Oleh :
Tim Universitas Bakrie
Aqil Azizi / NIDN: 0304038305
Deffi Ayu Puspito Sari / NIDN: 0308078203
Diki Surya Irawan / NIDN: 0315118207
UNIVERSITAS BAKRIE
JAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
2. Ketua Peneliti
a. Nama : Aqil Azizi
b. NIDN : 0304038305
c. Jabatan/Golongan :-
d. Alamat Kantor/ : GOR Soemantri Brodjonegoro Suite GF-22
Jl HR Rasuna Said Kav C-22 Kuningan Jakarta Selatan
e. Telp/Faks/E-mail : 021- 5261448 Ext. 368 / 021-5276543
4. Peserta
a. Mahasiswa :-
b. Alumni :-
5. Biaya Kegiatan
a. Universitas Bakrie : Rp. 2000.000,-
b. Sumber lain :-
Mengetahui,
Dekan Fakultas
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii
1. Analisis Situasi ..........................................................................................................................1
2. Bank Sampah.............................................................................................................................6
3. Permasalahan Mitra .................................................................................................................10
5. Solusi yang Ditawarkan ............................................................................................................5
6. Target Luaran ............................................................................................................................5
7. Biaya Kegiatan ..........................................................................................................................5
iii
1. Analisis Situasi
Dewasa ini, lahan pemukiman di perkotaan semakin terbatas. Padatnya penduduk ibukota
menuntut upaya dari semua pihak dalam pengelolaan dan pemberdayaan lingkungan sekitar
untuk tetap memberi kontribusi udara segar dan suasana nyaman dan bermanfaat. Oleh karena
itu, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan harus tetap ditingkatan dengan berbagai
kegiatan. Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mencatat, selama kurun waktu 2001
hingga 2012, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Ibu Kota hanya 2.718,33 hektare. Angka ini
sama saja dengan 10 persen dari total luas DKI Jakarta, yaitu 66.233 hektare.
Ada juga RTH yang beralih fungsi menjadi stasiun pengisian bahan bakar atau akses jalan.
Banyak permasalahan yang menyebabkan RTH di Jakarta sulit bertambah, padahal DKI
menargetkan sesuai dengan Peratuan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2010-
2030 sebesar 30 persen. Kewajiban koefisien dasar bangunan hanya 40 persen, sedangkan
sisanya 60 persen untuk terbuka hijau bisa cara ini cukup ampuh untuk sedikit menambah ruang
terbuka hijau meski itu milik perorangan.
Di lain pihak, sebagai negara agraris, kegiatan pertanian seharusnya masih tetap masih tebuka
lebar untuk masyarakat indonesia bagi mereka yang mempunyai ide kreatif meski hidup di
perkotaan. Berbagai konsep pemeliharaan lingkungan pun dibentuk oleh organisasi internasional
dan juga komunitas di dalam negeri. Aksi nyata yang dapat dilakukan adalah penghijauan
lingkungan, dalam ruang lingkup makro dan mikro. Kita ketahui semua, bahwa dari sekian hasil
pertanian adalah kebutuhan primer yang sangat wajib untuk di konsumsi oleh masyarakat.
Akhir-akhir ini urban farming sudah menjadi trend di kota-kota besar di dunia, dan tidak
ketinggalan Jakarta. Berbagai komunitas dan penggiat urban farming telah lahir untuk
menginisasi kegiatan-kegiatan positif yaitu memanfaatkan ruang terbuka menjadi lahan hijau
produktif. Urban Farming atau sering pula disebut dengan pertanian perkotaan merupakan suatu
kegiatan yang memanfaatkan baik lahan maupun ruang untuk memproduksi hasil pertanian di
wilayah perkotaan. Malah, sebagian besar masyarakat sudah mengetahui banyak sekali
pengusaha pertanian yang bisa sukses dalam menjalani bisnisnya, dan ini adalah peluang usaha
pertanian yang dapat anda jalankan juga dengan menggunakan kreatifitas meski di lahan yang
terbatas. Konsep urban farming dapat di jadikan kontribusi ketahanan pangan dan belum
dilakukan secara masal agar dapat menjadi salah satu peluang usaha di perkotaan dalam
menyediakan produk pangan sayuran ke masyarakat perkotaan.
1
2. Urban Farming
Urban Farming adalah sebuah konsep pertanian yang dilakukan akibat banyaknya lahan
pertanian yang dialih fungsikan menjadi daerah permukiman atau perkantoran dan Urban
Farming merupakan sebuah konsep memindahkan pertanian konvensional ke pertanian
perkotaan, yang berbeda ada pada pelaku dan media tanamnya.Pertanian Konvensional lebih
berorientasi pada hasil produksi, sedangkan urban Farming lebih pada karakter pelakunya yakni
masyarakat urban. Dengan melakukan aktivitas urban farming, masyarakat mendapat
ketersediaan sayuran, menghijaukan lingkungan serta membantu mengurangi dampak pemanasan
global. “Urban Farming” atau sering pula disebut dengan pertanian perkotaan merupakan suatu
kegiatan yang memanfaatkan baik lahan maupun ruang untuk memproduksi hasil pertanian di
wilayah perkotaan.
