Anda di halaman 1dari 13

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN


KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA
PASIEN VERTIGO PERIFER DI
RSUD SUKOHARJO

SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh:
Danu Ihyar Febriyanto
J500110107

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PERBEDAAN EFEKTIVITAS TERAPI BETAHISTIN DAN
KOMBINASI DENGAN DIFENHIDRAMIN PADA PASIEN
VERTIGO PERIFER DI
RSUD SUKOHARJO
Yang diajukan oleh:
Danu Ihyar Febriyanto
J500110107
Telah disetujui oleh tim penguji skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pada hari 2015

Penguji
Nama : dr. Flora Ramona Sigit
Prakoeswa, M. Kes., SpKK (.........................)
NIP/NIK :

Pembimbing Utama
Nama : dr. Ani Rusnani Fibriani Sp. S (........................)
NIP/NIK :

Pembimbing Pendamping
Nama : dr. Budi Hernawan (.........................)
NIP/NIK :

Dekan

Prof. Dr. Bambang Soebagyo, dr, Sp. A(K)


NIP/NIK. 400.1243
ABSTRAK

Perbedaan Efektivitas Terapi Betahistin dan Kombinasi Dengan


Difenhidramin pada Pasien Vertigo Perifer di RSUD Sukoharjo.

Danu Ihyar Febriyanto1, Ani Rusnani Fibriani2, Budi Hernawan3


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Latar Belakang : Vertigo perifer merupakan suatu gangguan bentuk orientasi


terhadap suatu ruangan disekitarnya yang dirasakan berputar atau bergerak pada
dirinya, biasanya disertai dengan mual, muntah. Di Indonesia angka kejadian
vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50%.
Penggunaan betahistin untuk vertigo perifer di Eropa cukup tinggi, hal ini berbeda
dengan penggunaan kombinasi difenhidramin.
Tujuan : Untuk mengetahui efektifitas betahistin dan kombinasi dengan
difenhidramin terhadap vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional terhadap pasien vertigo perifer di RSUD
Sukoharjo.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square didapatkan
p=0.317 (p<0.05).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi betahistin
dan kombinasi dengan difenhidramin dalam penyembuhan pasien vertigo perifer
di RSUD Sukoharjo.

Kata Kunci : Vertigo Perifer, Betahistin, Difenhidramin.


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta
2,3
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta
ABSTRACT

Difference Effectiveness Betahistine Therapy and Combination Therapy with


Diphenhydramine on the Patients Vertigo Peripheral in Sukoharjo Hospital

Danu Ihyar Febriyanto1, Ani Rusnani Fibriani2, Budi Hernawan3

Faculty of Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta

Background : Peripheral vertigo is a disorder of the form orientation a perceived


space around rotating or moving on him, usually accompanied by nausea,
vomiting. In Indonesia, the incidence of vertigo is very high, in 2010 from age 40
to 50 years around 50%. Use of Betahistine for peripheral vertigo in Europe is
quite high, it is different with the use of a combination of diphenhydramine.
Objective : To determine the effectiveness of betahistine and combination with
diphenhydramine against peripheral vertigo in Sukoharjo Hospital.
Methods : This study uses observational analytic design with cross sectional
approach to patients peripheral vertigo in Sukoharjo hospital.
Results : Based on analysis result of data using chi-square test was obtained p =
0.317 (p <0.05).
Conclusion : There are no significant differences between Betahistine therapy
and combination with diphenhydramine in the treatment of patients peripheral
vertigo in Sukoharjo hospital.

Keywords : Peripheral vertigo, Betahistine, diphenhydramine


1
Faculty Student of Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta
2,3
Lecturer of the Faculty Medicine, University of Muhammadiyah Surakarta
PENDAHULUAN

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang


digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau pusing (dizziness). Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79
tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di
Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill et al., 2013
cit., Bissdorf, 2013). Prevalensi di Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35%
populasi dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang
mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan gangguan vertigo perifer dan
25% mengalami vertigo sentral (Chaker et al., 2012).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari
usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling
sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri
kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo
ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang
diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010).
Pemberian obat dengan fungsi peningkatan aliran darah pada vertigo lebih
sering diberikan. Survey internasional menemukan bahwa betahistin lebih banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai jenis vertigo, termasuk Benign Paroximal
Posisional Vertigo (BPPV), penyakit meniere, dan vertigo perifer lainnya
(Sokolova et al., 2014).
Betahistin merupakan obat analog histamin dengan fungsi sebagai agonis
reseptor histamin H1 dan antagonis reseptor H3, dengan efek tersebut betahistin
bekerja di sistem syaraf pusat dan secara khusus di sistem neuron yang terlibat
dalam pemulihan gangguan vestibular, dengan mengaktifkan reseptor ini
menyebabkan pembesaran pembuluh darah dan peningkatan sirkulasi darah yang
membantu menghilangkan tekanan di dalam telinga dan frekuensi serangan
penyebab vertigo khususnya penyakit meniere (Lacour, 2007). Berdasarkan
sebuah penelitian terbuka menjelaskan bahwa penggunaan dosis harian 32 mg
sampai 36 mg paling efektif dalam pengobatan gejala vertigo (Sokolova et al.,
2014). Obat generasi pertama antihistamin H1 juga sering digunakan untuk anti-
vertigo adalah difenhidramin, yaitu dengan cara meniadakan secara kompetitif
kerja histamin pada reseptor H1 dan tidak mempengaruhi histamin yang
ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2, hal ini memberi efek seperti
peningkatan kontraksi otot polos dan permeabilitas pembuluh darah (Vaidya,
2009).
Menurut Heike et al (2010) prevalensi di Eropa penggunaan betahistin
26.6%, piracetam 11,5% dan gingko biloba 11.5%. Terapi lainnya termasuk
benzodiazepin, kalsium antagonis, dan difenhidramin yaitu 7,9 %. Studi
epidemiologis didapati penggunaan betahistin lebih banyak daripada
difenhidramin, dan obat vertigo lainnya karena pasien dengan penggunaan
betahistin dilaporkan lebih sedikit mengalami efek samping daripada obat vertigo
lainnya walaupun dengan dosis yang lebih tinggi. Hasil tersebut berbanding
terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Enrique (2010) bahwa di Amerika
Serikat difenhidramin lebih banyak digunakan dalam pengobatan gangguan
vestibular, khususnya vertigo daripada betahistin.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu mencari hubungan sebab akibat antara variabel
bebas dengan variabel terikat diukur satu kali dalam waktu yang bersamaan dan
tidak ada follow - up (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan tingkat efektifitas betahistin dan kombinasi dengan
difenhidramin pada pasien vertigo di RSUD Sukoharjo. Tempat penelitian akan
dilakukan di Poliklinik bagian Saraf RSUD Sukoharjo. Teknik sampling yang
digunakan adalah non probability sampling yaitu purposive sampling, dimana
setiap yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai
jumlah yang diperlukan terpenuhi (Notoatmodjo, 2010). Analisis data dilakukan
dengan komputer menggunakan program perangkat lunak SPSS (Statistical
Program for Social Science) versi 17 (Dahlan, 2011).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden
a. Umur Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden
Kelompok Usia Frekuensi Persentase
18-30 Tahun 3 5.0
31-40 Tahun 8 13.3
41-50 Tahun 15 25.0
51-60 Tahun 16 26.7
61-70 Tahun 18 30.0
Total 60 100.0

Berdasarkan tabel 1 diketahui umur responden paling banyak berumur 61


sampai 70 tahun yaitu sebanyak 18 pasien vertigo (30.0%), dan umur responden
paling sedikit berumur 18-30 tahun yaitu hanya sebanyak 3 pasien (5.0%).

b. Frekuensi Jenis Kelamin Responden


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 25 41.7
Perempuan 35 58.3
Total 60 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa jenis kelamin responden laki-laki


sebanyak 25 pasien (41.7%), dan jenis kelamin responden perempuan sebanyak 35
pasien (58.3%).
Tabel 3. Hasil Analisa uji Chi_Square Efektifitas Terapi dengan Jenis
Medikamentosa

Nilai
Sampel keefektifitasan responden P

Efektif Tidak efektif


Persentase 76.7% 23.3%
Terapi betahistin Jumlah
23 7
responden
Terapi kombinasi 0.317
persentase 86.7% 13.3%
dengan
difenhidramin Jumlah
26 4
responden

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian difenhidramin kepada


pasien vertigo sebanyak 26 pasien (86.7%) yang dilihat dapat menunjukan efek
lebih efektif pada proses penyembuhan. Pasien dengan terapi difenhidramin
sebanyak 4 pasien (13.3%) menunjukkan proses penyembuhan yang kurang begitu
efektif. Kemudian pasien yang mendapatkan terapi betahistin menunjukan 23
pasien (76.7%) yang menunjukkan efek lebih efektif dan memberikan hasil yang
signifikan dalam proses penyembuhan, sedangkan sebanyak 7 pasien (23.3%)
menunjukan proses penyembuhan yang kurang efektif. Berdasarkan analisis uji
chi - square, nilai significancy menunjukan angka 0.317, oleh karena p > 0.05
maka hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan antara pemberian terapi yang diberikan dengan nilai keefektifitasan
terhadap vertigo atau keduanya sama-sama memberikan nilai keefektifitasan
terhadap pasien vertigo dengan selisih 10%.
Penelitian ini telah dilaksanakan di bagian poli saraf atau di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Sukoharjo dengan menggunakan kwisioner pada pasien vertigo
laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-70 tahun. Besar sampel yang
diambil dalam penelitian ini sebesar 30 pasien vertigo dengan terapi betahistin dan
30 pasien dengan terapi kombinasi difenhidramin, sehingga total sampel
penelitian yang digunakan adalah 60 pasien. Perolehan jumlah sampel pasien
dilakukan dengan memberikan kwisioner pada pasien vertigo yang sesuai dengan
kriteria retriksi. Penelitian ini tidak dilakukan randomisasi dalam pengambilan
sampel karena menyesuaikan dengan terapi atau obat yang diberikan oleh tenaga
medis di Rumah Sakit. Vertigo merupakan suatu gangguan orientasi atau
keseimbangan tubuh terhadap suatu ruangan yang membuat penderita merasa
bergerak ataupun berputar. Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
vertigo perifer. Penelitian ini menunjukkan bahwa rentang umur lebih dari 60
tahun merupakan jumlah terbanyak penderita vertigo perifer. Hasil ini mendekati
dengan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2014) di India, yaitu dari 54
penderita vertigo perifer didapatkan 20 orang dengan umur lebih dari 60 tahun.
Hasil analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya usia
seseorang maka semakin berisiko terjadinya vertigo perifer.
Penelitian sebelumnya oleh Heike pada penderita vertigo dengan terapi
betahistin menunjukan bahwa terdapat hasil yang signifikan terhadap penurunan
atau perbaikan gejala vertigo dengan pemberian betahistin (24 mg b.i.d. atau
dengan 16 t.i.d.) tanpa terapi tambahan lainnya (Heike, 2010). Penelitian berbeda
telah dilakukan sebelumnya oleh Degerli dengan terapi tambahan berupa
difenhidramin juga menunjukkan efek yang cukup signifikan terhadap perbaikan
vertigo yang terdapat di bagian gawat darurat dalam waktu 30 menit setelah
pemberian obat (Degerli, 2007).
Berdasarkan hasil dari analisis penelitian bahwa efektifitas pemberian
betahistin terhadap pasien vertigo perifer sebanyak 23 pasien (76.7%) menunjukan
hasil yang signifikan dalam perbaikan gejala vertigo perifer sedangkan sebanyak
7 pasien (23.3%) tidak menunjukkan hasil yang efektif. Pasien dengan terapi
kombinasi dengan difenhidramin sebanyak 26 pasien (86.7%) juga menunjukkan
hasil dalam perbaikan gejala vertigo perifer sedangkan sebanyak 4 pasien (13.3%)
tidak menunjukkan perbaikan. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square,
didapatkankan hasil nilai significancy sebesar 0,317 atau lebih besar dari 0,05. Hal
ini membuktikan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara
penggunaan terapi betahistin dan terapi kombinasi dengan difenhidramin.
Penelitian ini mempunyai kelebihan yaitu pengambilan sampel sudah sesuai
dengan yang diharapkan dan mencukupi untuk dilakukan analisis uji chi – square
dan penelitian tentang perbedaan efektifitas terapi betahistin dan kombinasi
difenhidramin baru pertama kali dilaksanakan di RSUD Sukoharjo, akan tetapi
penelitian ini juga memiliki keterbatasan yaitu pada teknik pengambilan sampel,
dimana peneliti menggunakan purposive sampling, sedangkan untuk mengetahui
keakuratan obat dan mengurangi bias dalam penelitian menggunakan double-blind
technique, yaitu peneliti maupun responden tidak mengetahui obat yang diberikan
dengan atau tanpa kontrol.

KESIMPULAN
Penelitian tentang perbedaan keefektifitasan terapi menggunakan betahistin
dan kombinasi dengan difenhidramin pada pasien vertigo perifer di RSUD
Sukoharjo didapatkan hasil dari analisis uji chi-square bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara terapi betahistin dan kombinasi dengan difenhidramin
dalam penyembuhan pasien vertigo perifer di RSUD Sukoharjo.

DAFTAR PUSTAKA
Abraham A., 2014. Peripheral Vertigo – A Study Of 100 Cases: Our Experience.
Journal of Evolution of Medical and Dental Science. Vol 3(27)

Arief T.Q, Mochammad. 2008. Pengantar Metodologi penelitian untuk ilmu


kesehatan, 1st ed. Surakarta : lembaga pengembangan pendidikan UNS dan
upt penerbitan dan percetakan UNS

Bintoro A. C., 2000. Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasiler
pada Pasien Vertigo Sentral. Tesis Undip

Bisdorff A., 2013. The Epidemiology of Vertigo, Dizziness, And unsteadiness


and its links to co-mordibities. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 2

Brado R. A., et al., 2000. Management of Acute Vertigo with Betahistne. Indian
journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery.Vol 52 no 2

Chaker Rahul T., Eklare, Nishikant. 2012. Vertigo in Cerebrovaskuler Disease.


Otolaryngology Clinics : An International Journal. 4 (1): 46-53
Dahlan M.S., 2011. Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam
Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika.
Dahlan M.S., 2011. Statitstik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. 5th ed. Jakarta:
Salemba Medika

Dewanto G., 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

Edward Y., Roza Y., 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. 3(1)

Enrique S., 2010. Neuropharmacology of Vestibular System Disorders. Institute


of Physiology, Autonomous University of Puebla. 8, 26-40

Farzin S., 2004. The effect of diphenhydramine on the neuromuscular


transmission of the chick biventer cervicis muscle preparation. Journal
Mazandaran University of Medical Science. 14(44): 1 - 13

Fildago J.L., 2013. Experimental design for a Benign Paroxysmal Positional


Vertigo Model. Theoretical Biology and Medical Modelling. 10:21

Gunawan S.G., 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Gbahou F., Davenas E., Morisset S., Arrang J.M., 2010. Effect of Betahistine at
Histamine H3 Reseptors: Mixed Inverse Agonism/Agonism In Vitro and
Partial Inverse Agonism In Vivo. The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics. 334:945-954, 2010

Gracia M.N., et al., 2012. Flunarizine is more effective than topiramate in patient
with chronic migraine and medication overuse headache. The Journal of
Headache and Pain. 14 (sup 1) :202

Grill E., Muller M., Brantdt M., 2013. Vertigo and Dizziness: challenges for
epidemiological research. OA Epidemiology. 1(2): 12

Heike et al., 2010. Effect of Betahistine on Patient – Reported Outcomes in


Routine Practice in Patient with Vestibular Vertigo and Appraisal of
Tolerability: Experience in the OSVaLD Study. International Tinnitus
Journal. Vol 16(1) : 14-24

Heike et al., 2013. The Burden and Impact of Vertigo: findings from the revert
patient registry. Frontiers in Neurology. Vol 4 article 136
Hoan T., 2002. Obat – Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Iqbal M., 2005. Perbandingan Nilai Visual Analog Scale dengan Skala Verbal
Derajat Nyeri Kepala pada Penderita Nyeri Kepala Primer di RSUP H.
Adam Malik Medan. Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK USU. Vol 38(4)

Lin T. F., 2005. Antiemetic and analgesic-sparing effects of diphenhydramine


added to morphine intravenous patient-controlled analgesia. British Journal
of Anaesthesia. 94 (6): 835–9
Lacour M., H van de Heyning, Paul., Novotny, Miroslav., Tighilet, Brahim., 2007.
Betahistine in the treatment of Meniere’s disease. Neuropsychiatric Disease
and Treatment.3(4) 429 – 440

Luxon, L. M., 2004. Evaluation and Management of the Dizzy Patient. Journal
Neural Neurosurg Psychiatry. 75(Suppl IV):iv45–iv52

Mansjoer A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Fakultas Kedokteran UI : Media


Aesculapitus

Mardjono M., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : PT Dian Rakyat

Moreno, Jose Luis Ballve, et al. 2014. Effectiveness of the Epley’s Maneuver
Performed in Primary Care to Treat Posterior Canal Benign Paroxysmal
Positional Vertigo: Study Protocol for a Randomized ontrolled Trial. Trials
Journal. 15:179

Parham K., 2014. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: An Integrated


Perspective. Advances in Otolaryngology. Article ID 792635, 17 pages,
2014

Purnamasari P., 2010. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional


Vertigo. Universitas Udayana: Denpasar

Ravisankar P., 2013. Development and Validation of n Improved RP-HPLC


Method for the Quantitative Determination of Flunarizine in Bulk and Tablet
Dosage Form. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and
Chemical Sciences.Vol 4 page 666

Singh, Kanchan Rao., Singh, Manmohan., 2012. Current Perspectives in the


Pharmacotherapy of Vertigo. Otorhinolaryngology Clinics : An
International Journal. 4(2): 81-85
Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press

Soares, Shirley Nogueira, et al., 2014. Influence of Vestibular Rehabilitation on


the Quality of Life of Individuals with Labyrinth Disease. 16 (3):732-738

Sokolova, L., Hoerr R., Mishchenko T., 2014. Treatment of Vertigo: A


randomized, double-blind Trial Comparing Efficacy and safety of ginkgo
biloba extract Egb 761 and Betahistine. International Journal of
Otolaryngology. Article ID 682439, 6 pages

Strupp M., Brandt T., 2012. Central vertigo. Otorhinolaryngology Clinics : An


International Journal.4(2):71 – 76

Sumarilyah, E., 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap


Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang.
RS Siti Khodijah Sepanjang: Jawa Timur

Vaidya et al., 2009. Cardioactive effects of diphenhydramine and curcumin in


daphnia magna. The Premier Journal for Undergraduate Publications in the
Neuroscience. 2(12)

Zatonski T., et al., 2014. Current Views on Treatment of Vertigo and Dizziness.
Journal of Otolaryngology Head and Neck Surgery.Vol 3

Anda mungkin juga menyukai