Konsep Askep Dan Askep Kasus Whitmore
Konsep Askep Dan Askep Kasus Whitmore
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Utara dan di Amerika Selatan (Chantratita et al., 2008). Kejadian meliodosis juga
tahun 1925 (Currie, 2003). Kasus yang sama juga ditemukan pada beberapa
daerah tropis seperti daerah India, Afrika, Amerika tengah dan Amerika Selatan
(Dance, 1991).
diakibatkan karena penyakit ini dibawa oleh wisatawan dari luar negeri yang
berkunjung ke Indonesia (Beeker et al., 1999). Hal yang sama dilaporkan oleh
terdiagnosis sebagai melioidosis setelah kejadian tsunami atau terendam oleh air
ini di Indonesia.
1
Burkholderia pseudomallei adalah bakteri Gram negatif
curah hujan yang deras ditemukan dalam permukaan air dan lumpur
virulensi yang dikenal, seperti flagela dan tipe III sistem sekresi
2004).
dan genotip. Adanya variasi genetik pada salah satu gen dari B.
bisa saja berbeda pada strain yang hidup pada lingkungan yang
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1 Mengetahui pengertian dari ppenyakit Melioidosis.
2 Mengetahui penyebab dan cara penularan penyakit Melioidosis.
3 Mengetahui patofisiologi Melioidosis.
4 Mengetahui Manifestasi klinis dari penyakit Melioidosis.
5 Mengetahui Komplikasi dan Penatalaksanaan pada pasien Melioidosis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Melioidosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan akibat
kontak dengan tanah dan air yang terkontaminasi oleh bakteri
Burkholderia pseudomallei. Melioidosis terjadi secara endemik di
Australia Utara dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi melalui kulit yang
terabrasi, inhalasi, dan tertelan. Gejala klinisnya tidak khas, diagnosis
pasti dapat ditegakkan dengan kultur mikroorganisme penyebab. Terapi
antibiotika yang tepat dapat menurunkan mortalitas dan mencegah
kekambuhan melioidosis.
Suatu penyakit infeksi oleh bakteri yang sangat jarang terjadi
dengan spektrum gejala klinis mulai dari tanpa gejala atau konsolidasi
paru-paru yang asimptomatik sampai kepada pneumonia nekrotis dan atau
septicemia yang fatal. Dapat menyerupai demam tifoid, atau lebih sering
menyerupai TBC; gambaran klinis dapat berupa terbentuknya cavernae
pada paru-paru, empiema,abses kronis dan osteomielitis.
Melioidosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan hewan
yang disebabkan akibat kontak dengan tanah dan air yang terkontaminasi
oleh bakteri Burkholderia pseudomallei.1 Burkholderia pseudomallei
merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Melioidosis, terjadi
secara endemik di Australia utara dan Asia Tenggara.
4
Infeksi yang didapat dari laboratorium pernah ditemukan,
sedangkan penyebaran dari manusia ke manusia dan infeksi dari hewan ke
manusia sangat jarang terjadi. Masa inkubasi melioidosis berkisar antara 1
– 21 hari dengan rata-rata sembilan hari.
C. Epidemiologi
5
meningkat menjadi 21,3 per 100.000 penduduk pada tahun 1997-2006.
Melioidosis saat ini menjadi penyebab kematian ketiga tersering dari
penyakit infeksi, setelah HIV dan TBC. Di Banda Aceh, terdapat 4 kasus
yang telah dilaporkan yang terjadi pada korban Tsunami pada tahun
2005.7 Melioidosis dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi
kejadian yang paling sering terjadi antara usia 40 – 60 tahun. Rasio
perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:2 di Thailand, hal ini
mungkin karena perbedaan paparan tanah yang terkontaminasi selama
bercocok tanam.
