PDT Perinatologi
PDT Perinatologi
10
DIVISI
PERINATOLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA
1. Resusitasi Neonatus
2. Kejang pada Neonatus
3. Asfiksia Neonatorum
4. Ikterus Neonatorum
5. Sepsis Neonatorum
6. Hipoglikemia
7. Hipotermi
8. Apnea pada Neonatus
9. Bayi Besar masa Kehamilan (BMK)
10. Bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK)
11. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
12. Nutrisi Enteral
13. Nutrisi Parenteral
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2
1. RESUSITASI NEONATUS
Dalam keadaan normal bayi biasanya aktif saat dilahirkan dan segera sesudah tali pusat dijepit
bayi akan menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120 sampai 140 kali permenit dan sianosis menghilang dengan cepat.
Beberapa bayi mengalami depresi pernapasan saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala
tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar.
Bayi-bayi ini dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup
untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Faktor penyebab terjadinya kegagalan pernapasan pada
bayi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Faktor ibu.
a. Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesi yang terlalu dalam akan menimbulkan hipoksia pada janin dengan segala
akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering
ditemukan pada beberapa keadaan, misalnya akibat gangguan kontraksi uterus
(hipotonia, hipertonia, tetania uterus), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklampsia, dll.
2. Faktor plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dll.
3. Faktor janin.
Kompresi umbilikus akan menyebabkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, dll.
4. Faktor neonatus.
Depresi pusat pernafasan pada bayi yang baru dilahirkan dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya :
a. Pemakaian obat anestesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu, secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.
c. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru, dll.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3
Akibat gangguan pertukaran oksigen dan CO2 karena beberapa faktor yang tersebut diatas,
akan menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik
karena mengalami metabolisme anaerob dan juga dapat terjadi hipoglikemia.
Resusitasi neonatus bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat vital
lainnya. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia
progresif. Agar tindakan resusitasi dapat dilakukan secara cepat dan efektif, maka sebelumnya
harus memperhatikan dua faktor utama, yaitu mengantisipasi pentingnya melakukan resusitasi
dengan memperhatikan riwayat antepartum dan intrapartum serta mempersiapkan alat dan
sumber daya manusianya yaitu tenaga kesehatan yang siaga dan trampil.
1. Mencegah kehilangan panas dengan meletakkan bayi terlentang dibawah alat pemancar
panas, mengeringkan seluruh tubuh bayi dari air ketuban dan mengganti kain pengering
yang basah dengan yang kering. Cara lain untuk mengurangi kehilangan panas adalah
dengan meletakkan bayi yang kering di kulit dada/ perut ibu dengan menggunakan sumber
panas dari tubuh ibu.
2. Membuka jalan nafas bayi, dimulai dengan meletakkan bayi dalam posisi yang benar
(terlentang atau miring pada salah atu sisi dan kepala pada posisi netral atau posisi ekstensi
ringan) dan menghisap lendir yang terdapat pada mulut dan hidung bayi. Pemakaian
tekanan negatif tidak boleh melebihi 100 mmHg. Bila lendir terlalu banyak, kepala bayi
dimiringkan ke samping, kemudian lendir dihisap dari jalan napas. Bila cairan ketuban
tercampur mekonium diperlukan penghisapan langsung dari trakea. Sebaiknya penghisapan
lendir yang tercampur mekonium telah dilakukan pula sesegera mungkin pada saat kepala
bayi lahir (intrapartum).
3. Rangsang taktil. Pengeringan dan penghisapan lendir merupakan stimulasi untuk memulai
pernapasan yang efektif pada bayi baru lahir. Bila tidak terjadi pernapasan spontan atau
pernapasan yang efektif setelah dilakukan pengeringan atau penghisapan lendir, maka
diperlukan rangsang taktil singkat dalam usaha untuk merangsang pernafasan. Ada dua
cara yang benar untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki dan dengan menggosok punggung. Mengelus punggung, ekstremitas
atau kepala dapat digunakan untuk menambah usaha bernafas bayi yang telah bernafas.
4. Menilai bayi. Perlu diperhatikan pernafasan, frekuensi jantung serta warna kulit bayi untuk
menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi lebih lanjut.
2. Frekuensi denyut jantung. Hitung frekuensi denyut jantung bayi. Bila lebih dari 100 X/
menit, nilai gejala berikutnya, bila kurang dari 100 X/ menit, mulailah pemberian VTP.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4
3. Warna kulit. Perhatikan dan nilai warna kulit bayi. Bila terdapat sianosis maka berikan
oksigen.
Kunci sukses resusitasi pada neonatus adalah ventilasi yang adekuat. Perbaikan keadaan
hipoksia, asidosis dan bradikardia tergantung inflasi paru-paru yang adekuat dengan
oksigen
Pada sebagian besar bayi baru lahir yang memerlukan ventilasi tekanan positif (VTP),
penggunaan kantung dan sungkup dapat memberikan ventilasi yang adekuat.
Indikasi pemberian VTP diantaranya adalah bila bayi mengalami apnea atau gasping,
denyut jantung kurang dari 100 kali permenit dan sianosis sentral yang menetap walaupun
sudah diberikan oksigen 100%.
Kecepatan ventilasi sebaiknya dilakukan 40-60 pernapasan permenit (30 kali pernapasan
bila disertai penekanan dada).
Tekanan yang diperlukan untuk mengembangkan paru bervariasi tergantung dari ukuran
bayi, kondisi paru dan apakah bayi sebelumnya telah bernafas.
Tanda bahwa ventilasi yang diberikan adekuat adalah apabila kedua paru-paru
mengembang yang dapat diketahui dari gerak naik dan turunnya dada dan suara napas,
perbaikan denyut jantung dan warna kulit bayi.
Bila ventilasi tidak adekuat, periksa kemungkinan adanya kebocoran antara sungkup dengan
muka, bebaskan jalan napas dari sumbatan dengan memperbaiki letak kepala,
membersihkan lendir dan membuka mulut bayi serta tingkatkan tekanan tekanan inflasi.
