HASAN SADIKIN
BANDUNG
Telaah Jurnal
Divisi : Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial
Oleh : Fitria Nuraeni
Pembimbing : Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K)., MM
Dr. Eddy Fadlyana, dr., Sp.A(K)., M.Kes
Dr. Meita Dhamayanti, dr., Sp.A(K)., M.Kes
dr. Rodman Tarigan, Sp.A(K)., M.Kes
Tanggal : Oktober 2017
Pendahuluan
Kegagalan pertumbuhan linier pada masa anak merupakan bentuk umum dari kekurangan gizi
secara global. Diperkirakan 165 juta anak di bawah 5 tahun mengalami perawakan pendek,
dengan skor Z tinggi badan berdasarkan usia di bawah - 2 standar devasi, namun lebih banyak
lagi anak yang memiliki tinggi badan berdasarkan usia di atas - 2 standar deviasi namun
memiliki gangguan pertumbuhan, juga berpotensi memiliki perawakan pendek . Pada kelompok
usia kurang dari 5 tahun, 45 % angka kematian dipengaruhi oleh kekurangan gizi. Perwakan
pendek digunakan juga sebagai parameter kesehatan pada masa anak, berkaitan dengan potensi
sumber daya manusia di masa yang akan datang, fungsi kognitif, dan produktifitas ekonomi di
masa yang akan datang.
Perawakan pendek saat ini sebagai salah satu masalah kesehatan yang utama. Target World
Healh Assembly bertujuan mengurangi angka perawakan pendek sebesar 40% antara tahun 2010
dan 2025. Kemajuan yang signifikan telah dicapai di Asia, dengan penurunan proporsi anak
perawakan pendek dari 49% menjadi 28% antara 1990 sampai 2010, namun Asia masih menjadi
benua dengan anak-anak paling pendek di seluruh dunia (sekitar 100 juta); di Afrika, prevalensi
perawakan pendek tetap stagnan sekitar 40%, karena pertumbuhan penduduk, jumlah total anak-
anak perawakan pendek meningkat. Tujuan Milenium Development Goals 1 (MDG 1), berfokus
pada pemberantasan kelaparan dan kemiskinan yang ekstrem, menggunakan berat badan rendah
dari pada perawakan pendek sebagai target. Berat badan lebih sering digunakan untuk memantau
pertumbuhan daripada tinggi badan, karena kemudahan pengukuran. Namun berat badan kurang
(low weight-for-age) tidak membedakan antara perawakan pendek (low height-for-age) dan
kurus (low weight-to height). Hal tersebut menjadi beban tersendiri dalam penentuan malnutrisi
pada anak. Secara keseluruhan, negara-negara berkembang memiliki 5% kemungkinan untuk
mencapai MDG 1 (mengurangi proporsi anak-anak dengan WAZ<-2 setengah antara 1990 dan
2015), walaupun 61 dari 141 negara diperkirakan memiliki peluang sukses 50-100 %. Karibia
dan Amerika Latin mencapai MDG 1 ketika diukur sebagai WAZ, tidak akan mencapai target ini
jika menggunakan HAZ sebagai indikator.
Perwakan pendek, berat badan kurang, dan kurus sering terjadi bersamaan dan memiliki
mortalitas dan morbiditas gabungan. Sebagai contoh, analisis data tentang 53.767 anak di Afrika,
Asia dan Amerika Latin menunjukkan bahwa mortalitas pada anak yang mengalami perawakan
pendek dan kekurangan berat badan lebih dari tiga kali lebih besar daripada anak-anak yang
memiliki gizi baik (HR 3.4 (95% CI 2.6-4.3)]; risiko ini meningkat menjadi > 12 kali lipat (HR
12,3 (7,7-19,6)] pada anak-anak yang perawakan pendek, kekurangan berat badan dan kurus.
