggu;
berhubungan dengan sesak
pasien mengeluh untuk ketidakseimbangan
bernafas dadanya terasa ventilasi perfusi
sedikit sesak.

Data objektif :
-k/u sadar
-trpasang nasal kanul O2
4 lpm .
-sesak
- dyspnea
- napas cuping hidung

-TTV :
TD :160/100 mmHg
N : 78 x / menit
RR : 28 x /menit
S : 37,5 0C

2. Data subjektif: Risiko kekurangan Mual dan muntah


volume cairan
Pasien mengatakan mual berhubungan dengan
Data Objektif: mual dan muntah

-k/u sadar
-GCS : 4-5-6

25
-maslang
-terpasang infuse DS
-mual + muntah
-TTV:
TD : 160/100mmHG
N : 78 x/ menit
RR : 23 x/ menit
S : 37,5 0C

26
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny.A


Umur : 65 thn
No. Register : 049 .2893
N TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
O MUNCUL
1. 03/03/2014 #DX1: Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

Batasan Karateristik:
Dispnea
Pola pernapasan abnormal
Takikardia

#DX2: Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


mual dan muntah

Batasan Karateristik:
Kehilangan cairan melalui rute normal
Muntah

27
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny.A


Umur : 65 thn
No. Register : 049 .2893
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji status pernafasan, catat
pertukaran gas tindakan kepawatan
peningkatan respirasi atau
berhubungan selama 3 x 24 jam
dengan kebutuhan O2 perubahan pola nafas
ketidakseimbangan terpenuhi.
b. Catat ada tidaknya suara
ventilasi-perfusi
nafas dan adanya bunyi
 Dispnea pada saat nafas tambahan seperti
Batasan istirahat dan
karateristik: aktivitas tidak ada. crakles, dan wheezing
 Gelisah, sianosis, Auskultasi: Suara nafas
Dispnea dan keletihan tidak
Pola pernapasan ada. mungkin tidak sama atau
abnormal  PaO2, PaCO2, pH tidak ada ditemukan.
arteri, dan saturasi
Takikardia O2 dalam batras Crakles terjadi karena
normal. peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang
disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler.
Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau
adanya mukus pada jalan
nafas
c. Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan
oksigen (desaturasi 5 gr dari
Hb) sebelum cyanosis

28
muncul. Inspeksi: Tanda
cyanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis perifer
seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
d. Observasi adanya
somnolen, confusion,
apatis, dan
ketidakmampuan
beristirahat
e. Berikan istirahat yang
cukup dan nyaman

2. Risiko kekurangan Setelah dilakukan Fluid management


volume cairan tindakan keperawatan a. Timbang
berhubungan selama 3 x 24 jam,
dengan mual dan diharapkan: popok/pembalut jika
muntah
 Fluid balance diperlukan
 Hydration b. Pertahankan catatan
 Nutritional
Batasan Status: Food and intake dan output yang akurat
Karateristik: Fluid Intake c. Monitor status hidrasi
Kehilangan cairan
melalui rute normal Kriteria Hasil : (kelembaban membran
 Mempertahankan mukosa, nadi adekuat, tekanan
Muntah urine output
sesuai dengan darah ortostatik ), jika
usia dan BB, BJ diperlukan
urine normal, HT
normal d. Monitor vital sign
 Tekanan darah, e. Monitor masukan
nadi, suhu tubuh
dalam batas makanan / cairan dan hitung
normal intake kalori harian
 Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, f. Kolaborasikan
Elastisitas turgor pemberian cairan IV

29
kulit baik, g. Monitor status nutrisi
membran mukosa
h. Berikan cairan IV pada
lembab, tidak ada
rasa haus yang suhu ruangan
berlebihan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
l. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
m. Kolaborasi dengan
dokter
n. Atur kemungkinan
tranfusi
o. Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan
termasuk intake dan ourput
cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
h. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan

30
i. Monitor adanya tanda
gagal ginjal

31
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny.A


Umur : 65 thn
No. Register : 049 .2893
NO NO.DX TANGGAL/JAM IMPLEMENTASI TTD
1. Dx 1 dan 2 03/03 /2014 1. Menanyakan keadaan
px dan keluhan yang
09.45 dirasakan
2. Observasi ttv dan kaji
frekuensi nafas , serta
pola makan
TD : 160/100mmhg
N : 78 x/ menit
RR : 23 x/ menit
S : 37,5 0C
3. Memposisikan
pxsenyaman mungkin
4. Kolaborasi dengan tim
medis dalam memasang
O2nasal kanul 4 lpm ,
infuse ,serta NGT
5.Memberikan susu lewat
sonde

32
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Ny.A


Umur : 65 thn
No. Register : 049 .2893
TANGGAL /JAM EVALUASI TTD
03/03/2014 S : Px mengatakan sesak
sudah mulai berkurang
13.45

O:
- K/u membaik

33
- Pola nafas
semakin teratur
- Mulai sudah ada
nafsu makan
Meski masih terasa
sedikit mual
- Ttv :
N : 78 x/ menit
RR : 21 x/menit
S : 36 0C

A : Masalah belum
teratasi

P : Renpra dihentikan px
pulang paksa

34
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Melioidosis merupakan tantangan, baik bagi klinisi maupun dokter

mikrobiologi klinik. Kurangnya sensitivitas dan kecepatan metode

diagnosis laboratorium akan terus menghambat penegakan diagnosis

melioidosis. Baik klinisi maupun dokter mikrobiologi klinik harus

meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini, karena selain gejalanya

yang tidak khas, seringkali Burkholderia pseudomallei hanya dianggap

kontaminan, karena septikemia yang disebabkan oleh bakteri gram negatif

lainnya lebih sering terjadi. Pemberian terapi antibiotik yang cepat dan

tepat dapat menurunkan angka kematian akibat melioidosis, serta

pemberian terapi antibiotik untuk fase eradikasi dapat mengurangi risiko

kekambuhan dari penyakit ini.

3.2 Saran

Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang.

35
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I.
EGC. Jakarta.
……… 2000. Diktat Kuliah Gawat Darurat. PSIK FK.Unair. TA:
2000/2001. Surabaya.
………. 2014. LAPORAN PENDAHULUAN Pada Klien dengan Kasus “SEPSIS”
Di Ruang UGD RSUD Dr.ISKAK Tulungagun.
(http://d3keperawatanstikesta2012.blogspot.co.id/2014/03/lp-askep-sepsis-
siska.html, diakses pada 30 April 2018, 23.55 p.m).

Sumber Pendukung
www.medicinenet.com

www.melioidosis.info

www.ncbi.nlm.nih.gov

www.cdc.gov

36
37

Anda mungkin juga menyukai