1. BILANGAN PRIMA
Definisi Bilangan Prima. Bilangan bulat 𝑝 > 1 disebut bilangan prima
jika tidak terdapat pembagi 𝑑 terhadap 𝑝 yang memenuhi syarat 1 < 𝑑 < 𝑝.
Dengan kata lain, bilangan prima adalah bilangan asli yang lebih besar dari
satu, yang faktor pembaginya adalah satu dan bilangan itu sendiri. Sebuah
bilangan bulat 𝑝 > 1 yang bukan bilangan prima disebut bilangan komposit.
Teorema Bilangan Prima
a. Dua bilangan 𝑎 dan 𝑏 dikatakan saling prima, jika (𝑎, 𝑏) = 1 . Saling
prima juga dapat disebut koprima atau prima relatif.
Contoh:
Misalkan 7, 8, dan 15. FPB dari ketiga bilangan tersebut adalah (7,8,15) =
1, sehingga dapat dikatakan bahwa 7, 8, dan 15 saling prima atau prima
relatif.
b. Jika sisa pembagian 𝑏 oleh 𝑎 adalah prima relatif dengan 𝑎, maka 𝑏 juga
prima relatif dengan 𝑎.
Contoh:
Misalkan 14 dan 59, dengan 59 = (14)(4) + 3. Terlihat bahwa (3,14) =
1, maka (59,14) = 1. Sehingga 14 dan 59 prima relatif.
c. Setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 dapat dibagi oleh suatu bilangan prima.
Dengan kata lain, jika 𝑛 ∈ ℤ+ dan 𝑛 adalah bilangan komposit, maka ada
bilangan prima 𝑝 sehingga 𝑝|𝑛.
Contoh:
Misalkan 𝑛 = 30, 𝑛 ∈ ℤ+ , 𝑛 ∈ {bilangan komposit}. Menurut teorema di
atas, 𝑛 memiliki faktor selain 1 dan 30 sendiri. Misalkan faktor lain
tersebut adalah 𝑑1 = 2 yaitu 2|30 , maka ada 𝑛1 ∈ ℤ+ sedemikian
sehingga 30 = 2𝑛1 dengan 𝑛1 = 15 dan 1 < 15 < 30 . Karena 15
merupakan bilangan komposit, maka 𝑛1 mempunyai faktor selain 1 dan 15
sendiri. Misalkan faktor lain tersebut adalah 𝑑2 = 3 yaitu 3|15, maka ada
𝑛1 ∈ ℤ+ sedemikian sehingga 15 = 3𝑛2 dengan 𝑛2 = 5 dan 1 < 5 < 15.
Karena 𝑛2 = 5 merupakan bilangan prima, menurut teorema, ada bilangan
𝑝 sedemikian sehingga 𝑝|30, yaitu 𝑝 = 5, 5|30.
d. Setiap bilangan bulat 𝑛 > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil kali bilangan-
bilangan prima (mungkin hanya satu faktor prima).
Contoh:
10 = 5 × 2 , 17 = 17 × 1
e. Jika 𝑛 suatu bilangan komposit, maka 𝑛 memiliki faktor 𝑘 dengan 1 <
𝑘 ≤ √𝑛.
1
Contoh:
Misalkan angka 1003, akan diperiksa apakah merupakan bilangan prima
atau bukan. Bilangan prima yang kurang dari √1003 yaitu
2, 3, 5, 7, 11, 13, 19, 23, 29, dan 31. Karena terdapat bilangan yang dapat
membagi habis 1003 yaitu 17 maka 1003 bilangan komposit.
f. Jika 𝑛 ∈ ℕ (Bilangan Asli) dan 𝑛 > 1, maka 𝑛 mempunyai faktor prima
terbesar 𝑝 sehingga 𝑝 ≤ √𝑛.
Contoh:
Misalkan 𝑛 = 300. Faktor prima dari 300 yaitu 2, 3, dan 5. Faktor prima
terbesar dari 300 yaitu 𝑝 = 5, dan 𝑝 ≤ √300.