Secara umum manfaat yang diperoleh dengan mengelola lahan di sekitar adalah kemudahan
dalam penyediaan pangan sehat, merupakan salah satu manfaat. Berbagai macam sayuran seperti
bayam, kangkung, sawi, selada, pakchoy, kemangi serta umbi-umbian seperti ubi, ketela,
singkong, dan talas menjadi produk pertanian yang mudah dan murah untuk diakses oleh
warga rusun. Selain itu manfaat yang juga dirasakan langsung adalah pengurangan pengeluaran
untuk belanja kebutuhan dapur, dan bahkan menambah pendapatan bagi yang mengusahakannya,
karena hasil panen dapat dijual kepada warga sekitar. Manfaat lain adalah lingkungan menjadi
hijau, sehat, asri serta menambah estetika.
Akhir-akhir ini urban farming sudah menjadi trend di kota-kota besar di dunia, dan tidak
ketinggalan Jakarta. Berbagai komunitas dan penggiat urban farming telah lahir untuk
menginisasi kegiatan-kegiatan positif yaitu memanfaatkan ruang terbuka menjadi lahan hijau
produktif. Introduksi inovasi teknologi pertanian perkotaan yang telah dilakukan oleh BPTP
Jakarta mencakup sub sistem budidaya, sub sistem peternakan, sub sistem perikanan dan , sub
sistem komposting, sehingga pertanian perkotaan ke depannya tidak hanya berkaitan dengan sub
sistem budidaya tanaman saja, tetapi nantinya akan dikembangkan secara holistik. Hal ini
bukanlah tidak mungkin, mengingat di wilayah perkotaan terdapat sumber daya yang
mendukung, meskipun perlu sentuhan teknologi dikarenakan di wilayah perkotaan mempunyai
karakteristik yang khas baik dari segi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya. Sub
Sistem Budaya, merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan cara memproduksi
tanaman dengan berbagai teknik, meliputi :
2
Vertikultur. Teknis budidaya secara vertical atau disebut dengan sistem vertikultur, merupakan
salah satu strategi untuk mensiasati keterbatasan lahan, terutama dalam rumah tangga. Vertikultur
ini sangat sesuai untuk sayuran seperti bayam, kangkung, kucai, sawi, selada, kenikir, seledri, dan
sayuran daun lainnya. Namun demikian, untuk budidaya vertikultur yang menggunakan wadah
talang/ paralon, bamboo kurang sesuai untuk sayuran buah seperti cabai, terong, tomat, pare dan
lainnya. Hal ini disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan
tumbuh tegak tanaman.
Hidroponik.; Hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanam. Berdasarkan media tumbuh yang digunakan,
hidroponik dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu a) kultur air yakni hidroponik yang dilakukan
dengan menumbuhkan tanaman dalam media tertentu yang dibagian dasar terdapat larutan hara,
sehingga ujung akar tanaman akan menyentuh laruan yang mengandung nutrisi tersebut, b)
hidroponik kultur agregat, yaitu metode hidroponik yang dilakukan dengan menggunakan media
tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam pasi, dan lain-lain. Pemberian hara dilakukan dengan
cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan larutan hara dalam tangki lalu dialirkan
ke tanaman melalui selang plastik, dan c) Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode
hidroponik yang dilakukan dengan cara menanam tanaman dalam selokan panjang yang sempit
yang dialiri air yang mengandung larutan hara. Maka di sekitar akar akan terbentuk film (lapisan
tipis) sebagai makanan tanaman tersebut. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada hidroponik
adalah unsure hara, media tanam, oksigen dan air. Hara akan tersedia bagi tanaman pada pH 5.5-
7.5, sedangkan yang terbaik adalah pada pH 6.5. Jenis larutan hara pupuk yang sudah sangat
dikenal untuk tanaman sayuran hidroponik adalah AB mix solution. Sedangkan untuk kualitas air
yang sesuai adalah yang tidak melebihi 2500 ppm atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0
mmhos/cm serta tidak mengandung logam berat dalam jumlah besar.
