Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebudayaan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan
manusia. Hal itu disebabkan karena budaya merupakan hasil olah rasa dan olah
pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1994:149), kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan
serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Sedangkan
menurut Koentjaraningrat terdapat dalam kutipan sebagai berikut.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Kata kebudayaan berasal dari
kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang
artinya budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan:
hal-hal
yang
bersangkutan
dengan
akal
(Koentjaraningrat, 1990:181).
Salah satu unsur kebudayaan adalah karya sastra. Dalam hal ini, karya
sastra berkaitan erat dengan objek kajian, yaitu bahasa. Karya sastra di Indonesia
sangatlah banyak jumlahnya, baik yang berbahasa Melayu, Sunda, Madura, Bima,
Batak, Banjar, Jawa maupun bahasa-bahasa yang lainnya.
Karya sastra Jawa meliputi sastra Jawa Kuna, Pertengahan, klasik hingga
modern (Nugraha, dkk., 1996:8). Karya sastra dari ketiga genre tersebut sangatlah
berbeda. Masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Karya-karya sastra Jawa
Kuna yang termasuk sastra parwa yaitu Adiparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa,
Bhimaprwa,

ramwasaparwa,

Mosalaparwa,

Prasthnikaparwa,

Swargarohanaparwa, Uttaraka dan lain sebagainya (Zoetmulder, 1985:8096). Sedangkan sastra Jawa Kuna yang berbentuk kakawin antara lain Kakawin
Ramyna,

Kakawin

Arjunawiwha,

Kakawin

Kyana,

Kakawin

Sumanasantaka, Kakawin Smaradahana, Kakawin Bhrtayuddha, Kakawin


Gaotkacaraya, Kakawin Wasacaya, Kakawin Wttyana, dan lain-lain
(Poerbatjaraka, 1964:16-34).
Calon Arang, Tantri Kamandaka adalah hasil karya sastra Jawa
Pertengahan yang berbentuk prosa, sedangkan yang berbentuk puisi antara lain
kidung Sunda, kidung Sri Tanjung, kidung Sundamala, dan Kidung Subrata.
Selain itu, ada sastra Jawa Baru yang terbagi menjadi dua, yaitu sastra Jawa
Klasik dan sastra Jawa Modern. Sastra Jawa Klasik muncul setelah masuknya
agama Islam di pulau Jawa, sehingga cenderung menghasilkan karya sastra yang
bernafaskan Islam, di antaranya: Kitab Sunan Bonang, Primbon Islam, Suluk
Wujil, Suluk Malang Sumirang, Srat Nitipraja, Srat Yusuf, dan lain sebagainya,
sedangkan karya sastra Jawa Modern muncul setelah ada pengaruh penjajahan
Belanda. Dalam buku yang berjudul Sastra Jawa Modern Pasca Tahun 1920
(Riyadi, dkk., 1996), terdapat karya sastra Jawa Modern yang sangat popular di
antaranya: Rangsang Tuban, Serat Riyanta, Ngulandara, dan sebagainya.
Salah satu karya sastra Jawa Klasik yang menjadi bahan penelitian penulis
adalah teks Srat Rngganis IV (selanjutnya disingkat SR). Teks SR
menggunakan huruf pegon. Teks tersebut memiliki variasi bahasa dan aksara.
Dari segi bahasa, teks SR menggunakan bahasa Jawa dan Arab, sedangkan dari
segi aksara, teks SR menggunakan huruf pegon. Huruf pegon adalah huruf Arab

yang dipakai menuliskan bahasa Jawa (Baroroh-Baried, dkk., 1977:32). Sejauh


yang peneliti ketahui, teks SR ada yang berbahasa Jawa dan ada juga yang
berbahasa Sunda. Namun yang menjadi ketertarikan peneliti adalah teks yang
berbahasa Jawa dengan aksara Pegon.
Naskah SR yang akan diteliti oleh penulis berasal dari koleksi pribadi Dra.
Sumarsih M.Hum. Naskah SR ditulis oleh Ki Jakariya yang berasal dari Surabaya
pada Tahun 1833 yang merupakan salinan yang ke-4.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Teks Srat Rngganis IV berbahasa Jawa yang ditulis dengan aksara
Pegon.
b. Isi teks Srat Rngganis IV pupuh I-III.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian teks SR sebagai berikut.
a. Menyajikan teks SR agar dapat dibaca oleh yang tidak mengerti tulisan
Pegon dalam bentuk suntingan teks.
b. Menerjemahkan teks SR agar dapat dibaca oleh yang tidak mengerti
bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Pegon.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Jumlah pupuh yang terdapat pada naskah SR berjumlah 43 pupuh1.
Sehingga peneliti membatasi penelitian pada pupuh I sampai III halaman 1 sampai
26, yakni dengan mendeskripsikan gambaran umum naskah dan teks, suntingan
teks dengan perbaikan bacaan. Selain itu, juga disertakan aparat kritik 2 untuk
memberikan keterangan tentang teks SR, juga terjemahan teks SR tersebut ke
dalam bahasa Indonesia dan juga catatan terjemahan kepada pembaca.