Angka kejadian melioidosis juga dipengaruhi oleh cuaca, dimana
sekitar 75% kasus muncul saat musim hujan. Meskipun melioidosis dapat
terjadi pada orang yang sehat, namun sekitar 60 – 90% kasus memiliki
penyakit lain yang mendasarinya. Faktor risiko yang sering adalah
diabetes melitus, gagal ginjal kronik, penggunaan terapi imunosupresif
termasuk steroid, konsumsi alcohol, penyakit hati, penyakit paru kronis
(termasuk kistik fibrosis), keganasan, talasemia, penyakit granulomatosa
kronik, dan kehamilan. Tetapi tidak ada bukti bahwa infeksi HIV
merupakan faktor predisposisi terjadinya melioidosis.
6
D. Gejala Klinis
7
A B
8
E. Penatalaksanaan
1 Terapi Suportif
Pasien dengan melioidosis septikemia biasanya membutuhkan
terapi suportif yang agresif, dan idealnya harus dirawat di unit perawatan
intensif (ICU). Perhatian khusus harus diberikan pada penurunan volume
cairan dan syok septik, gagal nafas dan gagal ginjal, hiperglikemia, atau
ketoasidosis. Abses harus dikeringkan bila memungkinkan.4
2 Terapi Antibiotik
B.pseudomallei secara intrinsik resisten terhadap banyak antibiotik,
termasuk aminoglikosida dan β-laktam generasi awal. Pengobatan terdiri
atas dua fase: fase akut, yang tujuannya adalah untuk mengurangi angka
kematian, dan fase eradikasi, yang tujuannya untuk mengurangi risiko
kambuh. Uji klinis telah menunjukkan penurunan angka kematian yang
signifikan dengan pemberian dini antibiotik intravena yang sesuai.
Ceftazidime adalah antibiotik pertama yang menunjukkan penurunan
angka kematian yang jelas. Imipenem dan Meropenem telah terbukti sama
efektifnya dengan Ceftazidime. Setelah terapi parenteral, pemberian
antibiotik oral diperlukan untuk mencegah kekambuhan, yang dapat terjadi
pada sampai 23% kasus, dan lebih sering terjadi pada kasus yang berat.
Hal ini dapat berkurang sampai kurang dari 10% jika antibiotik diberikan
selama 20 minggu. Rekomendasi pengobatan terapi oral eradikasi adalah
dengan TrimethoprimSulphamethoxazole ditambah dengan Doxycycline.
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
10
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah, penurunan BB.
I. Pola koping diri
Kaji perasaan pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan bagaimana
responsnya terhadap penyakit yang ia derita
J. Pola hubungan peran
Kaji bagaimana hubungan peran pasien dengan dalam kehidupan
berkeluarga sehari-hari.
K. Pola keyakinan dan nilai
Kaji bagaimana perasaan spiritual pasien tentang keadaannya yang
sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
A. Kesadaran umum
Pasien bisa mengalami disorientasi.
B. Sistem pernafasan
Pasien bisa mengalami batuk disertai nyeri dada dan dahak disertai
darah, sesak napas berat, abses paru-paru, pneumonia, sindrom distress
pernapasan dewasa.
C. Sistem sirkulasi
Septisemia, hipertensi, sianosis, leukopenia.
D. Sistem gastrointestinal
Gastroenteritiris, hepatomegali, splenomegali.
E. Sistem neurologi
Encephalomyelitis, demam, pusing.
F. Sistem muskuloskeletas
Nyeri otot dan nyeri sendi, osteomyelitis,
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa spesimen darah, sputum, urine atau
spesimen lain yang menggambarkan lokasi infeksi.
b. Pada gambaran foto rontgen paru terlihat gambaran konsolidasi per
lobus paru serta gambaran kafitasi mirip gambaran rontgen infeksi
tuberkulosa paru.
