Muhammad Amir
Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar
Jalan Sultan Alauddin – Talasalapang Km 7 Makassar, 90221
Telepon (0411) 885119,883748, Fax (0411) 865166, HP 081344797300
Email: muhabpnb@yahoo.co.id
Naskah diterima tanggal 4 Oktober 2017. Naskah direvisi 18 Oktober 2017. Naskah disetujui 30 Oktober 2017.
Abstrak
Kajian ini bertujuan menguraikan gerakan perlawanan Petta Barang terhadap pemerintah Belanda
di daerah Bugis. Metode yang digunakan adalah metode sejarah, yang menjelaskan suatu persoalan
berdasakan perspektif sejarah. Prosedur kerjanya terdiri atas heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi. Hasil kajian menunjukkan, pendudukan militer Belanda dan mengambilan kekuasaan
pemerintahan atas Kerajaan Bone oleh pemerintah kolonial Belanda menjadi latar belakang munculnya
gerakan Petta Barang. Ia memulai gerakannya sebagai seorang dukun yang sakti dan “menjual” atau
membagikan jimat kepada pasien atau penduduk yang bersedia menjadi pengikutnya. Oleh karena
itu, nama dan kesaktian Petta Barang semakin terkenal di masayarakat serta pengaruhnya pun
semakin luas, baik di daerah Bone pada khususnya maupun di daerah Bugis pada umumnya. Setelah
kedudukannya cukup kuat, Petta Barang memerintahkan kepada para pengikutnya untuk melancarkan
serangan terhadap kedudukan pasukan Belanda di Watampone, Pattiro Bulu, dan sejumlah tempat di
daerah Bugis. Selain itu, juga melakukan penyerangan terhadap pasukan patroli Belanda pada setiap
ada kesempatan, sehingga cukup merepotkan pasukan Belanda. Itulah sebabnya, pemerintah Belanda
memusatkan perhatian dan mengerahkan kekuatan militer untuk menumpas gerakan Petta Barang
bersama para pengikutnya. Usaha-uasaha itu akhirnya membuahkan hasil ketika Petta Barang berhasil
ditangkap di Citta, Soppeng pada 1913.
Kata kunci: Petta Barang, gerakan, Kerajaan Bone, Belanda.
Abstract
This study aims to reveal and explain the movement of Petta Barang against the Dutch government in
the Bugis region. The method used is the historical method, which explains a problem based on historical
perspective. The work procedure consists of heuristics, source criticism, interpretation, and historiography.
The results of the study show that the Dutch military occupation and take the power of government over the
Kingdom of Bone by the Dutch colonial government became the background of the Petta Barang movement.
He began his movement as a magic shaman and “sold” or distributed amulets to patients or the people
who wished to be his followers. Therefore, the name and the magical power of Petta Barang became more
popular in the society as well as his popularity increasingly widespread, both in Bone area in particular and
in the Bugis region in general. Having had strong position, Petta Barang ordered his followers to launch an
attack on the position of Dutch troops in Watampone, Pattiro Bulu, and some places in the Bugis area. In
addition to that, he also attacked the Dutch patrol troops at every opportunity, so quite troublesome Dutch
troops. That is why the Dutch government concentrated and mobilized the military power to quell the
Petta Barang movement with his followers. The Dutch troops finally succeded following the caught of Petta
Barang in Citta, Soppeng in 1913.
Keywords: Petta Barang, movement, Kingdom of Bone, and The Dutch
P
Karaeng Segeri telah diasingkan ke Bandung dan
enataan kedudukan kekuasaan pemerintah
sejumlah bangsawan tinggi telah gugur di medan
Hindia Belanda di Bone seusai perang tahun
perang atau ditangkap oleh pasukan Belanda tidak
1905, tidak berjalan sebagaimana yang mereka
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 210
A. Swart (September 1906-April 1908), Memori Selain itu, pemerintah Belanda juga bermaksud
van Overgave (MvO)dari A. J. Baron Quarles de untuk menguasai sejumlah pelabuhan, termasuk
Quarles (Mei 1908-Agustus 1910), dan Memori Pelabuhan Bajoe dan Pallime di Bone. Hal itu tidak
van Overgave (MvO) dari W. J. Coenen (Oktober terlepas dari rencana Belanda untuk melaksanakan
1910-Agustus 1913). Laporan dan studi tersebut, kebijakan pelabuhan wajib pajak. Rencana itu mulai
tidak hanya memberi inspirasi dan pemahaman tampak ketika pemerintah Belanda di Makassar
tentang gerakan Petta Barang, tetapi juga. menjadi pada 1900, menyebabkan informasi kepada
rujukan dalam kajian ini. kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, bahwa
kebijakan pelabuhan bebas akan dihapuskan, dan
METODE PENELITIAN
kepada mereka akan diberikan uang ganti rugi atas
Kajian ini menggunakan metode sejarah yang
pungutan-pungutan pajak impor-ekspor, cukai,
terdiri atas heuristik (pencarian dan pengumpulan
pajak pelabuhan, pajak jangkar, dan ketentuan-
sumber), kritik (analisa sumber); interpretasi
ketentuan lain yang menyangkut pelayaran dan
(penafsiran); dan merekonstruksi dalam bentuk
perdagangan. Ganti rugi tersebut, pada dasarnya
narasi sejarah atau historiografi (Notosusanto,
merupakan langkah politik untuk menegaskan
1978: 17; Gottschalk, 1986: 34). Pengumpulan
bahwa kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan berada
sumber berupa arsip atau dokumen-dokumen
di bawah kekuasaan Belanda (Poelinggomang,2002:
pemerintah kolonial Belanda dilakukan pada
90; Tol, 2009: 169).
