Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sistem Bandar Udara


Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda,
bahkan kadang-kadang berlawanan, seperti kegiaan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan
(pintu-pintu) antara Land Side dan Air Side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan banyak (sebanyak
mungkin) pintu terbuka dari Land Side ke Air Side agar pelayanan berjalanan lancar.

1.2. Rancangan Induk Bandar Udara


Definisi rancangan induk adalah konsep pengembangan Bandar Udara Ultimate. Pengertian
pengembangan bukan saja di dalam lingkungan bandar udara, tetapi seluruh areal bandara baik di dalam
ataupun di luar, sekitar operasi penerbangan dan tata guna lahan sekitarnya.

Rencana induk memberikan pedoman untuk :


a) Pengembangan fasilitas fisik sebuah bandar udara.
b) Tata guna tanah dan pengembangannya di dalam dan disekitar bandara.
c) Menentukan pengaruh lingkungan dari pembangunan bandar udara dan oeperasi penerbangan.
d) Pembangunan untuk kebutuhan jalan masuk.
e) Pengembangan kegiatan ekonomi, kegiatan lainnya yang menghasilkan keuntungan bagi pelabuhan
udara yang bisa dikerjakan.
f) Pembagian Face dan kegiatan prioritas yang bisa dilaksanakan sesuai rencana Induk

1.3. Ramalan
Rancangan induk bandar udara, dikembangkan berdasarkan kepada ramalan dan permintaan (Forecast
and Demand), yang dibagi dalam :
a) Ramalan Jangka Pendek ( + 5 tahun )
b) Ramalan Jangka Menengah ( + 10 tahun )
c) Ramalan Jangka Panjang ( + 20 tahun )

Teknik Ramalan yang paling sederhana adalah meramal kecenderungan volume lalu lintas di masa depan,
dan ramalan yang lebih komplek/rumit adalah meramal faktor sosial, ekonomi dan faktor-faktor teknologi
serta selera yang mempengaruhi transportasi udara. Hubungan antara variabel ekonomi, sosial, teknologi
disatu sisi dengan permintaan transportasi disisi lain disebut “Model Permintaan”.

1.4. Pemilihan Lokasi Bandar Udara


Seorang yang bertanggung jawab untuk menentukan pemilihan lokasi bandar udara baru, pertama-tama
harus membuat kriteria sebagai pedoman dalam menentukan lokasi yang sepatunya untuk pembangunan di
masa depan.

1
Kriteria di bawah ini dapat digunakan untuk pengembangan bandar udara yang telah ada, dimana lokasi
bandar udara dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a) Type pengembangan lingkunan sekitar.
b) Kondisi atmosphir
c) Kemudahan untuk mendapatkan transport darat
d) Tersedianya tanah untuk pengembangan
e) Adanya lapangan terbang lain
f) Halangan sekeliling (Surrounding Odstruction)
g) Pertimbangan ekonomis
h) Tersedianya fasilitas

1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Bandar Udara


Faktor yang mempengaruhi bandar udara adalah :
a) Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan menggunakan bandar udara
b) Perkiraan volume penumpang
c) Kondisi Meteorologi (angin dan temperatur)
d) Ketinggian dan muka laut

1.6. Tata Guna Lahan


Tata guna lahan di dalam dan luar area yang berbatasan dengan bandar udara merupakan bagian integral
dari program rancangan terpadu wilayah pengembangan, dimana bandar udara itu sebagai salah satu
pelayanan angkutan udara.

Penggunaannya bisa kepada hal-hal yang langsung berhubungan dengan penerbangan, sedangkan yang
lain sebagai penunjang. Pengunaan yang langsung dengan penerbangan seperti untuk landasan Taxiway,
Apron, bangunan terminal, parkir kendaraan dan fasilitas pemeliharaan. Fasilitas penunjang yang non
penerbangan seperti ruang untuk rekreasi, aktifitas industri dan aktivitas penerbangan.

2
BAB II
FORECASTING LALU LINTAS PENUMPANG

Forecasting merupakan suatu cara untuk memperkirakan kondisi fisik bandar udara pada waktu yang akan
datang. Forecasting lalu lintas penumpang bertujuan untuk merencanakan sebuah sistem yang mampu melayani
pertumbuhan lalu lintas untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Pendekatan yang dipakai sehubungan dengan perkembangan lalu lintas udara pada suatu daerah tidak terlepas
dari lalu lintas udara Nasional, karena merupakan suatu sistem yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik,
sosial dan budaya.

