Anda di halaman 1dari 4

PHLEBITIS

A. Pengertian
Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan
di daerah penusukan atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan
lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan. Pemasangan jalur
IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan

B. Pengenalan tanda Phlebitis


Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan
oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis,
yaitu :

VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson.


SKOR KEADAAN AREA PENUSUKAN PENILAIAN
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda phlebitis

1 Salah satu dari berikut jelas : Mungkin tanda dini phlebitis


a. Nyeri area penusukan
b. Adanya eritema di area penusukan
2 Dua dari berikut jelas : Stadium dini phlebitis
a. Nyeri area penusukan
b. Eritema
c. Pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas : Stadium moderat phlebitis
a. Nyeri sepanjang kanul
b. Eritema
c. Indurasi
4 Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut atau awal
a. Nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis.
b. Eritema
c. Indurasi
d. Venous chord teraba
5 Semua dari berikut jelas : Stadium lanjut thrombophlebitis
a. Nyeri sepanjang kanul
b. Eritema
c. Indurasi
d. Venous chord teraba
e. Demam
C. Klasifikasi Phlebitis
Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori
penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infuse.

a. Phlebitis kimia (Chemical Phlebitis)


Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika
intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi
peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material
kateter yang digunakan.
PH darah normal terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang
diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu
larutan diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi
dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam
amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik.
Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah partikel yang
larut dalam suatu larutan.Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ± 10
mOsm/kg H20. Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonik atau
hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas
plasma. Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas total sebesar 280 –
310 mOsm/L, larutan yang memiliki osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik,
sedangkan yang melebihi disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya
berpengaruh terhadap status fisik klien akan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika
intima pembuluh darah. Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian
larutan hiperosmoler yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi
pada saat pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan
isototonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit
maupun nutrisi.
Vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900 mOsm/L.
Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada
dinding vena perifer seperti phlebitis, trombophebitis, dan tromboemboli. Pada pemberian
jangka lama harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat hipertonis
dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui vena sentral aliran darah menjadi cepat
sehingga tidak merusak dinding.
Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama
kejadian phlebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi iritasi pada
dinding pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada kejadian
phlebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon)
mempunyai resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon
atau poliuretan.
Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat yang tidak sempurna
diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya phlebitis. Penggunaan filter dengan
ukuran 1 sampai dengan 5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau meminimalkan
resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk tersebut.

b. Phlebitis Mekanik (Mechanical Phlebitis)


Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan
katheter intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan
kejadian phlebitis saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak dan
menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar pada
vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena.

c. Phlebitis Bakteri (Bakterial Phlebitis)


Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya
kolonisasi bakteri. Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai
predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor-faktor yang berperan dalam
kejadian phlebitis bakteri antara lain :
1) Teknik cuci tangan yang tidak baik.
2) Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan.
3) Teknik pemasangan katheter yang buruk.
4) Pemasangan yang terlalu lama.
5) Kegagalanmemeriksa peralatan yang rusak, pembungkus yang bocor atau robek dapat
mengandung bakteri.
6) Tempat penyuntikan yang jarang diinspeksi visual

d. Post Infus Phlebitis


Phlebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya sebagai akibat pemasangan
infus. Phlebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam
setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara
lain :
1) Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.
2) Pada pasien dengan retardasi mental.
3) Kondisi vena yang tidak baik.
4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
5) Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.

D. Tindakan Pencegahan Phlebitis


Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya phlebitis yang
telah disepakati oleh para ahli, antara lain ;

a. Mencegah phlebitis bakteri.


Pedoman yang dianjurkan adalah menekankan pada kebersihan tangan, tehnik
aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Untuk pemilihan larutan
antisepsis, The Center for Disease Control(CDC) merekomendasikan penggunaan
chlorhexedine 2 %, akan tetapi penggunaan tincture yodium, iodofor atau alcohol 70
% bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan tindakan aseptic.
Selalu berprinsip aseptik setiap tindakan yang memberikan manipulasi pada
daerah infus. Studi melaporkan Stopcock (yang digunakan sebagai jalan pemberian
obat, pemberian cairan infus atau pengambilan sampel darah merupakan jalan masuk
kuman.
c. Rotasi katheter.
Pemberian Perifer Parenteral Nutrition (PPN), di mana mengganti tempat
(rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas
flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster
dkk disimpulkan bahwa intravena kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari
72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention
menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah phlebitis dengan penggantian
kasa steril diatas tempat penusukan setiap 24 jam.
e. Kecepatan pemberian infus
Para ahli sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin
rendah risiko phlebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat
injeksi dengan osmolaritas tinggi.Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika
durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi
waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan
kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan
kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang
diinginkan, dengan filter 0.45 mm.Katheter harus diangkat bila terlihat tanda dini
nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus
sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.

Berdasarkan bacaan di atas, maka perawat dalam melaksanakan pemasangan infus harus
selalu memperhatikan tata laksana prosedur pemasangan infus agar tidak terjadi phlebitis. Tata
laksana prosedur pemasangan infus disebut sebagai SOP.

Anda mungkin juga menyukai