Pemberian VTP yang lama akan menyebabkan inflasi lambung, untuk itu harus dilakukan
pemasangan sonde lambung.
Bila frekuensi denyut jantung diatas 100 X/menit berarti bayi mempunyai frekuensi
denyut jantung mendekati normal. Bila bayi mulai bernafas spontan, maka VTP dihentikan
untuk membantu ventilasi yang adekuat, sediakan periode oksigen aliran bebas dan bila
perlu lakukan rangsangan taktil.
Bila frekuensi denyut jantung antara 60-100 X/menit kemudian meningkat, maka
ventilasi dilanjutkan.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5
Bila frekuensi denyut jantung antara 60-100 X/menit dan tidak meningkat, maka
ventilasi dilanjutkan dan lakukan penekanan dada bila frekuensi jantung dibawah 80 X/
menit.
Bila frekuensi denyut jantung dibawah 60 X/menit, maka ventilasi dilanjutkan dan
lakukan penekanan dada.
Ukuran pipa ET
Kedalaman : BB + 6 cm
Pemeriksaan untuk menentukan bahwa posisi tube benar setelah intubasi adalah bila
gerakan dinding dada simetris, suara napas sama (khususnya didaerah aksila dan tidak
terdengar di lambung), tidak didapatkan inflasi lambung serta terdapat perbaikan denyut
jantung, warna kulit dan aktivitas bayi.
Indikasi penekanan dada secara umum adalah bila denyut jantung kurang dari 60 kali
permenit walaupun sudah dilakukan ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% selama
30 detik.
Sediakan alas yang keras untuk menopang bagian belakang.
Lokasi penekanan adalah pada 1/3 bagian bawah sternum (dibawah garis yang
menghubungkan kedua puting susu bayi).
Kedalaman penekanan dada adalah 1/3 – ½ dari ukuran anteroposterior dada.
Rasio penekanan dada dan ventilasi yang dilakukan adalah 3:1 ( 90 penekanan dada dan 30
ventilasi dalam 1 menit).
Satu dua tiga pompa Satu dua tiga pompa Satu dua tiga pompa Satu dua tiga
pompa
1. Epinefrin :
Indikasi : (1) Denyut jantug bayi < 60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada belum ada respons. (2) Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB/kali dalam larutan 1:10.000
Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume ekspander :
Indikasi : (1) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi. (2) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau Transfusi
darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
3. Natrium Bikarbonat :
Indikasi : (1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. (2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan
asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah
dan kimiawi.
Dosis : 2 mEq/kg BB (2 ml/kg BB larutan 8,4%) atau 4 ml/KgBB (larutan 4,2%)
Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO 2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak.
4. Nalokson :
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan.
Indikasi : (1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik
4 jam sebelum persalinan. (2) Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan
stabil. (3) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7
XII. PEMANTAUAN
1. Terapi
Keberhasilan resusitasi bila telah terjadi pernapasan spontan dan teratur serta kulit
kemerahan.
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan
resusitasi secara efektif selama 20 menit.
2. Tumbuh kembang
Pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia berat, setelah pulang dari rumah sakit
perlu pemantauan selanjutnya di Poliklinik Perinatologi selama bulan pertama dan
selanjutnya di Poliklinik Tumbuh Kembang untuk memantau tumbuh kembang selama
masih bayi maupun balita.
Pasca perawatan bayi yang mendapatkan terapi ventilasi mekanik terutama yang lebih
dari 2 minggu, rujuk ke dokter mata/RS mata untuk mengetahui ada/tidaknya
komplikasi di retina (retinopathy of prematury)
Bayi-bayi yang ada gejala sisa neurologis, rujuk ke unit rehabilitasi medis, untuk
fisioterapi.
Penghentian upaya resusitasi dilakukan bila resusitasi pada bayi yang telah mengalami henti
jantung napas tidak menghasilkan sirkulasi dalam 15 menit.
Resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asistol 10 menit jarang hidup atau hidup
dengan kecacatan yang berat.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9
I. BATASAN
Adalah gerakan-gerakan abnormal pada bayi baru lahir oleh karena adanya gangguan fungsi
sistem neuron.
Kejang terjadi akibat pelepasan elektrik secara berlebihan karena depolarisasi neuron-neuron
susunan saraf pusat.
II. ETIOLOGI
1. Komplikasi perinatal
- Neonatal ensefatopati
- Trauma susunan saraf pusat dan perdarahan intrakranial
2. Gangguan metabolisme
- Hipoglikemia
- Hipokalsemia
- Hipomagnesemia
- Hiponatremia atau hipernatremia
- Hiperbilirubinemia
- Ketergantungan atau defisiensi piridoksin
3. Infeksi - Meningitis
- Ensefalitis
- Abses otak
- Sepsis
5. Kelainan kongenital
- Porensefali
- Hidransefali
- Agenesis sebagian dari otak
6. Gangguan vaskular
- Perdarahan akibat anoksia dan asfiksia intraserebral/ intraventrikuler
- Defisiensi vitamin K
- Perdarahan akibat trauma langsung
- Trombosis
- Sindrom hiperviskositas
7. Gangguan perkembangan
8. Infark fokal
9. Ensefalopati hipertensif
10. Obat-obatan atau toksin
11. Familial
12. Tidak diketahui
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10
Tabel 1. Etiologi kejang neonatus dihubungkan dengan awitan kejang dan frekuensi
Etiologi Awitan kejang Frekuensi relatif
0-3 hari > 3 hari Prematur Aterm
Ensefalopati hipoksik-iskemik + +++ +++
Perdarahan intrakranial + + ++ +
Infeksi intrakranial + + ++ ++
Gangguan perkembangan otak + + ++ ++
Hipoglikemia + + +
Hipokalsemia + + + +
Kelainan metabolik lain + +
Sindrom epilepsi + + +
Kejang klonik fokal : hentakan klonis yang bersifat fokal dan tidak disertai penurunan
kesadaran, berlangsung lambat dan sering terjadi pada sebelah lengan atau satu sisi wajah
dan mungkin menyebar kebagian tubuh lain pada satu sisi yang sama.