Sehingga walaupun perawakan pendek dan kurus cenderung dilihat secara terpisah, namun
keadaan tersebut memperberat satu sama lain. Berat badan berdasarkan tinggi badan cenderung
mencerminkan kekurangan asupan makanan atau penggunaan jangka pendek; telah terbukti
keefektifan pemberian makanan pada anak kurus yang memberikan hasil yang baik. Sebaliknya,
mekanisme yang mendasari kegagalan pertumbuhan linier dan intervensi untuk mencegah atau
memperbaiki perawakan pendek masih kurang jelas.
Periode Antenatal
Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara status gizi ibu, hormon endokrin,
dan metabolik serta perkembangan plasenta. Ukuran bayi baru lahir merupakan cerminan
lingkungan intrauterin; prevalensi berat lahir rendah (<2,5 kg) kira-kira enam kali lebih tinggi di
negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Proyek INTERGROWTH-21, sebuah
studi berbasis populasi tentang pertumbuhan janin di delapan negara, menunjukkan bahwa
panjang badan bayi yang baru lahir dihubungkan dengan wanita kaya, sehat, dan berpendidikan.
Pada tahun 2010, jumlah bayi SGA sebanyak 27% bayi lahir hidup di dunia dan hampir 3 juta
bayi lahir prematur dan SGA; hal tersebut meningkatkan risiko gangguan pertumbuhan dan
mortalitas. Dengan menggunakan data kelahiran dari 19 penelitian kohort, Christian dkk.
menunjukkan bahwa, risiko perawakan pendek pasca kelahiran meningkat secara nyata di antara
bayi yang lahir prematur [OR 1,93 (95% CI 1,71-2,18)], SGA [2,43 (2,22-2,66)] dan SGA -
preterm [4.51 (3.42-5.93)] . Secara keseluruhan, diperkirakan bahwa 20% perawakan pendek
berlangsung dari intrauterin. Dalam beberapa situasi, faktor penentu antenatal pada perawakan
pendek tampak lebih penting daripada faktor penatalaksanaan pascalahir.
Kekurangan gizi ibu berkontribusi pada sekitar 20% kematian ibu dan meningkatkan risiko
terhadap kehamilan, mortalitas dan pertumbuhan janin. Perawakan ibu yang pendek, BMI rendah
dan kenaikan berat badan yang buruk selama kehamilan adalah indeks utama yang terkait dengan
berat lahir rendah. Kehamilan dini selama masa remaja, ketika ibu masih tumbuh, meningkatkan
risiko dan menyebabkan hasil obstetrik yang buruk. jarak kelahiran yang jauh juga meningkatkan
risiko gangguan gizi pada ibu. Tinggi badan ibu dikaitkan dengan panjang badan bayi saat lahir
dan dengan perawakan pendek postnatal, yang merupakan gabungan siklus intergenerasi
perawakan pendek (Gambar 1). Berat lahir dan panjang badan bayi berhubungan dengan
pertumbuhan di masa anak-anak. Analisis data longitudinal dari lima penelitian kohort kelahiran
yang menggunakan ukuran tinggi badan di seluruh jalur kehidupan menunjukkan bahwa tinggi
ibu berhubungan dengan tinggi badan pada semua umur (korelasi berkisar antara 0,15 sampai
0,55, P< 0,001) dan tinggi ibu sangat terkait dengan prevalensi perawakan pendek pada usia 2
tahun, serupa dengan temuan dari penelitian cross sectional sebelumnya. Penelitian terbesar
sampai saat ini menggabungkan data dari 109 penelitian demografi dan kesehatan di 54 negara
menunjukkan bahwa tinggi badan ibu berbanding terbalik dengan angka kematian, berat badan
kurang, dan perawakan pendek selama masa anak-anak.