Tabel 2.1. Data Statistik Jumlah Penduduk Nasional dan Regional

Tabel 2.2. Data Jumlah Penumpang Nasional

Tabel 2.3. Data Jumlah Penumpang Regional

3
2.1. Metode Indeks Perbandingan
Metode ini membandingkan kondisi lalu lintas setempat terhadap kondisi lalu lintas udara nasional.

Tabel 2.4. Tabel Indeks Perbandingan

Mencari angka pertumbuhan penduduk nasional.

Pn  Pn  n
Pn  Po 1  i in
n
1   1
Po  Po 

Dimana:
Pn = Jumlah penduduk nasional pada tahun ke - n
Po = Jumlah penduduk nasional pada tahun ke - n - 1
i = Pertumbuhan penduduk nasional
n = Tahun

4
1/1
239.451.000
i1 = - 1= 0,0139
236.173.000
1/1
245.571.000
i2 = - 1= 0,0256
239.451.000
1/1
250.459.000
i3 = - 1 = 0,0199
245.571.000

1/1
253.871.000
i4 = - 1 = 0,0136
250.459.000
1/1
254.996.000
i5 = - 1 = 0,0044
253.871.000
1/1
256.096.000
i6 = - 1 = 0,0043
254.996.000

Si 0,0817
Jadi i = =
6 6
= 0,0136

Mencari angka pertumbuhan penumpang datang dan berangkat nasional.

1/1
16.999.172
i1 = - 1= 0,0511
16.172.175
1/1
17.131.456
i2 = - 1= 0,0078
16.999.172
1/1
17.831.729
i3 = - 1 = 0,0409
17.131.456
1/1
18.103.456
i4 = - 1 = 0,0152
17.831.729
1/1
18.966.721
i5 = - 1 = 0,0477
18.103.456
1/1
19.431.007
i6 = - 1 = 0,0245
18.966.721

Si 0,1872
Jadi i = =
6 6
= 0,0312

5
Mencari angka pertumbuhan penduduk regional.

1/1
4.576.075
i1 = - 1= 0,0589
4.321.669
1/1
4.876.336
i2 = - 1= 0,0656
4.576.075

1/1
4.899.966
i3 = - 1 = 0,0048
4.876.336
1/1
4.913.450
i4 = - 1 = 0,0028
4.899.966
1/1
5.121.455
i5 = - 1 = 0,0423
4.913.450
1/1
5.321.456
i6 = - 1 = 0,0391
5.121.455

Si 0,2135
Jadi i = =
6 6
= 0,0356

Mencari angka pertumbuhan penumpang datang dan berangkat regional.

1/1
685.413
i1 = - 1= 0,021
671.321
1/1
699.012
i2 = - 1= 0,0198
685.413
1/1
703.213
i3 = - 1 = 0,006
699.012
1/1
711.456
i4 = - 1 = 0,0117
703.213
1/1
713.571
i5 = - 1 = 0,003
711.456

1/1
719.456
i6 = - 1 = 0,0082
713.571

Si 0,0697
Jadi i = =
6 6
= 0,0116

6
n
Untuk perkiraan jumlah penduduk nasional: Pn  Po(1  0,0136 )
n
Untuk perkiraan jumlah penduduk regional: Pn  Po(1  0,0356 )
n
Untuk perkiraan jumlah penumpang datang dan berangkat nasional: Pn  Po(1  0,0312 )
n
Untuk perkiraan jumlah penumpang datang dan berangkat regional: Pn  Po(1  0,0116 )

Tabel 2.5. Hasil Perhitungan dengan Indeks Perbandingan untuk Perkiraan Penumpang yang Datang dan
Berangkat untuk Nasional dan Regional

2.2. Metode Aritmatik


Perhitungan dari Metode Aritmatik adalah sebagai berikut.

Pn  Po  n.r r
Po  Pn
n

Dimana:
Pn = Jumlah penumpang yang diproyeksikan pada tahun ke – n
Po = Jumlah penumpang pada (awal tahun) tahun ke - 0
r = Pertumbuhan penumpang dalam 1 tahun
n = Jumlah tahun/banyak tahun penelitian

7
Tabel 2.6. Perhitungan Metode Aritmatik untuk Nasional

Sr' 3.258.832
r   543.138,667
6 6

Tabel 2.7. Hasil Perhitungan Metode Aritmatik untuk Nasional

8
Tabel 2.8. Perhitungan Metode Aritmatik untuk Regional

Sr' 48.135,000
r   8.022,500
6 6

Tabel 2.9. Hasil Perhitungan Metode Aritmatik untuk Regional

9
2.3. Metode Geometrik
Perhitungan dari Metode geometrik adalah sebagai berikut.
1/n
 Pn 
Pn  Po 1  r n r   1
 Po 
Dimana:
Pn = Jumlah penumpang yang diproyeksikan pada tahun ke – n
Po = Jumlah penumpang pada (awal tahun) tahun ke - 0
r = Pertumbuhan penumpang dalam 1 tahun
n = Jumlah tahun/banyak tahun penelitian