11
c. Gambaran apusan darah tepi, leukositosis dengan gambaran sel
pergeseran ke kiri
d. Pewarnaan dari gram dari kultur darah, urine, sputum, dan
cairan/jaringan yang mengalami kelainan.
e. Pada gambaran mikroskopis tampak kuman bentuk batang, gram
negatif, dan bisa juga diwarnai dengan metilen blue
f. Biakan sebaiknya diperkaya dengan glukosa 1-5% agar kuman
tumbuh subur, biakan darah sering negatif
g. Test aglutinasi positif setelah hari ke-7 sampai ke-10
h. Test complement fixation diangga positif bila titer >1/20
i. Pada pemeriksaan HI peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih, juga
dianggap positif.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan
otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
c. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan
deuritik, ke-luaran cairan kompartemental
d. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema
pulmonal non Kardia.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
balik vena dan penurunan curah jantung,edema, hipotensi.
f. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, pening katan sekresi,penurunan kemampuan untuk
oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
g. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan,
perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang
12
dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.
h. Defisit pengetahuan, mengenai kondisi, terapi yang dibutuhkan
berhubungan dengan kurang informasi.
5. Intervensi Keperawatan
13
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada
penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat
dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
e. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
f. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi
perkembangan atelektasis dan infeksi paru
g. Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
a. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier
sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
b. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan
sekret
c. Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot pernafasan
d. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan
mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan
viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
14
a. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal
b. Bebas dari gejala distress pernafasan
Tindakan:
Independen
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan
pola nafas
b. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
c. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan
seperti crakles, dan wheezing
d. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan.
Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
e. Kaji adanya cyanosis
f. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)
sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
g. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat
h. Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
i. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
j. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
a. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan
tekanan yang sesuai
b. Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
15
c. Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
d. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS
3. Resiko kekurangan volume cairan
Faktor resiko : penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental
Tujuan :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan
tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Tindakan :
Independen
a. Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi
(jumlah dan volume)
Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan
heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi
menurun.
b. Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran
mukosa dan karakter sputum
Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral.
Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit,
membran mukosa kering, sekret kental.
c. Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan
cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
d. Timbang berat badan setiap hari
Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body
water
Kolaboratif
a. Berikan cairan IV dengan observasi ketat
Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan
osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian
16
cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat
merusak fungsi respirasi
b. Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang
sebagai efek therapi deuritik.
4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan ,
perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek
hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang
dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan,
gelisah.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
b. Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa
cemasnya mulai berkurang
c. Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber
pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
Tindakan
Independen:
a. Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan
kestabilan emosi.
Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
b. Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan
stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu
waktu istirahat.
5. Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan
energi yang digunakan.
a. Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan
kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
b. Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
c. Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
17
Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang
teridentifikasi dan terekspresi.
d. Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus
ditanggulanginya.
Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa
segalanya akan menjadi lebih baik.
e. Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan
dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak
diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab
tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari
permasalahan itu.
f. Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk
menanggulangi rasa cemas.
Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem
pengontrolan terhadap kecemasannya
Kolaboratif
a. Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang
merugikan.
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol
kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga
efek samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau
kontraindikasi penggunaan.
6. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang
dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari
informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan
masalahnya.
Tujuan :
a. Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan
terafi
b. Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
c. Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang
membutuhkan perhatian medis
18
d. Memformulasikan rencana untuk follow –up
Tindakan :
Independen
a. Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan
informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk
kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang
dianjurkan.
Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian,
konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini
meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau
yang sedang mengalami penyembuhan.
b. Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang
dialami pasien.
ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan
merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh
perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.
c. Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan
cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan
pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan
orang-orang terinfeksi.
d. Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan.
Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok.
Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah
komplikasi berikutnya.
e. Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai
pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian ,
dosis dan kapan diberikan
Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan
dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
f. Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan
tinggi kalori
19
Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan
berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat
untuk penyembuhan.
g. Bimbing dalam melakukan aktivitas.
Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu
istirahat dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina
dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak
h. Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk
menghemat energi selama aktivitas.
Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien
mengatur aktivitas yang sederhana.
i. Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi
sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan
evaluasi/intervensi.
Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care sebaik dengan
apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi
pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama
dengan medis.
j. Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan
perawat
Mendukung selama periode penyembuhan.
