MIKROBIOLOGI PERTANIAN
ACARA IX
INOKULASI RHIZOBIUM PADA BENIH KEDELAI
Oleh:
Imam Rajuna
A1D022027
Rombongan 1
A. Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman semusim
utama di Indonesia. Kedelai menjadi sumber protein nabati yang penting bagi
berbagai industri dan banyak dijadikan sebagai bahan baku untuk olahan makanan
tertentu. Tanaman kedelai mempunyai siklus hidup yang pendek, yaitu sekitar 75-
85 hari apabila varietas yang ditanam merupakan varietas genjah. Oleh karena itu,
budidaya tanaman kedelai sangat diminati (Sjamsijah et al., 2018).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015), perkembangan produksi
kedelai selama kurun waktu 1993 hingga 2015 mengalami fluktuasi. Oleh karena
itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi kedelai yang dapat dimulai
dengan menerapkan teknik budidaya tanaman kedelai yang baik. Salah satu faktor
pendukung dalam budidaya tanaman kedelai adalah ketersediaan nutrisi atau
unsur hara. Tanaman kedelai membutuhkan unsur hara makro berupa nitrogen
dalam jumlah yang besar dibandingkan unsur hara lainnya untuk mendukung
pertumbuhan fase vegetatif.
Sapalina et al. (2022) menyatakan bahwa unsur nitrogen merupakan unsur
yang melimpah di atmosfer, tetapi tanaman tidak dapat memanfaatkan nitrogen
bebas di udara tanpa diserap dalam bentuk ion oleh perakaran tanaman. Oleh
karena itu, dibutuhkan peran mikroorganisme yang dapat mengubah nitrogen
bebas di udara menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Salah satu
mikroorganisme yang berperan menambat nitrogen bebas di atmosfer adalah
bakteri Rhizobium. Sari & Prayudyaningsih (2015) menyatakan bahwa Rhizobium
merupakan bakteri bersifat simbiotik yang umumnya hidup di dalam bintil akar
tanaman legum. Bintil akar pada tanaman legum merupakan tempat
berlangsungnya fiksasi nitrogen, yaitu proses pengubahan nitrogen bebas di udara
menjadi bentuk nitrogen yang dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman.
Untuk meningkatkan kandungan bakteri Rhizobium dilakukan proses inokulasi
1
atau pencampuran bakteri Rhizobium pada benih kedelai siap tanam. Oleh karena
itu, inokulasi bakteri Rhizobium pada benih kedelai dapat menjadi alternatif solusi
dalam peningkatan produktivitas tanaman kedelai.
B. Tujuan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman semusim
penting yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga kedelai menjadi
sumber protein nabati dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri serta
bahan tambahan untuk pakan ternak (Purwaningsih, 2015). Wahyuni (2016)
menyatakan bahwa kedelai adalah salah satu tanaman kelompok leguminosae atau
kacang-kacangan yang mempunyai kandungan protein nabati tertinggi
dibandingkan dengan jenis tanaman legum lainnya, yaitu kacang merah, kacang
hijau, kacang gude, kacang tanah, dan kacang tolo. Hal tersebut sesuai dengan
Rohmah & Saputro (2016), yang menyatakan bahwa biji kedelai mengandung
sekitar 35% protein, 35% karbohidrat, serta 15% lemak. Sementara itu, biji
kedelai juga mempunyai kandungan mineral seperti vitamin A dan B, fosfor, besi,
serta kalsium.
Wahyuni (2016) menjelaskan bahwa apabila dilihat dari segi kandungan
protein, tanaman kedelai memiliki mutu gizi yang paling baik karena hampir
sebanding dengan protein yang terkandung di dalam daging. Protein pada kedelai
menjadi satu-satunya dari kelompok leguminosae yang memiliki susunan asam
amino esensial yang paling lengkap. Kedelai banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku produk olahan, seperti tempe, tahu, oncom, kecap, dan tauco.
B. Bakteri Rhizobium
3
aerob (Nontji, 2022). Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro esensial
yang dapat diperoleh dari beberapa sumber, seperti pelapukan bahan organik, air
hujan atau atmosfer, pengikatan N2 bebas, serta pengaplikasian pupuk (Mansyur
et al., 2021).
Untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen tanaman, fiksasi nitrogen bebas
dari udara sangat penting. Salah satu peran penting proses biokimia di tanah yang
dikenal sebagai fiksasi nitrogen adalah pengubahan nitrogen atmosfer yang berada
dalam bentuk N2 bebas menjadi nitrogen dalam senyawa atau nitrogen terfiksasi.
Dalam proses fiksasi tersebut, mikroorganisme tertentu memainkan peran. Bakteri
Rhizobium adalah mikroorganisme dalam tanah yang memiliki kemampuan untuk
mengikat nitrogen bebas dari udara menjadi amonia (NH 3), yang dapat diubah
menjadi asam amino dan kemudian diubah menjadi bentuk ion nitrogen yang
dapat digunakan tanaman (Kurniawan et al., 2020).
