Anda di halaman 1dari 45

PHLEBITIS

&
PEMASANGAN INFUS
Ns. Helmi Zuryani, S.Kep
PENGERTIAN
Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari
pemberian therapi intra vena.
Komplikasi dari pemberian therapi intravena
bisa bersifat sistemik dan lokal.
Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi, tetapi
seringkali lebih serius dibanding komplikasi
lokal, seperti septikemia, reaksi alergi, overload
sirkulasi dan emboli udara.
Komplikasi lokal selain phlebitis antara lain
infiltrasi, trombophlebitis, hematoma, iritasi
vena, trombosis, occlusion, spasme vena, reaksi
vasovagal, dan kerusakan saraf, tendon, ligamen
(Potter dan Perry, 2005).
NEXT..
Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima
pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai
komplikasi pemberian terapi infus. Peradangan
didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada
endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan
trombosit pada area tersebut.
Phlebitis adalah komplikasi dari pemberian therapi
intra vena, yang disebabkan oleh iritasi kimia,
mekanik maupun bakteri dan post infus. Phlebitis
ditandai dengan adanya satu atau lebih dari tanda-
tanda phlebitis yaitu daerah yang merah, nyeri,
indurasi, teraba hangat atau panas, dan
pembengkakan didaerah penusukan.
Peradangan phlebitis didapatkan dari mekanisme
iritasi yang terjadi pada endothelium tunika intima
vena dan perlekatan trombosit pada area tersebut.
Infusion Nursing Society (INS 2010),
VIP SCORE
SCO KEADAAN AREA PENUSUKAN PENILAIAN
RE
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda
phlebitis
1 Salah satu dari berikut jelas : Mungkin tanda
Nyeri area penusukan; Adanya eritema di area dini phlebitis
penusukan

2 Dua dari berikut jelas : Stadium dini


Nyeri area penusukan; Adanya eritema di area phlebitis
penusukan; Pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas : Stadium
Nyeri area penusukan; Adanya eritema di area moderat
penusukan; Pembengkakan ; Indurasi phlebitis
4 Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut
Nyeri area penusukan; Adanya eritema di area atau awal
penusukan; Pembengkakan ; Indurasi (pengerasan thrombophlebit
jaringan); Venous chord teraba is.
5 Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut
Nyeri area penusukan; Adanya eritema di area thrombophlebit
penusukan; Pembengkakan ; Indurasi; Venous is
KLASIFIKASI PHLEBITIS
Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada
faktor penyebabnya.
Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis
yaitu :
Kimia
Mekanik
agen infeksi
post infus
(INS, 2006)
PHLEBITIS KIMIA (CHEMICAL PHLEBITIS)
Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk
respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan
bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan.
Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis
cairan yang diberikan atau bahan material kateter
yang digunakan.
Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap
salah satu penyebab utama kejadian phlebitis. Pada
pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi
iritasi pada dinding pembuluh darah.
Penggunaan material katheter juga berperan pada
kejadian phlebitis. Bahan kateter yang terbuat dari
polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai
resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan
yang terbuat dari silikon atau poliuretan (INS, 2010).
PHLEBITIS MEKANIK (MECHANICAL
PHLEBITIS)
Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan
pemasangan atau penempatan katheter intravena.
Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering
menimbulkan kejadian phlebitis saat ekstremitas
digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak
dan menyebabkan trauma pada dinding vena.
Penggunaan ukuran katheter yang besar pada
vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding
vena
(The Centers for Disease Control and Prevention,
2006).
PHLEBITIS BAKTERI (BAKTERIAL PHLEBITIS)
Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang
berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri.
Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang
serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu
septicemia.
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis
bakteri antara lain :
a. Teknik cuci tangan yang tidak baik.
b. Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan.
c. Teknik pemasangan katheter yang buruk.
d. Pemasangan yang terlalu lama.
e. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak, pembungkus
yang bocor atau robek dapat mengandung bakteri.
f. Tempat penyuntikan yang jarang diinspeksi visual

