Anda di halaman 1dari 11

Window of Public Health Journal,Vol. xx No.

xx (Bulan, Tahun) : x-xx

ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fkm.umi.ac.id/index.php/woph/article/view/wophxxxx

HUBUNGAN PREVALENSI DIARE DENGAN PREVALENSI STUNTING, WASTING,


UNDERWEIGHT PADA BALITA DI INDONESIA TAHUN 2018
K
Tiara Deta Pramesti1, Demsa Simbolon2
1,2
Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika, Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Email Penulis Korespondensi (K): tiaradeta10@gmail.com
tiaradeta10@gmail.com1, demsa_ui03@yahoo.com2
(085217153219)

ABSTRAK

Anak dibawah lima tahun merupakan salah satu kelompok anak yang rentan terkena permasalahan gizi karena
dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya yang cepat. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi dari
gangguan kesehatan yang sering disebabkan oleh organisme seperti virus, bakteri jamur dan parasite. Stunting,
wasting dan underweight masih menjadi masalah utama pada gizi kurang, yang akan membuat anak mengalami
gangguan kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan prevalensi diare dengan prevalesi stunting, wasting, underweight pada balita di Indonesia tahun 2014-
2018. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel pada
penelitian ini adalah 34 provinsi di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data agregat yaitu
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Analisis data menggunakan uji bivariat berupa korelasi dan regresi
linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi diare tertinggi berada di regional Papua sebanyak
11,4%, sedangkan terendah di regional Maluku sebanyak 7,5%. Dan analisis data menunjukkan variabel diare
dengan stunting yaitu p–value 0,47, variabel diare dengan wasting yaitu p–value 0,36, serta variabel diare dengan
underweight yaitu p–value 0,46. Berdasarkan hasil uji korelasi dan regresi linier diketahui bahwa nilai p–value
antara variabel diare dengan stunting, wasting, dan underweight (>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara prevalensi diare dengan stunting, wasting, dan underweight.

Kata kunci : Diare; stunting; wasting; underweight; balita

Article history : (dilengkapi oleh admin)


PUBLISHED BY :
Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal ReceivedTanggalBulanTahun
Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI Received in revised form TanggalBulanTahun
Address : AcceptedTanggalBulanTahun
Jl. Urip Sumoharjo Km. 5 (Kampus II UMI) Available online TanggalBulanTahun
Makassar, Sulawesi Selatan. licensedbyCreativeCommonsAttribution-ShareAlike4.0InternationalLicense.
Email :
jurnal.woph@umi.ac.id
Phone :
+62 853 9504 1141

Penerbit :Pusat Kajian Dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 1
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

ABSTRACT

Children under five years are a group of children who are vulnerable to nutritional problems because they are in a
process of rapid growth and development. Diarrhea is an infectious disease and health disorder that is often caused
by organisms such as viruses, bacteria, fungi and parasites. Stunting, wasting and underweight are still the main
problems in malnutrition, which will cause children to experience health problems, both short term and long term.
This study aims to determine the relationship between the prevalence of diarrhea and the prevalence of stunting,
wasting, underweight in toddlers in Indonesia in 2014-2018. This type of research is analytic observational with a
cross sectional study approach. The sample in this study are 34 provinces in Indonesia. Data collection was carried
out using aggregate data, namely the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) report. Data analysis used bivariate
tests in the form of correlation and simple linear regression. The results showed that the highest prevalence of
diarrhea was in the Papua region at 11.4%, while the lowest was in the Maluku region at 7.5%. And data analysis
shows that the variable of diarrhea with stunting is p-value 0.47, the variable of diarrhea with wasting is p-value
0.36, and the variable of diarrhea with underweight is p-value 0.46. Based on the results of the correlation and
linear regression tests, it is known that the p-value is between the variables diarrhea and stunting, wasting, and
underweight (>0.05) so it can be concluded that there is no significant relationship between the prevalence of
diarrhea and stunting, wasting, and underweight