Kejang klonik multifokal : gerakan klonis pada satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah-pindah dari satu ke yang lain (sering terlihat pada bayi lahir kurang dari 34
minggu).
Kejang tonik : gerakan bersifat fokal atau umum dan dapat menyerupai posisi dekortikasi
atau deserebrasi, sering berupa deviasi mata, gerakan klonis atau apnea. Sering terjadi
pada bayi kurang bulan.
Kejang mioklonik : gerakan menyentak yang sinkron, single atau multipel pada tangan,
kaki atau keduanya. Sering dikaitkan dengan kelainan susunan saraf pusat.
Kejang subtle : mengejap-ngejapkan mata dan flutter kelopak mata, gerakan mulut dan
lidah berupa menghisap-hisap, mengunyah dan menguap, posisi ekstremitas tonik dan
apnea.
Jittery : merupakan gerakan tremor kasar dengan amplitudo sama. Dapat terjadi pada bayi
dari ibu penderita diabetes melitus, bayi yang kecil untuk masa kehamilan serta pada bayi
normal dalam keadaan lapar atau hipoglikemia. Jittery sering dikaburkan dengan kejang pada
neonatus. Perbedaan Jittery dari kejang adalah sebagai berikut :
Jittery Kejang
Riwayat kehamilan , persalinan dan riwayat kejang dalam keluarga sangat diperlukan untuk
mencari faktor risiko dan etiologi, setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan gejala klinis serta ditunjang dengan hasil
pemeriksaan laboratorium/penunjang diagnosis. Diagnosis banding sesuai dengan etiologi.
VI. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 12
VII. PROGNOSIS
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 13
3. ASFIKSIA NEONATORUM
I. BATASAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir sehingga terjadi hipoksia yang progresif, akumulasi
karbondioksida (hiperkapnia) dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada bayi asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin dan merupakan
penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
II. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh semua keadaan yang mengakibatkan gangguan
pertukaran oksigen dan CO2, sehingga terjadi kekuragan oksigen dalam darah (hipoksia)
dan penimbunan karbondioksida (hiperkapnea). Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang
sangat penting untuk keselamatan bayi.
Pernapasan terganggu, detik jantung menurun, refleks/ respon bayi melemah, tonus otot
menurun, warna kulit biru atau pucat.
V. DIAGNOSIS
Pada metode lama, diagnosis asfiksia neonatorum dibuat dengan menilai skor apgar menit
pertama, seperti yang tersebut pada tabel dibawah ini.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 14
Klinis 0 1 2
1. Frekuensi detik jantung tidak ada < 100 X/ menit > 100 X/ menit
2. Usaha pernafasan tidak ada lambat, tidak teratur menangis kuat
3. Refleks waktu jalan napas tidak ada menyeringai, gerakan batuk/ bersin/ menangis
dibersihkan sedikit
4. Tonus otot lunglai ekstremitas fleksi ekstremitas fleksi kuat ,
sedikit/ lemah gerak aktif
5. Warna kulit biru/ pucat tubuh kemerahan, tubuh & ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
Anamnesis :
- Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, V.E /F.E)
- Lahir tidak bernafas/menangis.
- Air ketuban bercampur mekonium.
Pemeriksaan fisis :
- Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
- Denyut jantung kurang dari 100X/menit
- Kulit sianosis, pucat.
- Tonus otot menurun.
Pemeriksaan penunjang : Analisa gas darah
VI. KOMPLIKASI
Otak : Kejang sampai koma (hipoksik iskemik ensefalopati, edema otak, perdarahan otak,
CP)
Jantung dan Paru : Hipertensi pulmonal, edema paru, perdarahan paru, pneumotoraks
akibat resusitasi
Gastrointestinal : NEC
Ginjal : Anuria atau oliguria (SIADH, Tubular nekrosis akut)
Hiperbilirubinemia
Hematologi : DIC
VII. PENATALAKSANAAN
Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia
progresif.
Skor Apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak
menunggu hasil penilaian Apgar satu menit. Meskipun demikian, skor Apgar dapat
membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan
efektifitas upaya resusitasi. Tahapan resusitasi lihat Bab Resusitasi
Penanganan pasca resusitasi asfiksia berat :
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 15
1. Penanganan umum :
- Bila tekanan darah menurun dan terjadi hipovolemia dapat diberikan plasma/
albumin/darah 10 ml/kgBB selama 2 jam.
2. Penanganan khusus :
a. Mengantisipasi dan mengatasi timbulnya cedera hipoksia - iskemia jaringan otak
dengan cara :
- pemberian oksigen dan ventilasi yang adekuat.
- Mempertahankan tekanan sistemik minimal 40-50 mmHg.
- Koreksi glukosa untuk mempertahankan glukosa darah 75-100 mg/dl.
- Mempertahankan suhu tubuh yang optimal (36,5 - 37,5’ C).
- Mempertahankan kadar kalsium darah > 7 mg/dl.
- Mengatasi kejang dengan luminal, jika tidak berhasil dapat diberikan bersama
dilantin.
b. Penanganan terhadap jantung akibat asfiksia, dengan pemberian ventilasi yang
adekuat serta obat-obatan bila diperlukan (dopamin, dobutamin).
c. Penangan terhadap ginjal dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi yang
adekuat, mencegah hipovolemia dan pemberian obat inotropik bila diperlukan untuk
menjaga agar tekanan sistemik tetap pada batas normal.
d. Penanganan terhadap saluran pencernaan, khususnya bila dicurigai terjadi
enterokolitis nekrotikans (akibat iskemia saluran pencernaan), dengan cara
mempuasakan bayi selama 5-7 hari atau paling tidak sampai bising usus terdengar
jelas dan feses tidak mengandung darah.
3. Pencegahan :
Pengawasan antenatal yang adekuat dan melakukan koreksi sedini mungkin terhadap
setiap kelainan yang terjadi dapat mencegah asfiksia yang mungkin timbul selama masa
kehamilan.
VIII. PROGNOSIS
4. IKTERUS NEONATORUM
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 16
I. BATASAN
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Pada ikterus neonatorum, kadar bilirubin yang diperhitungkan terutama adalah bilirubin
indirek.
Nilai patologis kadar bilirubin indirek dalam darah pada neonatus adalah lebih dari 12 mg%
untuk bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg% untuk bayi kurang bulan (prematur) atau
secara umum bila terdapat peningkatan kadar bilirubin indirek 0,2 mg/jam atau 4 mg/hari.
Ikterus Fisiologis :
- Tampak pada hari ketiga- keempat
- Bayi tampak sehat (normal)
- Kadar bilirubin indirek kurang dari 12 mg/dl
- Menghilang paling lambat 10-14 hari
- Tidak didapatkan faktor resiko
- Didasari oleh proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)
Ikterus Patologis :
- Timbul pada bayi umur kurang dari 36 jam
- Ikterus cepat berkembang
- Bisa disertai anemia
- Menghilang lebih dari 2 minggu
- Didapatkan faktor resiko
- Didasari oleh proses patologis.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan
pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi
maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.
Pemeriksaan fisik :
Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan
pada pencahayaan yang memadai.
Berdasarkan Kramer dibagi :
Langkah Diagnostik
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 18
Meningkatkan kerja enzim (sebagai enzyme inducer) sehingga konjugasi dapat dipercepat
dengan pemberian Fenobarbital 1-2 mg/kgBB/dosis, 2-3 x/ hari selama 3 hari.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif, karena dibutuhkan waktu 48 jam baru
terjadi penurunan bilirubin yang berarti.
Merubah bilirubin tidak larut menjadi larut dalam air dengan Fototerapi (Fotoisomerisasi).
Bilirubin hasil pemecahan hemoglobin (bilirubin 4Z, 15Z) diubah menjadi suatu bilirubin
isomer (bilirubin 4Z,15E) yang berikatan dengan albumin dan dapat diekskresi langsung ke
saluran pencernaan tanpa memerlukan konjugasi sehingga ekskresi bilirubin bertambah.
Meskipun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat
menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-transfusi tukar.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 19
Meberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya dengan
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma
15-20 ml/kgBB.
Albumin biasanya diberikan sebelum dikerjakan transfusi tukar karena akan mempercepat
keluarnya bilirubin dari ekstraseluler ke vaskuler dan selanjutnya bilirubin yang diikat
albumin lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.
Pedoman Tatalaksanan hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American
Academiy of Pediatrics) menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin adalah sebagai berikut :
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 20
Bagan 1.
* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan
perlu evaluasi ketat
Bagan 2
VIII. PROGNOSIS
5. SEPSIS NEONATORUM
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 21
I. BATASAN
Suatu sindroma klinis yang diakibatkan adanya kuman di dalam darah sehingga menyebabkan
gangguan fungsi organ-organ dalam tubuh.
Berdasarkan waktu timbulnyqa dibagi menjadi 3:
1. Early Onset (dini): terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis
yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai
system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat): timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai
adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang
timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 22
1. Keadaan umum
Menurun (“not doing welll”), malas minum (“poor feeding”), hipertermia/ hipotermia,
letargis atau lunglai, aktivitas berkurang atau mengantuk.
2. Sistem susunan saraf pusat
Hipotoni, irritable, kejang, kesadaran menurun, tremor, fontanela cembung, high-
pitched cry. kaku kuduk.
3. Sistem saluran pernafasan
Pernafasan tidak teratur, apnea, takipnea (> 60/menit), sesak, merintih, retraksi,
sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler
Takikardia (> 160x/menit), bradikardi (< 100x/menit), akral dingin, hipotensi, syok.
5. Sistem saluran pencernaan
Retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, perut kembung.
6. Sistem hematologi
Kuning, pucat, splenomegali, petechiae, purpura, perdarahan.
Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan septic work up yaitu dengan melakukan
pemeriksaan:
1. Kultur darah, cairan serebrispinal, urine dan feses (atas indikasi)
2. Pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram)
3. Foto thorax
4. Darah lengkap
Kenaikan jumlah lekosit tidak spesifik pada sepsis neonatorum, karena nilai normalnya
berubah sesuai umurnya. Penurunan trombosit bisanya merupakan gejala yang lambat
dan tidak spesifik, serta dipengaruhi oleh faktor maternal. Rasio stab dan netrofil (IT
ratio = rasio netrofil imatur/total) lebih dari 0,2 serta jumlah lekosit kurang dai
5000/mm3 dapat membantu diagnosa.
5. Urine lengkap
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 23
6. Feses lengkap
7. Pemeriksaan serum CRP kuantitatif
8. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, foto
abdomen, USG kepala dan lain-lain.
IV. DIAGNOSIS
Gejala dan manifestasi klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala klinis sepsis ini sangat
bervariasi yang mungkin disebabkan karena faktor kuman penyebabnya yang berbeda dan
faKtor predisposisi lainnya. Diagnosa sepsis neonatorum dibuat berdasarkan gejala klinis.
Diagnosa sepsis neonatorum dikategorikan menjadi:
1. Dugaan/suspect sepsis
- Tidak ditemukan riwayat intrauteri
- Ditemukan 1 katagori A dan 1 atau 2 katagori B
Katagori A Katagori B
Diagnosa Banding
VI. KOMPLIKASI
Meningitis bakterialis
Enterokolitis nekrotikans (NEC)
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
Syok septik
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 24
Perawatan umum :
- Rawat dalam ruang isolasi/inkubator.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi.
- Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang btelah disediakan.
- Pengaturan suhu dan posisi bayi
Antibiotika :
- Sebelum diberikan antibiotika, periksa kultur dan tes resistensi.
- Selama belum ada hasil kultur diberikan antibiotika spektrum luas,diantaranya
salah satu dibawah ini :
a. Ampisillin 200 mg/kgBB/24 jam, iv, dibagi 2 dosis pemberian, kombinasi dengan
aminoglikosida (gentamisin) 5 mg/ kgBB/ 24 jam, iv/im, dibagi 2 dosis.
b. Sefalosporin generasi ketiga (misalnya Sefotaksim) 200 mg/kgBB/24 jam, iv, dibagi 2
dosis pemberian dan gentamisin bila organisme tidak bisa ditemukan dan bayi tetap
menunjukkan gejala infeksi sesudah 48 jam.
- Lama pengobatan 10-14 hari.
- Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi,
CRP tetap abnormal, maka diberikan Ampisillin dengan dosis 200 mg/kg BB/per
hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v/i.m (atas indikasi
khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya . Lama
pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika
minimal 21 hari.
- Untuk sepsis yang berat bisa dipertimbangkan transfusi tukar.
Imunoterapi : imunoglobulin
Pencegahan :
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi dengan menggunakan sabun dan
air yang mengalir atau campuran alcohol dan gliserin.
2. Memberikan ASI secara eksklusif
3. Memulangkan bayi sedini mungkin, perawatan lanjutan di rumah untuk bayi kecil
dengan metode kangguru.
6. HIPOGLIKEMIA
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 25
I. BATASAN
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah kurang dari 40 mg/dl pada bayi cukup bulan atau bayi
kurang bulan.
Penggunaan glukosa yang meningkat, antara lain bayi dengan ibu diabetes mellitus dan
eritroblastosis.
Berkurangnya cadangan glukosa, antara lain bayi kurang bulan, pertumbuhan intrauterin
yang terlambat.
Penggunaan glukosa yang meningkat dan atau produksi yang berkurang atau sebab-sebab
lain, antara lain stress perinatal, defisienasi endokrin, transfusi tukar.
Bayi dengan resiko hipiglikemia, diantaranya adalah :
1. Makanan cadangan yang sedikit : bayi prematur (kurang bulan), bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK), bayi yang mengalami asfiksia neonatorum.
2. Bayi hiperinsulinisme sementara : bayi dari ibu penderita diabetes melitus,
erythroblastosis foetalis setelah transfusi tukar.
3. Keadaan sakit : sepsis, syok, hipotermi, puasa yang lama.
Hipoglikemia tidak selalu disertai dengan gejala klinis. Bila ada gejala biasanya tidak khas,
timbul beberapa jam atau hari serta tidak nyata. Gejala yang sering ditemukan adalah bayi
tampak lemah, apatis, tidak aktif, tremor atau jittery, kejang umum, pucat, apnea, sianosis,
koma, keringat banyak, tangis lemah, malas minum ( poor feeding).
Pemeriksaan glukosa darah : seharusnya dilakukan secara rutin pada bayi dengan resiko
meskipun tidak ada gejala (bisa dengan menggunakan Dextrostix).
Pada bayi prematur dan kecil masa kehamilan, tiga hari pertama perlu rutin pemeriksaan
glukosa darah. Bayi dengan ibu diabetes melitus perlu pengawasan ketat pada hari pertama
kelahiran, Dextrostix diperiksa segera setelah lahir, kemudian 1-2 jam sekali sampai kadar
glukosa stabil pada 50 mg/dl, selanjutnya tiap 4 jam dan bila tetap stabil tiap 12 jam serta
dihentikan bila kadar glukosa tetap baik.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium (glukosa darah).
VI. PENYULIT
Hipoglikemia sering menyebabkan nekrosis difus kortikal neuron dan kerusakan pada sel otak.
Berat ringannya kerusakan pada sel otak akan mempengaruhi perkembangan motorik dan
mental.
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 26
Hipoglikemia asimtomatik :
a. Kadar glukosa < 25 mg/dl ( Dextrostix) atau < 20 mg/dl (glukosa serum) : infus glukosa
6 mg/kgBB/menit (Dekstrosa 10% 86,4 ml/kgBB/hari), kadar glukosa diperiksa tiap 30
menit sampai stabil.
b. Kadar glukosa < 25-45 mg/dl (Dextrostix) atau < 20-40 mg/dl (glukosa serum) : Bila
keadaan bayi stabil dan tidak mempunyai resiko hipoglikemia dapat diberikan minum
dini (early feeding) dekstrosa 5% atau susu formula, kadar glukosa diperiksa tiap 30
menit sampai stabil kemudian tiap 4 jam. Bila kadar glukosa tetap rendah, diberikan
infus glukosa 6 mg/kgBB/menit.
Hipoglikemia simtomatik :
Berikan glukosa 25% bolus intravena 0,5-1 mg/kgBB (atau glukosa 10% 2-4 ml/kgBB)
secara cepat, diteruskan dengan infus glukosa 6-8 mg/kgBB/menit. Kecepatan ditambah
sampai kadar glukosa 50-100 mg/dl. Kadar glukosa diperiksa tiap 30 menit sampai stabil.
Usahakan pemberian minum peroral dan bila berhasil kurangi infus secara bertahap. Jangan
sekali-kali menghentikan pemberian cairan glukosa secara mendadak.
Hipoglikemia persisten :
Pemberian infus glukosa ditingkatkan sampai 16-20 mg/kgBB/menit. Bila tetap rendah dicari
penyebabnya dan terapi selanjutnya tergantung penyebab hipoglikemia.
VIII. PROGNOSIS
Bila kadar glukosa darah tetap < 20 mg/ dl disertai kejang, maka 30% bayi akan mengalami
masalah neurologis yaitu cerebral palsy dan gangguan intelektual.