(INS, 2010)
POST INFUS PHLEBITIS
Phlebitis post infus juga sering dilaporkan
kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus.
Phlebitis post infus adalah peradangan pada vena
yang didapatkan 48 96 jam setelah pelepasan
infus.
Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis
post infus, antara lain :
a. Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.
b. Pada pasien dengan retardasi mental.
c. Kondisi vena yang tidak baik.
d. Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
e. Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.
PENCEGAHAN PHLEBITIS
a. Mencegah phlebitis bakteri.
Pedoman yang dianjurkan adalah menekankan pada kebersihan tangan,
tehnik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit.
Untuk pemilihan larutan antisepsis, The Center for Disease Control(CDC)
merekomendasikan penggunaan chlorhexedine 2 %, akan tetapi
penggunaan tincture yodium, iodofor atau alcohol 70 % bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan tindakan aseptic.
Selalu berprinsip aseptik setiap tindakan yang memberikan manipulasi
pada daerah infus.
Studi melaporkan Stopcock (yang digunakan sebagai jalan pemberian
obat, pemberian cairan infus atau pengambilan sampel darah merupakan
jalan masuk kuman.
c. Rotasi katheter.
May dkk (2005), melaporkan hasil pemberian Perifer Parenteral Nutrition
(PPN), di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral
setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis.
Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh
Webster dkk disimpulkan bahwa intravena kateter bisa dibiarkan aman
di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi.
The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan
penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.
NEXT..
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah phlebitis dengan penggantian kasa steril diatas
tempat penusukan setiap 24 jam.
e. Kecepatan pemberian infus
o Para ahli sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah
risiko phlebitis.
o Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas
tinggi.
o Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang
iritatif dengan dinding vena.
o Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 330 mL/jam).
o Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan
untuk mencapai laju infus yang diinginkan.
o Katheter harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan.
o Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan
terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
f. Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL,
mengurangi masalah dan menambah waktu pasang katheter.
Risiko phlebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium
klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat
dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison.
Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna
mengurangi kekerapan phlebitis pada vena yang diinfus lidokain, kalium klorida atau
antimikrobial.
PEMASANGAN INFUS
Tindakan yang dilakukan pada pasien yang
memerlukan masukan cairan atau obat, langsung ke
dalam pembuluh darah vena, dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005).
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian
dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin
ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).
Memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena
(pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus /
pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan atau
obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam
jangka waktu tertentu.
Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving
seperti pada kehilangan cairanyang banyak,dehidrasi
dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara
pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar
tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam
basa ( Lukman, 2007 ).
INDIKASI PEMASANGAN INFUS
a. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru
memungkinkan pemberian obat secara langsung
secara intra vena.
b. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar
secara terus menerus melalui infus.
c. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap
pemberian obat.
d. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien
dengan mengurangi kebutuhan injeksi im ( intra
muskuler ).
e. Pasien yang mendapatkan transfusi darah.
f. Upaya profilaksis pada pasien dengan kondisi tidak
stabil, misal resiko dehidrasi atau kurang cairan,
dan syok yang mengancam jiwa, sebelum pembuluh
darah kolaps atau tidak teraba.
TUJUAN PEMASANGAN INFUS
a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh
yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral.
b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan
elektrolit
c. Memperbaiki keseimbangan asam basa
d. Memperbaiki volume komponen-komponen
darah.
e. Memonitor tekanan vena central ( CVP ).
f. Menyediakan medium untuk pemberian obat
intravena, dan membantu pemberian nutrisi
parenteral
(Hidayat, 2008).
KOMPLIKASI PEMASANGAN INFUS
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari
pemasangan infus yaitu di bawah ini (Hinlay, 2006).
a. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan
hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri
atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan
adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan).
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar
daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan.
Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi
adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah
proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan
torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena.
Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti
terjadi infiltrasi.
NEXT..
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus,
kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena
bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH
rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,
vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).
d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan
di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya
dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum
keluar vena, dan
tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat
penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan
gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada
tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat
penusukan.
NEXT..
e. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah
peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah
adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, indurasi, rasa hangat,
dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena,
imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan
pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise,
dan leukositosis.
f. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena,
dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel
endotel dinding vena, pelekatan platelet.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan
aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang
infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi.
Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran intravena, aliran
balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem
terlalu lama.
NEXT..
h. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit
pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah
dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh
pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh
obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran
yang terlalu cepat.
i. Reaksi vasovagal
j. Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada
vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan
penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa
disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.
k. Kerusakan syaraf, tendon, dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa,
dan kontraksi otot.Efek lambat yang bisa muncul adalah
paralisis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan
oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga
menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
PENCEGAHAN KOMPLIKASI PEMASANGAN INFUS
Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu
memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :
a. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik
sterilisasi dalam pemasangan infus.
b. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru.
c. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda
infeksi
d. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
e. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.
f. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.
g. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum
infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus.
h. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester
dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu).
i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena
yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil.
j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.
Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan
milliliter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi
intravena adalah :
Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera
dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih
tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat
dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun
dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan
intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat
yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang
besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
Kerugian
tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, control pemberian
yang tidak baik bisa menyebabkan speed shock dan komplikasi
tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik
akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya
flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai
obat tambahan.
LOKASI PEMASANGAN INFUS
PERAN PERAWAT DALAM TERAPI INTRAVENA
Memastikan tidak ada kesalahan maupun
kontaminasi cairan infus maupun
kemasannya
Memastikan cairan infus diberikan secara
benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara
pemberian dan waktu pemberian)
Memeriksa apakah jalur intravena tetap
paten
Observasi tempat penusukan (insersi) dan
melaporkan abnormalitas
Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan
instruksi
Monitor kondisi pasien dan melaporkan
setiap perubahan
Menurut Dougherty, dkk, (2010), pemilihan lokasi pemasangan terapi
intravena mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
a. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah
sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir
b. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima
jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti
pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun.
c. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak,
perubahan tingkat kesadaran
d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan
sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya
hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)
e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan
pengukuran untuk memelihara vena yaitu pilih vena yang akurat
dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal
ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
NEXT..
f. Ketersediaan vena perifer
bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan
sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat
penting, jika sedikit vena pengganti.
f. Terapi intravena sebelumnya : flebitis
sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik
untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat
vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau
sklerosis)
g. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan
ekstremitas yang terkena pada pasien dengan
kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya
pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter
h. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas
yang sakit pada pasien dengan stroke
i. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan
kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau
kanan dan juga sisi.
Ada dua metode yang digunakan untuk
menghitung jumlah tetesan, yakni:
1) Jumlah millimeter perjam
Jumlah tetesan dihitung dengan membandingkan
volume cairan yang harus diberikan (ml) dengan
lamanya pemberian (jam).
Contoh: 3000 ml cairan RL harus diberikan dalam
24 jam. Dengan demikian
Jumlah tetesan = (3000 ml)/(24 jam) = 125 ml/jam
2. Tetesan permenit
Jumlah tetesan dihitung dengan mengalikan jumlah cairan yang
dibutuhkan (ml) dengan faktor tetes, kemudian membaginya dengan
lama pemberian (menit). Faktor tetes ditentukan berdasarkan alat yang
digunakan. Rumus pemberian cairan :
Tetes = ( cairan yang dibutuhkan x faktor tetes (makro atau
mikro))/(Total waktu (jam x 60 menit))
Pedoman:
Faktor tetes makro : 20 tetes
Faktor tetes mikro : 60 tetes
1 kolf : 500 ml
Contoh: Seorang klien datang dengan keluhan mual dan muntah yang terus-menerus.
Dari pengkajian ditemukan tanda-tanda dehidrasi sedang. Berdasarkan pemeriksaan,
klien harus mendapatkan terapi cairan intravena. Dokter menginstruksikan
pemberian 3 kolf RL dalam 24 jam. Dengan demikian, jumlah tetesan infus/menit
untuk klien tersebut adalah :
NEXT..
Tetes/menit = ((3 x 500 ml)x 20 tetes)/(24 x 60 menit)
= (30.000 tetes)/(1.440 menit)
= 20,8 tetes/menit
= 21 tetes/menit
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TETESAN INFUS:

