Anda di halaman 1dari 7

ROMO MANGUNWIJAYA DAN SDKE MANGUNAN

Indana Rif’an1, Nansi Amallia2, Arlita Millenia3, Nur Hanikmah4, M. Alfian NK5
1
1102417004, 21102417005, 31102417020, 41102417025, 51102417026

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan


Rombel 1

Abstrak

Semua proses belajar mengajar di Indonesia termasuk pendidik, muatan belajar


dan peserta didik dilaksanakan sesuai ketentuan kebijakan pemerintah. Pada
kenyataannya pelaksanaan pendidikan mengalami ketidaksenjangan dengan kondisi
masyarakat pada saat itu. Karena dinilai mempersulit masyarakat miskin dengan
adanya biaya sekolah serta proses belajar mengajar dinilai membuat siswa menjadi
pasif. Oleh karena berbagai faktor tersebut, Romo Mangunwijaya mengkritisi
permasalahan pendidikan di Indonesia pada saat itu. Tidak hanya mengkritisi saja,
beliau juga ikut terlibat memikirkan dan mewujudkan alternatif solusinya, yang
diwujudkannya melalui SDKE Mangunan.

Kata Kunci: Romo Mangunwijaya, SDKE Mangunan

A. Biografi

Di kalangan masyarakat luas Indonesia, Y. B. Mangunwijaya (1929-199) atau yang


biasa dipanggil Romo Mangun ini dikenal sebagai seorang arsitek yang unik,
budayawan, serta pejuang kemanusiaan. Romo Mangun juga merupakan seorang
imam atau rohaniwan Katolik yang dekat dengan orang-orang miskin dan melayani
mereka dengan penuh pengabdian. Romo Mangun lahir di Ambarawa, 6 Mei 1929
sebagai anak pertama dari sebelas bersaudara, yang terdiri dari tujuh perempuan dan
empat laki-laki. Romo Mangun lahir dari keluarga Yulianus Sumadi Mangunwijaya
dan Serafin Kamdanijah. Ayah Romo Mangun bekerja sebagai seorang guru sekolah
dasar dan pernah menjadi ketua DPRD di Magelang. Sedangkan ibunya mengajar
sebagai guru taman kanak-kanak.

Pada 1936 Romo Mangun masuk Sekolah di Holland Inlander School (HIS)
Fransiscus Xaverius, Muntilan Magelang. Romo Mangun lulus dari HIS pada tahun
1943. Kemudian pindah ke Semarang untuk melanjutkan pendidikan dan masuk
sekolah teknik, namun tidak berapa lama beliau ke Yogyakarta untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Disini Romo Mangun bersekolah di dua tempat yang
berbeda. Paginya bersekolah di Sekolah Teknik Mataram (STM) Jetis Yogyakarta dan
sorenya bersekolah di Sekolah Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI).
Namun, pada tahun 1944 STM Jetis dibubarkan karena gedungnya dijadikan markas
perjuangan tentara RI. Romo Mangun lalu mendarftarkan diri menjadi prajurit TKR
Batalyon X divisi III. Dia ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang dan
Mranggen. Ketika STM Jetis dibuka kembali pada 1946, ia melanjutkan sekolahnya
hingga lulus pada 1947.

Setahun kemudian dia melanjutkan belajarnya di SMU-B Santo Albertus Malang


dan lulus pada 1951. Ketika di Albertus, tepatnya pada 1950, ia menghadiri perayaan
kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sinilah dia mendengar pidato Mayor
Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya, yakni keputusan
untuk "tobat sejati", bertekad untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat yang
tertindas haknya.1

Pilihan hidup menjadi Pastor membuat Romo Mangun melanjutkan sekolah di


Seminari.2 Pertama dia masuk ke Seminari Menengah di Kotabaru 1951. Kemudian
pada 1952 ia pindah ke Seminari Menengah Petrus Kanisius, Martoyudan Magelang.
Setelah lulus pada 1953, ia melanjutkan studinya ke Seminari Tinggi di Institut filsafat
dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Pada 1959, Romo Mangun melanjutkan
pendidikannya di Teknik Arsitektur ITB. Setelah mengenyam pendidikan di ITB, 1960,
dia melanjutkan studi arsitektur di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule di
Aachen Jerman dan lulus pada 1966. Setelah kembali ke Indonesia, dia menjadi Pastor
Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam Magelang, dan menjadi Dosen Luar Biasa
jurusan Arsitekturb di UGM. Dia juga mulai aktif menulis baik dalam bentuk buku,
cerpen, novel maupun artikel yang dimuat oleh surat-surat kabar.