Tabel 2.10. Perhitungan Metode Geometrik untuk Nasional

Sr' 0,0857
r   0,0143
6 6

10
Tabel 2.11. Hasil Perhitungan Metode Geometrik untuk Nasional

Tabel 2.12. Perhitungan Metode Geometrik untuk Regional

Sr' 0,0377
r   0,0063
6 6

11
Tabel 2.13. Hasil Perhitungan Metode Geometrik untuk Regional

2.4. Metode Least Square


Perhitungan dari Metode Least Square adalah sebagai berikut.

Sy Sxy
y'  a  bx a dan b 
n
2
Sx

Dimana:
y’ = Jumlah penumpang yang diproyeksikan pada tahun ke – n
x = Parameter
n = Tahun pengamatan
a+b = Konstanta

12
Tabel 2.14. Faktor-Faktor Forecasting untuk Penumpang Datang dan Berangkat Nasional

Sy 124.635.716
a = = 17.805.102,2857
n 7
Sxy 14.683.594
b 2
= = 524.414.,0714
Sx 28
Sehingga persamaan di atas menjadi:
y = 17.805.102,2857 + 524.414.,0714 x

Tabel 2.15. Hasil Perhitungan Metode Least Square untuk Nasional

13
Tabel 2.16. Faktor-Faktor Forecasting untuk Penumpang Datang dan Berangkat Regional

Sy 4.903.442
a = = 700.491,7143
n 7
Sxy 213.165
b 2
= = 7.613,0357
Sx 28
Sehingga persamaan di atas menjadi:
y = 700.491,7143 + 7.613,0357 x

Tabel 2.17. Hasil Perhitungan Metode Least Square untuk Regional

14
Kesimpulan

Tabel 2.18. Hasil Forecasting dari Berbagai Metode Perhitungan untuk Proyeksi Penumpang Datang dan Berangkat

15
GRAFIK HASIL FORECASTING DARI BERBAGAI METODE PERHITUNGAN
UNTUK PROYEKSI PENUMPANG DATANG DAN BERANGKAT NASIONAL

50,000,000

45,000,000

40,000,000

35,000,000

30,000,000

25,000,000
Metode Indeks Perbandingan
20,000,000 Metode Aritmatik
Metode Geometrik
15,000,000
Metode Least Square

10,000,000

5,000,000

0
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040

Grafik 2.1. Hasil Forecasting Data Nasional

GRAFIK HASIL FORECASTING DARI BERBAGAI METODE PERHITUNGAN


UNTUK PROYEKSI PENUMPANG DATANG DAN BERANGKAT REGIONAL

1,100,000

1,000,000

900,000

800,000

700,000

600,000

500,000
Metode Indeks Perbandingan
Metode Aritmatik
400,000
Metode Geometrik
300,000 Metode Least Square

200,000

100,000

0
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040

Grafik 2.2. Grafik Hasil Forecasting Data Regional

16
BAB III
FORECASTING PERGERAKAN PESAWAT
PADA JAM SIBUK/PUNCAK (PEAK HOUR)

3.1. Komposisi Pesawat


Lalu lintas pada jam-jam sibuk ditentukan oleh forecasting pergerakan pesawat pada jam-jam sibuk pula.
Dalam hal ini dianggap bahwa jumlah pesawat yang datang pada jam sibuk sama dengan jumlah
penumpang yang berangkat.

Data penumpang setiap pesawat rata-rata = 165 Pax/Air Craft


Ramalan jumlah penumpang datang dan berangkat pada tahun 2039 = 1.005.698 Orang

Forecasting transit sebesar 25% dari jumlah penumpang pada tahun 2039
25% dari jumlah penumpang pada tahun 2039 adalah:
(25% * 1.005.698) + 1.005.698 = 1.257.122 Orang

Jumlah pesawat yang diperlukan dari perkiraan pada tahun 2039 adalah:
Jumlahpenumpangpada 2039 1.257.122
= = 7.619 Orang
Penumpangsetiap pesawat rata  rata 165

Oleh karena anggapan bahwa jumlah pesawat yang datang dan berangkat adalah sama, sehingga total
pergerakan pesawat tahunan adalah setengahnya.
Total Pergerakan Pesawat = 0,5 * 7.619 = 3.809,4617 Pesawat

Dari berbagai arah tujuan dan komposisi pesawat yang diramalkan prosentase Annual Departure:

Tabel 3.1. Prosentase Annual Departure

Pergerakan pada jam tersibuk ditetapkan sebagai berikut.