lembaga kearsipan, terutama di Badan Arsip dan
Kebijakan pemerintah Belanda itu, mendapat
Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan di Makasar
penolakan dari kerajaan-kerajaan yang berdaulat di
dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Sulawesi Selatan karena akan melenyapkan sumber
Selain itu, juga dilakukan pengumpulan sumber
pendapatan dan wilayah kekuasaan mereka,
pustaka berupa buku, artikel, laporan penelitian,
termasuk Bone. Kendatipun gubernur Sulawesi
dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan
yang menginformasikan rencana kebijakan itu
gerakan Petta Barang. Untuk melengkapi sumber
dengan berkunjung langsung ke Bone. Kemudian
tertulis, kajian ini juga menggunakan sumber
masih dijelaskan lagi oleh residen Belanda yang
lisan berupa hasil wawancara dengan tokoh-tokoh
ditempatkan di Bone (Surat Gubernur pada 19
masyarakat yang dapat memberikan informasi
Maret 1900). Sikap kerajaan-kerajaan di Sulawesi
tentang gerakan Petta Barang. Setelah sumber
Selatan, khususnya Bone itulah yang antara lain
terkumpul dilakukan analisis melalui tahapan kritik
menyebabkan penghapusan kebijakan pelabuhan
sumber untuk memastikan otentitas dan validitas
bebas dan pelaksanaan kebijakan pelabuhan wajib
sehingga menjadi suatu fakta. Selanjutnya fakta-
pajak tertunda (Polinggomang, 2002: 90-91).1
fakta yang telah diperoleh diinterpretasi kemudian
direkonstruksi menjadi narasi sejarah tentang
gerakan Petta Barang. 1 Sebab-sebab lain tertundanya pelaksanaan wajib
pajak di Makassar: Pertama, menurut hasil penelitian
PEMBAHASAN
Vermeulen (1896) dan laporan Gubernur Sulawesi Gerrit
Latar Belakang Gerakan W.W.C. Baron van Hoevell (1898-1903) pada 1900,
Pemerintah Hindia Belanda bergiat bahwa penduduk Sulawesi Selatan memegang peran
memperluas wilayah kekuasaannya di Sulawesi penting dalam kegiatan niaga di wilayah Kepulauan
Selatan pada awal ke-20. Usaha perluasan wilayah Hindia-Belanda bagian timur. Kedua laporan ini
kekuasaan tersebut, bukan hanya bertujuan menyebabkan pemerintah meragukan keterangan bahwa
menguasai daerah-daerah potensial bagi usaha kebijakan pelabuhan wajib pajak hanya akan mengurangi
pertanian, perkebunan, dan pertambangan volume perdagangan di Makassar sebesar 22 persen.
dalam rangka perluasan penanaman modal Kedua, kerajaan-kerajaan bumiputra dapat memblokade
swasta Belanda di Sulawesi Selatan. Tetapi juga pelayaran penduduk ke bandar niaga pemerintah.
dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban dan Ketiga, diperkirakan pendapatan dari kerajaan-kerajaan
bumiputra tidak dapat terpenuhi. Keempat, kerajaan-
ketentraman guna menjamin keberhasilan usaha
kerajaan bumiputra dapat mengembangkan bandar niaga
penanaman modal swasta Belanda tersebut. Selain
mereka untuk bersaing dengan bandar niaga pemerintah
itu, juga dimaksudkan untuk mencegah pengaruh sehingga muncul perdagangan gelap. Kelima, kerajaan-
politik bangsa asing lainnya pada kerajaan-kerajaan kerajaan bumiputra dapat meningkatkan hubungan
di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone politik dan ekonomi dengan negara asing sehingga
(Kadir,dkk.1984: 45; Abduh, dkk.1985: 96). mengancam kedudukan politik dan ekonomi pemerintah.