Sari & Prayudyaningsih (2015) menjelaskan bahwa bakteri Rhizobium
merupakan bakteri yang bersifat heterotrof atau mendapatkan makanan dan
sumber energi dari oksidasi senyawa organik, seperti sukrosa dan glukosa.
Marwan & Handayani (2019) menyatakan bahwa bakteri Rhizobium umumnya
hidup di dalam akar tanaman leguminosae atau kacang-kacangan. Tanaman legum
akan merespons bakteri Rhizobium yang menginfeksi akar tanaman dengan
membentuk bintil-bintil akar yang berisi bakteri Rhizobium tersebut. Bakteri
Rhizobium berhubungan dengan tanaman leguminosae dalam simbiosis
mutualisme. Bakteri Rhizobium akan mendapatkan makanan dari jaringan akar
tanaman, seperti mineral, gula, karbohidrat, serta air, sedangkan bakteri
Rhizobium akan memberikan imbalan berupa nitrogen yang telah ditambat dari
atmosfer.
Lisanti (2015) menyatakan bahwa suatu zat tertentu yang dikeluarkan oleh
akar tanaman akan merangsang aktivitas bakteri Rhizobium. Jika bakteri telah
menempel pada akar rambut, akar tanaman kemudian akan mengeriting.
Perkembangbiakan bakteri Rhizobium pada akar tanaman legum ditandai dengan
pembengkakan akar yang terus meningkat hingga terbentuknya bintil akar.
Bakteri Rhizobium mempunyai beberapa karakteristik apabila ditinjau secara
4
makroskopis, yang meliputi koloni berwarna putih susu, tidak transparan,
berbentuk sirkuler, konveks, semitranslusen, serta berdiameter 2-4 mm dalam
waktu 3 hingga 5 hari pada medium agar. Sementara apabila diamati secara
mikroskopis, sel bakteri Rhizobium berbentuk basil atau batang, bersifat aerobik,
termasuk ke dalam jenis bakteri gram negatif dengan ukuran 0,5-0,9 x 1,2-3 µm,
motilitas pada media cair, dan biasanya mempunyai satu flagela polar atau
subpolar. Pada umumnya, bakteri Rhizobium memerlukan lingkungan yang
optimal untuk mendukung pertumbuhannya, yaitu suhu 25-30 oC dengan pH
sekitar 6-7.
5
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara sembilan ini adalah tanah,
biji kedelai, alkohol 70%, akuades, air, dan isolat Rhizobium dalam YEM.
Sementara itu, alat yang digunakan meliputi pemanas atau pengukur, panci, kaki
tiga, beaker glass, pengaduk, timbangan, kemasan air minum gelas (KAMG),
gelas ukur, pisau, pinset, dan cawan petri, serta mortar & pestle.
B. Prosedur Kerja
6
c. Bakteri Rhizobium dalam media agar kemudian diinokulasikan dalam
KAMG sebanyak 10 cc per KAMG.
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
8
4. Biji kedelai dibilas dengan akuades sebanyak 3
kali ulangan berturut-turut di dalam cawan
petri.
9
2. Tanah disiapkan secukupnya, kemudian
dipanaskan selama 5 menit. Setelah itu, tanah
didinginkan dengan angin, kemudian
dimasukkan ke dalam KAMG.
10
6. Bakteri Rhizobium dimasukkan ke dalam cawan
petri berisi biji kedelai, kemudian
diinokulasikan ke dalam KAMG sebanyak 10
cc per KAMG.
11
2. Tanah disiapkan secukupnya, kemudian tanah
dimasukkan ke dalam KAMG.
12
3. Biji kedelai disterilkan dengan menggunakan
alkohol 70% selama 3 menit.
13
7. Biji kedelai ditanam ke dalam KAMG dengan
kedalaman 1-2 cm dari atas permukaan tanah.
Bagian bawah KAMG dilubangi dengan pisau
untuk jalan keluarnya air.
B. Pembahasan
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang paling penting
karena setiap 100 gram kedelai mengandung sekitar 17 gram protein. Kedelai
merupakan sumber protein lengkap yang mengandung semua asam amino esensial
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kedelai termasuk ke dalam jenis tanaman
legum atau kacang-kacangan yang memerlukan pupuk dalam skala yang cukup
besar. Nitrogen menjadi salah satu unsur hara makro yang diperlukan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Keberadaan dan ketersediaan
unsur nitrogen yang dapat digunakan di dalam tanah sangat terbatas karena
nitrogen merupakan unsur yang mudah tercuci dan menguap (Santana et al.,
2021).