Posisi lengan
Posisi lengan klien terkadang bisa menurunkan aliran
infus. Sedikit pronasi, supinasi, ekstensi atau elevasi
lengan dengan bantal dapat meningkatkan aliran.
Posisi dan kepatenan selang infus (aliran berbanding
langsung dengan diameter selang)
Aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan diameter
besar, berlawanan dengan kanul kecil.
Posisi botol infus
Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki
aliran yang tersendat-sendat (aliran berbanding
langsung dengan ketinggian bejana cairan).
Larutan/cairan yang dialirkan (aliran berbanding
terbalik dengan viskositas cairan)
Larutan intravena yang kental, seperti darah,
membutuhkan kanula yang lebih besar dibandingkan
dengan air atau larutan salin.
Panjang selang (aliran berbanding terbalik dengan
panjang selang)
Menambah panjang selang pada jalur IV akan
menurunkan aliran.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Sebelum pemberian obat
Pastikan bahwa obat sesuai dengan anjuran
Periksa larutan/cairan sebelum dimasukkan (masa kadaluarsa,
keutuhan botol, ada bagian yang bocor atau tidak)
Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi,
vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang
tidak stabil
Gunakan jarum sesuai dengan kondisi vena klien
Larutkan obat sesuai indikasi, banyak obat yang dapat
mengiritasi vena dan memerlukan pengenceran yang sesuai
Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar
Jika akan memberikan obat melalui selang infus yang sama,
akan lebih baik jika dibilas terlebih dulu dengan cairan fisiologis
(misal NaCl)
Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang
diberikan
Kaji kepatenan jalan infus
Perhatikan waktu pemasangan infus, ganti tempat pemasangan
jika ada tanda-tanda infeksi
Respon pasien terhadap obat
Adakah efek mayor yang timbul (anafilaksis, respiratori
distress, takikardia, bradikardi, kejang)
Adakah efek samping minor (mual, pucat, kulit kemerahan atau
bingung
PEMELIHARAAN INFUS
Periksa area insersi
Periksa seluruh system IV (jumlah cairan,
kecepatan aliran, integritas jalur, posisi jalur
halus, kondisi area insersi, kondisi
proksimal vena sampai area insersi)
Kaji adanya komplikasi terapi IV