2. FAKTOR PRIMA
Setiap bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dapat dinyatakan
sebagai hasil kali faktor-faktor prima (mungkin hanya satu faktor). Hasil kali
dari faktor-faktor prima itu adalah tunggal, kecuali hanya berbeda menurut
urutan dari faktor-faktor prima tersebut. Pemfaktoran suatu bilangan bulat atas
faktor-faktor prima yang tunggal itu dikenal dengan nama teorema Dasar
Aritmetika dan disebut faktorisasi tunggal. Berikut beberapa teorema mengenai
faktorisasi tunggal.
a. Jika 𝑝 suatu bilangan prima dan 𝑝|𝑎𝑏, 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ, maka 𝑝|𝑎 atau 𝑝|𝑏.
b. Jika 𝑝 suatu bilangan prima dan 𝑝|𝑎1 𝑎2 𝑎3 … 𝑎𝑛 maka 𝑝|𝑎𝑖 untuk 1 ≤ 𝑖 ≤
𝑛.
c. Jika 𝑝, 𝑞1 , 𝑞2 , 𝑞3 , … , 𝑞𝑛 semua bilangan prima dan 𝑝|𝑞1 𝑞2 𝑞3 … 𝑞𝑛 maka
𝑝 = 𝑞𝑘 untuk 1 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛.
d. Pemfaktoran suatu bilangan positif yang lebih besar dari satu atas faktor-
faktor prima adalah tunggal, kecuali urutan dari faktor-faktornya mungkin
tidak tunggal.
e. Jika dalam barisan bilangan prima, 𝑝𝑛 menyatakan bilangan prima ke-𝑛,
𝑛−1
maka 𝑝𝑛 ≤ 22 .
f. Untuk 𝑛 ≥ 1 ada paling sedikit 𝑛 + 1 buah bilangan prima yang lebih
𝑛
kecil dari 22 .
3. KETERBAGIAN
Definisi Keterbagian. Suatu bilangan bulat 𝑎 ≠ 0 membagi habis
bilangan bulat 𝑏 (ditulis 𝑎|𝑏) jika dan hanya jika ada bilangan bulat 𝑘 sehingga
𝑏 = 𝑎𝑘, atau dapat dituliskan dengan simbol ∀ 𝑎 , 𝑏 ∈ ℤ , 𝑎|𝑏 ⟺ ∃ 𝑘 ∈ ℤ ∋
𝑏 = 𝑎𝑘; 𝑎 ≠ 0.
Teorema Keterbagian
2
a. Jika diketahui bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 dengan 𝑎 ≠ 0 dan ada bilangan
bulat 𝑘 sehingga berlaku 𝑏 = 𝑎𝑘, maka 𝑘 tunggal.
b. Jika 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 bilangan bulat, 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐 maka 𝑏|𝑐 . Secara ringkas
dapat ditulis dengan simbol: 𝑎|𝑏 ⋀ 𝑏|𝑐 ⟹ 𝑎|𝑐; 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℤ.
c. Jika 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 merupakan bilangan bulat, 𝑎|𝑏 dan 𝑎|𝑐 maka 𝑎|𝑏 + 𝑐.
d. Jika 𝑎 dan 𝑏 merupakan bilangan bulat dan 𝑎|𝑏 maka 𝑎|𝑏𝑐 untuk setiap
𝑐 ∈ ℤ.
e. Jika 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 bilangan bulat, 𝑎|𝑏 dan 𝑎|𝑐 maka 𝑎|(𝑏𝑚 + 𝑐𝑛) untuk
setiap 𝑚 dan 𝑛 bilangan bulat.
f. Jika 𝑎 dan 𝑏 merupakan bilangan bulat, 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑎 maka 𝑎 = 𝑏 atau
𝑎 = −𝑏.
g. Jika 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑎 > 0, 𝑏 > 0 dan 𝑎|𝑏 maka 𝑎 ≤ 𝑏.
h. Misalkan 𝑎 dan 𝑏 bilangan bulat, 𝑎|𝑏 jika dan hanya jika 𝑚𝑎|𝑚𝑏 untuk
setiap 𝑚 bilangan bulat yang tidak nol.
i. Jika 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 bilangan bulat, 𝑎|𝑏 dan 𝑎|𝑏 + 𝑐 maka 𝑎|𝑐.