Kebutuhan nitrogen untuk tanaman kedelai sangat tinggi. Menurut Aswita et
al. (2022), tanaman kedelai menyerap sekitar 70-80 gram nitrogen dari dalam
tanah untuk menghasilkan 1 kg biji. Oleh karena itu, apabila hasil panen 1,5
ton/ha, maka tanaman kedelai akan menyerap sekitar 105-120 nitrogen dari dalam
tanah. Zhong et al. (2019) menyatakan bahwa sebagian besar tanaman legum atau
kacang-kacangan dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhziobium dan membentuk
nodul atau bintil akar yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fiksasi
nitrogen biologis.
Tanaman kedelai dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara melalui
simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Simbiosis ini menghasilkan bintil akar yang
14
mengandung bakteri Rhizobium. Bakteri Rhizobium akan menambat nitrogen
bebas dari udara dan menyediakannya untuk tanaman kedelai. Usman et al. (2014)
menyatakan bahwa efektivitas dan infektivitas bakteri Rhizobium ditentukan oleh
kesesuaian genetik Rhizobium dengan tanaman inangnya. Nodulasi merupakan
suatu tahap tanaman inang membentuk hubungan simbiosis dengan bakteri
Rhizobium. Nodulasi terbatas pada strain Rhizobium tertentu umumnya dapat
digunakan untuk memperoleh genotipe tanaman yang hanya akan menghasilkan
bintil akar dengan strain Rhizobium yang sangat efektif. Selain itu, sering
dijumpai inokulasi Rhizobium yang tidak mampu meningkatkan nodulasi, serapan
unsur N, dan pertumbuhan tanaman. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
ketidaksesuaian genetik antara inokulan dengan tanaman inangnya.
Menurut Meitasari & Wicaksono (2017), kemampuan tanaman kedelai
dalam menambat nitrogen bebas udara baik pada tanah yang belum atau sudah
pernah ditanami dengan kedelai akan meningkat jika benih kedelai diinokulasi
dengan bakteri Rhizobium sebelum ditanam. Pemupukan unsur nitrogen di awal
masa pertumbuhan tanaman dalam skala kecil akan memacu pertumbuhan bakteri
bintil akar atau Rhizobium. Inokulasi bakteri penambat nitrogen dilakukan apabila
tanah tidak mempunyai bakteri Rhizobium atau hanya tersedia dalam jumlah
sedikit.
Proses inokulasi bakteri Rhizobium harus memperhatikan beberapa hal
penting agar meningkatkan keberhasilan proses inokulasi, seperti kualitas
inokulan dan metode atau teknik inokulasi. Kondisi tanah tempat tumbuhnya
tanaman yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah juga penting untuk
diperhatikan untuk mengoptimalkan efektivitas simbiosis bakteri Rhizobium
dengan tanaman inangnya (Usman et al., 2014). Pada praktikum acara sembilan
ini, inokulasi Rhizobium kepada benih kedelai dilakukan melalui tiga perlakuan
yang berbeda sebelum ditanam dalam kemasan air minum gelas (KAMG), yaitu
kontrol atau tanpa pemberian bakteri Rhizobium (KAMG 1), inokulasi Rhizobium
dengan pemanasan (KAMG 2), dan inokulasi Rhizobium tanpa pemanasan
(KAMG 3). Pada perlakuan kontrol atau KAMG 1, tanah yang akan ditanami
benih kedelai dipanaskan terlebih dahulu selama 5 menit, kemudian didinginkan
15
dan dimasukkan ke dalam KAMG. Pada perlakuan kontrol tidak dilakukan
inokulasi Rhizobium, biji hanya disterilkan dengan alkohol 70% dan dibilas
dengan akuades sebanyak 3 kali.
Langkah kerja pada perlakuan inokulasi Rhizobium dengan pemanasan
(KAMG 2) sama dengan langkah kerja inokulasi Rhizobium tanpa pemanasan
(KAMG 3). Perbedaan antara perlakuan KAMG 2 dan KAMG 3 hanya terletak
pada tanah yang digunakan. Pada KAMG 2, tanah untuk media tanam benih
kedelai dipanaskan terlebih dahulu selama 5 menit, sedangkan tanah pada KAMG
3 tidak dilakukan pemanasan atau pengukusan. Pemanasan tanah bertujuan untuk
mensterilkan tanah dari berbagai mikroorganisme yang berpotensi menghambat
atau menjadi patogen penyebab penyakit pada tanaman kedelai.
Lusiana (2021) menyatakan bahwa selama tahap pembentukan nodul atau
bintil berlangsung, terdapat dua keadaan yang berkaitan dengan penyediaan unsur
hara untuk Rhizobium. Keadaan pertama berlangsung ketika rhizobium berada di
luar sel tanaman selama tahap infeksi. Pada tahap tersebut, bakteri secara aktif
tumbuh dan berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan diri sehingga
sangat tergantung terhadap ketersediaan unsur hara di luar sel tanaman. Defisiensi
unsur hara selama fase infeksi dapat menyebabkan Rhizobium tidak dapat
berkembang biak dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan infeksi bintil akar tidak
terjadi atau bintil akar yang terbentuk tidak efektif.