Peak Hour Movement = Annual Operation A . B . C

Bulan tersibuk
A = = 9%
Tahun tersibuk
17
Hari tersibuk
B = = 4%
Bulan tersibuk
Jam tersibuk
C = = 15%
Hari tersibuk

F = A . B . C = 9% . 4% . 15% = 0,00054%

Jadi Peak Hour Movement = 3.809,4617 x 0,00054


= 2,0571 Pesawat
= 3 Pesawat

Pergerakan pesawat pada jam puncak adalah 3 pesawat untuk:


DC. 9-50 31% x 3 = 0,93 = 1 Pesawat
DC. 10-10 28% x 3 = 0,84 = 1 Pesawat
DC. 10-30 19% x 3 = 0,57 = 1 Pesawat
B. 747 B 12% x 3 =0,36 = 0 Pesawat
B. 737-200 0% x3 =0 = 0 Pesawat
B. 707-120 0% x3 =0 = 0 Pesawat
Super VC-10 0% x3 =0 = 0 Pesawat
A-300 10% x 3 = 0,3 = 0 Pesawat
Σ = 3 Pesawat

3.2. Annual Departure


Dari perhitungan Total Pergerakan Pesawat tahunan didapat 3.809,4617 pesawat atau sama dengan 3.809
pesawat. Jadi, dapat dihitung jumlah setiap jenis pesawat yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.2. Jumlah Setiap Jenis Pesawat

18
BAB IV
WINDROSE

4.1. Penentuan Arah Runway


Perencanaan Kelas Bandara
Klasifikasi bandar udara oleh ICAO untuk menandakan penyeragaman ditunjukan dengan tanda abjad A, B,
C, D atau E. Pembagian kelas-kelas ini berdasarkan panjang Runway.

Tabel 4.1. Pembagian Kelas Bandara Berdasarkan Panjang Runway


Tanda/Kode Panjang Runway
Kelas Bandara (feet)
A > 7.000
B 5.000 – 7.000
C 3.000 – 5.000
D 2.500 – 3.000
E 2.000 – 2.500

Tabel 4.2. Hubungan Antara Jenis Pesawat dengan Kelas Bandara


Panjang Runway
No. Jenis Pesawat Kelas Bandara
(feet)
1 DC 9-50 7.100 A
2 DC 10-10 9.000 A
3 DC 10-30 11.000 A
4 B 747 B 11.000 A
5 B 737-200 5.600 B
6 B 707-120 7.500 A
7 Super VC-10 8.200 A
8 A-300 6.500 B

Data: Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara by Robert Horonjeff / Francis x Mc. Kelvey

Dalam perencanaan diambil pesawat yang mempunyai Runway terpanjang adalah jenis pesawat DC. 10-30
dan B 747 B yaitu:
Lo = 11.000 * 0,3048
= 3.352,80 meter

19
Berdasarkan kelas bandara, dapat ditentukan besarnya Cross Wind, yaitu seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.3. Hubungan Antara Kelas Bandara dengan Besarnya Crosswind


Cross Wind
Kelas Bandara
(knot)
A 20
B 20
C 13
D 10
E 10

Angka Konversi (K)


Angka konversi merupakan koefisien ketelitian alat terhadap ketinggian alat ukur.

Tabel 4.4. Koefisien Ketelitian Alat terhadap Ketinggian Alat Ukur


Tinggi Alat Ukur Angka
(feet) Konversi
20 1,00
40 0,90
60 0,86
80 0,82
100 0,79
120 0,77

Direncanakan Bandar Udara Kelas A, dengan ketentuan sebagai berikut.


 Cross Wind yang diizinkan = 20 Knot
 Ketinggian alat ukur = 40 Feet
 Angka konversi = 0,90
 Jalur Coverage (a):
2 x Besar Cross Wind 2 x 20
a = =
Angka Konversi 0,90
= 44,4444 Knot

20
Menentukan Usability
Perhitungan besarnya usability dilakukan dengan suatu percobaan.

Tabel 4.5. Data Prosentase Angin

Tabel 4.6. Prosentase Windrose dari Percobaan Arah NW (3150) - SE (1350)

Dari percobaan didapatkan usability dengan nilai tertinggi yaitu 69,40% dengan arah NW (3150) - SE (1350).