Aquaponik dan Vertiminaponik. Akuaponik merupakan sistem produksi pangan, khususnya
sayuran yang diintegrasikan dengan budidaya hewan air (ikan, udang dan siput) di dalam suatu
lingkungan simbiosis. Salah satu model akuaponik yang diintroduksikan oleh BPTP Jakarta
“vertiminaponik”., yang merupakan kombinasi antara sistem budidaya sayuran berbasis pot
talang plastic secara vertical dengan sistem akuaponik. Oleh karena itu sistem ini dinamakan
“vertiminaponik”. Vertiminaponik diintroduksikan dengan bentuk persegi berukuran panjang 140
cm, lebar 100 cm dan tinggi 90 cm berupa tandon air berbahan fibreglass dengan volume 500
liter air. Sistem ini dilengkapi dengan talang plastic dengan panjang 1 meter sebanyak delan buah
yang disusun di rak besi yang diletakkan diatas tandon air/kolam. Media tanam yang digunakan
adalah batu zeolit berukuran 20 mesh yang dicampur dengan bahan organic dan tanah mineral
3
dengan perbandingan 3:1. Sistem penanaman dengan menggunakan vertiminaponik dilakukan
secara padat tebar, yang artinya benih
disebar dengan jarak tanam sangat padat. Selain itu, ikan yang dibudidayakan juga secara padat
tebar, yaitu 300 ekor untuk ikan lele, sedangkan bawal, nila dan patin sekitar 150-200 ekor.
Wall gardening.Sistem budidaya wall gardening termasuk dalam jenis budidaya tanaman
vertical. Bedanya sistem ini, memanfaatkan tembok atau dinding sebagai tempat untuk
menempatkan modul pertanaman. Model wall gardening sangat popular untuk tanaman hias dan
bahkan sudah banyak dijumpai di gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan. Salah satu
model wall gardening yang diintroduksikan oleh BPTP Jakarta adalah sistem kantong yang
sangat mudah dan murah untuk diaplikasikan oleh masyarakat. Wall gardening dengan sistem
kantong ini dapat dibuat dari lembaran filter geotextile, bahan screen atau terpal. Selain sistem
kantong, wall gardening yang mudah diaplikasikan adalah sistem modul, dengan menggunakan
media tanam campuran cocopeat dan pupuk kandang/kompos yang dimasukkan ke dalam modul.
Penyiraman dan pemupukan untuk sistem wall gardening ini biasanya menggunakan sistem
fertigasi otomatis.
Sub Sistem Peternakan, merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan cara
memproduksi ternak di wilayah perkotaan. DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah dengan
segala kekhasannya dalam pengembangan ternak. Telah diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta
No.4 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas, bahwa penyakit flu burung
(Avian Influenza) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan sebagai Kejadian Luar
Biasa sehingga perlu segera dilakukan langkah-langkah pengendalian secara menyeluruh
terhadap pemeliharaan dan peredaran unggas. Oleh karena itu, berdasarkan Perda tersebut, maka
perlu adanya alternatif lain dalam pengembangan ternak di wilayah perkotaan, khususnya
Jakarta.
Kelinci merupakan ternak yang sangat sesuai untuk dipelihara di wilayah perkotaan, terutama
sebagai pengganti daging sumber protein untuk pengganti ternak unggas (ayam buras) yang
sudah dilarang pemeliharaannya di DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian, disebutkan bahwa
daging kelinci mempunyai protein yang lebih tinggi dibandingkan ayam, sapi, domba dan bahkan
babi. Berikut mengenai kandungan gizi daging kelinci dan ternak lainnya:
3. Permasalahan Mitra
Berdasarkan kondisi riil di lapangan permasalahan komunitas di BSI Gesit yang terjadi saat ini
adalah :
4
1. Tidak ada ketersediaan modal operasional dan pengadaan sarana dan prasarana
Untuk kegiatan urban farming dan kompos.
2. Belum adanya Program Pemerintah yang mendorong urban farming sebagai solusi dari
indicator ketahanan pangan khususnya daerah Perkotaan.
3. Belum dilibatkannya pihak swasta dalam kegiatan urban farming.
4. Belum adanya suatu kelompok/komunitas yang membuat jaringan pemasaran distribusi
dari hasil panen urban farming agar dapat memotivasi para petani di kota dan dapat
sebagai alternative penghasilan tambahan untuk masyarakat yang giat dalam urban
farming.
5. Target Luaran
Target luaran yang hendak dicapai dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat di atas
adalah:
1. Peningkatan kesadaran masyarakat akan lingkungan sehat, rapi, dan bersih.
2. Terealisasi pembentukan workshop di bank sampah Induk Gesit untuk Kegiatan urban
farming.
3. Sarana penyemaian bibit sayuran; dan pelaksanaan kegiatan urban farming di BSI.
4. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan untuk sekolah SMA yang ada di Kecamatan Setibudi
6. Biaya Kegiatan
RANCANGAN BIAYA PENGABDIAN
No Uraian Biaya
1. Biaya operasional (survey dan workshop) 600.000
2. Biaya bahan habis pakai 1.325.000
3. Biaya seminar di UB -
4. Biaya ATK dan laporan 75.000
5. Honor pengabdi -
Jumlah Biaya 2.000.000
5
Biaya Operasional
Jumlah 1.475.000
8. Jadwal Pelaksanaan
6
Agustus September Oktober November
No Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Pembuatan
4 laporan
7
Lampiran 1. Biodata Ketua Tim Pengusul