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 212
Patola untuk menyampaikan ultimatun terakhir Bajoe dan sekitarnya pada 29 Juli, Watampone (30
kepada raja Bone, yaitu agar bersedia menerima Juli), Palakka (31 Juli), dan Pasempe (2 Agustus)
segala tuntutan dalam waktu 2x24 jam (Anonim, 1905 (Anonim, 1905: 353-357; Ali,1984: 18-23;
1905: 353; Anonim,1915: 30).5 Raja Bone lalu Anonim, 1915: 43; Tol, 2009: 178).
menyampaikan kepada perutusan Belanda, bahwa Kekalahan itu memaksa raja Bone keluar
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di dari wilayah kekuasaannya dan menjalin
Bone, baik untuk kepentingan raja maupun untuk kerjasama dengan kerajaan lain untuk melawan
kepentingan rakyat, tidak ditentukan oleh raja pasukan Belanda. Setelah kurang lebih empat
sendiri. Melainkan harus melalui musyawarah yang bulan (Agustus-November) raja Bone bersama
disepakati oleh dewan Ade Pitu Bone (Ali, 1984: 14; pasukannya melakukan perlawan gerilya, keluar
Amir, 2003: 87). masuk hutan, naik turun gugung, berpindah dari
Pada 20 Juli 1905, raja Bone menyampaikan tempat ke tempat lainnya, akhirnya terjadilah
jawaban penolakan, bahwa semua usaha untuk pertempuran di Pegunungan Awo, Tanah Toraja
membawa Bone kepada pemikiran yang lebih baik pada 18 Novemver 1905. Pada pertempuran itu,
haruslah dipandang tidak bermanfaat (Kielstra,1910: Petta Ponggawae Abdul Hamid bersama puluhan
362; Kadir,1984: 48).6 Penolakan Bone itu pimpinan laskar Bone gugur sebagai kusuma
merupakan isyarat bagi pimpinan ekspedisi untuk bangsa. Sementara raja Bone berhasil ditangkap dan
melakukan penyerangan. Pada hari itu, pasukan ditawan oleh pasukan Belanda. Kemudian dengan
Belanda mulai melakukan pendaratan di Ujung alasan demi keamanan dan ketertiban, raja Bone
Pattiro tanpa mendapat perlawanan yang berarti. diasingkan oleh pemerintah Belanda ke Bandung
Menyusul pendaratan di Bajoe pada 27 dan 28 Juli pada 14 Desember 1905 (Abduh,1985: 109; Patunru,
1905, yang disertai dengan tembakan-tembakan 1989: 285; Amir, 2003: 115).
meriam dari kapal-kapal perang Belanda. Meskipun
Asal Mula Gerakan Petta Barang
laskar Bone memberikan perlawanan atas serangan
Gugurnya Petta Ponggawae Adul Hamid
itu, namun pasukan Belanda berhasil menduduki
di Pegunungan Awo dan pengasingan Raja Bone
La Pawawoi Karaeng Segeri ke Bandung, tidak
Riemsdijk, De Goen, Bromo, H. N. Hertog, Hendrik, berarti bahwa perlawanan Bone terhadap Belanda
Koningin, Regentes, De Ruyter, Soeland, Borneo,
telah berakhir. Sebab tidak lama setelah Bone
Asahan, Serdang, Brak, Tjantik II, dan Argus. Pasukan
diduduki dan dikuasai Belanda, timbul gerakan
ekspedisi itu, pada mulanya di bawah pimpinan oleh
Kolonel Infantri Van der Wedden sebagai Panglima perlawanan yang dipimpin oleh Petta Barang.
Operasi, dan Kolonel Infantri C. A. van Loenen sebagai Siapa sesungguhnya Petta Barang atau Daeng
Wakil Panglima Operasi, serta Kolonel Kaveleri Jhr. L. Pabarang,7 belum dapat dipastikan. Sumber tertulis
D. C. de Lannoy sebagai Panglima Tempur. Berhubung dan keterangan lisan yang berhasil dikumpulkan,
karena Kolonel Van der Wedden sakit, maka ia kemudian belum dapat memastikan asal-usulnya. Oleh
digantikan oleh Kolonel Van Loenen sebagai Panglima karena riwayat tentang asal-usul tokoh itu lebih
Operasi. bersifat mitos. Ia dikisahkan hadir ke dunia ini
5 Dalam sumber lain disebutkan bahwa isi pokok tidak seperti manusia biasa, tetapi diturunkan dari
tuntutan itu adalah Bone harus menandatangani langit (Tomanurung). Keterangan itu diperoleh
ketentuan penyerahan kekuasaan kepada pemerintah W.J. Coenen, ketika melakukan percakapan
Belanda, persetujuan ganti rugi, pelaksanaan penarikan
dengan Petta Barang sebelum diasingkan ke Jawa.
pajak atas ekspor dan impor, mengakui hak pemerintah
Dari percakapan itu terungkap pula bahwa, Petta
Belanda dalam daerah Bone. Sehubungan dengan itu,
maka pegawai pemerintah Belanda akan ditempatkan di Barang sangat bangga mendapat penghormatan
Bone (Kielstra,1910: 362). dalam lingkungannya. Dahulu ia senantiasa berada
6 Sementara sumber lain menyebutkan, Arumpone dalam lingkungan istana. Ketika berada di Bikeru
menyatakan bahwa dia tidak bermaksud melawan pada masa mudanya, ia dianugerahi sebuah keris
pemerintah, tetapi tuntutan yang diajukan terlalu berat. bersarung emas oleh salah seorang pengikutnya
Mengenai permintaan konpensasi keuangan yang harus (Coenen,1913: MvO).