3
Proses pembagian ini dilanjutkan hingga sisa pembagian nol. Katakanlah pada
langkah ke (𝑛 + 1) yang mana 𝑟𝑛−1 dibagi 𝑟𝑛 dengan 𝑏 > 𝑟1 > 𝑟2 > ⋯ ≥ 0.
Proses ini menghasilkan sistem persamaan berikut.
𝑎 = 𝑞1 𝑏 + 𝑟1 0 ≤ 𝑟1 < 𝑏
𝑏 = 𝑞2 𝑟1 + 𝑟2 0 ≤ 𝑟2 < 𝑟1
𝑟1 = 𝑞3 𝑟2 + 𝑟3 0 ≤ 𝑟3 < 𝑟2
.
.
.
𝑟𝑛−2 = 𝑞𝑛 𝑟𝑛−1 + 𝑟𝑛 0 ≤ 𝑟𝑛 < 𝑟𝑛−1
𝑟𝑛−1 = 𝑞𝑛+1 𝑟𝑛 + 0 0 ≤ 𝑟𝑛 < 𝑟𝑛−1
Sisa pembagian terakhir sebelum nol merupakan FPB dari bilangan 𝑎 dan 𝑏,
atau dapat ditulis (𝑎, 𝑏) = 𝑟𝑛 .
4. KONGRUENSI
Definisi Kekongruenan Bilangan Bulat. Jika 𝑚 suatu bilangan positif,
maka 𝑎 kongruen dengan 𝑏 module 𝑚 (ditulis 𝑎 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)) jika dan hanya
jika 𝑚 membagi (𝑎 − 𝑏) atau ditulis 𝑚|(𝑎 − 𝑏). Jika 𝑚 tidak membagi (𝑎 −
𝑏) maka dikatakan 𝑎 tidak kongruen dengan 𝑏 modulo 𝑚 (ditulis 𝑎 ≢
𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚)).
a. 8≡4 (mod 2) sebab 2|(8-4) atau 2|4.
b. 14≡-7(mod 3) sebab 3|14 –(-7) atau 3|21
c. -10≡20(mod 5) sebab 5|(-10-20) atau 5|-30
d. 12≢6 (mod 4) sebab 4∤(12-6) atau 4∤6
Defenisi 1 tersebut dapat ditulis sebagai berikut: jika m˃0 dan m|(a-b)
maka ada bilangan bulat k sedemikian sehinggan (a-b)=mk. Dengan demikian
a≡b (mod m) dapat dinyatakan sebagai selisih antara a dan b merupakan
kelipatan m atau a-b=mk. Tetapi, karena a-b=mk sama artinya dengan a= mk+b
yaitu a sama dengan b ditambah kelipatan m, maka defenisi 7.1 dapat
dinyatakan sebagai berikut: a≡b (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan
bulat k sedemikian sehingga a=mk+b.
Contoh 1
a. 17≡2 (mod 5) sama artinya dengan 17=5(3)+2
b. 26≡4(mod 11) sama artinya dengan 26=11(2)+4
Teorema Kongruensi
1. Setiap bilangan bulat kongruen modulo m dengan tepat satu di antara
0,1,2,3,…,(m-1).
2. Pada a≡r(mod m) dengan 0≤r<m, r disebut sisaan terkecil dari a modulo
m. untuk kekongruenan ini, {0,1,2,…,(m-1)} disebut himpunan sisaan
positif terkecil modulo m.
4
Contoh 2
a. 12≡2 (mod 5) karena 2 adalah sisaan terkecil dari12 modulo 5.
b. 71≡1(mod 2) karena 1 adalah sisaan terkecil dari 71 modulo 2.
c. 34≡4(mod 5) karena 4 adalah sisaan terkecil dari 34 modulo 5.
Contoh 3
a. {0,1,2} adalah himpunan sisaan terkecil modulo 3
b. {0,1,2,3,4} adalah himpunan sisaan terkecil modulo 5
3. a≡b (mod m) jika dan hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama
jika dibagi m.