16
vesikel sel akar. Bakteroid tidak membutuhkan nutrisi dari luar sel tanaman, tetapi
membutuhkan nutrisi dari tanaman inangnya. Tanaman inang harus menyediakan
karbohidrat dan senyawa organik lainnya untuk mendukung pertumbuhan
bakteroid Rhizobium (Lusiana, 2021).
Sari & Prayudyaningsih (2015) menyatakan bahwa pembentukan nodula
atau bintil akar diawali dengan proses masuknya infeksi benang dan penetrasi
bakteri Rhizobium ke dalam jaringan akar dari sel ke sel. Sel-sel korteks tersebut
kemudian terbagi membentuk jaringan nodula yang menjadi tempat bakteri
Rhizobium untuk membelah dan menggandakan diri. Batas pemisah kemudian
berkembang, lokasi pusat tempat bakteri berada dikenal dengan zona bakteri yang
ditandai dengan terdapatnya nodula dari bakteri yang menginfeksi, sedangkan
jaringan bebas disebut dengan korteks nodula. Jaringan nodula yang tumbuh
dalam berbagai ukuran akan mendorong dirinya melalui akar dan akhirnya
muncul sebagai bintil akar yang merupakan tambahan dalam sistem perakaran.
Ukuran dan bentuk bintil akar berbeda-beda tergantung pada spesies dan tanaman
legum inangnya.
Sa’adah & Islami (2019) menjelaskan bahwa nodul atau bintil akar
terbentuk diakibatkan oleh proses fiksasi N tanaman dan aktivitas pertumbuhan
populasi Rhizobium. Ketika dibelah, bintil akar yang efektif bagian tengahnya
akan berwarna kemerahan karena mengandung leghemoglobin dan enzim
nitrogenase yang bertanggung jawab atas proses fiksasi N 2. Pada umumnya,
ukuran bintil akar yang efektif lebih besar dan terpusat pada akar utama,
sedangkan bintil akar yang tidak efektif ukurannya cenderung lebih kecil dan
tersebar pada percabangan akar. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan bintil akar, yaitu kemasaman tanah,
kelembaban tanah, suhu tanah, kandungan bahan organik, serta densitas sel
Rhizobium.
17
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Aswita, D., Nurhayati., & Kurniawan, T. 2022. Pengaruh dosis Rhizobium dan
konsentrasi pupuk mkp (mono kalium phospat) terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill). Jurnal Floratek,
17(2): 72-79.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Kedelai Menurut Provinsi (ton), 1993-2015.
(On-line).
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/09%2000:00:00/871/produ
ksi-kedelai-menurut-provinsi-ton-1993-2015.html diakses pada 23
Oktober 2023.
19
Prasetyani, C. E., Nuraini, Y., & Sucahyono, D. 2021. Pengaruh salinitas tanah
terhadap efektivitas bakteri Rhizobium sp toleran salinitas pada tanaman
kedelai (Glycine max L. Merril). Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan,
8(1): 281-292.
Sa’adah, N., & Islami, T.. 2019. Pengaruh pemberian macam biochar dan pupuk n
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.).
Jurnal Produksi Tanaman, 7(11) : 2077-2083.
Sapalina, F., Ginting, E. N., & Hidayat, F. 2022. Bakteri penambat nitrogen
sebagai agen biofertilizer. Warta PPKS, 27(1): 41-50.
Sjamsijah, N., Varisa, N., & Suwardi. 2018. Uji daya hasil beberapa genotipe
tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) produksi tinggi dan umur
genjah generasi f6. Journal of Applied Agricultural Sciences, 2(2): 106-
116.
Usman., Hadie, J., & Zulhidiani, R. 2015. Inokulasi Rhizobium indigenous dan
takaran pupuk urea terhadap nodulasi dan pertumbuhan kacang
nagara pada media tanah gambut. Jurnal AgriPeat, 16(1): 9-19.
Wahyuni, A. 2016. Kualitas Dadih Kedelai dengan Penambahan Sari Jeruk Manis
dan Jambu Biji. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Zhong, Y., Yang, Y., Liu, P., Xu, R., Rensing, C., Fu, X., & Liao, H. 2019.
Genotype and Rhizobium inoculation modulate the assembly of soybean
rhizobacterial communities. Plant, Cell, & Environment, 42(6): 2028-
2044.
20
LAMPIRAN
21
22
23
24
25
Lampiran 9.2 Dokumentasi Praktikum Acara IX
26