Anda di halaman 1dari 3

Pemeran:

1. Reta
2. Isna
3. Ibu Reta
4. Ayah Reta
5. Pak RT
6. Ridha
7. Indra
8. Slamet
9. Ridho
10. Tukang Sayur
11. Mirna
12. Julaika
13. Siti
14. Mirza

Sinopsis Drama:

Reta, sorang gadis yang kini mengidap penyakit skizofrenia (gangguan mental) yang
diakibatkan trauma masa lalu. Ia penah mencintai seorang lelaki hingga tergila-gila. Namun
lelaki itu tiba-tiba menghilang pergi entah kemana. Sehingga membuat Reta setiap hari
menunggui di taman kompleks tanpa kenal waktu. Banyak gunjingan dari tetangga yang
mulai meluncur. Hal ini membuat Ibu dan Ayahnya malu dan seolah terkucilkan. Meskipun
begitu kedua orangtua Reta tetap menyayanginya.
Suatu hari, lelaki yang ditunggu oleh Reta muncul secara tiba-tiba.

Naskah Drama

Reta: “Di tempat ini aku menunggumu. Menunggu pengeranku. Seseorang yang aku sayangi
sejak dulu. Kau dimana! Kau dimana pangeranku?”
Slamet: “Lihatlah si Reta. Kasihan ya...”
Ridho: “Iya, padahal masih muda tapi sudah edan.”
Mirna: “Katanya sih gara-gara seorang lelaki yang meninggalkannya dua tahun silam.”
Julaika: “Amit-amit deh... gara-gara laki-laki saja sampai gila macam itu. Padahal lelaki di
dunia ini banyak. Bahkan jutaan jumlahnya. Tinggal pilih, selesai.”
Ridho: “Tinggal pilih? Kamu kira beli barang di pasar tinggal pilih saja, gitu?”
Pak RT: “Kalian ini sedang apa? Tidak baik pagi-pagi ngomongin orang. Apalagi di tengah
jalan seperti ini.”
Julaika: “Eh, Pak RT. Maaf, Pak. Kami bukannya menggosip atau mengatai orang seenaknya
sendiri tetapi kami ngomong berdasarkan fakta. Berdasarkan apa yang telah kami lihat saat
ini.”
Pak RT: “Sudah, sebaiknya sekarang kalian bubar. Masak, kerja, atau lakukan apapun yang
bermanfaat daripada ngerumpi.”
Ibu Reta: “Ada apa Pak RT? Pagi begini kok sudah marah-marah?”
Ayah Reta: “Iya, kok tumben.”
Pak RT: “Biasa, Pak, Bu. Mereka adalah warga-warga usil dan jail yang suka ngomongin
orang. Tak sepantasnya mereka menggunjing Reta di pagi hari begini.”
Ibu Reta: “Oh, soal itu. Hmmm.... apakah Reta mereksahkan warga, Pak RT?”
Ayah Reta: “Kalau memang demikian, kami akan memindahkan Reta ke rumah sakit jiwa,
Pak.”
Pak RT: “Tidak perlu. Sangat tidak perlu, Pak. Justru kita sebagai orang yang lebih mengerti
dan paham, harus menolongnya. Memberikan harapan sembuh kepada Reta.”
Ayah Reta: “Terima kasih banyak, Pak RT.”
Pak RT: “Iya, sama-sama. Saya pamit dulu masih ada urusan yang harus diselesaikan.”
Ibu Reta: “Silakan Pak.”
Pak RT: “Mari...”
(Suatu sore, Indra datang ketika Reta bersama Isna dan Ridha)
Reta: “Kau dimana? Kau dimana? Aku akan menunggumu di sini.”
Isna: “Kasihan sekali kamu Reta. Kau dulu sahabat kami. Bermain bersama, mengisi hidup
ini dengan aneka kegiatan positif dan aneka kegiatan sosial di dalam komunitas. Tapi kini...”
Ridha: “Is, kamu tak boleh seperti itu. Meski keadaan Reta sekarang seperti ini,
bagaimanapun dia adalah sahabat kita. Orang yang dulu menemani perjalanan kita suka
maupun duka.”
Isna: “Ya, kasihan sekali.” (mengelus puncak kepala Reta)
Indra: “Reta?”
Isna, Ridha: “Indra?”
Isna: “Kau! Kanapa kau muncul di saat tidak tepat.”
Ridha: “Ya, bagaimana pertanggungjawabanmu pada sahabat kami? Huh?”
Indra: “Tenang. Jangan emosi! Aku datang baik-baik. Reta....”
Reta: “Kamu? Hihhihi... kamu pangeranku?”
Indra: “Ada apa dengnnya?”
Isna: “Dia... Reta... mengidap skizofrenia akut. Dia bisa dibilang semacam stres... Ah, tidak!
Reta gila...”
Indra: “Apa?!”
Ridha: “Ya, semua ini akibat ulahmu, Ndra. Kamu dulu yang meninggalkannya, kan? Lalu
kamu pergi entah kemana. Kau beri harapan palsu pada Reta. Kau suruh dia menunggu di
taman kompleks. Dan hal itu sudah dilakoninya hingga kini. Coba hitung berapa lama Reta
menunggumu setiap hari.”
Isna: “Reta di sini hampir 3 tahun, Ndra. Dia selalu berdandan hanya untuk bertemu kamu.
Dia berangkat pagi ke taman kompleks hanya untuk berbicara denganmu. Namun harapan
yang kian besar itu kini kau hancurkan! Ya, kau hancurkan!”
Ridha: “Sebaiknya kau pergi selamanya.”
Indra: “Tapi... aku ingin memperbaiki semua kesalahanku di masa lalu. Aku tak bisa lari dari
tanggung jawab untuk kedua kalinya.”
Reta: “In-dra? Hihihi....”
(Suatu pagi para tetangga menggosip tentang Reta lagi)
Tukang sayur: “Ayo Bu, dibeli sayurnya... sayuuurrrr!”
Mirza: “Pak, tahu nggak sih. Kalau Reta itu gila. Dia biasa duduk di taman kompleks dengan
dandanan menor.”
Tukang sayur: “Ya, mungkin dia mengidap trauma yang amat besar, Bu Mirza.”
Siti: “Ah, mana mungkin sih. Sampai gila segala lagi.”
Tukang sayur: “Sudah, jangan menggosip pagi-pagi.
(Reta mulai ingat sedikit demi sedikit tentang Indra)
Reta: “Kamu?”
Indra: “Ya, aku adalah seseorang yang kamu cari selama ini, Ret. Maafkan aku. Kumohon
maafkanlah aku yang membuatmu seperti ini.”
Reta: “Indra?” (memeluk Indra)
Indra: “Syukurlah akhirnya kamu mengingatku.”
Reta: “Kemana saja, kau?”
Indra: “Aku menyelesaikan studiku di Jerman. Sehingga aku meninggalkanmu tanpa ijin.
Maafkan aku.”
Reta: “Ya, aku memaafkanmu. Dan jangan pergi lagi dari sisiku.

Read more: http://naskahdramasingkat.blogspot.com/2015/04/contoh-naskah-drama-14-


orang.html#ixzz40PlaTXYh

Anda mungkin juga menyukai