Contoh 4
a. {45,-9,12,-22,24} adalah suatu system sisaan lengkap modulo 5
karena 45≡0(mod 5), -9≡1(mod 5), 12≡2 (mod 5),-22≡3(mod 5),
dan 24≡4 (mod 5).
b. Himpunan {11,12,13,14,15} adalah suatu sistem sisaan lengkap
modulo 5 karena 11≡1(mod 5), 12≡2(mod 5), 13≡3(mod 5), 14≡4
(mod 5), dan 15≡0(mod 5).
c. Himpunan {8,12,-8,-3,-2} adalah bukan suatu system sisaan lengkap
modulo 5 karena 8≡3(mod5), 12≡2(mod 5), -8≡2 (mod 5),-3≡2
(mod 5), -2≡3(mod 5)
Pada a≡r (mod m), contoh diatas menunjukan ada tidak hingga
banyaknya system sisaan lengkap modulo m.
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat positif adalah
memadankan suatu bilangan bulat a dengan suatu bilangan bulat lain b.
karena merupakan pemadanan, maka kekongruenan modulo merupakan
suatu relasi. Dapat ditunjukan bahwa relasi kekongruenan itu sebagai
relasi ekuvalen, seperti halnya relasi kesamaan. Kita mengingatkan bahwa
suatu relasi Ṟ disebut relasi ekuivalen atas suatu himpunan bilangan A jika
relasi itu memiliki sifat refleksi, sifat simetris dan sifat transitif.
1. Sifat refleksif: aṞa, suatu bilangan a memiliki relasi R terhadap
bilangan a itu sendiri.
2. Sifat simetris: aṞb jika dan hanya jika bṞa.
3. Sifat transitif: aṞb dan bṞc berakibat aṞc.
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat positif m adalah suatu
relasi ekuivalen pada himpunan bilangan bulat dan teoremanya diberikan
sebagai berikut.
3. Untuk m bilangan bulat positif dan a,b, dan c bilangan bulat, berlaku
1. Sifat refleksi: a≡a(mod m)
2. Sifat simetris: a≡b (mod m) jika dan hanya jika b≡a(mod m)
3. Sifat transitif; jika a≡b(mod m) dan b≡c (mod m) maka a≡c (mod
m)
5
4. Jika a≡b (mod m) dan c≡d(mod m) maka {a±c}≡{b±d}(mod m)
5. Jika a≡b(mod m) dan c≡d (mod m) maka untuk x dan y bilangan bulat
(ax+cy)≡(bx+dy)(mod m)
6. Jika a≡b(mod m) dan c≡d(mod m) maka ac≡bd (mod m)
7. Jika a≡b(mod m) maka ka≡kb(mod m) untuk suatu k bilangan bulat
sebarang.
8. Jika a≡b(mod m) dan n|m maka a≡b(mod m) untuk a,b, n€Z
9. Jika a≡b(mod m) maka an≡ bn(mod m) untuk n bilangan bulat positif.
10. Andaikan f suatu polinom dengan koefisien bilangan bulat, yaitu
𝑓(𝑥) = 𝑑0 𝑥 𝑛 + 𝑑1 𝑥 𝑛−1 + 𝑑2 𝑥 𝑛−2 + ⋯ + 𝑑 𝑛−1 𝑥 + 𝑑𝑛 , dengan
𝑑0 , 𝑑1 , … , 𝑑𝑛 masing-masing bilangan bulat. Jika a≡b(mod m)
maka 𝑓(𝑎) ≡ 𝑓(𝑏)(mod m).