diberikan oleh Bone kepada Belanda, Arumpone menulis
“Sekalipun orang menjual seluruh penduduk Bone, 7 Nama pemimpin gerakan itu dalam sumber arsip
hasilnya saya kira tidak akan cukup untuk membayar pemerintah kolonial Belanda disebut Daeng Pabarang,
jumlah yang telah ditetapkan Jenderal”(Anonim,1915: sedang di kalangan orang Bone dikenal dengan sebutan
Lamp.XII; Tol,2009: 175). Petta Barang.
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 214
juga penguasa dan penduduk daerah itu merupakan yang mistik (Poelinggomang & Muh. Arfah, 1995:
pendukung setia raja-raja Bone. Itulah sebabnya 56).
Pasempe selalu dijadikan sebagai tempat pertahanan Banyak bangsawan yang bekerjasama dan
dan pengungsian raja-raja Bone(Nabba,2006: 117; membantu Petta Barang. Putra Ratu Tanete,
Mappangara,1996: 198; Amir,2003: 100).11 La Tenri Sessu, yang turut membantu pasukan
Kehadiran Petta Barang di Pasempe memiliki Belanda pada 1905, ternyata kemudian bekerjasama
arti yang penting bagi munculnya gerakan dan membantu Petta Barang. Orang-orang di
perlawanan terhadap pemerintah Belanda di Soppeng pada umumnya mengenal Petta Barang
Bone setelah ekspedisi militer 1905. Petta Barang dan mendukungnya. Bahkan regent Sigeri
memulai kegiatannya sebagai seorang dukun. menggabungkan diri secara diam-diam dengannya
Selain praktek perdukunan, ia juga membagikan dan mengirimkan bantuan uang kepada Petta
dan menjual jimat kepada mereka yang datang Barang. Dukungan dan bantuan yang diperoleh dari
kepadanya. Jimat itu dikatakan memiliki kekuatan para bangsawan tinggi yang mendasari pernyataan
magis yang dapat menyelamatkan pemakainya Swart bahwa semakin bertambahnya pengikut dan
dari bahaya dan menjadikan pemakainya kebal semakin luas pengaruhnya, bukan hanya karena
terhadap senjata. Melalui praktek perdukunan dan perjuangannya dalam menentang pemerintahan
penjualan jimat, Petta Barang mengorganisasikan Belanda, melainkan yang terpenting adalah jaminan
kekuatan untuk melawan Belanda di Bone. Setiap pemondokan dan pangan yang disediakan bagi
orang yang datang kepadanya untuk berobat atau pengikutnya (Swart,1908: MvO; Poelinggomang &
membeli jimatnya, Petta Barang memperkenalkan Muh. Arfah,1995: 57).
diri sebagai seorang utusan para dewa. Ia hadir ke
Penyerangan Watampone dan Pattiro Bulu
dunia tidak seperti manusia biasa, ia diturunkan
Kegiatan Petta Barang di Pasempe dalam
dari langit dan memiliki kekuatan berkat cahaya
mengorganisir kekuatan perlawanan, tidak
kesucian dari yang maha suci dan maha ajaib yang
diketahui dan tidak disadari pemerintah Belanda
mengitarinya (Coenen, 1913: MvO).
di Bone. Hal itu bukan saja karena cara yang
Pernyataan tersebut menunjukkan, Petta
digunakan adalah melalui praktek perdukunan
Barang diutus ke dunia ini untuk memimpin rakyat
dengan sistem pengobatan tradisional, tetapi juga
dan memulihkan keamanan dan ketertiban demi
karena perhatian dari pasukan Belanda diarahkan
terwujudnya masyarakat yang damai dan sejahtera.
untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sulawesi
Selain itu, kehadiranya pada waktu Bone sudah
Selatan. Para penguasa lokal harus menyerahkan
tidak lagi diperintah oleh keturunan Tomanurung,
kekuasaannya dan mengakui kedudukan kekuasaan
peletak dasar terbentuknya kerajaan, memberi
pemerintah Belanda. Daerah-daerah yang telah
arti bahwa ia datang untuk memimpin rakyat
diduduki dan dikuasai, terutama setelah pemerintah
mengusir pemerintah Belanda dan mengembalikan
lokal menyerahkan kekuasaannya dan mengakui
kedudukan kekuasaan Kerajaan Bone. Pernyataan
kedudukan kekuasaan pemerintah, ditempatkan
diri sebagai bukan manusia biasa menyebabkan
satu regu pasukan pada kota pusat pemerintahan
dalam waktu singkat, ia berhasil mengumpulkan
yang diperlengkapi dengan beberapa orang tenaga
pengikut dalam jumlah banyak dan dengan mudah
administrasi. Di wilayah bekas Kerajaan Bone,
pengaruhnya tersebar luas. Pengaruhnya tidak
pasukan Belanda pada mulanya ditempatkan di
hanya dikenal dalam kalangan rakyat biasa, tetapi
Watampone, Pompanua,Mare, dan Pattiro Bulu
juga dalam kalangan bangsawan tinggi. Bahkan
(Arsip Bone, No.5/2; Patunru, 1989: 286; Amir,
menurut Coenen, bahwa orang yang tidak pernah
2003: 116).
melihatnya juga memandangnya sebagai pribadi
Keadaan itu melapangkan Petta Barang lebih
11 Sepanjang sejarahnya, Bone baru dapat dikalahkan leluasa mengorganisir kekuatan di Pasempe, untuk
setelah benteng pertahanan di Pasempe berhasil dikuasai menyerang kedudukan pemerintahan Belanda di
oleh musuhnya. Faktanya Gowa dapat menaklukkan Bone Watampone. Penampilannya sebagai dukun sakti
setelah kekalahan di Pasempe (rumpaqna Pasempe) pada dan pemberian jimat kekebalan kepada pengikutnya,
1643, Raja Bone Pancai Tana Basse Kajuara mengungsi ke ia berhasil memperoleh pengikut yang banyak.
Passempe dan mengalami kekalahan di tempat itu pada Para pengikutnya yakin mereka kebal terhadap
waktu ekspedisi militer Belanda tahun 1860. Demikian senjata berkat jimat itu sehingga membangkitkan
juga Raja Bone La Pawawoi Karaeng Segeri, pada waktu keberanian dan semangat perjuangan. Setelah
ekspedisi militer Belanda tahun 1905.
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 216
cemas dan ketakutan dengan berita penyerangan Keberhasilannya dalam meloloskan diri setiap usaha
susulan, diharapkan mereka berpikir bahwa penyergapan, semakin menimbulkan ketenaran
kelompok perlawanan Petta Barang termasuk di kalangan pengikut dan penduduk. Timbul
kelompok yang kuat dan beranggotakan para anggapan bahwa tokoh itu cepat menghilang
pemberani. Sebab jika tidak demikian, mereka pasti apabila hendak ditangkap. Juga dikisahkan bahwa ia
tidak berani mengumumkan rencana penyerangan sering berganti wajah, sebentar kelihatan bagaikan
berikutnya. seorang yang sudah tua, dan kadang-kadang
Taktik perlawanan tersebut, juga tampak bagaikan seorang pemuda yang gagah dan
dimaksudkan agar penduduk tidak berani tampan. Kesemuanya itu bukan hanya mengandung
menentang para pengikut Petta Barang, bahkan kekaguman yang merangsang orang untuk berguru
sebaliknya memberikan kemudahan dan fasilitas dan menjadi pengikutnya, melainkan juga membuat
agar terhindar dari ancaman. Di samping itu, kegelisahan dan ketakutan di kalangan penduduk
juga dapat mempengaruhi penduduk untuk ikut (Transkrip No.5 dan Transkrip No.22).
menjadi pengikut Petta Barang. Selanjutnya, Pada Januari 1908, tersebar berita Petta
dengan rangsangan pemberian jimat yang dapat Barang akan melancarkan serangan terhadap
memberikan kepada pemakainya kekebalan bivak di Pattiro Bulu. Berita itu mendorong
terhadap senjata, dapat dipastikan bahwa Petta pemerintah Belanda mengirimkan dua brigade
Barang semakin bertambah pengikutnya. Terlebih polisi militer (marechaussees) ke Pattiro Bulu.
lagi Petta Barang bersama para pengikutnya, juga Pengiriman pasukan itu dilakukan secara rahasia,
mendapat fasilitas pemondokan dan pangan dari tanpa diketahui oleh pengikut Petta Barang. Berita
bagsawan-bangsawan dan para penguasa lokal yang itu menjadi kenyataan ketika para pengikut Petta
mendukung dan membantu perjuangannya dalam Barang melancarkan serangan terhadap bivak di
menentang kekuasaan Belanda. Pattiro Bulu pada awal Februari 1908. Serangan
Maksud lain dari pemberitaan penyerangan yang dilancarkan dengan jumlah anggota yang
susulan tersebut, juga bertujuan mengundang cukup banyak dengan bersenjatakan tombak dan
pasukan Belanda melakukan patroli. Pasukan keris itu berhasil dikalahkan oleh pasukan Belanda
patroli umumnya berjumlah kecil, biasanya satu yang telah dipersiapkan sebelumnya. Bahkan
regu. Jumlah pasukan yang kecil itu akan lebih pasukan Belanda berhasil melancarkan serangan
memungkinkan para pengikut Petta Barang yang balik terhadap kelompok penyerang yang berusaha
hanya bersenjatakan tombak dan keris lebih berani melarikan diri. Pada peristiwa itu, 39 orang
dan berhasil menyerang. Serangan-serangan itu pengikut Petta Barang gugur dan luka-luka tidak
juga sekaligus merupakan demontrasi keberanian diketahui. Selain itu, juga beberapa orang pengikut
dan kehebatan pengikut-pengikut Petta Barang. Petta Barang berhasil ditangkap dan ditawan oleh
Laporan-laporan pemerintah Belanda menyangkut pasukan Belanda (Kolonial Verslag, 1908: 92;
kegiatan Petta Barang pada 1907, menunjukkan Poelinggomang & Muh. Arfah, 1995: 65).