KODE RUNWAY, Untuk Kode Runway adalah kebalikan dari Azimuth Geografis
Azimuth:

21
4.2. Menentukan Arah Take Off/Landing
Arah Runway untuk dominan Take Off and Landing dari pesawat, dilihat pada banyaknya prosentase angin
yang bertiup dari kedua arah Runway tersebut, yaitu:

22
23
BAB V

MENENTUKAN PANJANG RUNWAY

Terdapat banyak konfigurasi landasan pacu (Runway), kebanyakan merupakan kombinasi dari beberapa
konfigurasi dasar.

Secara umum, landasan pacu harus diatur untuk:


1. Memberikan pemisahan yang secukupnya dalam lalu lintas udara.
2. Memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin dalam operasi pendaratan, gerakan di landas
hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal menuju landasan pacu.
3. Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal menuju landas pacu.
4. Memberikan jumlah landas hubung yang cukup sehingga pesawat yang mendarat dapat meninggalkan
landasan pacu secepat mungkin dan mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal.

Konfigurasi dasar tersebut adalah :

 Landasan pacu tunggal, merupakan konfigurasi yang paling sederhana.

Gambar 5.1. Landasan Pacu Tunggal

 Landasan pacu paralel / dua landasan pacu sejajar ambang rata

Gambar 5.2. Landasan Pacu Paralel

 Landasan pacu dua jalur sejajar ambang tidak rata

Rapat Merenggang

Gambar 5.3. Landasan Pacu Dua Jalur Sejajar Ambang Tidak Rata

24
 Landasan Pacu bersilang / berpotongan
Landasan pacu yang berptongan perlu apabila terdapat angin yang relatif kuat yang bertiup lebih dari satu
arah, yang mengakibatkan angin sisi (cross wind) yang berlebihan apabila hanya satu landasan pacu yang
disediakan. Apabila tiuapan angin relatif lemah, kedua landasan dapat digunakan secara bersamaan.
Kapasitas tertinggi dicapai apabila titik potong terletak dekan dengan ujung lepas landas dan ambang
pendaratan.

Gambar 5.4. Landasan Pacu Bersilang/Berpotongan

 Landasan Pacu V – Terbuka


Adalah landasan pacu yang arahnya memancar (divergen) tetapi tidak berpotongan, landasan pacu v –
terbuka akan berubah-ubah seolah olah sebagai landasan pacu tungal apabila angin bertiup kuat dari satu
arah. Apabila angin tiupan lemah, kedua landasan pacu dapat dipergunakan bersamaan. Strategi yang
menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V.

Gambar 5.5. Landasan Pacu V-Terbuka

Data kondisi alam/daerah setempat:


Daerah sekitar bandar udara merupakan bukit-bukit berbatu dengan kelandaian ± 1%

 Ketinggian/Elevasi (E) = 120 Meter


 Temperatur Reference (Tr) = 30 0C

 Kenaikan Temperatur (To) = 4,0 0C

 Gradient (α) = 1,8 %

 Run Way Length (Lo) = 3.352,80 Meter


= 3.353,00 Meter

25
a. Koreksi terhadap ketinggian/elevasi

 E   120 
L 1  Lo  1  7% .  L 1  3.353,00  1  7% . 
 300   300 
L 1  3.446,8840 Meter

b. Koreksi terhadap temperatur


L 2  L 1 1   . To  L 2  L 1 1  0,018 . 4,0
L 2  3.695,0596 Meter

c. Koreksi terhadat Gradien


L 3  L 2 1  0,2 .   L 3  L 2 1  0,2 . 0,018

L 3  3.708,3618 Meter
d. Rekomendasi dari ICAO
Perpanjangan untuk slope way pada kedua ujung landasan, stop way untuk bandara kelas A adalah Ls = 60
meter.
L 4  L 3  2 Ls L 4  L 3  2 Ls

L 4  3.828,3618 Meter

Lebar Run Way:


Dari tabel ANNEX, menurut klasifikasi bandara kelas A untuk panjang runway ≥ 2.100 meter, maka lebar
runway adalah 150 ft atau sebesar 45 meter.

26
BAB VI

PERENCANAAN EXIT TAXI WAY

Lokasi taxi way ditentukan oleh titik sentu pada waktu mendarat pada landasan dan kekuatan pesawat pada
waktu mendarat. Letaknya adalah jari dari Threshold ke lokasi sampai perlambatan terakhir pesawat atau Turn
Off (D).

