Anda di halaman 1dari 21

Daftar Isi

Pendahuluan
Latar Belakang
Penampilan
Sajian Musik
Lirik
Penyaji Musik
Hubungi Kami

2 | A s t a k o s a l a Vol k

Pendahuluan
Rwneka dhtu winuwus Buddha Wiswa, bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen,
mangka ng Jinatwa kalawan iwatatwa tunggal.
Buddha dan Siwa merupakan dua keheningan yang berbeda. Berbeda memang, tetapi
bagaimanakah mengenalinya? Buddha dan Siwa adalah ke-u-Tuhan.
(Kakawin Sutasoma, Mpu Tantular)

Mantram Sandyakala jika diartikan secara sederhana merupakan lantunan bait-bait suci di
kala senja. Persembahan musik yang mengambil dari syair-syair kakawin Djawa Kuno
yang tentu saja bernapas Siwa maupun Buddha.
Di dalam perjalanan berjumpa Tuhan Yang Maha Suci, disimbolkan dengan warna putih, kita
membutuhkan sinar yang bisa menembus kabut putih dengan cahaya kebijaksanaan (warna
kuning), cahaya Buddha, agar berjumpa ke-u-Tuhan di puncak perjalanan spiritual.

Keruntuhan Majapahit
Semenjak runtuhnya era Majapahit di tanah Jawa, yang kemudian disusul oleh perpindahan
keyakinan besar-besaran masyarakat Jawa dari Hindu dan Buddha ke Islam. Kesusastraan
Jawa Hindu dan Buddha seolah sirna dari tanah Jawa.
Sastra-sastra tersebut yang berupa Kakawin terawat dengan sangat baik di pulau Bali dan di
lereng gunung Merapi-Merbabu, Jawa Tengah. Untuk yang berada di Jawa Tengah catatancatatan tersebut terdokumentasi dalam lontar, beraksara Budo, bukan Sanskerta maupun Jawa
Kuno.
Bangsa Jawa sejak saat itu hanya mampu mereka-reka sastra para leluhurnya tanpa benarbenar mengenal betul karya-karya leluhurnya. Abad XVII terjadi perkembangan aksara Jawa
baru. Sastra yang berkembang telah bercampur dengan napas Islam. Sementara naskah Hindu
dan Buddha?

3 | A s t a k o s a l a Vol k

Latar Belakang
Sebagai wujud cinta dan bakti pada leluhur Jawa, Astakosala Volk yang baru terbentuk pada
awal 2016, setelah melewati proses yang panjang sedari 2014. Mencari format,
bagaimanakah caranya menyampaikan sastra maupun mantram-mantram leluhur Jawa Hindu
dan Buddha agar sampai ke masyarakat Jawa, anak-anak mudanya, atau siapa pun yang
mencintai Jawa, agar dapat menerima kakawin Jawa kuno dengan lebih mudah, lebih
sederhana, lebih bisa dirasakan terkait bait-bait yang tertulis di dalamnya.
New Age merupakan pilihan genrenya (itu pun karena pendengar Astakosala Volk yang
memberi istilah konsep musiknya). Dikarenakan telinga anak muda lebih akrab dengan suarasuara gitar, bass, piano, daripada gamelan. Meskipun cukup memprihatinkan, namun
demikianlah faktanya di Jawa. Tidak banyak anak-anak muda yang tekun menggeluti
gamelan, ini tentu karena berbagai macam sebab.
Poin mendasar dari Astakosala Volk ialah bait-bait sastra dari kakawin Jawa kuno sampai ke
masyarakat Jawa. Syair para leluhur Jawa Hindu dan Buddha hadir kembali ke sanubari anak
cucunya di tanah Jawa setelah ribuan kabut berlalu.

4 | A s t a k o s a l a Vol k

Penampilan
International Art Camp at Cetho Temple, Solo ~ Juli 2016
Meditasi bersama Guru Gede Prama, Brahmavihara Arama, Bali ~ Agustus 2016
Mantram Sandyakala, Solo ~ September 2016
Ubud Writers and Readers Festival, Bali ~ Oktober 2016

5 | A s t a k o s a l a Vol k

Sajian Musik
1. Serat Wedhatama

(KGPAA) Mangkunegara IV

2. Bhanawa Sekar

Mpu Tanakung

3. Om Mani Padme Hum


4. Sarasvati Devi Puja
5. Lubdhaka

Mpu Tanakung

6. Sampurna Svaha
7. Amurti Niskala

Mpu Tanakung

8. Rahina Mijil

Mpu Tanakung

9. Alamkara Kakawin Hanang Nirartha

Danghyang Nirartha

6 | A s t a k o s a l a Vol k

Lirik
1. Serat Wedhatama
Syair:
Mangka kanthing tumuwuh
Salami mung awas eling, eling lukitaning alam
Dadi wiryaning dumadi, supadi nir ing sangsaya
Yeku pangreksaning urip

Penjelasan:
Syair ini menerangkan tentang bertumbuhnya rasa kepekaan. Sehingga dengan
bertumbuhnya rasa kepekaan tersebut, membuat hidup penuh dengan kesadaran,
kesadaran akan semesta raya.
Menjadi cahaya, cahaya kehidupan. Demikianlah sejatinya hidup itu.

Tentang Pujangga:
(KGPAA) Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV merupakan raja di
Keraton Mangkunegara Solo. Sri MN IV tercatat sebagai salah satu filosof dunia,
sebagaimana tercatat dalam Le dictionnaire De Philosophie.

7 | A s t a k o s a l a Vol k

2. Bhanawa Sekar (Rangkaian Persembahan Bunga)


Syair:
Nimitangku yan layat
Aninggal isang ahayu nguni ring tilam
Ndatan lali si langening sayana
Saka ring harepku lalita nggurit lango

Sebabnya aku meninggalkan si juwita di peraduan


Bukan karena lupa merasa keindahan peraduan
Namun karena hasrat yang tak tertahankan
Untuk melukiskan keindahan alam

Penjelasan:
Syair di atas menjelaskan tentang seorang yang meninggalkan kekasih hatinya,
dengan sangat terpaksa dan berat hati. Ia pergi karena tuturan hatinya yang tak
terbendung lagi, tujuannya hanyalah satu, yakni melukiskan keindahan alam.

Tentang Pujangga:
Mpu Tanakung, tan berarti tak memiliki, sementara akung adalah kekasih. Beliau
hidup pada akhir zaman Majapahit yakni akhir abad ke 15. Syair di atas diambil dari
Kakawin Wrettasancaya

8 | A s t a k o s a l a Vol k

3. Om Mani Padme Hum

Om Mani Padme Hum


Om Mani Padme Hum
Om Mani Padme Hum
om mani padme hum, om mani padme hum, om mani padme hum

Jiwa yang bersayap, terbanglah


Merentang lebar, terbanglah
Mengarungi angkasa, bebaslah

Soaring above the sky


Our wings are limitless
Reaching far, we ride the sky
Fly, fly away.

Tadyata Om Gate Gate Paragate, Parasamgate, Body Svaha

Penjelasan:
Syair di atas merupakan sebuah mantram suci Hindu maupun Buddha, agar kita hidup
simbolik bunga teratai tetap tumbuh dan mekar meski hidup di lumpur yang kotor.

9 | A s t a k o s a l a Vol k

4. Sarasvati Devi Puja


Om Devi mata namaha
Om vagdevyai cha vidmahe
Virinji pathniyai cha dhimahi thannoo
Vani pracodhayat
Om devi mata namaha
Penjelasan:
Apakah pemujaan pada Dewi Saraswati hanya ada di Bali? Jawabannya ya. Kemudian
apabila kita telusuri, apakah zaman dahulu di Jawa, ada pemujaannya? Jawabannya
ya.
Ini dibuktikan dengan ditemukannya arca perunggu Dewi Saraswati di Nganjuk, Jawa
Timur. Hasil dari penelitian oleh balai arkeologi menunjukkan arca tersebut berasal
dari abad X.
Semoga dengan kidung ini, pemujaan pada Dewi Saraswati, yakni simbolik dari dewi
pengetahuan bisa kembali ke tanah Jawa.

10 | A s t a k o s a l a V o l k

5. Lubdhaka
Syair:
Sakangcan buta-buti ring sawargan
Katus ida batara yama
Pacang mangjrek atmanipune I lubdaka
Wireh iwang pamargi

Atmanipune I lubdaka karejek


kapuntang-panting ring sami kangcan
Balan bhatara yama, wirehipun kabawos mamati-mati

All the demons in heaven are despatched by the lord Yama


In order to finish off the soul of Lubdaka
As his conduct has been evil.

The soul lubdaka is seized and beaten back


and fort by all the trooops of the lord Yama
The reason for this is that he is said to have killed again and again

11 | A s t a k o s a l a V o l k

Penjelasan:
Syair di atas menerangkan tentang seorang Lubdhaka yang hanya mementingkan
urusan duniawi tanpa pernah melaksanakan bhakti pada Tuhan. Sehingga ketika
hidupnya menjelang ajal pun ia tidak pernah peka. Simbolik dari ketidaktahuan
manusia.
Dengan beralihnya keyakinan masyarakat Jawa kala itu, abad XVI dan XVII. Tentu
saja pemujaan kepada Siwa tidak ada lagi, yang kemudian dilaksanakan di Bali dari
waktu ke waktu hingga bergenerasi anak cucu sampai sekarang.

Tentang Pujangga:
Mpu Tanakung, tan berarti tak memiliki, sementara akung adalah kekasih. Beliau
hidup pada akhir zaman Majapahit yakni akhir abad ke 15. Syair di atas diambil dari
Kakawin Siwaratrikalpa

12 | A s t a k o s a l a V o l k

6. Sampurna Svaha
Om Sriyam bhavantu
Sukham bhavantu
Purnam bhavantu
Ksama bhavantu ya namah svaha
Semoga kebahagiaan menyertaimu
Semoga sukacita hadir bersamamu
Semoga kesempurnaan mencerahkanmu
Semoga semua sempurna sebagaimana adanya
Penjelasan:
Kidung di atas merupakan penutup dari keseluruhan sajian musik Astakosala Volk.
Mantram tersebut, dipakai dalam persembahyangan umat Hindu sebelum ditutup
dengan doa kedamaian bagi semua makhluk di semua alam.

13 | A s t a k o s a l a V o l k

7. Amurti Niskala
Om! Awighnam astu
Sang hyang ning hyang amurti niskala sirati-kinenep ing akabwatan lango
Sthulakara sira pratisthita haneng hradayakamalamdahya nityasa
Dhyana mwang stuti kutamantra japa mudra linekasaken ing samangkana
Nghing pinrih-prih i citta ni nghulun anugrahana tulusa digjayen lango
To the God of Gods in His immaterial from does one accomplished
in poetic arts direct his inmost thoughts;
In material form He is everlastingly enthroned in the midst of the heart-lotus.
One practises meditation, sings songs of praise,
repeats the highest spiritual formula,
murmurs prayers and form gestures of the hands at this stage,
Whereas all that my heart is striving for is to be granted to go on
world-conquest in beauty.

Kupersembahkan kepada Sang Hyang Ning Hyang, yang tak kasat oleh seorang
pandai;
Seorang pujangga memasrahkan hatinya yang terdalam dalam wujud yang kasat.
Ia kekal bertakhta di antara teratai hati seorang yang melakukan meditasi,
melantunkan puja-puji, mendaras kidung suci, menyucikan bait-bait doa, dan
melakukan mudra,
Meski demikian, apa yang batin ini inginkan ialah untuk dapat terus melukiskan
keindahan semesta raya.

Tambahan:

14 | A s t a k o s a l a V o l k

Sloka ini berasal dari Kakawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung, merupakan bait
pertama dari seluruh kakawin, sloka pembukaan yang tentu saja berisi persembahan
kepada Tuhan.

15 | A s t a k o s a l a V o l k

8. Rahina Mijil
Ksana rahina mijil sang hyang suryangrawasi limut
Sahana ni semi ning kawyan kumram pada mangisis
Manuk asukha-sukhan munggwing pang ramya masahuran
Kadi papupul i sang wring tatwadhyatmika macengil

Pada mamahara kung lwir ning kaywenedeng asekar


Wuluh amedari sinyjangnyang jangapeku-pekulan
Brahmara nika marangringeing santen rara malayu
Akusikan angesah tang pring darpaharas-arasan

Kusuma lewas aragrag runtuh de ning angin alon


Manelab-elab ikang sinwam ning padapa kasirir
Sari-sari pangaras kembang kumbangnya maliweran
Analiring angepo mungwing sor ning lirang alurus

Then it was day, and the holy sun emerged to roll back the mists,
And all the tender shoots of the trees sparkled freshly opened.
Birds amused themselves among the branches, happily twittering to each other
Like a meeting of experts in esoteric truth debating together.
The appearance of the trees all in full bloom made on ache with love,
And the bamboo opened her dress for the jangha vine to embrace her.
The bees drew near to caress the flowers of the rara malayu,
16 | A s t a k o s a l a V o l k

And in agitation the bamboo sighed, passionately kissing each other.

The wilted flowers feel, disturbed by a soft wind,


And the young branches fluttered in the breeze.
The kissing of the flowers was incessant, while the bees busily flew about
And darting sideways would hover beneath the slender lirang palms.

Segera pagi tiba, matahari terbit menggulung kabut.


Segala tunas pepohonan gemerlapan membuka diri.
Burung-burung bersuka-suka di dahan ramai bersahutan
Seperti sekumpulan manusia yang peka bertukar rasa

Pohon yang sedang berbunga membangkitkan cinta.


Bambu wuluh melepas kainnya agar batang gadung memeluknya.
Lebah-lebah datang mencumbu bunga rara malayu,
Sedang bambu pring bergesekan mengesah berciuman.

17 | A s t a k o s a l a V o l k

Kembang-kembang layu pun berguguran,


Terusik angin nan lembut,
Dan pucuk rerantingnya melambai-lambai dalam sepoi,
Kecupan kembang-kembang yang tak henti,
seiring lebah-lebah yang terbang hilir berganti,
dan melesat serta mengambang di bawah naungan palem lirang yang lampai

Tambahan:
Sloka di atas diambil dari Kakawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung, kiranya
cukup menjelaskan nuansa alam kala itu yang dilihat serta dirasa oleh pujangga yang
kemudian dituliskan dalam syair yang cukup indah dan puitik.

18 | A s t a k o s a l a V o l k

9. Alamkara Kakawin Hanang Nirartha

Nguni kungkwalango lngng saha karaskwiki winawa mareng pasih wukir,


Lillalana tan wanh lumaku karwa pangawin n arja murang murang,
Darppa muktya asnskar wruh akirim-kirim ujar rara maweh tika,
Hetunya layat ing kalangwan adamar wulan apayung asoka-padapa

Dulu ketika aku diliputi rasa cinta bersama lembaran tulisku ini kubawa ke laut dan
gunung.
Menghibur hati tiada lain berjalan bersama penyair cantik berkelana di hutan
belantara.
Dengan riang gembira menikmati kembang angsana, agar tahu menyajikan kata-kata
indah menjadi karangan.
Itulah sebabnya pergi mencari keindahan, berlampu rembulan, berpayung tunas bunga
angsoka.

When I shrouded in love, I carried with me, these writings, down to the sea, up to the
mountain.
To heal my heart I walked, alongside a poet endowed with such beauty, we wandered
deep into the forest.
With gleeful hearts we admire, the precious flower of angsana, thus we shall learn,
how to knit words into poetry.
Armed with desire, with the moon illuminated our path, and blooming angsoka
sheltered our heads, we set out seeking splendour.

19 | A s t a k o s a l a V o l k

Tambahan:
Syair di atas diambil dari Nirartha Prakrta oleh Danghyang Nirartha. Danghyang
Nirartha juga dikenal sebagai Pedanda Shakti Wawu Rauh seorang tokoh spiritual
Siwa yang berpengaruh di Bali-Lombok dan juga pengelana pada abad ke XVI.

20 | A s t a k o s a l a V o l k

Penyaji Musik
Desi Fajar P, vokal | Rema A. Shandy, keyboard dan komposer | Narto, Bass

Tim Pendukung
Cin H Tomoidjojo | Komala Somadevi | Reza Rahmadiansyah | Yoga Sogi | Reza Gusti |
Budiarsi Widhi | Jro Mangku Komang Celagi | Soetar Sumitro | Putu Wirawan | Yulia Liao |
Betty Ciulani | Ngasiran | Ema Sasongko | Romo Djati

Hubungi Kami
Alamat: Jl Agung Timur No 36 Rt 03/35. Mojosongo. 57127. Solo
Andre Sam, Creative idea, 0857 8278 3664
Andik Yusman, Public relation, 0822 4333 8159
Email: Andik.yusman@gmail.com

Facebook: AstakosalaVolk
Instagram: AstakosalaVolk
Soundcloud: Astakosala-volk

21 | A s t a k o s a l a V o l k

Anda mungkin juga menyukai