Keywords : Diarrhea; stunting; wasting; underweight; toddler

PENDAHULUAN
Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat dibandingkan
dengan kelompok umur lainnya sehingga disebut windows of opportunity masa kritis bagi kehidupan.
Intervensi kesehatan dan gizi harus diberikan secara optimal pada periode ini untuk menjamin
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Intervensi dibidang kesehatan dan gizi harus diberikan
secara optimal pada periode ini untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu kebutuhan zat gizinya relatif lebih tinggi dari kelompok lain. Selain rentan terhadap masalah
gizi, mereka rawan terhadap berbagai penyakit infeksi dan saluran cerna. 1 Selain itu, pertumbuhan dan
perkembangan balita secara fisik, mental, sosial, emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan
pendidikan. Ini telah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian, diantaranya penelitian longitudinal
oleh Bloom mengenai kecerdasan yang menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun pertama usia anak,
perkembangan kognitifnya mencapai sekitar 50%, kurun waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai
100% setelah anak berusia 18 tahun.2
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi
dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah
bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan
panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar Baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD
(stunted) dan kurang dari –3SD (severely stunted).3 Secara garis besar penyebab stunting dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan yaitu tingkatan masyarakat, rumah tangga (keluarga) dan
individu. Kejadian stunting pada balita lebih sering mengenai balita pada usia 12-59 bulan dibandingkan
balita usia 0-24 bulan. Kejadian Stunting dapat meningkatkan beberapa risiko misalnya kesakitan dan

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 2
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

kematian serta terhambatnya kemampuan motorik dan mental. 4 Salah satu faktor penyebab terjadinya
stunting adalah penyakit diare. Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat menyebabkan anak
kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang mengalami diare akan terjadi malabsorbsi
zat gizi dan hilangnya zat gizi dan bila tidak segera ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang
sesuai makan terjadi gagal tumbuh.5
Wasting (gizi kurus) merupakan bentuk kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal
diukur berdasarkan BB/TB. Wasting memiliki dampak besar yang dapat meningkatkan risiko kesakitan
dan kematian anak. Apabila keadaan kurang gizi pada masa balita terus berlanjut, maka dapat
menurunkan kecerdasan, produktifitas, kreatifitas, dan sangat berpengaruh pada kualitas SDM. 1 Wasting
memiliki dampak yang besar sehingga masih dikatakan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat.
Anak balita yang wasting secara tidak langsung dapat mengalami defisiensi zat gizi yang pada akhirnya
dapat berdampak terhadap kesehatan pertumbuhan, penyakit infeksi dan kecerdasan anak. Keadaan
kurang gizi yang tidak teratasi pada masa balita dapat mempengaruhi intellectual performance, kapasitas
kerja, dan kondisi kesehatan di usia selanjutnya. 6 Tingginya prevalensi kejadian wasting tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor resiko seperti: faktor asupan nutrisi, pendapatan keluarga, riwayat
penyakit infeksi, status kelengkapan imunisasi, dan pemberian ASI eksklusif. Kejadian wasting juga
dapat diakibatkan oleh kesalahan dalam penatalaksanaan yang memfokuskan pada pengobatan serta
rehabilitasi terhadap penderita wasting bukan lebih kepada upaya preventif terhadap kejadian wasting, hal
ini wasting baru dianggap sebagai masalah keasehatan setelah berada pada kategori wasting berat. 7
Underweight di Indonesia saat ini tidak menjadi prioritas program kesehatan sebesar prioritas
terkait masalah stuntedpada balita, tetapi underweightmerupakan masalah gizi balita yang perlu mendapat
perhatian khusus. Di Indonesia, underweight sendiri lebih dikenal dengan istilah berat badan kurang -
berat badan sangat kurang berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan tahun 2020 atau sebelumnya
menggunakan istilah gizi buruk - gizi kurang dimana keduanya menggunakan berat badan menurut
umur (BB/U) sebagai indikator.8 Underweight merupakan kegagalan bayi untuk mencapai berat badan
ideal, yang kemudian juga bisa mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, sesuai usianya, dalam jangka
waktu tertentu. Gangguan ini bisa disebabkan karena bayi kekurangan energi dan zat-zat gizi yang
dibutuhkan sesuai usianya. Dan juga salah satu wujud ketidakseimbangan antara asupan makan dengan
kebutuhan gizi. Underweight akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual,
serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak.9
Secara global, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya
20% atau lebih. Karenanya persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah
kesehatan yang harus ditanggulangi. Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia
termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,
wasting dan overweight pada balita. Di Indonesia, sekitar 35,6% (hampir 8 Juta) anak balita mengalami
stunting dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar
Balita/Baduta (bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan
tidak maksimal,
Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 3
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada
menurunnya tingkat produktivitas. Berdasarkan hasil Riskesdas, prevalensi stunting pada balita telah
mengalami penurunan dari 37,2% di tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018.4
Secara global memperkirakan prevalensi balita wasting sebesar 8% (52 juta balita) dengan kasus
tertinggi di Benua Asia sebesar 35 juta balita yang mengalami wasting tahun 2016. Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang yang memiliki masalah malnutrisi termasuk wasting. Masalah kesehatan
masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,0-14,0%, dan dianggap kritis bila
≥15,0%. Pada tahun 2016, secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 11,1% yang artinya
masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Berdasarkan
hasil Riskesdas, prevalensi wasting pada balita telah mengalami dari 12,12% pada 2013 menjadi 10,19%
tahun 2018.6
Underweight dinyatakan sebagai penyebab kematian 3,5 juta anak balita di dunia. Secara global
memperkirakan 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari keadaan gizi buruk. Resiko meninggal
dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak normal. Data WHO menunjukkan
49% dari 10,4 juta kematian balita di Negara berkembang berhubungan dengan gizi buruk, berdasarkan
hasil Riskesdas, prevalensi underweight pada tahun 2018 yaitu 18%.9
Hasil penelitian di Indonesia menemukan bahwa dari 250 anak terdapat 40.4% yang mengalami
malnutrisi, 58.8% memiliki riwayat penyakit infeksi yaitu diare dan/atau infeksi saluran pernapasan akut.
Penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kejadian penyakit infeksi (χ² = 48.56, p ≤
0.001) dan frekuensi penyakit infeksi (χ² = 37.52, p ≤ 0.001) dengan malnutrisi pada anak usia 2-5 tahun.
Selain itu, kecukupan energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
menjadi terhambat karena adanya penyakit infeksi.10
Dengan prevalensi kejadian stunting, wasting, dan underweight di Indonesia yang masih tinggi,
dimana belum adanya penelitian mengenai prevalensi stunting, wasting, dan underweight secara nasional
yang menggunakan data agregat individu dari hasil Riskesdas. Berdasarkan masalah diatas dan tingginya
prevalensi stunting, wasting, dan underweight di Indonesia, tujuan penelitian mengetahui hubungan
prevalensi diare dengan prevalensi stunting, wasting, underweight pada balita di Indonesia tahun 2014-
2018.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional,
penelitian ini dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2018, dengan sampel dalam penelitian ini yaitu 34
Provinsi di Indonesia. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data balita diare dengan balita stunting,
wasting dan underweight tahun 2018. Variabel yang digunakan adalah variabel independen yaitu diare
sedangkan variabel dependen yaitu stunting, wasting dan underweight pada balita. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Non-Probability Sampling dengan
metode Purposive Sampling dimana pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel yang
memenuhi kriteria tertentu yang akan dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini tidak memiliki nomor

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 4
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

ethical clearance (EC) karena penelitian ini tidak melakukan pengumpulan data secara langsung.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, diperoleh dalam bentuk electronic file. Instrument yang digunakan berupa
kuisioner Riskesdas yang digunakan untuk mengumpulkan data gambaran faktor-faktor kejadian stunting,
wasting, dan underweight. Karena penelitian ini menggunakan data sekunder, sampel yang digunakan
dalam penelitian ini disesuaikan dengan jumlah data yang tersedia. Analisis data menggunakan uji
bivariat berupa korelasi dan regresi linear sederhana. Analisis ini digunakan untuk menguji perbedaan
dan mengukur hubungan antara dua variable yang diteliti. Kemudian data tersebut diolah menggunakan
program computer berupa SPSS dan Microsoft excel yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel
kontingensi untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel.

HASIL
Prevalensi Diare pada Balita
Tabel 1 Prevalensi Diare pada Balita Berdasarkan Regional Indonesia Tahun 2018
Regional n Min-Maks Mean±SD
1
Sumatera
0 5,1-14,2 10,2±3,3
Jawa 6 7,4-12,8 10,4±2,0
Nusa Tenggara 3 8,0-13,4 10,3±2,8
Kalimantan 5 8,0-13,1 9,8±2,0
Sulawesi 6 7,5-11,5 9,6±1,6
Maluku 2 7,4-7,6 7,5±0,2
Papua 2 8,8-13,9 11,4±3,6
3
Indonesia
4 5,1-14,2 9,9±1,2

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil prevalensi diare tertinggi berada di regional Papua
sebanyak 11,4%, sedangkan terendah di regional Maluku sebanyak 7,5%.

Prevalensi Status Gizi pada Balita


Tabel 2 Prevalensi Status Gizi pada Balita Berdasarkan Regional Indonesia Tahun 2018
Status Gizi
Regional n Stunting Wasting Underweight
Mean±S
Min-Maks Mean±SD Min-Maks D Min-Maks Mean±SD
Sumatera 10 15,2-21,1 17,9-1,8 4,8-8,4 6,9-1,0 9,8-16,6 13,1-2,2
Jawa 6 11,5-20,1 17,2-3,4 5,2-7,2 6,1-0,7 10,6-13,7 12,6-1,1
Nusa Tenggara 3 16,3-26,7 22,4-5,4 4,4-10,0 7,5-2,9 11,1-22,2 17,9-6,0
Kalimantan 5 19,0-21,9 20,7-1,1 3,5-10,3 7,7-3,0 11,5-19,0 16,0-3,1
Sulawesi 6 15,7-25,4 20,5-3,4 6,7-10,6 8,3-1,4 11,2-19,3 17,1-3,0
Maluku 2 20,4-21,5 21,0-0,8 7,9-9,1 8,5-0,8 16,6-17,5 17,1-0,6
Papua 2 16,1-17,8 17,0-1,2 5,5-8,3 6,9-2,0 11,4-14,1 12,8-1,9
Indonesia 34 11,5-26,7 19,5-1,7 3,5-10,6 7,4-1,0 9,8-22,2 15,2-1,8

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 5
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

Berdasarkan tabel 2 menunjukan prevalensi stunting tertinggi berada di regional Nusa Tenggara
yaitu 22,4% dan terendah berada di regional Papua yaitu 17,0%. Sedangkan wasting tertinggi berada di
regional Maluku yaitu 8,5% dan terendah berada di regional Jawa yaitu 6,1%. Pada underweight tertinggi
berada di regional Nusa Tenggara 17,9% dan terendah berada di regional Jawa yaitu 12,6%.

Analisis Uji Bivariat


Tabel 3 Hubungan Prevalensi Diare dengan Prevalensi Stunting, Underweight dan Wasting Pada Balita
di Indonesia Tahun 2018
Min-Max (%) Mean ± SD (%) r p- Valuesᵃ
Indikator
Diare
Stunting 11,5-26,7 19,2 ± 3,1 0,12 0,47
Underweight 9,8-22,2 14,8 ± 3,3 0,16 0,36
Wasting 3,5-10,6 7,3 ± 1,7 0,13 0,46
r Correlation Coefficient ᵃ Pearson Correlation
Berdasarkan tabel 3 hasil analisis korelasi dan regresi linier sederhana menunjukkan bahwa r
bergerak antara -1 dan +1, yang berarti mempunyai hubungan searah dengan keeratan hubungan sangat
lemah. Sedangkan nilai p- Values >0,05 jadi H0 diterima dan berarti bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel independent dan variabel dependent.

PEMBAHASAN
Prevalensi Diare Pada Balita
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada balita di seluruh
dunia pada keadaan darurat. Balita pada rentang usia 13-48 bulan memliki prevalensi diare yang lebih
tinggi daripada rentang usia lainnya. Diare dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti higiene
sanitasi dalam keluarga. Perilaku higiene mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan kuman dan bakteri penyebab diare. 11 Saat anak mengalami diare, anak akan kehilangan
nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang dan nutrisi yang dikonsumsipun tidak diserap dengan
baik oleh tubuh. Hal tersebut mengakibatkan berat badan yang mulai turun perlahan dan diikuti dengan
pertumbuhan tinggi badan yang terhambat.5 Selain itu, banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan
terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti
adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. 12 Namun dengan tata laksana diare yang
cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin. 13 Berdasarkan data Riskesdas tahun
2018 menunjukkan bahwa masih terdapat wilayah dengan prevalensi Diare yang tinggi yaitu di wilayah
Papua dimana menunjukkan data sebesar 11,4%, angka ini lebih tinggi dari angka nasional yang berada

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 6
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

pada 11,0%. Dengan demikian, angka ini perlu menjadi perhatian karena lebih tinggi dari angka nasional
dimana faktor penyebabnya perlu dikaji lebih lanjut.14
Prevalensi Status Gizi Pada Balita
Stunting adalah keadaan dimana terjadi gangguan pertumbuhan panjang badan atau tinggi badan
yang tidak sesuai dengan pertambahan usia dan merupakan hasil jangka panjang dari kekurangan nutrisi.
Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan menurut umur (TB/U) dibawah -2SD dalam tabel Z-score
yang menjadi referensi internasional. Stunting utamanya muncul pada 2-3 tahun pertama kehidupan anak
dan merupakan hasil jangka panjang yang bersifat kronis, dimana pada usia tersebut merupakan puncak
dari laju pertumbuhan anak sehingga memerlukan zat gizi yang banyak. Keadaan stunting dapat
disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung mencakup asupan makanan dan
penyakit infeksi sedangkan faktor tidak langsung mencakup kondisi ketahanan pangan rumah tangga,
pola asuh, serta kondisi ekonomi keluarga balita.5 Apabila anak sudah berusia lebih dari 5 tahun terkena
stunting maka akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan berlanjut hingga dewasa dan dapat
meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan lahir yang rendah. 15 Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 2 menunjukan bahwa kejadian stunting masih sangat tinggi mencapai 22,4% angka ini lebih tinggi
dari angka nasional yang berada pada 19,3%. Dengan demikian kejadian stunting ini masih tinggi
memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi stunting terutama
pada wilayah Nusa Tenggara.
Wasting pada anak merupakan gejala kurang gizi akut, biasanya sebagai akibat dari asupan
makanan yang tidak mencukupi atau tingginya kejadian penyakit infeksi, terutama diare. Wasting dapat
merusak fungsi sistem kekebalan dan dapat menyebabkan peningkatan keparahan dan durasi serta
kerentanan terhadap penyakit menular dan peningkatan risiko kematian. Selain itu, anak yang mengalami
wasting juga berdampak pada timbulnya potensi kerugian ekonomi penurunan kemampuan belajar,
kemampuan kognitif, anggaran pencegahan dan perawatan yang meningkat dan penurunan produktivitas
kerja.16 Penyebab kurang gizi secara langsung adalah konsumsi makanan tidak seimbang dan penyakit
infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung masalah gizi kurang, dipengaruhi oleh pola asuh,
ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. 17 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
2 menunjukan bahwa kejadian wasting masih sangat tinggi mencapai 8,5% angka ini lebih tinggi dari
angka nasional yang berada pada 6,7%. Dengan demikian kejadian wasting ini masih tinggi dari angka
nasional, dimana kejadian ini memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menunrunkan angka
prevalensi stunting terutama pada wilayah Maluku.
Gizi buruk dan gizi kurang, gabungan istilah tersebut biasa disebut berat-kurang (Underweight)
merupakan masalah utama bidang kesehatan, khususnya diberbagai negara berkembang. Underweight
disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi
dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas dan kualitas, sedangkan secara tidak langsung di
pengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai,
kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. 16
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi tersebut, dalam jangka pendek adalah
Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 7
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme
dalam tubuh, sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan

kognitif, menurunnya kekebalan tubuh, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, disabilitas pada usia tua sampai
dengan terjadinya stunting akibat kekurangan gizi menahun. 18 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2
menunjukan bahwa kejadian underweight masih sangat tinggi mencapai 17,9% angka ini lebih tinggi dari
angka nasional yang berada pada 13,8%. Dengan demikian kejadian stunting ini masih tinggi
memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menunrukan angka prevalensi stunting terutama
pada wilayah Nusa Tenggara.

Hubungan Prevalensi Diare dengan Prevalensi Stunting


Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara diare dengan kejadian stunting pada
anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Tabel 3 menunjukkan bahwa anak usia 0-59 bulan yang stunting
prevalensinya tidak jauh berbeda antara angka hasil penelitian dan angka nasional yaitu 19,2% dan
19,3%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian ini kejadian diare dan stunting diambil
berdasarkan hasil data Riskesdas tahun 2018. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai program
intervensi untuk penanganan diare dari pemerintah maupun kesadaran individu yang lebih baik dalam
menangani masalah diare pada balita. Hasil analisis bivariat menggunakan korelasi dan regresi linear
sederhana tentang hubungan prevalensi diare dengan prevalensi stunting menghasilkan koefisien korelasi
(r) = 0,12 yang berarti mempunyai hubungan searah dengan keeratan hubungan sangat lemah. Sedangkan
nilai p-Values >0,05 jadi H0 diterima dan berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
prevalensi diare dengan prevalensi stunting.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia yang menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara diare dengan kejadian stunting. Hal ini ditujukkan dengan balita yang mengalami
diare maupun tidak, sebagian besar sama-sama tidak mengalami masalah stunting. Stunting dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor terutama riwayat terdahulu dibandingkan dengan diare yang hanya dilihat
dalam waktu yang singkat. Faktor lain seperti keberagaman pangan baik zat gizi makro dan mikro
terdahulu juga dapat mempengaruhi keadaan stunting pada balita. Diare merupakan penyakit infeksi
metabolisme yang dampaknya dapat langsung dilihat dalam jangka waktu yang singkat, sedangkan
keadaan stunting merupakan malnutrisi yang bersifat kronis dampak dari keadaan yang terjadi dalam
waktu yang lama dan terus-menerus. Hal tersebut membuat korelasi antar variabel tidak berhubungan. 5

Hubungan Prevalensi Diare dengan Prevalensi Wasting


Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara diare dengan kejadian wasting anak
usia 0-59 bulan di Indonesia. Tabel 3 menunjukkan bahwa anak usia 0-59 bulan yang wasting
prevalensinya tidak jauh berbeda antara angka hasil penelitian dan angka nasional 7,3% dan 6,7%.
Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 8
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

Kondisi tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian ini kejadian diare dan wasting diambil berdasarkan
hasil data Riskesdas tahun 2018. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai program intervensi untuk
penanganan diare dari pemerintah maupun kesadaran individu yang lebih baik dalam menangani masalah
diare pada balita. Hasil analisis bivariat menggunakan korelasi dan regresi linear sederhana tentang
hubungan prevalensi diare

dengan prevalensi wasting menghasilkan koefisien korelasi (r) = 0,13 yang berarti mempunyai hubungan
searah dengan keeratan hubungan sangat lemah. Sedangkan nilai p-Values >0,05 jadi H0 diterima dan
berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara prevalensi diare dengan prevalensi wasting.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukan bahwa ada
hubungan yang positif antara riwayat diare dengan kejadian wasting dan secara statistik signifikan.
Penelitian ini menunjukan bahwa balita dengan riwayat diare akan berisiko lebih besar untuk
menyebabkan balita mengalami wasting. Diare yang terjadi pada anak sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan tubuh kehilangan cairan dalam jumlah banyak. Diare sangat berhubungan dengan
kerusakan yang terjadi pada mukosa usus sehingga protein, cairan dan zat lainnya tidak dapat terserap
dengan baik. Selain itu terjadi masalah dalam aliran usus dan enzim pankreas. 19

Hubungan Prevalensi Diare dengan Prevalensi Underweight


Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara diare dengan kejadian underweight
anak usia 0-59 bulan di Indonesia. Tabel 3 menunjukkan bahwa anak usia 0-59 bulan yang underweight
prevalensinya tidak jauh berbeda antara angka hasil penelitian dan angka nasional yaitu 14,8% dan
13,8%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian ini kejadian diare dan underweight diambil
berdasarkan hasil data Riskesdas tahun 2018. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai program
intervensi untuk penanganan diare dari pemerintah maupun kesadaran individu yang lebih baik dalam
menangani masalah diare pada balita. Hasil analisis bivariat menggunakan korelasi dan regresi linear
sederhana tentang hubungan prevalensi diare dengan prevalensi underweight menghasilkan koefisien
korelasi (r) = 0,16 yang berarti mempunyai hubungan searah dengan keeratan hubungan sangat lemah.
Sedangkan nilai p-Values >0,05 jadi H0 diterima dan berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara prevalensi diare dengan prevalensi underweight.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
hubungan penyakit diare dengan underweight pada balita menghasilkan bahwa, ada hubungan yang
signifikan antara penyakit diare dengan underweight pada balita di perkotaan dan perdesaan Indonesia.
Balita underweight dan kejadian penyakit diare ialah saling terkait. Diare menyebabkan balita
underweight dan underweight dapat memperberat diarenya. Balita yang menderita diare akan terjadi
penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi
makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan akibat penyakit diare secara terus menerus
sehingga tubuh akan lemas.20

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 9
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini yaitu, variabel independen dan dependen yang diteliti diambil
secara bersaaman dengan syarat memenuhi kriteria tertentu yang akan dijadikan sampel penelitian
sehingga sulit untuk membedakan variabel yang menjadi penyebab dan yang menjaadi akibat. Namun,
penelitian ini juga mempunyai kekuatan karena data Riskesdas tahun 2018 menggunakan jumlah sampel
yang lengkap sehingga dapat menggambarkan prevalensi diare, stunting, wasting, dan underweight yang
terjadi di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara
diare dengan prevalensi stunting,wasting dan underweight. Berdasarkan penelitian ini peneliti
menyarankan kepada Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan upaya pemantauan terhadap kejadian
diare pada balita dan upaya peningkatan pengetahuan ibu terhadap makanan yang bergizi. Selain itu perlu
juga penguatan upaya pencegahan terjadinya stunting,wasting dan underweight dengan cara memberikan
perhatian yang lebih besar pada program-program perbaikan gizi pada ibu dan anak.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih penulis sampaikan kepada 1) Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu yang telah
memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan 2)
Anggota peneliti dalam pelaksanaan dan penyusun laporan peneliltian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Erika E, Sari Y, Hajrah WO. Kejadian Wasting pada Balita Usia 6-59 Bulan. J Bidan Cerdas.
2020;2(3):154–62. DOI. 10.33860/jbc.v2i3.110.

2. Setyaningsih P, Khanifah M, Chabibah N. Layanan Tumbuh Kembang Balita dengan


Pendampingan Ibu dan Anak Sehat. Univ Res Colloq. 2017;81–86.

3. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020
Tentang Standar Antropometri Anak. 2020; Available from:
http://journal.umsurabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203

4. Musaidah, Mangemba D, Rosdiana. Faktor yang Berhubungan dengan Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Bontomatene Kabupaten Selayar. Promot J Kesehat Masy [Internet].
2020;10(July 2020):28–32. Available from: https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/PJKM/article/view/1113

5. Choiroh ZM, Windari EN, Proborini A. Hubungan antara Frekuensi dan Durasi Diare dengan
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-36 Bulan di Desa Kedungrejo Kecamatan Pakis. J Issues
Midwifery. 2020;4(3):131–41. DOI. 10.21776/ub.JOIM.2020.004.03.4.

6. Muliyati H, Mbali M, Bando H, Utami RP, Mananta O. Analisis faktor kejadian wasting pada
anak balita 12-59 bulan di Puskesmas Bulili Kota Palu: Studi cross sectional. AcTion Aceh Nutr J.
2021;6(2):111-117

7. Afriyani R. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Umur 1-5 Tahun.
Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Pangkal Pinang. 2013;10(1):66–72. DOI.
Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 10
Window of Public Health Journal,Vol. xx No. xx (Bulan, Tahun) : x-xx E-ISSN 2721-2920

10.32922/jkp.v10i1.433.

8. Raswanti Irawan I, Sudikno S, Diana Julianti E, Nurhidayati N, Rachmawati R, Diana Sari Y, et


al. Faktor Risiko Underweight Pada Balita di Perkotaan dan Perdesaan Indonesia. J Nutr adn Food
Res. 2022;45(1):47–58.

9. Haris A, Fitri A, Kalsum U. Determinan Kejadian Stunting Dan Underweight Pada Balita Suku
Anak Dalam Di Desa Nyogan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2019. J Kesmas Jambi.
2019;3(1):41–54.

10. Betan Y, Hemcahayat M, Wetasin K. Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dan Malnutrisi Pada
Anak 2-5 Tahun. J Ners Lentera [Internet]. 2018;6(1):1–9. Available from:
http://journal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/view/1850

11. Safitri CA, Nindya TS. Relations food security and diarrheal disease to stunting in under-five
children age 13-48 months at Manyar Sabrangan, Mulyorejo Sub-District, Surabaya. Amerta Nutr.
2017;1(2):52–61. DOI. 10.2473/amnt.v1i2.2017.52-61

12. Adisasmito W. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia. J Makara Kesehatan.
2007;11(1):1–10.

13. Meliyanti F. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita. J ILMU
Kesehatan AISYAH. 2016;1(2):9–15.

14. Kemenkes RI. Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. Vol.
53, Laporan Nasional Riskesdas 2018. 2018. p. 154–65. Available from:
http://www.yankes.kemkes.go.id/assets/downloads/PMK No. 57 Tahun 2013 tentang PTRM.pdf

15. Apriluana G. Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita. Departement
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2017;Vol. 28 No:247–56. DOI.
https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.472.

16. Zukhrina Y, Yarah S. Hubungan Kelengkapan Imunisasi Dasar Dan Penyakit Diare Dengan
Kejadian Wasting Pada Balita Usia 2 - 5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020.2020;4(2):216–24.

17. Rochmawati, Marlenywati, Waliyo E. Gizi Kurus (Wasting) Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Pontianak. Vokasi Kesehatan [Internet]. 2016;II(2):132–8. Available from:
https://ejournal.poltekkes-pontianak.ac.id/index.php/JVK/article/view/68/60

18. Samino, Angelina C. Faktor Underweight Pada Balita 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ambarawa Kabupaten Pringsewu. Pharmacoeconomics theory Pract. 2020;9(1):1–8.

19. Rahayu RM, Pamungkasari EP, Wekadigunawan CSP. The Biopsychosocial Determinants of
Stunting and Wasting in Children Aged 12-48 Months. 2016;105–18.

20. Pratiwi RH, Suyatno, Ronny A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Berat-Kurang
(Underweight) Pada Balita Di Perkotaan dan Perdesaan Indonesia Berdasarkan Data Riskesdas
Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015;3(2):127–37.

Penerbit :Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI 11

Anda mungkin juga menyukai