2 2
S1  S 2
D
2.a

Dimana:
D = Jarak Touch Down ke titik A (m)
S1 = Kecepatan Touch Down (m/dt)
S2 = Kecepatan awal saat meninggalkan landasan (m/dt)
a = Perlambatan (m/dt2)

Panjang D merupakan panjang standar, maka perlu dikonvirmasikan pada lapangan tersebut terhadap elevasi,
temperatur dan gradien. Karena direncanakan pada komposisi pesawat yang dominan untuk Kategori A yaitu
B 747 - B dan DC 10 - 30, maka penempatan lokasi Exit Taxi Way didasarkan pada Kategori Design Group
seperti pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Kategori Design Group


Design Kecepatan
Pesawat
Group Touch Down
I < 167 km/jam Bristo Freighter 170
(90 knots) DC – 3
DC – 4
F – 27

II 167 km/jam s.d 222 km/jam Bristol Britania


(91 – 120 knots) DC – 6
F - 28 MK 100
Viscount 800

III > 224 km/jam B – 707


(121 knots) B – 727
B – 737
B – 747
Air Bus
DC – 8
DC – 9
DC – 10
L - 1011, Trident

27
Catatan:
 Kecepatan pesawat pada waktu Touch Down dianggap rata-rata 1,3 kali kecepatan stall, pada konvigurasi
pendaratan dengan rata-rata berat pendaratan kotor adalah 25% dari maximum.
 Kecepatan Stall adalah kehilangan kecepatan yang dibutuhkan untuk mempertahankan ketinggian.

Perhitungan Lokasi Exit Taxiway


Kategori A dengan jenis pesawat yang dominan B 747 - B dan DC - 10 . 30 dengan data - data sebagai berikut.
Jarak Touch Down ke titik A, D = 450 meter
Kecepatan Touch Down,S1 = 67 m/dt
Kecepatan awal saat meninggalkan landasan, S 2 = 27 m/dt
Perlambatan, a = 1,5 m/dt2

2 2
S1  S 2 672  272
D  = 1.253,33 meter = 1.254,00 meter
2.a 2.1,5
Panjang D sebesar 1.254 m mulai dari pesawat udara DC - 10 . 30 atau B. 747 - B touch down dihitung
berdasarkan kondisi standar, sehingga perlu konversi terhadap elevasi, temperatur dan gradien.

a. Konversi Ketinggian
Elevasi bandara = 120 meter
Panjang D ditambah 7% per 300 m setiap kenaikan muka air laut.
 120 
D1  1.254,00  1  7% . 
 300 

D1 = 1.289,1120 meter

b. Konversi temperatur
Perpanjangan sekitar 1% untuk kenaikan 1oC diukur dari 15oC
Temperature Reference (Tr) = 30oC
Kenaikan temperatur (To) = 4o C
D 2  1.289,1120 1  0,018 . 4,0
D2 = 1.381,9280 meter

c. Konversi Gradien
D 3  1.381,9280 1  0,2 . 0,018
D3 = 1.386,9030 meter

D total = D0 + D3
= 450 + 1.386,9030
= 1.836,9030 meter
= 1.837,00 meter

28
BAB VII

PERHITUNGAN LUAS APRON

RUNWAY, TAXIWAY DAN HOLDING APRON


Komponen pokok dari sebuah bandara adalah Runway, yang digunakan untuk take off dan landing pesawat.
Taxiway adalah komponen bandara yang digunakan oleh pesawat berjalan di atas roda-rodanya dan apron ke
Runway atau dari Runway ke apron.

Keterkaitan Runway dan Taxiway secara garis besar adalah:


 Mengadakan pemisahan lalu lintas antara yang landing dan yang take off
 Membuat susunan sedemikian rupa sehingga antara pesawat yang landing dan yang take off tidak saling
mempengaruhi.
 Mengusahakan jarak taxing sependek mungkin sehingga jarak ke terminal building dapat sedekat mungkin
 Mengusahakan agar pesawat yang baru saja landing bisa secepat mungkin meninggalkan landasan.

EXIT TAXIWAY
Taxiway dipakai untuk pembelokan pesawat dari Runway, seringkali sudut Taxiway Runway sebesar 90o, hal ini
berakibat jarak taxing pendek tapi pesawat hanya dapat membelok jika kecepatan relatif rendah.

Sudut serong taxiway yang baik terhadap runway adalah 30o, agar pesawat yang baru saja landing dapat
secepatnya meninggalkan runway dengan kecepatan yang cukup tinggi, yaitu 60 - 65 mil/jam.

HOLDING APRON
Pada ujung Runway, Taxiway sering dibuat lebar. Badan itu dinamakan "Holding Apron" yang dapat menampung
sekaligus 2 - 3 pesawat yang berhenti untuk menunggu giliran take off.