Selama 1980-1986, atas dorongan Dr. Soedjatmoko, Romo Mangun melakukan


pendampingan pada warga Kali Code yang terancam penggusuran. Pada 1986-1994, dia
melakukan pendampingan lagi, yakni untuk warga Kedung Ombo yang menjadi
korban pembuatan waduk. Di samping itu, dia mendirikan Laboratorium Dinamika
Edukasi Dasar (DED) dan menerapkan eksperimennya di SD Kanisius Mangunan
(SDKM) yang bertempat di Dusun Mangunan, Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah,
Kabupaten Sleman, sekitar 12 kilometer sebelah timur Yogyakarta.

Tepat pada 10 Februari 1999, setelah memberikan ceramah dalam seminar yang
bertema "Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia
Baru" di hotel Le Mardian Jakarta, Romo Mangun meninggal dunia akibat serangan
jantung.

Hasil karya-karya yang telah dihasilkan oleh Romo Mangun dalam bidang
arsitektur diantara lain, Gereja St. Maria Assumpta, Klaten; SD Kanisius, dan
rumahnya sendiri Wisma Kuwera, Mrican, Yogyakarta. Selain di bidang arsitektur
Romo Mangun juga yang paling populer yaitu karya novelnya yang berjudul Burung-
Burung Manyar, yang sampai diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dan Belanda,
serta karya itu juga mendapatkan penghargaan South Asian Write Award pada tahun
1983. Hal ini menjadi salah satu alasan Romo Mangun untuk memunculkan gagasan
tentang “belajar sejati”-suatu proses belajar yang berlangsung seumur hidup dan
dimulai dengan kesadaran diri sendiri tanpa harus melalui pendidikan formal di
bangku sekolah.

1. “Yusuf Bilyarta Mangunwijaya,” http://id.wikipedia.org/wiki/Y.B ._Mangunwijaya.


2. “Yusuf Bilyarta Mangunwijaya,” http://id.wikipedia.org/wiki/Y.B ._Mangunwijaya.
Dalam perjalanan mewujudkan gagasan tentang pendidikan yang “memerdekakan
anak” Romo Mangun dibantu oleh para sahabatnya. Mereka juga meneruskan
perjuangan di bidang pendidikan setelah Romo Mangun meninggal dunia melalui
SDKE Mangunan dan DED yang masih berdiri hingga kini. Latar belakang kultur Jawa
dan Katolik dalam pendidikan keluarga pada masa kecil tampak dari pemikiran Romo
Mangun tentang pendidikan. Selain itu, pemikiran Romo Mangun tentang pendidikan
juga dipengaruhi oleh Freire dan Pieget. Terinspirasi pemikiran dari Paolo Freire
tentang “pendidikan yang bebas” Romo Mangun mengkritik pola pendidikan
tradisional Jawa yang hanya menempatkan anak dalam posisi sekunder.

B. Konsep Pendidikan Romo Mangun


1. Filsafat Manusia
Menurut Romo Mangun, manusia adalah mahkluk yang berakal budi, artinya
manusia mampu berpikir, menentukan pilihan dan mengambil tindakan
berdasarkan pilihannya, manusia adalah mahkluk merdeka. Dia mempunyai
tanggung jawab atas atas apa yang dipilih atau diperbuatnya.
Pokok pemikiran filsafat Romo Mangun terkritalisasikan dalam prinsip yang
diasebut “Tri Bina” , yakni bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Prinsip
inilah yang memengaruhi konsep pendidikannya. 3
2. Filsafat Pengetahuan
Romo Mangun termasuk pengikut filsafat kontruktivisme.4 Dia berpandangan
bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) peserta didik yang belajar, jadi,
pengetahuan bukanlah hal yang sudah jadi, melainkan proses menjadi. Adalah
“belajar sejati”, yakni sebuah tahap dimana seseorang punya kesadaran diri untuk
memperhatikan, mempelajari, dan menekuni segala hal yang dialaminya sehari-
hari secara terus-menerus. Jadi “belajar sejati” merupakan proses belajar yang
tidak terikat oleh tempat dan waktu, tidak harus melalui sekolah formal, namun
bisa kapan saja dan dimana saja.
3. Visi Pendidikan
Menurut Romo Mangun, visi pendidikan tidak lain ialah “Belajar Sendiri” adalah
mengantar dan menolong anak didik untuk mengenal dan mengembangkan
potensi dirinya agar manusia yang mandiri, dewasa dan utuh. Untuk mewujudkan
“Belajar Sejati”, Romo Mangun menunjuk dua kompetensi dasar yang harus
diterapkan dan dikuasai anak didik. Pertama, kemampuan komunikasi dan
penguasaan bahasa yang dilengkapi dengan kepercayaan diri dalam berinteraksi
dengan sesama. Kedua, pemekaran jiwa anak yang eskploratif, kreatif dan integral.
Kemampuan eksploratif membuat anak suka mencari, bertanya dan menyelidik.
Kemampuan kreatif membuat anak bisa mencipta hal-hal baru yang lebih baik
dan berguna. Kemampuan integral membuat anak bisa melihat dan menghadapi
beragam segi kehidupan dalam keterpaduan yang utuh. 5

3. Singgih Nugroho. Pendidikan Pemerdekaan dan Islam (Yogyakarta: Pondok Edukasi,


2003) h,53.
4. YB. Mangunwijaya, “Sisi Balik Medali Emas Ibnu Siena”, h. 283.
5. Dedy Pradipto, Belajar Sejati vs Kurikulum Nasional, h. 69
C. SDKE Mangunan

Romo Mangun yang peduli akan masalah sosial dan pendidikan di Indonesia,
membangun sekolah yang ditujukan kepada anak-anak yang memperjuangkan hak
dalam memperoleh pendidikan yang setara dan masalah kemiskinan harus
dituntaskan melalui pendidikan. Romo Mangun memanfaatkan salah satu bangunan
sekolah kanisius yang hampir tutup dan lahirlah Sekolah Dasar Kansius Ekspremintal
(SDKE) yang terletak di Dusun Mangunan, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Di dalam
sekolahan ini Romo Mangun menciptakan kurikulum sendiri khas Mangunan, yang
tujuannya ingin mencetak generasi yang Ekloratif, Kreatif, dan Integral.

Sekolah ini semula dikelola oleh yayasan kanisius, dan hendak ditutup akibat
kekurangan murid. Romo Mangun meminta sekolah ini dari pihak yayasan untuk
dikelola sebagai tempat untuk mewujudkan gagasanya, sejak itulah sekolah ini beubah
namanya menjadi sekolah dasar Kanisisus Eksperimen

Romo mangun mendirikan dua lembaga SDKE Mangunan dan Dinamika Edukasi
Dasar (DED). Di dalam dua lembaga tersebut terdapat komunitas atau sekumpulan
orang yang ikut serta di dalamnya, dan di bawah pemerintahan yang sama.
Permasalahannya adalah anak yang kurang punya atau miskin ditutup aksesnya untuk
belajar dikarenakan kurangnya dana. Oleh karena itu, DED berusaha menjawab semua
permalahan tersebut dengan menyelenggrakan pendidikan murah.

Ada dua hal yang menjadi fokus kegiatan yayasan DED, yaitu mencari bentuk
kurikulum alternatif yang menghargai hak “anak sebagai anak” dan menemukan guru
sejati yang tidak hanya sekedar menjadi indoktrianator. Bagi Romo Mangun, guru
merupakan pihak pertama yang mesti diantar pada paradigma pendidikan yang
memerdekakan. Hal ini dilakukan lewat apa yang diupayakan Laboratorium DED, dan
apa yang terselenggarakan di SDKE Mangunan.6

DED mengembangkannya menjadi SD Eksperimen dengan menerapkan metode


belajar-mengajar yang sesuai dengan budaya lingkungan dan perkembangan diri anak.
Istilah eksperimen mengacu pada usaha mencari dan menerapkan paradigma
pendidikan yang baru baik dari segi tujuan, pendekatan, metode, materi, maupun
sarana namun tetap mengacu pada kurikulum 1994.7 Pendidikan yang dibuat oleh
DED dan SKDE ternyata bermanfaat bagi anak yang kurang mampu dan
perkembangan paradigma pendidikan yang memerdekakan anak.

Ada juga tutor teman sebaya yaitu proses belajar memungkinkan anak belajar
dengan caranya sendiri, anak bisa menjadi guru bagi temanya, mereka bias
menggunakan bahasa mereka sendiri yang lebih mudah dipahami, komunikasi bisa
berjalan tanpa hambatan. Karena pola pikir mereka sama, bahasa yang dipakai bisa
seperti ketika mereka bermain bersama.

6. Dedy Pradipto, Belajar Sejati vs Kurikulum Nasional, h. 77


7. Dedy Pradipto, Belajar Sejati vs Kurikulum Nasional, h. 98
Pendirian SD Kansius Eksperimen Mangunan dimulai pada tahun ajaran
1994/1995 dan akan berakhir pada tahun ajaran 2003/2004.8 Semua wali murid
berharap SKDE Mangunan kelak tidak berubah menjadi sekolah yang membebani
anak-anak.

D. Konsep Kurikulum SKDE Mangunan

Metode Pembelajaran

Pembelajaran dikelas seharusnya dilaksanakan secara nyaman dan menyenangkan.


Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai metode yang tepat bagi siswa. Pembelajaran
yang dimaksud biasa Romo sebut dalam “Suasana Hati Merdeka”. Untuk mencapai
“Belajar Sejati” Romo mangun megusulkan empat pendekatan yaitu joyful learning
yang mengutamakan keadaan kelas yang menyenangkan, child-centered learning yaitu
pembelajaran berpusat pada anak, active learning yaitu pembelajaran dimana siswa
juga aktif dalam kelas, dan kekeluargaan yang dapat membuat siswa tersebut memiliki
rasa kebersamaan.

Metode Konsruktif-Progesif merupakan metode yang biasanya digunakan. Metode ini


membantu peserta didik melakukan kegiatan dan dapat mengkonstruksi pengetahuan
yang mereka pelajari dengan baik. Biasanya guru memberikan kasus-kasus kemudian
siswa dengan kemampuannya untuk memecahkan masalah tersebut. Beberapa metode
pembelajaran yang diterapkan di SDKE Mangunan :

a. Metode penemuan
Guru memberikan tugas kepada siswa kemudian guru memberikan kebebasan
siswa untuk mengerjakan tugas tersebut. Hal ini menyebabkan siswa dapat
berlatih mandiri untuk melakukan penelitian, merumuskan masalah, serta
menyampaikan pokok fikirannya sendiri dari hasil mencari tahu jawaban dari
tugas tersebut.
b. Metode dialog dan diskusi
Pada metode ini dapat terjadi komunikasi dua arah, yaitu antara guru dan murid.
Dalam proses pembelajaran siswa akan bertanya kepada guru mengenai materi
yang kurang dipahami. Ataupun dapat terjadi antara siswa satu dengan yang lain
melalui proses disksusi.
c. Metode cerita
Dalam metode ini siswa diajak untuk suka dalam membaca buku,
pembelajarannya dikemas kedalam sebuah mata pelajaran yang ada di SDKE
Mangunan yaitu mata pelajaran Baca Buku Bagus. Romo mangun dibantu oleh
temannya yang bernama Butet Karta Rajasa dalam mengampu mata pelajaran ini.
Anak akan tertarik dengan materi pelajaran apabila ia mendapatkan suatu hal
yang bagus menurutnya, kemudian anak tersebut dapat mengkontruksi
pengetahuannya berdasarkan ilmu yang ia dapat dari membaca buku.

8. Dedy Pradipto, Belajar Sejati vs Kurikulum Nasional, h. 98


d. Metode Pluspunt
Metode ini diterapkan pada mata pelajaran matematika dimana pada proses
pembelajarannya disesuaikan dengan hal-hal kenyataan yang ada. Seperti
penghitungan luas suatu bidang. Hal ini dapat diibaratka dengan menghitung luas
papan tulis. Dari berbagai benda di lingkungan sekitar anak dapat belajar secara
langsung.

Isi/Materi
Romo Mangun bersama dengan DED membuat 5 mata pelajaran khas Mangunan,
yaitu: Kotak Pertanyaan, Membaca Buku Bagus, Majalah Meja, Komunikasi Iman, dan
Musik untuk pendidikan. Kelima mata pelajaran khas tersebut merupakan cara untuk
melatih kepekaan anak untuk mencermati lingkungan keseharian. Bersama dengan
Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan Matematika, kelima mata pelajaran khas ini bertujuan
untuk memberi keterampilan hidup bagi anak miskin.

a) Kotak Pertanyaan, Membaca Buku Bagus, dan Majalah Meja


Kotak pertanyaan berfungsi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan anak didik
tentang sesuatu yang dianggap belum tahu. Pertanyaan-pertanyaan yang
terkumpul kemudian dibahas bersama-sama pada Sabtu siang. Lalu dengan Baca
Buku Bagus, anak didik diajak untuk memperluas cakrawalanya, diajak keluar dari
tempurung tradisionalisme konservatifnya, diajak mengenal kebudayaan lain, dan
diajak mengenal dialektik antara sana dan sini. Hal ini dilakukan dengan cara
guru bercerita dengan murid.9 Dalam perencanaan Membaca Buku Bagus, buku
yang dipilih adalah yang memuat cerita mengasyikkan, seperti mengenai penemu
besar, orang yang pantang menyerah, serta para pahlawan (kecuali pahlawan
perang). Kemudian, dengan Majalah Meja, anak didik bisa langsung belajar
dengan hanya melihat meja yang ditempatinya. Tujuannya dalah membuat anak
didik dekat dengan bahan atau sumber pengetahuan. Majalah Meja ini diisi
dengan artikel-artikel baik dari koran maupun majalah yang diganti setiap Minggu
oleh staf sekolah.
b) Komunikasi Iman
Bagi Romo Mangun, pengajaran agama tetap perlu dilaksanakan. Namun
tempatnya adalah di dalam keluarga masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya,
bukan di sekolah. Sekolah harus bersifat dan bersikap inklusif, terbuka bagi murid
dan berbagai agama.10 Komunikasi iman yang dilakukan disini bukan mengenai
agama, melainkan melalui komunikasi. Komunikasi dalam hal ini adalah berbagi
pengalaman, berbincang antar guru dengan murid serta murid dengan murid.
Tujuan dari komunikasi iman adalah supaya peserta didik memiliki dasar yang
benar dan hati nurani yang baik.
c) Pendidikan Seni
Pendidikan seni di sini tidak bermaksud agar anak didik menonjol dalam
mementaskan seni, namun lebih bertujuan untuk membina cita rasa, kepekaan
kebudiawaan yang mengarah pada kearifan anak didik.

9. YB. Mangunwijaya. “Bila Andong Mati,” dalam Impian dari Yogyakarta, h. 265-266
10. Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan, h.72
Selain itu, pendidikan seni juga berguna untuk mempertajam pikiran, kreativitas
dan menyehatkan tubuh.11
Pendidikan seni yang dimaksud di sini adalah musik pendidikan. Yakni
pendidikan manusia seutuhnya. Anak belajar bahasa musik dengan cara:
mendengarkan, meniru, melihat dan merasakan secara langsung. Contoh
penerapannya adalah seperti ini: Guru mengajak siswa untuk berdiaog tentang
paduan suara sebelum masuk ke materi pemecahan suara. Guru memberikan
penjelasan kepada siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Kemudian guru
memberikan contoh teknik pemecahan suara, siswa menirukan setiap bagian.
Guru menggali kreatifitas siswa melalui tanya jawab dengan siswa.
d) Pendidikan Bahasa dan Komunikasi
Dengan penguasaan bahasa, baik bahasa komunikasi interaksi maupun bahasa
verbal, baik bahasa nasional maupun bahasa internadional, anak didik mampu
hidup di mana pun. Selain itu, dengan bekal ini anak didik juga akan mudah
untuk menyerap informasi dan ilmu pengetahuan secara mandiri sehingga
wawasan yang dimilikinya bias lebih luas dan bertambah.
e) Pelajaran IPA dan IPS
Pelajaran ini diberikan sesuai dengan kebutuhan anak didik, yakni dipilah mana
yang perlu diketahui dan mana yang tidak ada salah dan ruginya jika tidak
diketahui. Semua itu harus sesuai dan relevan dengan kehidupan keseharian anak
didik.
f) Matematika
Menurut Romo Mangun, pelajaran matematika adalah pelajaran penting kedua
setelah bahasa karena membantu anak untuk dapat berfikir logis, kritis, teliti,
berabstraksi, bisa mengambil keputusan dan kreatif.12 Dalam hal ini, Romo
Mangun sepakat dengan Drost bahwa matematika adalah ilmu kuantitas, namun
mengajarkan seseorang bernalar logis.

11. Suparno, Reformasi Pendidikan, h.32


12. Dedy Pradipto, Belajar Sejati vs Kurikulum Nasional, h. 128

DAFTAR PUSTAKA
Pradipto, D. (2007). Belajar Sejati VS Kurikulum Nasional. Yogyakarta:
Kanisius (Anggota IKAPI)
Risyanto, D. (2015). Pemikiran Y.B. Mangunwijaya Tentang Pendidikan Sekolah Dasar
di Yogyakarta Tahun 1974-1999. Oktober, 2015. Universitas Negeri Yogyakarta.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/risalah/article/viewFile/830/756
Hannan, A. (2013). Konsep Pendidikan YB. Mangunwijaya. Pr. Jurnal Pemikiran Islam,
20 (1), Maret, 2013.
http://ejournal.iaitribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/view/89/81

Anda mungkin juga menyukai