20
No. KTP/SIM : 35056898765456778
Jln/Dsn : Komp. Perumahan wisma asri
Kel/Desa : Kedungwaru
Kec. : Kedungwaru
Kodya/Kab. : Tulungagung
21
TRIAGE : Jam 10.20 WIB oleh perawat S.ax : 37,5 °C N : 78 x/mnt
Keluhan Utama S.rec : …. °C T : 160/100
mmHg
(Subyektif) :
- pasien mengatakan mual dan muntah
P : 23 x/mnt (Pediatri)
- pasien mengeluh untuk bernafas
dadanya terasa sedikit sesak. BB : 58.Kg
Do :
-keadaan umum sadar Riwayat Penyakit :
-trpasang nasal kanul O2 4lpm . - DM
-sesak - PJK - Dll
-GCS : 4-5-6 - (Asma ) - Tidak
ada
-terpasang maslang
-terpasang infuse DS
-mual + muntah
-TTV :
TD :160/100 mmHg
N : 78 x / menit
RR :23 x /menit
S : 37,5 0C
Riwayat Alergi Kategori Triage :
: Ya ( Tidak ) Lain – lain
(P1) P2 P3 P
O
22
- Kusmaul - (Normal )
- (Dangkal) - Jaundice Total : 15
- Trachypnoe - Cyanosis
- Pucat
- Berkeringat
- Akral : Hangat
23
Levaproxacin 750 mg
Nabre 1 amp
24
ANALISA DATA
Data objektif :
-k/u sadar
-trpasang nasal kanul O2
4 lpm .
-sesak
- dyspnea
- napas cuping hidung
-TTV :
TD :160/100 mmHg
N : 78 x / menit
RR : 28 x /menit
S : 37,5 0C
-k/u sadar
-GCS : 4-5-6
25
-maslang
-terpasang infuse DS
-mual + muntah
-TTV:
TD : 160/100mmHG
N : 78 x/ menit
RR : 23 x/ menit
S : 37,5 0C
26
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Batasan Karateristik:
Dispnea
Pola pernapasan abnormal
Takikardia
Batasan Karateristik:
Kehilangan cairan melalui rute normal
Muntah
27
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
28
muncul. Inspeksi: Tanda
cyanosis dapat dinilai pada
mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis perifer
seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
d. Observasi adanya
somnolen, confusion,
apatis, dan
ketidakmampuan
beristirahat
e. Berikan istirahat yang
cukup dan nyaman
29
kulit baik, g. Monitor status nutrisi
membran mukosa
h. Berikan cairan IV pada
lembab, tidak ada
rasa haus yang suhu ruangan
berlebihan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
l. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
m. Kolaborasi dengan
dokter
n. Atur kemungkinan
tranfusi
o. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan
termasuk intake dan ourput
cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
h. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
30
i. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
31
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
32
CATATAN PERKEMBANGAN
O:
- K/u membaik
33
- Pola nafas
semakin teratur
- Mulai sudah ada
nafsu makan
Meski masih terasa
sedikit mual
- Ttv :
N : 78 x/ menit
RR : 21 x/menit
S : 36 0C
A : Masalah belum
teratasi
P : Renpra dihentikan px
pulang paksa
34
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
lainnya lebih sering terjadi. Pemberian terapi antibiotik yang cepat dan
3.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I.
EGC. Jakarta.
……… 2000. Diktat Kuliah Gawat Darurat. PSIK FK.Unair. TA:
2000/2001. Surabaya.
………. 2014. LAPORAN PENDAHULUAN Pada Klien dengan Kasus “SEPSIS”
Di Ruang UGD RSUD Dr.ISKAK Tulungagun.
(http://d3keperawatanstikesta2012.blogspot.co.id/2014/03/lp-askep-sepsis-
siska.html, diakses pada 30 April 2018, 23.55 p.m).
Sumber Pendukung
www.medicinenet.com
www.melioidosis.info
www.ncbi.nlm.nih.gov
www.cdc.gov
36
37