11. Jika suatu penyelesaian f(x)≡0(mod m) dan a≡b(mod m) maka b juga
penyelesaian f(x) itu
12. Jika d|m dan a≡bc (mod m) maka a≡b(mod d).
Pada persamaan bilangan berlaku sifat penghapusan sebagai berikut:
jika ab=ac denga a≠0 maka b=c. Apakah dalam kekongruenan berlaku
sifat yang mirip dengan sifat penghapusan tersebut? Misalkan, jika
ab≡ac(mod m) dengan a≢0(mod m). apakah b≡c(mod m)? untuk
menjawab pertanyaan pertanyaan ini, contoh berikut perlu diperhatikan:
18≡6(mod 4) sebab 4|(18-6) atau 4|12
2.9≡2.3(mod 4) dan jelas bahwa 2≢0(mod 4), tetapi 9≢3(mod 4), sebab
4∤(9-3) atau 4∤6. Dalam hal ini sifat penghapusan tidak berlaku. Sekarang
perhatikan kembali:
18≡6(mod 4) sebab 4|(18-6) atau 4|12
3.6≡3.2(mod 4) dan jelas bahwa 3≢0(mod 4)
6≡2(mod 4), sebab 4|4. Dalam hal ini sifat penghapusan berlaku. Jadi,
sifat penghapusan tak sepenuhnya berlaku pada relasi kekongruenan,
tetapi akan berlaku dengan suatu syarat seperti dinyatakan dalam teorema
berikut
13. Jika ac≡bc (mod m) dan (c,m)=1 maka a≡b(mod m).
𝑚
14. Andaikan (c,m)=d, ac≡bc(mod m) jika dan hanya jika a≡b(mod 𝑑 )
Contoh
Tentukan x yang memenuhi 4x≡b(mod 12)
Penyelesaian
Diketahui 4x≡b(mod 12)⤇4x≡4.2(mod 12). Karena (4,12)=4 maka
12
berdasarkan teoerema 7.15, x≡2(mod ) atau x≡2(mod 3). Jadi, nilai-
4
nilai x adalah (3k+2) untuk setiap bilangan bulat k.
6
5. INVERS MODULO N PADA SISTEM MATEMATIKA
Definisi Modulo. Misalkan 𝑎 dan 𝑚 adalah bilangan bulat dan 𝑚 > 0.
Operasi 𝑎 𝑚𝑜𝑑 𝑚 (dibaca “ 𝑎 modulo 𝑚 ”) memberikan sisa jika 𝑎 dibagi
dengan 𝑚 . Notasi: 𝑎 𝑚𝑜𝑑 𝑚 = 𝑟 sedemikian sehingga 𝑎 = 𝑚𝑞 + 𝑟 dengan
0 ≤ 𝑟 < 𝑚.
Bilangan 𝑚 disebut modulus atau modulo, dan hasil aritmetika modulo 𝑚
terletak di dalam himpunan {0,1,2, … , 𝑚 − 1}.
Contoh.
1. 23 𝑚𝑜𝑑 5 = 3 (23 = 5.4 + 3)
2. 27 𝑚𝑜𝑑 3 = 0 (27 = 3.9 + 0)
3. 6 𝑚𝑜𝑑 8 = 6 (6 = 8.0 + 6)
4. 0 𝑚𝑜𝑑 12 = 0 (0 = 12.0 + 0)
5. −41 𝑚𝑜𝑑 9 = 4 (−41 = 9(−5) + 4)
6. −39 𝑚𝑜𝑑 13 = 0 (−39 = 13(−3) + 0)
Catatan: Penjelasan contoh (4). Karena 𝑎 negatif (𝑎 = −41), bagi |𝑎|
dengan 𝑚 mendapatkan sisa 𝑟′ . Maka 𝑎 𝑚𝑜𝑑 𝑚 = 𝑚 − 𝑟′ bila 𝑟 ′ ≠ 0 .
Jadi |−41| 𝑚𝑜𝑑 9 = 5, sehingga −45 𝑚𝑜𝑑 9 = 9 − 5 = 4.
7
3. 6 𝑚𝑜𝑑 8 = 6 dapat ditulis sebagai 6 ≡ 6(𝑚𝑜𝑑 8)
4. 0 𝑚𝑜𝑑 12 = 0 dapat ditulis sebagai 0 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 12)
5. −41 𝑚𝑜𝑑 9 = 4 dapat ditulis sebagai −41 ≡ 4(𝑚𝑜𝑑 9)
6. −39 𝑚𝑜𝑑 13 = 0 dapat ditulis sebagai −39 ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 13)
8
Kekongruenan yang terakhir ini berarti bahwa 𝑝 adalah balikan dari
𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙𝑜 𝑚.
Pembuktian di atas juga menyatakan bahwa untuk mencari balikan dari 𝑎
modulo 𝑚, kita harus membuat kombinasi lanjar (Algoritma Euclidean) dari 𝑎
dan 𝑚 sama dengan 1. Koefisien dari 𝑎 dari kombinasi lanjar tersebut
merupakan balikan dari 𝑎 modulo 𝑚.