Status gizi ayah juga dapat mempengaruhi perawakan pendek pada anak. Kesehatan ibu
selama kehamilan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena nutrisi bayi sangat
bergantung pada ibu selama 500 hari pertama kehidupan berdasarkan beberapa penelitian tentang
peningkatan status gizi ibu. Beberapa mikronutrien prenatal, pemberian energi dan protein
seimbang pada ibu mengurangi jumalh SGA masing-masing sebesar 9% dan 31%. Suplemen zat
besi harian selama kehamilan mengurangi berat lahir rendah sebesar 20% namun suplemen zink
tidak berpengaruh signifikan terhadap berat lahir. Suplementasi kalsium pada ibu hamil
meningkatkan berat lahir sebesar 85 g (95% CI 37-133) dibandingkan dengan kontrol, dan tiga
percobaan vitamin D pada kehamilan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap berat lahir
rendah (risiko relatif 0,48, 95% CI 0,23-1,01).
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pola makan ibu dapat memediasi perubahan
epigenetik pada janin. Dalam penelitian tentang suplementasi mikronutrien selama periode peri-
konsepsi, perubahan epigenetik terlihat di beberapa daerah yang mengatur pertumbuhan atau
fungsi imun. Intervensi prenatal dapat berdampak pada pertumbuhan pasca kelahiran, seperti
pada penelitian MINIMAT di Bangladesh yang menunjukan suplementasi makanan selama awal
kehamilan mengurangi perawakan pendek pasca kelahiran pada anak. Namun demikian tidak
semua intervensi antenatal menunjukkan efek jangka panjang.
Usia 0-6 bulan
Bayi sehat mengalami pertumbuhan dengan kecepatan maksimal antara usia 0 sampai 6 bulan.
Pada usia ini sangat penting untuk perkembangan neurodevelopmental jangka panjang.
Berdasarkan standar pertumbuhan WHO tahun 2006, prevalensi perawakan pendek pada paruh
pertama masa bayi dua kali lipat dibandingkan perkiraan sebelumnya; di beberapa negara, seperti
India, 20% bayi mengalami perawakan pendek sebelum usia 6 bulan. Oleh karena itu, perlu
peningkatan perhatian terhadap kekurangan gizi pada bayi di bawah usia 6 bulan dan upaya
intervensi dini mungkin.
Pemberian ASI eksklusif (EBF) selama 6 bulan pertama telah direkomendasikan oleh WHO
sejak tahun 2001. Meskipun manfaat EBF telah terbukti untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas serta peningkatan kemampuan kognisi, bukti yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
linier sangat mengejutkan. Dalam sebuah penelitian promosi EBF di tiga negara Afrika,
peningkatan EBF tidak dikaitkan dengan peningkatan skor HAZ pada usia 6 bulan. Kegagalan
pertumbuhan yang terus menerus dari masa janin sampai usia 6 bulan pertama kehidupan
postnatal menunjukkan adanya faktor yang belum diketahui. Dalam sebuah penelitian terhadap
pasangan ibu-bayi Zimbabwe, menunjukan bahwa terjadi inflamasi kronis di awal kehidupan
(pada usia 6 minggu), terdapat penngkatan penanda inflamasi (misalnya CRP) secara terus-
menerus pada anak perawakan pendek dari pada anak tidak perawakan pendek, dan dikaitkan
juga dengan tingkat inflamasi ibu saat melahirkan.
Usia 6-24 bulan
Periode usia 6 sampai 24 bulan merupakan salah satu periode kritis untuk pertumbuhan linier.
Pada masa ini juga merupakan waktu prevalensi puncak perawakan pendek di negara-negara
berkembang, karena tingginya kebutuhan nutrisi ditambah dengan kualitas dan kuantitas
makanan pelengkap yang terbatas. Pemberian makanan pelengkap mengacu pada pengenalan
jenis dan waktu yang tepat pemberian makanan disamping pemberian ASI; sebagian besar
intervensi perawakan pendek dititikberatkan pada pemberian makanan tambahan bayi dan anak
(Infant dan Young Children Feeding; IYCF) .
Intervensi untuk memperbaiki IYCF pada umumnya berfokus pada penyuluhan gizi,
pemberikan makanan pelengkap dengan atau tanpa nutrisi mikronutrien, dan peningkatkan
kepadatan energi makanan pelengkap melalui teknologi sederhana. Metaanalisis dari 42
penelitian menunjukkan dampak intervensi pemberian makanan pelengkap yang sederhana;
peningkatan terbaik dalam pertumbuhan linier adalah sekitar +0,70 berdasarkan HAZ, yaitu
sekitar sepertiga dari defisit rata-rata. Umumnya, penelitian yang menyediakan makanan
pelengkap di daerah yang kekuranan makanan menunjukkan beberapa keuntungan; fortifikasi
mikronutrien saja hanya menunjukkan sedikit atau bahan tidak ada dampak pada pertumbuhan.
Pendidikan pemberian makan pelengkap meningkatkan pertumbuhan linier, dan menyebabkan
penurunan angka perawakan pendek di antara populasi makanan yang dikonsumsi.
Usia lebih dari 24 bulan
Perawakan pendek umumnya menjadi hal yang diperhatiakan dalan 1000 hari pertama
kehidupan, karena intervensi yang dilakukan lebih dari usia tersebut tidak memberikan hasil
yang signifikan. Namun, baru-baru ini diusulkan bahwa window of opportunity untuk kejar
pertumbuhan bisa melampaui 24 bulan, menggunakan data longitudinal dari penelitian
COHORTS, dari daerah pedesaan di Gambia, dan dari penelitian Young Lives di Ethiopia, Peru,
India dan Vietnam. Penelitian yang dilakukan oleh Leroy menunjukkan bahwa kecepatan
pertumbuhan tinggi badan menurun pada usia antara 24 dan 60 bulan, 70% dari perbaikan tinggi
badan terjadi pada 1000 hari pertama dan 30% antara usia 2 dan 5 tahun.
Pertanyaan tentang potensi perbaikan tinggi badan diatas usia 1000 hari pertama tetap
menjadi hal yang penting dan kemungkinan intervensi tetap dapat terjadi pada setiap rentang usia
(Gambar 1). Namun apa yang menyebabkan pertumbuhan linier berkelanjutan tetap dapat terjadi
pada usia lebih dari 24 bulan, dan apakah intervensi akan memperbaiki tinggi badan tanpa
meningkatkan risiko obesitas jangka panjang, tetap masih menjadi pertanyaan. Masa remaja
adalah waktu di luar 1000 hari pertama yang juga mengalami kecepatan pertumbuhan maksimal
dan merupakan kesempatan terakhir untuk kejar tumbuh, walaupun untuk mencapai potensi
pertumbuhan yang optimal mungkin memerlukan pertumbuhan antargenerasi.
Simpulan
Kegagalan pertumbuhan linier merupakan salah satu akibat dari kekurangan gizi secara umum.
Diperkirakan 165 juta anak dibawah usia 5 tahun mengalami perawakan pendek. Hal ini menjadi
salah satu masalah yang penting. Pada tahun 2025 diharapkan prevalensi perawakan pendek
berkurang sebanyak 40%. Sindrom perawakan pendek merupakan perubahan patologis yang
ditandai dengan retardasi pertumbuhan linier pada awal kehidupan, dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, penurunan kapasitas fisik, perkembangan saraf,dan
peningkatan risiko penyakit metabolik saat dewasa. Perawakan pendek adalah proses yang
berkesinambungan, karena wanita hamil yang memiliki perawakan pendek cenderung memiliki
keturunan dengan perawakan pendek. Dalam tinjauan ini dijelaskan beberapa mekanisme yang
mendasari kegagalan pertumbuhan linier pada usia yang berbeda, konsekuensi perawakan
pendek jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, serta mengetahui waktu yang tepat untuk
dilakukan intervensi yang dapat diberikan pada usia tertentu.