7. HIPOTERMI
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 27
I. BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi dibawah suhu optimal (suhu tubuh optimal bayi baru lahir
adalah 36,5’C – 37,5’C).
Bayi baru lahir dapat mengalami stres dingin ( cold stresss) bila suhu tubuh turun 36,4’C – 36’C.
Dikatakan hipotermi sedang bila suhu bayi baru lahir antara 35,9’C – 32’C dan dikatakan
hipotermi berat bila suhu bayi baru lahir dibawah 32’C.
Stres dingin (cold stresss) : pada perabaan kaki terasa dingin, bayi tampak letargis, aktivitas
berkurang, tangis lemah dan kemampuan menghisap lemah.
Klinis hipotermi : bayi makin lemah, malas minum, suara tangis makin lemah dan parau,
aktivitas melemah sampai menghilang, pernafasan lambat dan tak teratur, bradikardi, kulit
berbercak sampai mengeras kemerahan (sklerema), sianosis, muntah dan distensi
abdomen, oliguria, serangan apnea, perdarahan hidung, mulut, paru-paru, otak dan
abdominal.
V. DIAGNOSIS
VI. PENYULIT
Penyulit hipotermi pada bayi dapat menyebabkan kematian, diantaranya adalah infeksi
sistemik, gagal ginjal, serangan apnea dan perdarahan (paru-paru, otak).
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 28
Penatalaksanaan hipotermi :
a. Di rumah/ di puskesmas :
- Dengan metode kanguru.
- Ditempatkan di kamar yang hangat.
- Ditempatkan di kamar tidur hangat.
- Ditempatkan dibawah lampu sorot/ pemanas.
Prosedur penghangatan kembali dilanjutkan sampai suhu tubuh bayi mencapai optimal
(36,5’C – 37,5’C), selanjutnya diawasi tiap 15-30 menit.
b. Di rumah sakit :
- Bila ada fasilitas, dapat digunakan matras pemanas yang dikontrol dengan termostat
pada suhu 37-38’C untuk mengurangi kehilangan panas.
- Menggunakan inkubator.
Adapun lingkungan termonetral bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
Dalam menghangatkan kembali pada bayi baru lahir harus dicegah terjadinya
hipertermi, sebab baik hipotermi maupun hipertermi berbahaya bagi bayi baru lahir.
- Memenuhi kebutuhan cairan dan energi, diantaranya dengan menyusui secara dini.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 29
I. BATASAN
Apnea adalah tidak adanya aliran udara pernapasan selama 20 detik dengan atau tanpa disertai
bradikardia atau sianosis.
Apnea dapat diklasifikasikan sebagai apnea sentral, apnea obstruktif dan apnea campuran
sentral dan obstruktif.
Penyakit atau kelainan organ yang dapat menyebabkan apnea diantaranya adalah :
- Kepala dan sistem saraf pusat : asfiksia perinatal, perdarahan intraventrikular, meningitis,
hidrosefalus dengan peningkatan tekanan intrakranial, kejang.
- Saluran pernapasan : hipoksia, obstruksi jalan napas, penyakit paru-paru, ventilasi yang
tidak adekuat.
- Sistem kardiovaskular : gagal jantung kongestif, penyakit jantung kongenital.
- Saluran pencernaan : enterokolitis nekrotikans (EKN), refluks gastroesofageal.
- Sistem hematologi : anemia, polisitemia.
- Penyakit dan kelainan lain : hipotermi/ hipertermi, sepsis, kelainan metabolik dan
elektrolit, refleks vagal, obat-obatan (fenobarbital dosis tinggi, diazepam, pengaruh obat
ibu misalnya magnesium sulfat, anestesi umum).
Faktor resiko :
- bayi kurang bulan (prematur),
- adanya saudara dengan riwayat SIDS (Sudden infant death syndrome) dan kelainan
neurologis.
Bayi tidak bernapas atau tidak ada aliran udara pernapasan selama 20 detik dengan atau
tanpa disertai bradikardia atau sianosis.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 30
Waspadai bayi yang sudah menunjukkan gejala letargi, hipotermi, tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, kejang, distensi abdomen, dll.
Darah : darah rutin (gambaran darah tepi, hitung jenis dan trombosit), elektrolit, glukosa
dan analisa gas darah.
Radiologi : X-foto dada (atelektasis, pneumonia), X-foto abdomen (EKN), USG kepala
(perdarahan intrakranial), CT scan (infark serebri) bila ada fasilitas.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis apnea, ditunjang dengan anamnesis adanya faktor
resiko dan hasil pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan penunjang.
VI. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 31
I. BATASAN
Bayi dengan berat badan lahir lebih dari 90 persentil untuk umur kehamilannya (lihat grafik
Lubchenko).
II. ETIOLOGI
Ibu menderita diabetes melitus (DM), terjadi hiperglikemia yang akan meningkatkan
produksi insulin. Adanya peningkatan insulin merangsang pertumbuhan dan penyimpanan
lemak.
Beckwith syndrome, merupakan suatu kelainan kromosom, terdapat hipertrofi sel beta
pankreas, sehingga terjadi peningkatan insulin yang akan merangsang pertumbuhan dan
penyimpanan lemak.
Nesidioblastosis, yaitu kelainan primer perkembangan sel beta pankreas yang ditandai
dengan adanya proliferasi sel beta pankreas sehingga menyebabkan terjadinya hiperinsulin.
Secara konstitusional besar dengan orang tua yang ukuran badannya besar.
III. PEMERIKSAAN
Pengukuran berat badan dan usia kehamilan. Penentuan usia kehamilan berdasarkan hari
pertama haid terakhir (HPHT) dan/ atau berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis (lihat
skor Dubowitz).
IV. DIAGNOSIS
V. KOMPLIKASI
VI. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 32
I. BATASAN
Bayi dengan berat badan dibawah 10 persentil untuk umur kehamilannya (lihat grafik
Lubchenko) atau lebih dari 2 standar deviasi dibawah berat badan rata-rata sesuai masa
kehamilan.
II. ETIOLOGI
Faktor bayi :
- Genetik : ras, etnik, jenis kelamin, dll.
- Kelainan kromosom
- Kelainan kardiovaskuler
- Infeksi kongenital
Faktor ibu :
- Penurunan aliran arah uteroplasenta : preeklamsi/ eklamsi, hipertensi kronis.
- Kurang gizi (malnutrisi)
- Kehamilan kembar (gemelli)
- Obat : alkohol, rokok, heroin, kokain
- Menderita hipoksemia : hemoglobinopati
- Postur tubuh pendek
- Umur kurang dari 18 tahun
- Grande multipara atau primipara.
- Infeksi, misalnya TORCH (Toxoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes simpleks)
Faktor plasenta :
- Insufisiensi plasenta
- Kelainan anatomi
III. PEMERIKSAAN
Pengukuran berat badan dan usia kehamilan. Penentuan usia kehamilan berdasarkan hari
pertama haid terakhir (HPHT), ukuran uterus dan USG.
Penilaian janin :
- Klinis : pengukuran tinggi fundus uteri. Taksiran berat janin diukur dengan rumus
Johnson’s yaitu :
- Kadar hormon ibu : kadar estriol dan human placental lactogen rendah.
- USG
Penilaian bayi baru lahir :
- Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan.
- Penentuan masa kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) dan/ atau
berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis (lihat skor Dubowitz).
IV. DIAGNOSIS
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 33
V. KOMPLIKASI
Asfiksia
Hipertensi pulmoner yang persisten
Aspirasi mekonium
Hipotermi
Gangguan metabolik : hipoglikemia dan hipokalsemia
Polisitemia
Enterokolitis nekrotikans (EKN)
Perdarahan paru
VI. PENATALAKSANAAN
CATATAN :
1. Untuk mementukan masa kehamilan sewaktu bayi dilahirkan dapat digunakan beberapa cara,
diantaranya adalah :
Penilaian karakteristik fisik dengan sistem skor Dubowitz yang merupakan kombinasi
sistem skor kriteria eksternal dan kriteria neurologis (lihat lampiran). Caranya adalah
sebagai berikut :
- Beri penilaian kriteria eksternal dan neurologis kemudian skor dijumlahkan. Bila tidak
memungkinkan untuk dilakukan penilaian kriteria neurologis, maka cukup dilakukan
penilaian kriteria eksternal kemudian skor dikalikan dua.
- Masa kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan grafik regresi linier (lihat
lampiran).
2. Dengan menggunakan grafik Lubchenko (lihat lampiran) dapat diketahui apakah berat badan
bayi yang dilahirkan adalah sesuai untuk masa kehamilan (SMK, berada pada persentil 10-90),
kecil untuk masa kehamilan (KMK, pada persentil kurang dari 10) atau besar untuk masa
kehamilan (BMK, pada persentil lebih dari 90).
Lampiran
TANDA SKOR
NEUROLOGIS 0 1 2 3 4 5
Sikap
Dorsofleksi kaki
Rekoil lengan
Rekoil tungkai
Sudut popliteal
Tanda Skarf
Suspensi ventral
KRITERIA 0 1 2 3 4
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 35
MASA KEHAMILAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 36
(MINGGU)
44
43
42
41
40
39
38
37
36
35
34
33
32
31
30
29
28
27
26
0 10 20 30 40 50 60
SKOR DUBOWITZ TOTAL (KRITERIA NEUROLOGIS + KRITERIA EKSTERNAL)
GRAFIK LUBCHENKO
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 37
BERAT BADAN
BAYI (GRAM)
4000
90 %tile
3800
3600 75 %tile
3400
50 %tile
3200
3000 25 %tile
2800
10 %tile
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 38
I. BATASAN
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram.
Berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram, biasanya disertai ukuran panjang badan yang
tidak lebih dari 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm dan lingkaran kepala kurang dari
33 cm.
Tampak luar sangat tergantung pada maturitas ataupun masa gestasi.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat sesuai dengan batasan bayi berat badan lahir rendah.
VI. KOMPLIKASI
Asfiksia
Pneumonia aspirasi
Penyakit membran hialin atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Apnea rekuren
Perdarahan paru
Hipotermi
Perdarahan periventrikuler/ intraventrikuler
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 39
VII. PENATALAKSANAAN
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 40
I. BATASAN
Nutrisi enteral adalah suatu cara pemberian nutrisi kedalam saluran pencernaan bayi (lambung,
duodenum atau yeyenum melalui pipa makanan)
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, maka bayi harus mendapatkan
cairan, kalori, karbohidrat, protein, lemak, elektrolit, mineral dan vitamin, jumlah kebutuhan
sehari sebagai berikut :
- Pada bayi cukup bulan sebaiknya segera diberi ASI karena banyak mengandung faktor
antimikroba, laktoferin, lisosim, hormon, eritropoetin, dll. Pada bayi prematur ASI bisa
diberikan melalui sonde.
- Rasio wey : casein = 80 : 20
- Densitas kalori : 70 kkal/dl
2. Menggunakan sendok
Indikasi :
- Pada kondisi ibu tidak dapat menyusui
- Tidak mempunyai kelainan neuromuskular dengan berat badan >1600 gram dan masa
gestasi >34 minggu serta mempunyai refleks menghisap yang baik.
Pemberian minum harus perlahan-lahan dan jika bayi dapat mentoleransi susu
formula, pemberian minum ditingkatkan setiap 8 jam sampai seluruh kebutuhan minum
dapat tercapai dengan pemberian menggunakan sendok.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 43
Secara umum nutrisi enteral baik melalui sonde maupun sendok dapat diberikan dengan
jumlah pemberian sebagai berikut :
- Hari pertama : 60 ml/kgBB/hari
- Hari ke-2 : 90 ml/kgBB/hari
- Hari ke-3 : 120 ml/kgBB/hari
- Hari ke-4 : 150 ml/kgBB/hari
- Hari ke-5 : 180 ml/kgBB/hari
- Hari ke-6 dst : 200 ml/kgBB/hari
Jenis formula :
1. Untuk bayi kurang bulan (prematur) :
- Berat badan < 1000 gram : ASI atau susu formula bayi prematur, untuk sementara
diencerkan bila usia masih kurang dari seminggu, untuk usia selanjutnya tanpa
diencerkan
- Berat badan > 1000 gram : ASI atau susu formula bayi prematur tanpa diencerkan
- Diharapkan pada minggu pertama kebutuhan kalori telah tercapai 115-130
kkal/kgBB/hari.
2. Untuk bayi cukup bulan (aterm) :
- Diberikan ASI atau susu formula bayi cukup bulan.
- Diharapkan pada minggu pertama kebutuhan kalori telah tercapai 100-120
kkal/kgBB/hari.
Catatan : Jadwal dan jumlah pemberian nutrisi enteral dapat dirubah sesuai dengan
kemampuan bayi.
I. BATASAN
Nutrisi parenteral total (NPT) adalah pemberian energi dan nutrisi secara intravena yang
bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang
diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi.
Cairan
Kebutuhan cairan inisial pada neonatus sesuai berat badan dan usia adalah sebagai berikut :
Elektrolit
Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatus adalah sebagai berikut :
Kalium 1 – 4 meq
Natrium 2 – 5 meq
Klorida 1 – 5 meq
Kalsium 3 – 4 meq
Magnesium 0,3 – 0,5 meq
Fosfor 1 – 2 mmol
Kalori
Umumnya bayi baru lahir untuk dapat tumbuh memerlukan kalori 100-120 kkal/kgBB/hari.
Karbohidrat
Sumber utama karbohidrat berasal dari glukosa. Untuk mencegah hipoglikemia, kebutuhan
yang diperlukan adalah 6-8 mg/kgBB/menit (bayi cukup bulan) dan 4 mg/kgBB/menit (bayi
kurang bulan), kemudian ditingkatkan 0,1 mg/kgBB/menit sampai 12-14 mg/kgBB/menit
dalam 5-7 hari. Kebutuhan meningkat pada keadaan stress (misalnya sepsis, hipotermi)
atau hiperinsulinism.
Protein
Pemberian protein biasanya dimulai dalam 48 jam pemberian nutrisi parenteral dan
diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
a. Neonatus dengan BB < 1000 gram : dosis awal 0,5 – 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan 0,25 –
0,5 g/kgBB/hari sampai mencapai 2,5 – 3,5 g/kgBB/hari.
b. Neonatus dengan BB > 1000 gram : dosis awal 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan 1 g/kgBB/hari
sampai mencapai 2,5 – 3,5 g/kgBB/hari.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 45
Lemak
Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah sebagai berikut :
a. Neonatus dengan BB < 1000 gram : dosis awal 0,5 g/kgBB/hari, ditingkatkan 0,25 – 0,5
g/kgBB/hari sampai mencapai 2 – 2,5 g/kgBB/hari.
a. Neonatus dengan BB > 1000 gram : dosis awal 1 g/kgBB/hari, ditingkatkan 1 g/kgBB/hari
sampai mencapai 3 g/kgBB/hari.
Harus dilakukan monitoring kadar trigiserida darah, pemberian harus dikurangi bila kadar
trigliserida > 150 mg/dl. Hati-hati pemberian lemak pada bayi dengan penyakit paru dan
hati. Pemberian lemak harus dihentikan bila terjadi sepsis, asidosis (pH < 7,25),
hiperbilirubinemia, trombositopenia (< 50.000/mm3).
NPT PERIFER
Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/l. Maksimum konsentrasi dekstrose
yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl kalsium glukonas. Prosedur
pemberiannya adalah sebagai berikut :
Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan melalui infus dengan kateter
plastik nomor 22 atau 24F.
Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian dihubungkan
dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22 um.
Divisi Perinatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 46
Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas dari T-connector atau
Y-connector.
Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan agar tetap konstan.
Infus set diganti tiap 3 hari, kecuali untuk lipid diganti tiap 24 jam. Sebaiknya jarum
intravena dipindah ke tempat lain tiap 48 jam.
Obat tidak boleh diberikan melalui cairan NPT. Boleh diberikan setelah kateter dibilas
dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
Dapat ditambahkan vitamin dan mineral.
Dapat digunakan emulsi lemak 10% atau 20%.
NPT SENTRAL
Osmolaritas cairan yang diberikan dapat diatas 900 mosm/l, konsentrasi dekstrose 15- 25%.
Prosedur pemberiannya adalah sebagai berikut :
Kateter dipasang melalui vena seksi pada V. antekubiti, V. saphena, V. jugularis interna dan
eksterna, V. subklavia atau V. femoralis.
Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama dengan
pemberian perifer.
Tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat atau transfusi.
Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 U/ml cairan.
V. KOMPLIKASI
Mekanik.
Pada NPT sentral dapat terjadi sindroma vena cava superior, aritmia atau tamponade
jantung, trombus intrakardial, efusi pleura, emboli paru atau hidrosefalus sekunder terhadap
trombosis vena jugularis.
Pada NPT perifer, ekstravasasi cairan infus dapat menyebabkan nekrosis jaringan.
Infeksi.
Sepsis sering isebabkan oleh Stafilokokus epidermidis, Streptokokus viridans, E. coli,
Pseudomonas spp dan Kandida albikans. Kejadian ini bisa dikurangi dengan digunakannya
kateter karet silikon perkutaneus.
Metabolik.
Pada bayi berat lahir amat sangat rendah bisa terjadi hiperglikemia. Pada bayi kurang bulan
dapat terjadi azotemia, hiperammonia. Kelainan metabolik yang berhubungan dengan
pemberian lipid diantaranya adalah kolestatik, hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.
Divisi Perinatologi