1.5 Tinjauan Pustaka


Beberapa penelitian yang berhubungan dengan Srat Rngganis IV salah
satunya berjudul Rengganis oleh Lalu Wacana (1979). Buku ini menjelaskan
bahwa Rengganis adalah putri dari seorang pendeta cantik, pandai, dan memiliki
kemampuan yang sangat tinggi dibandingkan perempuan pada umumnya. Cerita
Rngganis ini diambil dari Serat Sunda yang menggunakan bahasa Sunda dengan
bentuk tembang Sunda (Wacana, 1979:3).
Selain Lalu Wacana, ada juga yang pernah meneliti Rengganis, yaitu
Raden H. Abdussalam dengan judul Wawacan Rngganis BI Limbangan yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1979. Cerita
yang diambil dari Limbangan pada 2 Desember 1929 ini terdiri dari tembangtembang Sunda yang mengandung cerita yang lebih banyak daripada cerita yang
ada di buku Rngganis karya Lalu Wacana.

Pupuh adalah pembagian pembabagan cerita dalam teks-teks Jawa yang digubah dalam bentuk
tembang (puisi berirama). Pupuh dapat diartikan sebagai bab (Pudjiastuti, 2006:76).
2
Aparat kritik adalah perabot pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah (BarorohBaried, dkk., 1977:8).

Syarifah Wardah E.F. (tanpa tahun) dalam artikelnya yang berjudul


Kearifan Lokal Serat Rengganis Sebagai Media Islamisasi Suntingan Teks
disertai Sejarah Teks. Serat Rengganis yang diteliti adalah naskah dengan aksara
Jawa Pegon berkharokat, berbahasa Jawa, berbentuk puisi Jawa atau tembang
macapat, dan berjumlah 48 halaman. Serat Rengganis tersebut berisi tentang
cerita kepahlawanan Islam dengan tokoh utama Dewi Rengganis dan Amir
Hamzah (http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/389/gdlhub-gdl-syarifahwa-19415fsbi16-k.pdf).
Dari ketiga tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa sudah ada
yang pernah meneliti teks Rengganis, namun teks Rengganis yang tersebut di atas
dari aspek materi dan tinjauannya berbeda dengan yang ditulis oleh peneliti.
Perbedaan Rengganis yang akan diteliti oleh peneliti dengan Rengganis tulisan
Raden H. Abdussalam terletak pada bahasa yang digunakan. Bahasa yang
digunakan dalam Rengganis tulisan Raden H. Abdussalam adalah bahasa Sunda,
sedangkan teks yang akan diteliti oleh peneliti menggunakan bahasa Jawa. Selain
itu, perbedaan Rengganis tulisan Lalu Wacana berasal dari sastra daerah Sasak
dan penelitian Rengganis oleh Syarifah Wardah El Firdausy hanya berjumlah 48
halaman, sedangkan naskah yang diteliti peneliti berjumlah 455 yang berasal dari
Surabaya, sehingga dari teks yang diteliti oleh peneliti sangatlah berbeda dengan
Rengganis yang sudah pernah diteliti oleh penulis-penulis sebelumnya.

1.6 Landasan Teori


Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang
luas mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,
dkk, 1985:1), sedangkan menurut akar bentuk katanya, filologi berasal dari kata
Yunani philos yang berarti cinta dan kata logos yang berarti kata. Pada kata
filologi, kedua kata tersebut membentuk arti cinta kata, atau senang bertutur
(Shippley, 1951; Wagenvoort, 1947 dalam Baroroh-Baried, dkk, 1985:1).
Sedangkan Filolog adalah sebutan untuk orang-orang yang ahli dalam bidang
filologi. Menurut Robson (1994) dalam bukunya yang berjudul Prinsip-Prinsip
Filologi Indonesia, tugas filolog secara harfiah adalah sebagai pencinta katakata dan dapat diringkas dalam frase membuat teks terbaca/dimengerti. Ada
dua hal yang harus dilakukan oleh seorang filolog agar teks bisa dibaca dan
dimengerti, yaitu menyajikan dan menafsirkan teks tersebut.
Filologi mempunyai objek berupa naskah dan teks. Oleh karena itu, perlu
dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah, teks, dan tempat penyimpanan
naskah (Baroroh-Baried, 1985:3). Naskah adalah bahan tulisan tangan dalam
bentuk perangkat keras yang nyata, dapat dilihat dan dipegang. Sedangkan
pengertian teks adalah isi atau wacana yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya tugas filolog adalah mangalihaksarakan atau transliterasi teks.
Transliterasi merupakan pemindahan dari satu tulisan ke tulisan yang lain
(Robson.1994:24). Dalam hal ini mentransliterasi dari bahasa aksara pegon ke
dalam huruf latin. Transliterasi atau alih aksara adalah penggantian huruf demi

huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain lepas dari lafal bunyi kata yang
sebenarnya (Baroroh-Baried, 1983:101).
Metode dalam menyunting teks menggunakan edisi perbaikan bacaan.
Perbaikan bacaan digunakan karena peneliti berusaha membantu pembaca
mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan
interpretasi dan dengan demikian terbebas dari kesulitan mengerti isinya (Robson,
1994:25). Di sini terdapat campur tangan peneliti sebagai pembaca. Sebutan
perbaikan bacaan berarti campur tangan peneliti sebagai pembaca sedemikian
rupa sehingga teks itu dapat dipahami oleh peneliti (Wiryamartana, 1990:32).
Apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks tersebut, penyunting
dapat memberikan tanda yang mengacu pada aparatus kritis, di sini penyunting
menyarankan bacaan yang lebih baik (Robson, 1994:25).
Setelah penyuntingan, tahap selanjutnya adalah menerjemahkan. Menurut
Widyamartaya (1989:11), menerjemahkan adalah pemindahan suatu amanat dari
bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama
mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya. Metode
penerjemahan menurut Hanafi (1986) ada tiga, yaitu:
1. Terjemahan kata demi kata
Terjemahan ini dilakukan sebagaimana adanya, sesuai dengan namanya,
yaitu dititikberatkan pada kata demi kata. (Hanafi, 1986:55).
2. Terjemahan harfiah
Terjemahan ini didasarkan pada konsepsi bahwa penerjemah hendaknya
berlaku setia kepada naskah aslinya atau sejalan dengan bentuk naskah

aslinya. Selain itu penerjemah hendaknya sadar bahwa dirinya bukanlah


penulis naskah asli, dan naskah itu bukanlah miliknya, penerjemah hanya
menjembatani pikiran penulis asli dengan masyarakat pembaca tidak
mengerti bahasa yang dipergunakan penulis asli. (Hanafi, 1986:57).
3. Terjemahan bebas
Yang dimaksud dengan terjemahan bebas, bukan berarti penerjemah boleh
menerjemahkan kehendak hatinya, sehingga esensi terjemahan itu sendiri
hilang. Bebas di sini berarti penerjemah dalam menjalankan misinya tidak
terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang berpendapat pada
naskah berbahasa sumber. Penerjemah boleh melakukan modifikasi
kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah
dimengerti secara jelas oleh pembaca (Hanafi, 1986:58).
Langkah yang diambil oleh peneliti adalah mengombinasikan ketiga
metode tersebut guna mendapatkan hasil terjemahan yang dapat dimengerti oleh
pembaca dengan baik.

1.7 Metode Penelitian


Metode penelitian adalah tahapan yang digunakan untuk melakukan
penelitian suatu objek. Objek penelitian ini adalah naskah dan teks. Tahapan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tahap awal yang dilakukan adalah inventarisasi naskah melalui studi
katalog. Setelah dilihat dari judul-judul yang sudah ada, peneliti tertarik dengan
naskah pegon yang peneliti dapatkan dari koleksi pribadi Dra. Ibu Sumarsih,

M.Hum., yaitu naskah srat Rngganis IV. Kemudian peneliti menetapkan naskah
tersebut sebagai bahan penelitian. Setelah objek penelitian didapat, langkah
selanjutnya adalah pendeskripsian naskah dan teks.
Kemudian tahap selanjutnya adalah menyunting atau mentransliterasi.
Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang
satu ke abjad yang lain (Baroroh-Baried, 1985:65). Hal itu dilakukan untuk lebih
mendekatkan

dengan

bahasa

sumber.

Metode

yang

digunakan

dalam

mentranliterasi adalah edisi perbaikan bacaan.


Tahapan yang terakhir adalah menerjemahkan. Menurut Widyamartaya
(1989:11), menerjemahkan adalah pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber
ke dalam bahasa penerima (sasaran). Dalam hal ini, peneliti mengalihbahasakan
dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

1.8 Sistematika Penyajian


Sistem penyajian dalam penelitian ini sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini menguraikan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian, dan sistematika penyajian.
BAB II Gambaran umum Srat Rngganis IV pupuh I-III berisi tentang
pengantar, deskripsi fisik naskah dan deskripsi teks.
BAB III Suntingan dan aparat kritik yang berisi tentang pengantar
suntingan teks, pedoman suntingan yang berisi sistem suntingan, sistem ejaan, dan

10

tanda-tanda yang digunakan, suntingan teks, pengantar, pedoman terjemahan, dan


terjemahan.
BAB IV Glosarium dan Ringkasan teks yang berisi kumpulan istilah yang
memudahkan pembaca.
BAB V Kesimpulan berisi rangkuman dari keseluruhan uraian pada babbab sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai