Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH SEMINAR

REVIEW JURNAL

Anis Sulizah 14030244022

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

2017
Pelarutan Silika secara Biologis oleh Bakteri Silika pada Rizosfer Tebu

A. Abstrak
Percobaan lapang dilakukan dari Januari 2005- Juni 2008 menggunakan dua
tanaman dan tanaman hasil ratoon crop pada tebu di Pusat Penelitian Tebu, Cuddalore
dengan varietas COC (SC) 23 yang ditanam berpasangan dalam satu baris. Strain
bakteri yang digunakan yaitu Bacillus edaphicus sebagai agen solubilisasi silila. Hasil
penelitian menunjukkan aplikasi bakteri pelarut silika pada kedua jenis tanaman tebu
menunjukkan produktivitas tebu secara optimal. Aplikasi bakteri pelarut silika dengan
unsur hara lainnya dapat meningkatkan produksi tebu.
Kata Kunci: Tebu, Bakteri silika, Kalsium silikat dan Rizosfer.

B. Pendahuluan
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memerlukan pasokan
nutrisi (hara) secara optimal bagi pertumbuhannya. Aplikasi pupuk kimia secara
berlebihan pada perkebunan tebu mengakibatkan immobilisasi unsur hara-unsur hara
tertentu yang bersifat esensial dalam bentuk terjerat. Tebu merupakan tumbuhan
silicious, dimana pasokan mikronutrien silika dibutuhkan dalam jumlah maksimal
karena memiliki fungsi penting bagi pertumbuhan vegetatif, toleransi cekaman
lingkungan dan resisten bagi hama dan penyakit. Ketersediaan unsur hara silika di tanah
masih dalam bentuk mineral yang terjerat (polimer).

Mineralisasi unsur hara silika dapat dibantu melalui mikroorganisme maupun


reaksi kimia. Metabolisme mikroorganisme dan reaksi kimia dapat membantu
keberlangsungan unsur hara silika dari tanah menuju tanaman. Bakteri akan
menginfeksi daerah perakaran sehingga dapat membantu mobilisasi unsur hara silika
melalui metabolisme yang dilakukannya. Penelitian ini dilakukan untuk
mendeskripsikan efek bakteri dalam melarutkan silika dri sumber yang berbeda yaitu
abu, kalsium silikat melalui parameter biometrik dan lahan perkebunan tebu di Pusat
Penelitian Tebu, Universitas Agrikultura Tamil Nadu, Cuddalore.

C. Bahan dan Metode


Penelitian ini menggunakan enam perlakuan dan empat replikasi
(pengulangan). Varietas tebu yang digunakan dalam penelitian yaitu COC(SC) 23.
Bakteri pelarut silika didapatkan dari MTCC, Chandigarh dan sumber biologis yaitu
silika yang berbeda kalsium silikat, abu NLC (Neyveli Lignite Corporation), abu hasil
penggilingan dan abu yang dihasilkan dari mesin pemotong tebu. Abu tersebut
dicampur Farm Yard Manure (pupuk kandang) dan diaplikasikan dalam plot percobaan
sesuai penambahan dosis pupuk NPK yang digunakan sebagai kontrol. Plot perlakuan
diinokulasi kultur bakteri dari sumber silika yang berbeda. Kultur bakteri yang akan
diinfeksi pada tanaman tebu terlebih dahulu dicampur dalam 25 kg pupuk kandang
sebelum diaplikasikan pada waktu penanaman di dekat barisan lahan perkebunan bekas
penimbunan batang. Kultur bakteri kemudian diinfeksi pada tanaman tebu melalui
penyimpanan satu jam dan ditanam sesuai perlakuan. Jarak penanaman diatur melalui
metode garis secara berpasangan. Waktu percobaan selama 3 tahun pada 2 tanaman
tebu dari lahan perkebunan dan 1 tanaman hasil perkebunan bekas penimbunan batang.
Teknik pengumpulan data berupa pertumbuhan, perkembangan akar sekunder, batang,
millable canes, economic shoots serta lahan dan produktivitas tebu. Teknik analisis data
dilakukan melalui uji statistik.

D. Hasil dan Pembahasan


Pertumbuhan tebu terjadi secara signifikan pada lahan perkebunan dengan
penambahan sumber silika berupa abu, agen hayati (bakteri) maupun campuran
keduanya. Hal ini terkait dengan studi yang dilakukan sebelumnya bahwa pemberian
bakteri akan memecah unsur hara silika dalam proses depolimerisasi.
Tabel 1. Efektifitas Bakteri Silika pada Dua Tanaman dengan Tanaman Hasil Ratoon Crop

E. Kesimpulan

Berdasarkan tabel tersebut, laju pertumbuhan semua perlakuan mengalami


peningkatan, hal ini dapat dilihat tidak ada perbedaaan antar perlakuan. Total produktivitas
tebu tertinggi pada tabel 1 didapatkan dari penambahan bakteri dengan sumber berupa kalsium
silikat yaitu 174.500 tebu/hektar. Hasil produktivitas tertinggi juga ditemukan pada tebu
melalui sistem penanaman ratoon crops perlakuan bakteri dengan sumber kalsium silikat yang
mencapai 155.500 tebu/hektar. Peningkatan pada pertumbuhan akar sekunder tersebut
dipengaruhi oleh adanya pelarutan silika oleh bakteri. Pertumbuhan akar sekunder perlakuan
dua tanaman dengan T6 sebesar 171.000 tebu/hektar, sedangkan pada hasil penanaman secara
ratoon crop sebesar 166.000 tebu/hektar. Hal ini merujuk hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya melalui penambahan sumber silika dalam bentuk tersedia dari kalium dan fosfat.
Prosentase produktivitas berbeda secara signifikan pada perlakuan kontrol, dimana tidak
terdapat penambahan bakteri maupun sumber silika.

Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antar unsur hara fosfat dan kalium,
hal ini dapat dibuktikan melalui meningkatnya pelarutan silika dalam tanah dengan sumber
berupa kalsium silikat. Peran penting silika dalam produktivitas tanaman tebu didukung dengan
meningkatnya economic shoots yang memicu perkembangan lahan bersamaan dengan
pertumbuhan milliable canes. Keberadaan silika dapat menggantikan sistem penanaman
dengan menimbun bekas batang tebu pada lahan (ratoon crop) sehingga membutuhkan waktu
cukup lama (3-4 ratoons) dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tiap musim panen. Keberlanjutan
aliran nutrisi dapat digantikan dengan ketersediaan unsur hara silika, kalsium dan fosfat dalam
rizofer tanaman tebu. Ketersediaan unsur hara silika yang dilarutkan oleh bakteri
mempengaruhi produktifitas lahan tebu.

E. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penambahan mikroorganisme
(bakteri) dalam melarutkan unsur hara silika terhadap produktivitas tebu. Laju produktivitas
tebu dapat ditingkatkan melalui aplikasi bakteri pelarut silika dengan penambahan unsur hara
lainnya (kalsium dan fosfat). Kebutuhan nutrisi lebih efektif dengan penambahan bakteri ke
dalam rizosfer dibandingkan sistem penanaman ratoon crops yang membutuhkan waktu cukup
lama (3-4 ratoons).
Evaluasi Media Untuk Isolasi dan Skrining Bakteri yang dapat Melarutkan Silika

A. Abstrak
Bakteri pelarut silika digunakan sebagai biofertilizer untuk tanaman perkebunan karena
dapat mensolubilisasi silika dan kalium dalam bentuk mineral. Penelitian mengenai
berbagai media pertumbuhan bakteri pelarut silika dilakukan untuk menentukan media
potensial dalam menghasilkan zona bening oleh isolat. Penelitian menggunakan media NA
(Nutrien Agar), Bunt and Rovira Medium, Soil Extract Agar dan agar glukosa. Agar Media
Soil Extract Agar bersifat efektif bagi pertumbuhan koloni yang terbentuk dan media
glukosa agar bersifat efektif zona solubilisasi bakteri pelarut silika.
Kata kunci : Enumerasi, Skrining, Bakteri Pelarut Silika

B. Pendahuluan
Bakteri pelarut silika berperan penting dalam solubilisasi silika dalam tanah dengan
bentuk mineral. Solubilisasi silika menjadi salah satu penelitian penting mengingat peran
silika yang berpengaruh besar pada tanaman-tanaman tertentu. Ketersediaan bakteri pelarut
silika dapat memicu solubilisasi unsur-unsur hara lainnya seperti kalium, fosfat, besi dan
kalsium. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, sumber silika dari
media pertumbuhan berasal dari mineral yang tidak dapat larut. Pelarutan silika dalam
media pertumbuhan hingga saat ini masih dikembangkan, sehingga penelitian ini untuk
mengevaluasi masing-masing media yang bersifat efektif untuk enumerasi dan skrining
bakteri pelarut silika.

C. Bahan dan Metode


Sampel tanah dikoleksi dari lahan padi dan masing-masing diencerkan secara berseri
dan diinokulasi dalam media NA (Nutrien Agar), Bunt and Rovira Medium, Soil Extract
Agar dan agar glukosa. Masing-masing komposisi dari media NA yaitu glukosa 5 g; pepton
5 g; ekstrak daging sapi 3 g; agar 20 g; air ledeng 1000 ml; pH 7, Bunt and Rovira Medium
(glukosa 20 g; pepton 1 g; ekstrak kapang 1 g; (NH4)2SO4 0,5 g; K2HPO4 0,4 g; MgCl2 0,1
g; FeCl3 0,1 g; ekstrak tanah 250 ml; agar 20 g; air ledeng 750 ml; pH 6,6-7, Soil Extract
Agar (glukosa 1 g; K2HPO4 0,5 g; ekstrak tanah 100 ml; agar 20 g; air ledeng 900 ml; pH
7-7,2 dan Agar glukosa (glukosa 10 g; agar 20 g; air akuades 1000 ml dan pH 7).
Masing-masing media disuplementasi dengan 0,25% magnesium trisilikat untuk
enumerasi bakteri pelarut silika. Cawan petri diinkubasi pada suhu ruang (30±20C) selama
tiga hari dan dihitung koloni yang terbentuk. Koloni bakteri pelarut silika membentuk zona
bening (halozone) dalam media dengan sumber magnesium trisilikat. Isolat bakteri distrik
dalam media agar dan diinkubasi pada suhu ruang (30±20C) selama empat hari. Lebar zona
bening yang terbentuk dihitunga dengan perbandingan lebar koloni yang terbentuk dengan
lebar zona bening pada daerah sekitar koloni. Media yang disuplementasi magnesium
trisilikat disuspensi secara terpisah dalam 100 ml di Tabung Erlenmeyer. Tabung
Erlenmeyer disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit, didinginkan dan diinokulasi oleh
kultur dan diinkubasi pada suhu ruang (32±20C). Setelah waktu inkubasi selama 7 hari,
media kultur disentrifugasi untuk menghilangkan sel debris, supernata diambil dan dihitung
keasaman media melalui pH meter. Aliquot dari media kultur diambil sebanyak 100 ml dan
dititrasi 0,05 N NaOH untuk menentukan keasaman titrasi.

D. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masing-masing media
pertumbuhan (NA, Bunt and Rovira Medium, Soil Extract Agar dan agar glukosa)
menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri pelarut silika yang berbeda, baik secara kualitatif
(pembentukan halozone) dan kuantitatif (tingkat keasaman pada media kultur cair yang
diinokulasi kultur bakteri).
Pertumbuhan dan pembentukan koloni tampak jelas dan tinggi pada media NA, Bunt
and Rovira Medium, Soil Extract Agar sedangkan pada media agar glukosa menunjukkan
pertumbuhan dari koloni yang terbentuk dalam jumlah sedikit dan samar. Kemampuan
bakteri dalam membentuk halozone paling tinggi ditunjukkan oleh media Soil Extract Agar,
hal ini dikarenakan lebar zona solubilisasi bakteri yang terbentuk terlihat secara jelas
sehingga mempermudah pengukuran.
Tingkat keasaman pada media yang diinkubasi selama 7 hari menunjukkan kisaran pH
7. Pada Bunt and Rovira Medium menunjukkan tingkat keasaman paling tinggi
dibandingkan dua media lainnya, yakni 7,69. Tingginya pH media berhubungan dengan
produktivitas asam oleh bakteri pelarut silika dalam media pertumbuhan. Studi mengenai
mekanisme pelarutan silika oleh bakteri sudah dipelajari, yaitu Acidolysis, hidrolisis logam
alkalin, degradasi ligan, enzymolysis, absorpsi kapsul, polisakarida ekstraselular dan
redoks. Acidolysis yaitu sintesis asam merupakan mekanisme utama bakteri dalam
melarutkan silika dalam bentuk mineral.

E. Kesimpulan
Hasil penelitian dari berbagai media menunjukkan pertumbuhan dan kelarutan
koloni bakteri yang terbentuk secara berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh sifat mekanisme
pelarutan silika oleh suatu strain bersifat spesifik yang ditunjukkan tingkat keasaman
yang berbeda. Media Soil Extract Agar bersifat efektif bagi pertumbuhan koloni yang
terbentuk dan media glukosa agar bersifat efektif zona solubilisasi bakteri pelarut silika.
Isolasi dan Skrining Bakteri Silika dari Berbagai Habitat sebagai Kontrol Biologis dari
Jamur Patogen Tanaman

A. Abstrak
Peran bakteri pelarut silika dalam tanah untuk menyediakan ketersediaan silika
dalam bentuk terlarut oleh tumbuhan. Ketersediaan bakteri pelarut silika akan
mensolubilisasi kalium dan fosfat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan resistensi
tumbuhan terhadap patogen. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 111 isolat bakteri
didapatkan dari beberapa sampel tanah di Pakistan diantaranya 35 isolat dapat
melarutkan ketiga unsur hara, 29 isolat dapat melarutkan silika, 28 melarutkan fosfat
dan 12 melarutkan kalium. Aktivitas antifungi Magnaporthae grisae, Rhizoctonia
solani, Altarnaria alternata and Macrophomina pheasolina tertinggi ditunjukkan
dengan pembentukan zona hambat terlebar 4 mm – 39 mm pada isolat NR-2 dan NE-
4b yang masing-masing diisolasi dari rizosfer gandum.
Kata kunci: Bakteri pelarut silika, Biokontrol, Jamur patogen tanaman

B. Pendahuluan
Silika merupakan unsur hara yang berfungsi untuk pertumbuhan dan
perkembangan vegetatif sehingga berpengaruh pada produktifitas bagi tanaman. Silika
juga bersifat sebagai patosistem, menguatkan lapisan dinding sel pada daun sehingga
resisten terhadap penetrasi jamur patogen. Keberlangsungan silika pada tanaman
gandum, padi, timun, tomat, jeruk dan daun barley dibutuhkan dalam jumlah tinggi
untuk memenuhi kebutuhan bagi perlindungan dan pertumbuhan. Keberadaan silika
yang melimpah dalam lahan perkebunan tersebut masih dalam bentuk tidak dapat
dilarutkan oleh tanaman. Unsur silika ini dapat dilarutkan melalui pengikisan maupun
aktivitas mikroorgansime dalam perakaran tanaman. Peran bakteri dalam melarutkan
silika menjadi asam ortosiklik meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatnya
pertahanan suatu tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat dan
karakter bakteri pelarut silika dari berbagai habitat dan mengevaluasi aktivitas
antagonis terhadap 4 hasil tanaman perkebunan yang terserang patogen Magnaporthae
grisae, Rhizoctonia solani, Altarnaria alternata and Macrophomina pheasolina.
.
C. Bahan dan Metode
Sampel tanah dikoleksi dari berbagai habitat di Pakistan termasuk lahan
pertanian padi, gandum dan tebu dimana mengakumulasi silika dalam jumlah tinggi.
Sampel tanah dikeringkan oleh udara dan 10 gram dari tanah yang sudah dikeringkan
kemudian dipindah dalam 100 ml air akuades pada Tabung Erlenmeyer secara terpisah.
Sampel diinkubasi pada rotary shaker pada kecepatan 120 rpm selama 30 menit sesuai
suhu ruang. Pengenceran berseri dari tiap sampel tingkat 10 -1 hingga 10-5 disiapkan
dalam air steril. Sebanyak satu ml aliquot dari tingkat pengenceran 10-5 disebar pada
cawan petri yang berisi media Luria Bertani (LB). Cawan petri diinkubasi pada suhu
30˚C ± 1˚C selama 24 – 48 jam dan dihitung koloni yang terbentuk. Morfologi dari
tiap-tiap bakteri dihitung, diseleksi, dimurnikan dan disuspensi dalam media LB dengan
gliserol.
Isolat bakteri tanah akan diuji dalam melarutkan silika dengan media agar yang
disuplementasi sumber silikat 0,25 % magnesium trisilikat. Cawan petri diinkubasi
pada temperatur 30˚C ± 1˚C selama 36 – 72 jam. Uji bakteri yang melarutkan fosfat
pada media selektif Pikovskaya akan diinkubasi selama 24-72 jam, sedangkan pada uji
pelarut kalium menggunakan medai Alexanrov’s yang diinkubasi selama 48-72 jam.
Penghitungan koloni yang membentuk zona bening setelah diinkubasi, yaitu:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


% 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 ∶ 𝑥 100%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖

Hasil dari isolat yang dapat melarutkan silika, fosfat dan kalium masing-masing
diinokulasi dalam 3 jenis media sebelumnya dengan lama waktu inkubasi 36-72 jam
pada temperatur 30˚C ± 1˚C. Tiap koloni yang membentuk halozone dihitung dan
diukur dalam satuan milimeter. Tahap replikasi dalam penelitian ini sebanyak tiga kali.
Produktivitas asam oleh bakteri ditentukan melalui perubahan warna kuning di sekitar
koloni pada media LB yang disuplementasi pewarna bromophenol blue selama 24 - 72
jam pada temperatur 30˚C ± 1˚C.
Uji antagonis dilakukan dengan pemurnian jamur patogen Magnaporthae
grisae, Rhizoctonia solani, Altarnaria alternata and Macrophomina pheasolina pada
media Potato Dextrose Agar (PDA). Isolat bakteri yang terpilih disuspensi dalam kultur
bakteri broth (5 × 109-cfu∙mL−1) dan diinokulasi ke fungal disc. Pembentukan zona
hambat ditentukan dari lama waktu inkubasi cawan petri selama satu minggu. Teknik
analisis data dilakukan melalui uji statistik.

D. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 111 isolat bakteri yang
didapatkan dari tanah di Pakistan. Sebanyak 35 dari total bakteri terbukti mampu
melarutkan ketiga unsur hara yaitu silika, fosfat dan kalium; 29 isolat dapat melarutkan
silika; 28 isolat dapat melarutkan fosfat dan 12 isolat dapat melarutkan kalium.

Gambar 1. Persentase Kemampuan Bakteri dalam Melarutkan Fosfat, Kalium


dan Silika pada Masing-masing Sampel Tanah di Pakistan.
Aktivitas antagonis ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat pada 35
isolat bakteri yang dapat melarutkan silika, fosfat dan kalium. Lebar zona hambat yang
terbentuk pada empat jamur patogen berkisar 4 mm hingga 39 mm. Aktivitas antagonis
tertinggi didapatkan dari strain bakteri NR-2 dan NE-4b yang masing-masing diisolasi
dari rizosfer gandum.
Tabel 1. Aktivitas Antagonis Isolat Bakteri terhadap Patogen Jamur Tanaman
Bakteri yang dapat melarutkan silika berpengaruh terhadap ketersediaan unsur
hara fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa dari isolat yang dapat
melarutkan magnesium trisilikat pada media juga melarutkan fosfat pada media
Pikovskaya. Hal ini dikarenakan silika berperan utama pada pertumbuhan vegetatif
tanaman tebu, gandum dan padi sehingga dibutuhkan pasokan ATP (energi). Penyedia
ATP didapatkan dari fiksasi P, dimana Si berperan sebagai subtitusi unsur P pada proses
tersebut. Ketersediaan silika dan fosfat juga mempengaruhi unsur hara kalium. Hasil
isolat menunjukkan kemampuan melarutkan silika, fosfat dan kalium. Hubungan antar
ketiga hara tersebut berpengaruh sebagai agen biologis dalam uji aktivitas antifungi.
Aktivitas antifungi paling efektif berasal dari isolat bakteri yang melarutkan silika. Hal
ini ditemukan pada isolat bakteri silika membentuk diameter zona hambat cukup lebar.
Berdasarkan studi literatur, salah satu peran silika dalam menghambat penetrasi jamur ke
dalam tumbuhan melalui pembentukan kutikula berlapis pada dinding sel.
E. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 111 isolat bakteri didapatkan dari
beberapa sampel tanah di Pakistan diantaranya 35 isolat dapat melarutkan ketiga unsur
hara, 29 isolat dapat melarutkan silika, 28 melarutkan fosfat dan 12 melarutkan kalium.
Terdapat hubungan dari ketersediaan unsur hara silika terhadap fosfat dan kalium, salah
satunya dalam peran antifungi. Aktivitas antifungi terbukti efektif pada isolat bakteri
pelarut silika, dengan terbentuknya zona hambat yang cukup lebar.
Pengelolaan Hara Silika pada Tanah Pertanian di Indonesia

A. Abstrak
Si diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman terutama famili Angiospermae seperti
padi dan tebu. Unsur hara Si belum banyak dikenal dan diketahui bahwa tanah sawah
dapat mengalami defisiensi hara Si tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui respon tanaman padi terhadap pemberian silika. Penelitian dilakukan di
tiga lokasi di lapangan yaitu Taman Bogo, Lampung; Pariaman, Sumatera Barat dan
Maros, Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan tanaman padi respon terhadap
pemberian unsur hara silika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk
silika 160-200 kg ha-1 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi
kompos jerami dan abu sekam serta perlakuan terak baja. Hasil percobaan lapangan di
Maros dan Pariaman memberikan hasil tertinggi gabah kering panen berturut-turut 7,11
t ha-1 dan 8,04 t ha-1 dengan perlakuan kompos jerami (5.000 kg ha-1) + abu sekam (100
kg ha-1). Sedangkan hasil tertinggi di Taman Bogo diperoleh pada dua perlakuan yaitu
pupuk Si (160 kg ha-1) dan terak baja 1.000 kg ha-1. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa pemberian unsur hara silika mampu meningkatkan hasil padi. Peningkatan hasil
padi nyata dengan pemberian Si yang dapat diperoleh dari berbagai sumber alam yaitu
kompos jerami, sekam padi, terak baja, dan pupuk silika.
Kata kunci: Pupuk silika, kompos jerami, abu sekam, desilikasi

B. Pendahuluan
Produktivitas tanaman padi sangat bergantung pada kebutuhan unsur hara yang
tersedia. Penambahan pupuk NPK tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan tanaman tersebut, hal ini dibuktikan adanya stagnansi produksi tanaman
padi dari tahun ke tahun. Kebutuhan unsur hara mikro yang bersifat benefecial bagi
tanaman padi yaitu silika. Silika dibutuhkan dalam jumlah banyak selama pertumbuhan
padi. Pemberian unsur hara silika dapat melalui berbagai metode yaitu pemberi pupuk
silika maupun secara in situ dengan pengomposan jerami dan sekam padi. Sistem
pengelolaan hara silika di Indonesia belum berkembang, sehingga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pemberian pupuk silika, kompos jerami dan sekam
padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman padi di berbagai kebun percobaan.

C. Metode
Varietas padi yang digunakan dalam penelitian yaitu IR-42, Inpari 13 dan Inpari
4. Lokasi penanaman berada di sentra padi yaitu pada varietas IR-42 di Pariaman, Inpari
13 di Taman Bogo, Lampung dan Inpari 4 di Maros, Sulawesi Selatan. Petak perlakuan
yang digunakan berukuran 4 x 5 m2. Penelitian merupakan percobaan respon
pemupukan dari berbagai sumber Si baik pupuk silika maupun sumber Si in situ seperti
jerami dan sekam padi. Percobaan dilakukan di lahan sawah yang memiliki kandungan
Si rendah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 9
perlakuan yang diulang tiga kali. Teknik pengumpulan data berupa pertumbuhan dan
hasil masing-masing tanaman padi. Analisis tanah merupakan analisis rutin ditambah
penetapan Si tersedia menggunakan metode ekstraksi dengan acetate buffer 1N, pH 4,0.
D. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian ditunjukkan pada tabel 1, 2 dan 3.
Berdasarkan parameter yang tertera pada tabel 1, diketahui bahwa kandungan
bahan organik pada masing-masing lahan termasuk dalam kategori rendah. Ketersediaan
silika dalam masing-masing lahan yaitu Pariaman sebesar 94 mg.kg-1, Maros 195 mg.kg-1
dan Taman Bogo 281 mg.kg-1. Tingkat asam-basa lahan Pariaman termasuk masam, lahan
Maros termasuk netral dan lahan Taman Bogo termasuk masam. Analisis kimia-fisika
tanah yang telah dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan pupuk silika,
kompos jerami dan sekam padi, kecuali pada varietas Inpari 13 di Taman Bogo, Lampung.
Penambahan pupuk silika atau kompos jerami dan sekam padi pada aplikasi
NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada batang.
Hasil ini dibuktikan tidak berbeda nyata dengan kontrol, yaitu tidak terdapat penambahan
pupuk silika atau kompos jerami dan sekam padi. Peningkatan tinggi tanaman disertai
meningkatnya jumlah anakan pada batang menunjukkan bahwa aplikasi penambahan
silika dalam tanaman padi mempengaruhi fase pertumbuhan yakni 8 minggu setelah masa
tanam. Silika lebih banyak terakumulir pada bagian daun dan batang padi. Tidak hanya
terkumpul dalam batang dan daun padi, silika juga terangkut hingga ke bulir padi.
Keberadaan Si dalam jaringan tanaman akan meningkatkan daya tahan padi terhadap
serangan hama dan penyakit dan juga rendemen padi. Hal ini menyebabkan perlunya
sistem pengelolaan silika secara optimal dalam tanaman padi, untuk mendukung
produktivitas. Pemberian hara silika d
E. Kesimpulan
Tanaman padi varietas Inpari 13 di Taman Bogo, Lampung memiliki
ketersediaan silika paling tinggi yaitu. Hal ini berpengaruh terhadap penambahan
pupuk silika, kompos jerami dan sekam padi yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan
pada batang. pemberian pupuk silika terhadap warna hijau daun, kekuatan tegak batang,
dan ketahanan terhadap serangan penyakit, kejenuhan basa dan peningkatan unsur P
setelah panen.
Pengaruh Silikat terhadap Kekerasan Batang, Produktivitas Padi, Mutu Gabah dan
Beras Yang Dihasilkan

A. Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk silikat
terhadap peningkatan kekerasan batang, produktivitas dan mutu hasil padi. Dalam
percobaan ini digunakan rancangan Split-plot dengan tiga kali ulangan. Perlakuan petak
utama yaitu varietas (inbrida, hibrida, dan PTB) dan pupuk silikat sebagai anak petak.
1) tanpa pupuk Si (kontrol), (2) 50 ppm SiO2, (3) 100 ppm SiO2, (4) 200 ppm SiO2,
dan (5) 400 ppm SiO2. Pupuk silikat diberikan satu kali saja pada semua perlakuan
pada saat sebelum tanam. Cara pemberian pupuk yang lain mengikuti rekomendasi
setempat (konsep PHSL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kekerasan batang
dipengaruhi oleh umur tanaman dan varietas. Semakin tua tanaman padi semakin keras
batangnya, varietas inbrida Inpari 10 memiliki batang lebih lunak dibanding varietas
hibrida Hipa 6 dan PTB B.105.33F-KN-11-1. Kekerasan batang tersebut dapat
ditingkatkan dengan pemberian pupuk silikat. Pada tanah berkadar Si rendah seperti
pada tanah alluvial Subang (76,46%) perlu diberikan 200 ppm SiO2. Sedangkan pada
tanah berkadar SiO2 sedang seperti pada tanah andosol Kuningan (82,66%) hingga
tinggi seperti pada tanah latosol Bogor (87,24%) cukup diberikan 50 ppm SiO2, (2)
Rata-rata hasil produksi yang dicapai melalui pemberian pupuk silikat adalah 6,24 t/ha
pada tanah alluvial, 6,71 t/ha pada tanah andosol, dan 7,23 t/ha pada tanah latosol.
Dengan demikian ada kenaikan hasil produksi berturut-turut sekitar 6,45% untuk tanah
alluvial, 6,6 % untuk tanah andosol, dan 7,05% untuk tanah latosol dibandingkan
kontrol, dan (3) Pengaruh pemberian pupuk silikat terhadap mutu beras tergantung pada
jenis tanahnya. Pada tanah alluvial, pemberian pupuk silikat hanya meningkatkan
komponen mutu beras (transparancy) dari sekitar 1,4% menjadi 1,6%. Sedangkan pada
tanah latosol, beras giling, whiteness dan milling degree meningkat masing-masing dari
sekitar 68,9% menjadi 69,1%; 48,8% menjadi 50,3%; dan dari 129,9 menjadi 136,4.
Kata kunci: silikat, kekerasan batang, produksi dan mutu hasil, padi.

B. Pendahuluan
Silika merupakan salah satu unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman padi
dan tebu. Silika diperlukan untuk menjadikan tanaman memiliki bentuk daun yang tegak
(tidak terkulai), sehingga daun efektif menangkap radiasi surya dan efisien dalam
penggunaan hara N, yang menentukan tinggi/rendahnya hasil produksi tanaman.
Tanaman yang cukup silikat memiliki daun yang terlapisi Si dengan baik, sehingga lebih
tahan terhadap serangan berbagai penyakit baik oleh fungi maupun bakteri, seperti
penyakit blas dan hawar daun bakteri (HDB). Pemberian silika dapat melalui berbagai
sumber, salah satunya melalui pupuk sebagai pengganti aplikasi pestisida yang
mempengaruhi kualitas hasil produksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian pupuk silika terhdap kekerasan batang, produktivitas padi berupa
gabah dan beras yang dihasilkan.
C. Metode
Penelitian dilaksanakan di lahan sawah irigasi sentra produksi padi pada tiga
jenis tanah, (1) aluvial di Kebun Percobaan (KP) Sukamandi, Subang; (2) tanah andosol
di Kebun Percobaan Kuningan; dan (3) pada jenis tanah latosol di Kebun Percobaan
Muara Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Split-plot dengan 3
ulangan.Varietas padi yang ditanam yaitu inbrida Inpari 10, hibrida Hipa 6, dan PTB
B.105.33F-KN11-1 dengan lima perlakuan (1) Tanpa pupuk Si (kontrol), (2) 50 ppm,
(3) 100 ppm, (4) 200 ppm, dan (5) 400 ppm.
Teknik pengumpulan data yaitu kekerasan batang serta kandungan silikat pada
daun, produktivitas padi dan mutu gabah serta beras yang dihasilkan. Karakterisasi
dilakukan terhadap kadar air gabah, butir hampa dan kotoran, butir hijau, butir
mengapur, butir kuning dan butir rusak. Sedangkan karakterisasi mutu beras meliputi
kadar air beras, rendemen beras giling, persentase beras kepala, beras patah (broken),
menir, butir mengapur, butir kuning/rusak, butir merah, benda asing, dan derajat sosoh.
Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam, sedang untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

D. Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian dibuat dalam bentuk tabel 1 dan 2.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk
silika terhadap produksi dan kualitas pertubuhan padi. Kekerasan batang padi
dipengaruhi oleh umur tanaman dan varietas. Semakin tua tanaman padi semakin keras
batangnya, varietas inbrida Inpari 10 memiliki batang lebih lunak dibanding varietas
hibrida Hipa 6 dan PTB B.105.33F-KN-11-1. Kekerasan batang tersebut dapat
ditingkatkan dengan pemberian pupuk silikat. Pada tanah berkadar Si rendah seperti
pada tanah alluvial Subang (76,46%) perlu diberikan 200 ppm Si. Sedangkan pada
tanah berkadar Si sedang seperti pada tanah andosol Kuningan (82,66%) hingga tinggi
seperti pada tanah latosol Bogor (87,24%) cukup diberikan 50 ppm Si. Rata-rata hasil
yang dicapai melalui pemberian pupuk silikat adalah 6,24 t/ha pada tanah alluvial, 6,71
t/ha pada tanah andosol, dan 7,23 t/ha pada tanah latosol. Dengan demikian ada
kenaikan hasil berturut-turut sekitar 6,45% untuk tanah alluvial, 7,05% untuk tanah
andosol, dan 6,67% untuk tanah latosol dibandingkan kontrol. Pengaruh pemberian
pupuk silikat terhadap mutu beras tergantung pada jenis tanahnya. Pada tanah alluvial,
pemberian pupuk silikat hanya meningkatkan komponen mutu beras (transparancy) dari
sekitar 1,4% menjadi 1,6%. Sedangkan pada tanah latosol, beras giling, whiteness dan
milling degree meningkat masing-masing dari sekitar 68,9% menjadi 69,1%; 48,8%
menjadi 50,3%; dan dari 129,9 menjadi 136,4.

E. Kesimpulan
Pemberian pupuk silika efektif terhadap pertumbuhan dan kualitas produksi
padi. Dosis pupuk silika bergantung pada ketersediaan hara silika pda masing-masing
jenis lahan percobaan. Pemberian pupuk silika juga berpengaruh terhadap komponen
mutu beras pada tanah aluvial dibandingkan tanah latosol.

Anda mungkin juga menyukai