Kaji respon klien terhadap terapi

Lakukan perawatan pada daerah insersi


(sesuai kebijakan institusi)
10 KESALAHAN PERAWAT DALAM MEMASANG SELANG INFUS

Memasang infus bisa di bilang sudah menjadi


keseharian tugas dari perawat.
Memasang infus memang susah-susah
gampang, terlebih untuk perawat yang masih
baru beberapa kali memasang infus.
Berikut 10 hal yang sering perawat lupakan
saat memasang infus kepada pasien.
NEXT..
1. Salah Sudut
Salam sudut saat memasang infus menyebabkan rasa sakit yang luar biasa pada
pasien. Oleh karen itu sebelum menusukan abocath perawat sebaiknya membuat
perkiraan dengan kisaran antara 40 sampai dengan 60 derajat dari permukaan
pasien.
2. Salah Ukuran Abocath
Sebelum memasang infus pada pasien sahabat harus memastikan dulu ukuran
abocath yang pas dengan ukuran pembuluh darah pasien. Sehingga abocath yang di
gunakan tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
3. Salah Memilih Pembuluh Darah Vena
Jika tidak ingin infus mudah macet maka perawat harus teliti memilik pembuluh
darah vena. Pembuluh darah yang di cari harus lurus tidak bercabang dan tidak
keriting, sehingga meminimalkan pecahnya pembuluh darah.
4. Salah Cairan
Hal ini sangat fatal ketika perawat salah memberikan cairan infus kepada pasien.
Sehingga meskipun perawat hanya bertugas untuk mengganti dan memasang cairan
infus, tetap harus mengenal kandungan infus yang akan di gunakan oleh pasien. Ada
baiknya perawat mengecek terlebih dahulu infus tersebut baik kandungan dan
kegunaan.
5. Lupa Mengalirkan cairan dalam selang infus
Perawat di tuntut untuk menjadi teliti dan tidak teledor. Lupa mengelirkan cairan
dalam selang infus memang jarang terjadi, tetapi pasti pernah terjadi akibat kurang
telitinya perawat.
NEXT..
6. Lupa memotong Plaster
Plaster berguna merekatkan infus pada kulit agar mengurangi goyangan
pada pada infus sehingga menyebabkan terlepasnya selang infus.
7. Lupa Melakukan Desinfeksi
Desinfeksi berguna untuk mengurangi kemungkinan infeksi pada pasien.
8. Lupa Memakai Handscoon / Glove
Perawat tidak pernah mengetahui bakteri dan kuman terdapat pada
tangan sehingga wajib untuk menggunakan Handscoon / Glove.
9. Lupa Berkomunikasi dengan Pasien
Komunikasi memudahkan pekerjaan perawat untuk memasang selang
infus pada pasien, dengan berkomunikasi dengan pasien perawat dapat
memberikan arahan kepada pasien.
10. Salah Pasien
Entah hal ini pernah terjadi atau tidak, akan tetapi pada rumah sakit
yang memiliki banyak pasien tentu hal ini akan terjadi, sehingga sebelum
memasang selang infus, cek kembali pasien yang akan memasang selang
infus.
Mari kita perawat memberikan pelayanan
yang terbaik dan prima kepada pasien
dengan penuh ketelitian, kesabaran, dan
telaten.
Sehingga menghindarkan 10 kesalahan
memasang infus di atas tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai