Anda di halaman 1dari 6

PLEBITIS

Beberapa definisi tentang Plebitis :


Plebitis adalah iritasi vena oleh alat IV, obat-obatan, atau infeksi yang ditandai dengan
kemerahan, bengkak, nyeri tekan pada sisi IV.(Weinstein, 2001)
Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun
mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. (La Rocca, 1998)
Terapi interavena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk
memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien. Infeksi dapat menjadi komplikasi
utama dari terapi intra vena ( IV ) terletak pada system infus atau tempat menusukkan
vena (Darmawan, 2008).
Plebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi tromboplebitis,
perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas
kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan
seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan
menimbulkan kematian. (Sylvia, 1995).
Secara sederhana Plebitis berarti peradangan vena. Plebitis berat hampir selalu diikuti
bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai
tromboplebitis.
Dalam istilah yang lebih teknis lagi, plebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri
tekan, bengkak, pengerasan, eritema, hangat dan terbanyak vena seperti tali. Semua ini
diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau trombosis. Banyak faktor telah dianggap
terlibat dalam patogenesis plebitis, antara lain:
1. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan;
2. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi; serta
3. Agen infeksius.
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka plebitis mencakup, usia, jenis kelamin
dan kondisi dasar (yakni. diabetes melitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang
sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa
dieliminasi dengan penggunaan filter
Plebitis masih merupakan masalah yang penting dalam praktek kedokteran. Pada pasien
diabetes dan penyakit infeksi, dibutuhkan lebih banyak perhatian
Berapa sering plebitis yang disebabkan infus?
Kekerapan plebitis akibat infus sangat bervariasi menurut peneliti, kondisi klinis dan
karakteristika pasien.
Kekerapan
Penulis Catatan
Plebitis
35% Pose-Reino dkk Plebitis pada pasien penyakit dalam
Nordenström J, 83 pasien bedah yang mendapat PPN (nutrisi parenteral
18% Jeppsson B, Lovén, perifer). Semua larutan nutrisi diberikan selama 24 jam dari
Larsson J. bag 3 liter dan lokasi infus dirotasi setiap hari.
Nassaji-Zavareh M,
26% 300 pasien di bangsal penyakit dalam dan bedah
Ghorbani.R
766 pasien dengan pnemonia akut yang membutuhkan
39% Manuel Monreal dkk
terapi intravena
35% Joan Webster dkk. 755 pasien
Plebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas
1. PLEBITIS KIMIA
1. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko plebitis tinggi.
pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan untuk
mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan
yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi
parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang
bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida,
vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak
obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus
diberikan melalui vena sentral.
2. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama
pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap plebitis. Jadi , kalau
diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai
5 µm
3. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena
pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut
4. Jangan gunakan vena punggung tangan bila anda memberikan : Asam Amino +
glukosa; Glukosa + elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampur dengan obat suntik
atau Meylon dan lain-lain
5. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding
politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan
lentur. Risiko tertinggi untuk plebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil
klorida atau polietilen.
6. Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi daripada
pemberian cepat.
2. PLEBITIS MEKANIS
Plebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan
ada daerah lekukan sering menghasilkan plebitis mekanis. Ukuran kanula harus
dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.
3. PLEBITIS BAKTERIAL
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap plebitis bakteri meliputi:
1. Teknik pencucian tangan yang buruk
2. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek
mengundang bakteri.
3. Teknik aseptik tidak baik
4. Teknik pemasangan kanula yang buruk
5. Kanula dipasang terlalu lama
6. Tempat suntik jarang diinspeksi visual
Pasien mana yang lebih cenderung mengalami plebitis?
Faktor-faktor predisposisi
Nassaji-Zavareh M, Ghorbani. R mengkaji kekerapan plebitis pada 300 pasien yang
dirawat di bangsal interna dan bedah, dan mendapatkan sebagai berikut:
Tabel 1. Kekerapan plebitis pada pasien yang dikaji (faktor tidak terkait)
Parameter Besar sampel Plebitis (n) Kekerapan (%) OR (Odds ratio) 95% Cl for OR
Usia<60th 169 47 27.8 1.18 0.79-1.74
Usia≥60th 131 31 23.7
Trauma
Ya 58 19 32.8 1.34 0.87-2.07
Tidak 242 59 24.4
Ukuran kateter
20 G 109 30 27.5 1.11 0.75-1.65
18 G 190 47 24.7
Tabel 2. Kekerapan plebitis pada pasien yang dikaji (faktor terkait)
Parameter Besar sampel Plebitis (n) Kekerapan (%) OR (Odds ratio) 95% Cl for OR
Jenis Kelamin
Wanita 155 48 31.0 1.50 1.01-2.22
Pria 145 30 20.7
Diabetes Melitus
Ya 111 64 57.7 7.78 4.59-13.21
Tidak 189 14 7.4
Luka Bakar
Ya 3 3 100 3.96 3.26-4.82
Tidak 297 75 25.3
Penyakit Infeksi
Ya 67 50 74.6 6.21 4.27-9.03
Tidak 233 28 12.0
Lokasi kateter
Tungkai 13 10 76.9 3.25 2.26-4.67
Lengan 287 68 23.7
Sifat pemasangan
Darurat 140 50 35.7 2.04 1.36-3.05
Tidak Darurat 160 28 17.5
Bagaimana mendeteksi dan menilai adanya plebitis selama pemasangan infus?
Skor visual untuk plebitis telah dikembangkan oleh Andrew Jackson (8) sebagai berikut:
Bagaimana mencegah dan mengatasi plebitis?

Di samping pedoman sederhana di atas, bisa dipertimbangkan strategi berikut:


1. Mencegah plebitis bakterial
Pencegahan ini menekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan
daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%,
tinctura yodium, iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.
2. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus
IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial
ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50%
dalam serangkaian besar kajian.
1. Rotasi kanula
May dkk(2005) melaporkan hasil 4 teknik pemberian PPN, di mana mengganti
tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien
menyebabkan bebas plebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-
baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di
tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease
Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang
cukup
2. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah plebitis. Kasa setril diganti setiap 24
jam
3. Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan
makin rendah risiko plebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus
obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L
jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk
mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini
membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang
paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk
mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat
bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan
dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan
maintenance atau nutrisi parenteral.
4. Titrable acidity
Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam
kejadian plebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
menetralkan pH larutan infus. Potensi plebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir
hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan
glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat
rendah (0.16 mEq/L). Dengan demikian makin rendah titrable acidity larutan infus
makin rendah risiko plebitisnya.
5. Heparin & hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL,
mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko plebitis yang
berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan
antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti
hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara
bermakna mengurangi kekerapan plebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium
klorida atau antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi
dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan plebitis, tetapi penggunaan
heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan
endapan kalsium.
6. In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan plebitis tetapi tidak ada data yang
mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat
intravaskular dan sistem infus.
KESIMPULAN
Plebitis masih merupakan masalah lazim dalam terapi cairan, ketika kita memberikan
obat intravena, terapi cairan rumatan serta nutrisi parenteral. Berbagai faktor terkait dan
faktor-faktor predisposisi meliputi usia lanjut, trauma, ukuran kateter besar, diabetes,
infeksi, hiperosmolaritas, pH, teknik aseptik yang jelek dll. Klinisi harus memikirkan
sebab-sebab multifaktor ini dan melakukan pemantauan ketat untuk mencegah dan
mengatasi komplikasi serius.

Anda mungkin juga menyukai