bahwa serangn lebih banyak dilakukan terhadap Kegagalan itu mempunyai dampak terhadap
pasukan patroli secara tiba-tiba, kemudian segera kesetiaan para pengikut Petta Barang. Sebab tidak
lari meninggalkan lokasi penyerangan. Keberanian lama setelah peristiwa itu, Karaeng Bado, salah
yang tampilkan dan didemontrasikan para pengikut seorang pemimpin penyerangan bivak Pattiro Bulu,
Petta Barang pada gilirannya juga menggugah menyerahkan diri kepada pasukan Belanda. Karaeng
penduduk mengagumi pemimpin mereka. Hal itu Bado selanjutnya diajukan ke pengadilan negeri dan
bukan hanya memudahkan penduduk menerima dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Selain itu, juga
mitologi yang ditampilkan untuk melegitimasikan karena terjalin kerjasama yang baik antara para
kedudukan kepemimpinan Petta Barang, melainkan pemimpin rakyat dan penduduk dengan pasukan
juga menerimanya sebagai seorang pemimpin Belanda dalam usaha pengejaran, sehingga semakin
gerakan perlawanan yang memiliki kesaktian dan menyulitkan pergerakan Petta Barang bersama
menguasai kekuatan supernatural. para pengikutnya. Terlebih setelah paman, istri,
Petta Pabarang sebagai pimpinan gerakan, dan saudara perempuan Petta Barang ditangkap
belum berhasil ditangkap dan ditawan hingga oleh pemerintah kolonial. Akibatnya kedudukan
akhir 1907. Setiap usaha penyerangan terhadap kepemimpinannya semakin merosot, bahkan di
tokoh itu selalu gagal, sebab ia senantiasa dapat kalangan para pengikutnya berkembang pemikiran
meloloskan diri dari sergapan pasukan Belanda. yang meragukan kedudukan Petta Barang sebagai
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 218
Pada waktu Gubernur Sulawesi A. J. Baron Baringeng pada September 1910 (Poelinggomang &
Quarles de Quarles (Mei 1908–Agustus 1910) Muh. Arfah,1995: 70).13
tampil menggantikan Gubernur Swart, usaha Ketika W.J. Coenen menjadi gubernur
untuk mengejar dan menangkap Petta Barang Sulawesi (Agustus 1910 – Oktober 1913), usaha
kurang mendapat perhatian. Sebab, menurutnya mengatasi berbagai gerakan perlawanan dan
bahwa Petta Barang bukanlah seorang yang gangguan keamanan kembali menjadi perhatian
berbahaya. Karena itu usaha pengejaran secara penting dan diarahkan pada tindakan militer.
khusus terhadapnya dihentikan. Hanya pasukan- Demikian pula halnya dengan gerakan Petta Barang,
pasukan patroli yang berada di setiap tempat sebab menurutnya ia merupakan seorang tokoh
diharapkan waspada terus dan jika menemukan yang berbahaya. Petta Barang memiliki pengaruh
dilakukan pengejaran dan menangkap, bukan yang sangat luas dalam kalangan masyarakat Bugis
hanya Petta Barang melainkan juga para pemimpin dan Makassar, baik dalam lingkungan bangsawan
gerakan kerohanian dan gerakan perbanditan tinggi, kepala-kepala kampung maupun masyarakat
lainnya. Sementara perhatian yang diutamakan umum. Ia merupakan seorang tokoh yang
adalah perbaikan kehidupan ekonomi dan sosial berwibawa, dan oleh masyarakat dipandang sebagai
serta penataan wilayah pemerintahan, misalnya, seorang tomanurung. Karena itu, menurut Coenen
perbaikan jalan, jembatan, dan irigasi (Quarles, gerakan itu harus dibinasakan dengan kekuatan
1910: MvO). militer. Ia memerintahkan dilakukan patroli militer
Pada dasarnya Quarles berpendapat bahwa khusus untuk mengejar dan menangkap Petta
melalui perbaikan penataan wilayah pemerintahan, Barang (Coenen,1913: MvO).
sarana dan prasarana yang menunjang perbaikan Pengejaran yang dilakukan oleh pasukan
kehidupan ekonomi, akan mampu mengatasi Belanda itu menyebabkan kedudukan Petta Barang
berbagai tantangan dan perlawanan yang semakin terdesak. Dalam keadan itu, ia akhirnya
diorganisir oleh pemimpin-pemimpin gerakan berusaha menggabungkan diri dengan kelompok
dan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Andi Panambong, yang selama itu mengorganisir
hukum seperti perampokan. Apa yang dicanangkan kegiatan perampokan di Soppeng. Penggabungan
oleh Quarles itu, berhasil mengatasi gangguan itu memberikan dorongan keberanian kepada para
ketertiban dan keamanan yang terjadi di Sulawesi pengikut Andi Panambong untuk melaksanakan
Selatan pada umumnya dan Bone pada khususnya. perampokan secara terang-terangan. Namun
Perbaikan pemerintahan, kehidupan ekonomi, dan kegiatan perampokan itu memudahkan bagi
sosial berhasil memikat jalinan kerjasama yang
baik antara para pemimpin rakyat dan masyarakat 13 Peristiwa itu bermula ketika Matoa Baringeng
dengan pemerintah Belanda (Quarles,1910: MvO). berhasil mengambil arajang Lamuru pada waktu Datu
Lamuru diturunkan oleh pasukan Belanda. Arajang itu
Jalinan kerjasama yang melibatkan para
kemudian disembunyikan di rumah salah seorang anak
pemimpin rakyat dan masyarakat tersebut, tidak
dari Madanrang Petojo. Setelah terbentuk pemerintahan
hanya ikut bekerja memperbaiki sarana dan baru di Lamuru, penguasa Lamuru meminta agar
prasarana kehidupan, tetapi juga memberi bantuan Matoa Baringeng menyerahkan arajang itu kembali
dalam usaha menjamin keamanan dan ketertiban. kepada pemerintah. Permintaan itu ditolak oleh
Arung Cenrana bersama patroli penduduk telah Matoa Baringeng dan berkat hasutan dari Madanrang
membantu pemerintah Belanda membinasakan Petojo, arajang itu dipertahankan dan berusaha
kelompok perampok yang dipimpin La Matto, memindahkannya ke Kampung Enrekang (Lamuru).
seorang narapidana yang melarikan diri dari penjara Meskipun demikian, para kepala kampung dari Lamuru
Watampone dan mengorganisir perampokan di berhasil mengambil kembali arajang itu di Enrekang dan
Cenrana dan Sailong. Penyerangan yang dilancarkan menyerahkan kembali kepada pemerintah. Karena itu,
penduduk di bawah pimpinan Arung Cenrana pada Matoa Baringeng dan Madanrang Petojo merencanakan
penyerangan terhadap pemerintah Belanda di Lamuru.
November 1909, berhasil membinasakan La Matto
Peristiwa itu dapat dipadamkan berkat kerjasama antara
bersama seorang pengawalnya serta menawan
pemerintah Belanda dengan para kepala kampung dan
empat orang pengikutnya. Selain itu, juga berkat rakyat. Bahkan peristiwa itu dalam waktu singkat dengan
kerjasama sehingga setiap persiapan gerakan mudah dapat diselesaikan, tanpa terjadi korban harta
rakyat dengan mudah dapat dipadamkan sebelum dan jiwa berkat kerjasama yang telah terjalin antara
meletus, karena dengan segera dilaporkan kepada pemerintah kolonial Belanda dengan para pemimpin
pemerintah Belanda, misalnya gerakan Matoa atau kepala-kepala kampung.
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 220
ini, terutama terhadap almarhum Dr. Edward L. Kadir, Harun, dkk. 1984. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Poelinggomang, Drs. Muhammad Arfah, Andi Republik Indonesia di Sulawesi Selatan 1945-1950.
Mappasissi, Andi Muhammad Ali, dan Taggala. Ujung Pandang: Kerja Sama Bappeda Provinsi
Selain itu, juga terima kasih kepada Andi Ahmad Sulawesi Selatan dengan Unhas.
serta pimpinan dan staf Arsip Nasional Republik Kielstra, E.B. 1910. Kumpulan Artikel, Koleksi Arsip dan
Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan.
Indonesia Jakarta, Badan Arsip dan Perpustakaan
Kolonial Verslag. 1907. Zuid Celebes, Medeelingeng van
Provinsi Sulawesi Selatan, BPNB Makassar, serta het Staatkundige en Algeeme Aart.
pengelola Jurnal Al-Qalam yang telah memasukkan __________. 1908. Zuid Celebes, Medeelingeng van het
artikel ini sebagai bagian edisi ini. Staatkundige en Algeeme Aart.
__________. 1912. Zuid Celebes, Medeelingeng van het
Staatkundige en Algeeme Aart.
DAFTAR PUSTAKA Kroesen, C. A. 1906. Memorie van Overgave van het
Bestuur Over Het Gouvernement Celebes en
Abduh, Muhammad, dkk. 1985. Sejarah Perjuangan Onderhoorigheden. Koleksi Arsip Nasional
Terhadap Imprlialisme dan Kolonialisme di Republik Indonesia, Jakarta.