PERHITUNGAN LUAS HOLDING APRON


Pada perhitungan dimensi direncanakan dapat menampung 2 pesawat, dan sebagai dimensi pesawat
rencananya adalah Boeing 747.

Berdasarkan gambar 7.1. luas minimal Holding Apron adalah:

Luas = 89,85 x 146,84 = 12.193,57 m2

29
Gambar 7.1. Dimensi Holding Apron

PERHITUNGAN LUAS APRON


Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika merencanakan sebuah apron sebagai kelengkapan dari bandar udara
adalah:
1) Konfigurasi bangunan terminal apakah linier, satelit atau pierfinger.
2) Ramalan kebutuhan parkir pesawat selama periode jam puncak dan informasi mengenai pesawat campuran.
3) Dimensi pesawat, berat dan jari-jari belok
4) Konfigurasi parkir pesawat
5) Wing Tip Clearence berbagai pesawat terhadap pesawat lain atau objek yang berhenti
6) Semburan Jet / Efect Jet Blast
7) Instalasi hydran BBM dan lain-lain
8) Kebutuhan jalan pelayanan apron
9) Kebutuhan peralatan parkir
10) Kemiringan apron
11) Marking apron
30
KARAKTERISTIK PESAWAT
Tabel 7.1. Karakteristik Pesawat

Tabel 7.2. Pesawat yang Akan Parkir pada Apron Saat Jam Puncak

 Lebar pintu diambil Wing Span yang terbesar = 59,67 m


 Jarak antar pesawat (antara wing ke wing) = 7,5 m
 Jarak antara pesawat ke ujung apron = 10 m

TURNING RADIUS
Wing Span
TR   Wheel Base . Tan 30
2

Tabel 7.3. Contoh Perhitungan Turning Radius Pesawat Boeing 747 – B

31
Gambar 7.2. Turning Radius Pesawat Boeing 747

Untuk perencanaan apron, tergantung dari tipe terminal building yang kita inginkan, dimana dalam perencanaan
ini akan dibuat dua alternatif terminal building.

32
ALTERNATIF - I (Tipe Dermaga)

Konsep dermaga mempunyai pertemuan dengan pesawat di sepanjang dermaga yang menjulur dari daerah
terminal utama. Letak pesawat biasanya diatur mengelilingi sumbu dermaga dalam suata pengaturan sejajar
atau hidung pesawat mengarah ke terminal (nose in).

Gambar 7.3. Terminal Building Tipe Dermaga

33
Karena bentuk terminal building adalah konsep dermaga, maka design apron adalah sebagai berikut.

Gambar 7.4. Desain Apron Alternatif - I (Tipe Dermaga)

Jadi luas Apron Alternatif-I adalah:


(210 (330 + 150)) x 2 = 201.500 m3
250 x 150 = 37.500 m3
Total = 239.100 m3

ALTERNATIF - II (Tipe Transporter)


Pesawat dan fungsi-fungsi pelayanan pesawat dalam konsep transporter, letaknya terpisah dari terminal. Untuk
mengangkut penumpang yang akan naik ke pesawat atau yang baru turun dari pesawat dari dan ke terminal
disediakan kendaraan. Pada tipe ini maka untuk perencanaan agar lebih ekonomis, pada pesawat yang akan
diparkir di apron diambil turning radius masing-masing pesawat agar luas apron yang diperlukan tidak terlalu
besar.

34
Gambar 7.5. Desain Apron Alternatif - II (Tipe Transporter)

Jadi luas Apron alternatif - II adalah:


P = 10 + 59,67 +7,5 + 44,23 + 7,5 + 47,34 + 7,5 + 42,67 + 10
= 236,41 meter
= 237 meter
L = 10 + 55,35 + 7,5 + 59,67 + 7,5 + 69,85 + 10
= 219,87 meter
= 220 meter
Luas Apron =PxL
= 237 x 220
= 52.140 meter

Kesimpulan:
Dalam perencanaan ini untuk desain Terminal Building dan Apron diambil dari Alternatif - I (Tipe dermaga),
karena desain ini dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan penumpang menuju terminal, maupun menuju
pesawat bagi penumpang yang datang maupun berangkat.

35
BAB VIII

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN (PAVEMENTS)

ANNUAL DEPARTURE OF DESIGN AIR CRAFT

Dalam rancangan lalu lintas pesawat, perkerasan harus dapat mempunyai bermacam jenis pesawat yang
melaluinya yang mempunyai type pendaratan berbeda (roda yang berbeda-beda dan berlainan beratnya.

Pengaruh dari semua jenis model lalu lintas pesawat dikonversikan ke dalam "Pesawat Rencana" dengan
Equivalent Annual Departure dari bermacam-macam jenis pesawat tersebut.

Rumus Konversi:
1/ 2
W 
Log R 1  Log R 2  2 
 W1 

Dimana:
R1 = Eqivalen Annual Departure Pesawat Rencana
R2 = Annual Departure pesawat campuran dinyatakan dalam roda pendaratan pada pesawat rencana
W1 = Beban roda dari pesawat rencana
W2 = Beban roda dari pesawat yang direncanakan

Tabel 8.1. Faktor Konversi Roda Pendaratan


Konversi Faktor
Ke
Dari Pengali
Single Wheel Dual Wheel 0,80
Single Wheel Dual Tandem 0,50
Dual Wheel Dual Tandem 0,60
Double Dual Tandem Dual Tandem 1,00
Dual Tandem Single Wheel 2,00
Dual Tandem Dual Wheel 1,70
Dual Wheel Single Wheel 1,30
Double Dual Tandem Dual Wheel 1,70
Sumber : "Merancang, Merencana Lapangan Terbang" Ir. Heru Basuki Hal. 295

36
Tabel 8.2. Hubungan antara Harga CBR dengan Klasifikasi Subgrade (FAA)

Sumber : "Merancang, Merencana Lapangan Terbang" Ir. Heru Basuki Hal. 293

PERHITUNGAN EQUIVALEN ANNUAL DEPARTURE

37
FLEXIBLE PAVEMENT

38
39
SKETSA PERKERASAN

40
BAB IX

FASILITAS BANDARA

Selain apron, landasan pacu dan taxiway, banda udara juga memerlukan beberapa macam fasilitas yang juga
sangan penting, yaitu.

1. Lapangan Parkir
Lapangan / tempat parkir kendaraan yang digunakan untuk:
a. Kendaraan pengunjung yang menemani penumpang.
b. Kendaraan pengunjung bandara untuk rekreasi.
c. Kendaraan karyawan Bandar Udara
d. Taxi, Rental Mobil.
e. Kendaraan orang yang berkepentingan dengan usaha Bandar Udara.

Dalam perencanaan tempat parkir, prioritas penggunaan diberikan pada parkir short time (waktu yang
singkat), sehingga tidak memerlukan tempat parkir yang luas.

Jumlah kendaraan keluar masuk tempat parkir pada jam sibuk bisa ditentukan dengan membagi ramalan
peningkatan penumpang di saat jam-jam sibuk dengan pengisian kendaraan.

41
2. Perhitungan Terminal Building
Pada perhitungan terdahulu didapat jumlah pesawat pada jam sibuk adalah 3 pesawat dan jumlah
penumpang rata-rata setiap pesawat adalah 165 pax/air craft, sehingga didapat jumlah penumpang pada
saat jam sibuk yaitu: 495 orang.

Faktor pengali terminal Building (F):

495
F  4,95
100

42
Dimana estimasi kebutuhan luas bangunan terminal per 100 penumpang (Typical Peak Hours) adalah
sebagai berikut.

Berdasarkan ketentuan di atas, didapat:

Fasilitas bangunan terminal lainnya:

43
3. Fasilitas Bandar Udara Lainnya

Ada beberapa faktor yang menunjang dilaksanakannya cara flexible pavement, yaitu.
1. Bahan-bahan murah dan mudah diperoleh.
2. Biayanya lebih murah jika dibandingkan cara Rigid Pavement.
3. Memanfaatkan tenaga kerja setempat, yang berarti mengurangi pengangguran di daerah tersebut.
4. Tidak mempengaruhi jumlah konsumsi barang yang dijumlahkannya sangat terbatas untuk daerah
tersebut karena sulitnya hubungan dengan daerah lain.
5. Tenaga ahli setempat mampu melaksanakan pekerjaan tersebut sehingga tidak perlu mendatangkan
pekerja dari luar.
6. Alat-alat berat tersebut dapat dipergunakan

44
Sedangkan bila dilaksanakan dengan cara Rigid Pavement akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Bahan-bahan sulit didapat.


2. Biaya pelaksanaan lebih mahal.
3. Diperlukan Tenaga ahli dan profesional.
4. Harus mendatangkan alat-alat berat yang khusus untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut.
5. Tidak memungkinkan untuk membawa alat-alat berat ke daerah tersebut yang sifatnya hanya
sementara. Harga bahan akan melambung tinggi, akibat konsumsi barang yang tidak seimbang
dengan kebutuhan masyarakat setempat.

45

Anda mungkin juga menyukai