Contoh.
Tentukan invers dari, 4 𝑚𝑜𝑑(9) , 17(𝑚𝑜𝑑 7) , 39(𝑚𝑜𝑑 7) dan
18(𝑚𝑜𝑑 10).
Penyelesaian.
(a) 4 𝑚𝑜𝑑(9)
Karena FPB (4,9) = 1 , maka invers dari 4(𝑚𝑜𝑑 9) ada. Dari
Algoritma Euclidean diperoleh bahwa,
4=0⋅9+4
9=2⋅4+1
4=2⋅2+0
Diambil,
9=2⋅4+1
Disusun menjadi
1=9−2⋅4
Dari persamaan ini diperoleh −2 adalah balikan dari 4 𝑚𝑜𝑑(9).
Periksalah bahwa,
−2 ⋅ 4 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 9)
(9 habis membagi −2.4 − 1 = −9)
Jadi, invers dari 4(𝑚𝑜𝑑 9) adalah −2.
(b) 17(𝑚𝑜𝑑 7)
Karena FPB (17,7) = 1 , maka invers dari 17 (𝑚𝑜𝑑 7) ada. Dari
Algoritma Euclidean diperoleh bahwa,
17 = 2 ⋅ 7 + 3
7=2⋅3+1
3=3⋅1+0
Diambil,
17 = 2 ⋅ 7 + 3 ⇒ 3 = 17 − 2 ⋅ 7 … (𝑖)
dan
7 = 2 ⋅ 3 + 1 ⇒ 1 = 7 − 2 ⋅ 3 … (𝑖𝑖)
Subtitusi persamaan (𝑖) ke persamaan (𝑖𝑖)
1 = 7 − 2 ⋅ (17 − 2 ⋅ 7)
Disusun menjadi
1 = 7 − 2 ⋅ 17 + 4 ⋅ 7
1 = 5 ⋅ 7 − 2 ⋅ 17
9
Dari persamaan ini diperoleh −2 adalah balikan dari 17 𝑚𝑜𝑑(7).
Periksalah bahwa,
−2 ⋅ 17 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 7)
(7 habis membagi −2.17 − 1 = −35)
Jadi, invers dari 17(𝑚𝑜𝑑 7) adalah −2
(c) 39(𝑚𝑜𝑑 7)
Karena FPB (39,7) = 1 , maka invers dari 39 (𝑚𝑜𝑑 7) ada. Dari
Algoritma Euclidean diperoleh bahwa,
39 = 5 ⋅ 7 + 4
7=1⋅4+3
4=1⋅3+1
3=3⋅1+0
Diambil,
39 = 5 ⋅ 7 + 4 ⇒ 4 = 39 − 5 ⋅ 7 … (𝑖)
7 = 1 ⋅ 4 + 3 ⇒ 3 = 7 − 1 ⋅ 4 … (𝑖𝑖)
4 = 1 ⋅ 3 + 1 ⇒ 1 = 4 − 1 ⋅ 3 … (𝑖𝑖𝑖)
Subtitusi persamaan (𝑖) dan (𝑖𝑖) ke persamaan (𝑖𝑖𝑖)
1=4−1⋅3
1 = (39 − 5 ⋅ 7) − (7 − 1 ⋅ 4)
1 = (39 − 5 ⋅ 7) − (7 − 1 ⋅ (39 − 5 ⋅ 7))
1 = (39 − 5 ⋅ 7) − 7 + 39 − 5 ⋅ 7
1 = 2 ⋅ 39 − 11 ⋅ 7
Dari persamaan ini diperoleh 2 adalah balikan dari 39 𝑚𝑜𝑑(7).
Periksalah bahwa,
2 ⋅ 39 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 7)
(7 habis membagi 2.39 − 1 = 77)
Jadi, invers dari 39(𝑚𝑜𝑑 7) adalah 2
(d) 18(𝑚𝑜𝑑 10).
Karena FPB (18, 10) = 2 ≠ 1, maka balikan dari 18 (mod 10) tidak
ada.
10