Sulawesi Selatan. Jakarta: Dekdibdud. Mappangara, Suriadi. 1996. “Kerajaan Bone Abad
Ahmad, Taupik. 2014. “Bandit dan Pejuang: Sejarah XIX: Konflik Kerajaan Bone – Belanda 1816-
Sosial Politik Masyarakat Polongbangkeng (1905- 1860”. Yogyakarta: Tesis Program Pascasarjana
1960-an)”, dalam Jurnal Sejarah dan Budaya Universitas Gadjah Mada.
Walasuji. Makassar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Mattulada. 1998. Sejarah, Kebudayaan, dan Masyarakat
Makassar. Sulawesi Selatan. Makassar: Hasanuddin
Ali, Andi Muh. 1984. Rumpa’na Bone (Perang Bone) 1905. University Press.
Watampone: Damai. Memori Betreffende. 1912. Memori Betreffende de
Amir, Muhammad. 2003. Perlawanan Bone Terhadap Onderafdeeling Bone met Bijlagen (Opgemaath
Belanda Tahun 1905. Makassar: Era Media. Ingevalge Schrijven van het Departemen van
Anonim. 1905. “Gubeurtenissen bij het begin der Boni- Oorlog VII Afdeling, 12 Agustus 1912, No.765).
expeditie door een ooggetuige; Uit mijn dagboek”, Nabba, Andi Palloge Petta. 2006. Sejarah Kerajaan Tanah
dalam Boon’s Geillustreerd Magazijn 7. Bone. Makassar: Yayasan Al Muallim.
_______. 1905-1906. “De Gubeurtenissen in Zuid- Notosusanto, Nugroho. 1978. Masalah Penelitian Sejarah
Celebes”, dalam Weekblad voor Indie 2. Kontemporer. Jakarta: Idayu.
_______. 1915-1916. De Expeditie naar Zuid-Celebes in PaEni, Mukhlis, dkk. 2002. Batara Gowa Messianisme
1905-06, dalam Indisch Militair Tijdschrift, Extra Dalam Gerakan Sosial di Makassar. Yogyakarta:
Bijlage. Gadjah Mada Universtity Press.
Arsip Bone, No.5/2. Koleksi Badan Arsip dan Patang, Lahajdji. 1976. Sulawesi dan Pahlawan-
Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Pahlawannya. Jakarta: YKGMI.
Caron, L. J. J. 1933. Memori van Overgave (MvO) Patunru, Abd. Razak Daeng. 1983. Sejarah Gowa. Ujung
Gouvenement Celebes en Onderhoorigheden Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.
(Agustus 1929 - November 1933). Koleksi Arsip Patunru, Abd. Razak Daeng. 1989. Sejarah Bone. Ujung
Edward L. Poelinggomang. Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan.
Coenen, W.J. 1913. Memori van Overgave (MvO) Pemda Bone. 1993. Selayang Pandang Kabupaten Dati II
Gouvenement Celebes en Onderhoorigheden Bone. Watampone: Pemerintah Kabupaten Bone.
(Oktober 1910 - Agustus 1913). Koleksi Arsip Poelinggomang, Edward L. & Muh. Arfah. 1995.
Edward L. Poelinggomang. “Perlawanan Rakyat Pasca Ekspedisi Militer
Couvreur, A. J. L. 1929. Memori van Overgave (Juni Belanda di Sulawesi Selatan Pada 1905”. Ujung
1924-Juni 1929), dalam Koninklijk Instituut voor Pandang: Laporan Penelitian Bidang Jarahnitra
Taal, Land en Volkenkunde van Nederlandsche- Kanwil Depdikbud Provinsi Sulawesi Selatan.
Indie (KITLV), No. 71. _________. 1980. “Perlawanan Rakyat Gowa Terhadap
Gonggong, Anhar. 1992. Abdul Qahhar Mudzakkar Dari Pendudukan Belanda Tahun 1905”. Yogyakarta:
Patriot Hingga Pemberontak. Jakarta: Gramedia Skripsi Sarjan Universitas Gadjah Mada.
Widiasarana Indonesia. _________. 2002. Makassar Abad XIX: Studi Tentang
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (Diterjemahkan Kebijakan Perdagangan Maritim. Jakarta:
Nugroho Noto-susanto). Jakarta: Universitas Kepstkaan Populer Gramedia (KPG).
Indonesia Press. _________. 2004. Perubahan Politik & Hubungan
Harvey, Barbara Sillars. 1989. Pemberontakan Kahar Kekuasaan Makassar 1906-1942. Yogyakarta:
Muzakkar Dari Tradisi Ke DI/TII. Jakarta: Grafiti. Ombak.
Gerakan Petta Barang di Daerah Bugis pada 1906-1913 - Muhammad Amir | 222