Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) 2007 Angka
Kematian Ibu (AKI) berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Di dalam
rencana strategik nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia yaitu rencana
pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015, visi MPS adalah kehamilan
dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup sehat.
Sasaran yang ditetapkan sesuai dengan target MDGs (Millenium Development Goals)
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015
1
.
Salah satu cara menurunkan angka kematian ataupun angka kesakitan ibu adalah
dengan mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi pasca persalinan, lebih
spesifik lagi adalah mengurangi komplikasi pasca persalinan bedah sesar.
Seiring kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, antibiotika dan anesthesia,
penemuan alat-alat elektronik pemantau janin dalam kandungan, angka kelahiran
secara bedah sesar semakin meningkat. Begitu pula dengan permasalahan-
permasalahan pada saat bedah sesar maupun pasca bedah sesar, salah satunya woun
dehiscence. Untuk itu diharapkan persiapan pra bedah, pelaksanaan bedah, serta
perawatan yang baik terhadap luka bedah sesar serta memperhatikan faktor-faktor
yang dapat mengganggu penyembuhan luka seperti penyakit diabetes mellitus,
imunosupresi, anemia, dan gangguan hemostasis lainnya sehingga tidak terjadi salah
satu komplikasi berupa Infeksi Luka Operasi (ILO) pasca bedah sesar yang dapat
berlanjut menjadi wound dehiscence yang dapat berujung pada keadaan sepsis dan
kematian
2,3
.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proses Penyembuhan Luka
4

Proses penyembuhan luka terdiri atas 3 fase:
1. Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke
lima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan,
dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung
pembuluh darah yang putus, dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena
trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala
fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Trombosis yang berlekatan akan berdegranulasi, melepas kemoatraktan yang
menarik sel radang, mengaktifkan fibroblas lokal dan sel endotel serta
vasokonstriktor. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Setelah hemostasis,
proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen yang kemudian
akan mengeluarkan bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a yang
menyebabkan vasodilatassi dan permeaabilitas vaskular meningkat sehingga
eksudasi, penyebukan sel radang,, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan oedem. Gejala klinis yang tampak yaitu reaksi radang berupa
warna kemerahan, nyeri, dan pembengkakan.

2. Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblas berasal dari sel masenkim yang
belum berproliferasi yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel
radang, fobroblas, dan kolagen, serta pembentukan pembuluh darah baru,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus
yang disebut jaringangranulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal
terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Proses ini
terjadi sampai epitel saling menyentuh dan menutup seluruh pemukaan luka.

3. Remodelling
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali
jaringan yang berlebih,pengerutan yang sesuai gravitasi, dan akhirnya
perupaan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan
dan dinyatakan selesai jika tanda peradangan telah menghilang. Oedem dan
sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang erlebih diserap, dan sisanya mengerut sesuai
dengan besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan jaringan
parut yang pucat, tipis, dan lentur serta mudah digerakkan dari dasar.










Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah
pembalutan luka. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin,
lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodik pembalut luka diganti
dan luka dibersihkan. Dibuat pula catatan kapan benang atau agrave dicabut
dan dilonggarkan. Diperhatikan pula apakah luka sembuh perprimum atau
dibawah luka terdapat eksudat. Jika terdapat luka dengan sedikit eksudat
ditutup dengan band-aid operative dressing. Jika terdapat luka dengan eksudat
sedang ditutup dengan regal filmated swabs atau dengan pembalut luka
lainnya. Luka dengan eksudat banyak ditutup dengan surgipad atau dikompres
dengan betadin. Luka insisi dapat menyebabkan komplikasi. Sebagian luka
sembuh dan tertutup baik, sebagian lagi dengann eksudat dalam jumlah
sedang atau banyak dan keluar melalui lubang-lubang dan terinfeksi. Luka
terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi. Luka terbuka seluruhnya dan usus
kelihatan atau keluar. Luka tersebut memerlukan perawatan khusus sampai
memerlukan reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali
5
.

2.2. Wound Dehiscence
5

Infeksi dan wound dehiscence merupakan komplikasi dari
penyembuhan suatu luka yang salah. Biasanya wound dehiscence sering
didahului oleh suatu infeksi luka operasi berkelanjutan sehingga
penyembuhan luka terganggu dan infeksi hanya merupakan salah satu
penyebab wound dehiscence selain faktor lokal, sistemik, dan teknik. Apabila
wound dehiscence telah terjadi maka infeksi akan terus berlanjut dan
komplikasinya semakin memburuk yand dapat berakhir menjadi sepsis.







2.2. Sepsis
6,7
2.2.1. Definisi
Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif
terhadap organisme dari tempat tersebut). Sedangkan, SIRS sendiri adalah
keadaan yang memenuhi dua atau lebih kriteria sebagai berikut:
Suhu>38
0
C atau <36
0
C
Denyut nadi >90x/menit
Respirasi >20/menit atau PaCO
2
<32mmHg
Hitung leukosit >12.000/mm
3
atau >10%sel imatur

2.2.2. Derajat Sepsis
1. SIRS
SIRS ditandai dengan 2 gejala sebagai berikut
Hipertermi atau hipotermi
Takipneu
Takikardi
Leukositosis >12.000/mm
3
atau leukopeni <4.000/mm
3

10% > cell immature
2. Sepsis
Infeksi disertai SIRS







Tabel 2.1 Gejala dan tanda Sepsis


3. Sepsis Berat
Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguri bahkan anuri.

Tabel 2.2 Gejala dan tanda sepsis berat


4. Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90mmHg atau penurunan
tekanan sistolik >40 mmHg)
5. Syok Septik
Syok septic adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap meskipun telah mendapat
resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.
2.2.3 Penatalaksanaan
5,6

Prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis adalah stabilisasi pasien,
pembersihan darah dari mikroorganisme, dan pengobatan focus infeksi awal
(H., 2008)
a. Resusitasi
Stabilisasi pasien dapat dilakukan dengan resusitasi. Secara umum, tujuan dari
resusitasi adalah memperbaiki oksigenasi pada jaringan atau sel. Hal ini
dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama. Terapi yang diberikan
mencakup tindakan airway, breathing, dan circulation. Secara umum, ini
dicapai dengan pemberian oksigen dan terapi cairan seperti koloid dan
kristaloid, vassopressor/ inotropik, dan transfuse. Target terapi CVP 8-
12mmHg, MAP 65mmHg, produksi urin 0,5 cc/kg/jam, oksigen saturasi
vena kava superior 70% atau saturasi mixed vein 65%

b. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada keadaan sepsis dianjurkan menggunakan kombinasi
antibiotika yang rasional sesuai hasil kultur dan uji sensitivitas. Bila kultur
tidak dapat dilakukan, kita dapat memberika terapi empiris disertai dengan
pengobatan terapi dasar eoptimal mungkin. Antibiotika yang biasanya
digunakan secara empiris adalah cephalosporin generasi III atau IV dengan
atau tanpa -laktam, karena mempunyai efek terhadap bakteri gram (+) dan
bakteri gram (-).


Tabel 2.3 Terapi empiris sepsis











c. Imunonutrisi
Imunonutrisi adalah kumpulan beberapa nutrient spesifik seperti arginin,
glutamine, nukleotida, dan asam lemak omega 3, yang diberikan sendiri atau
kombinasi yang memiliki pengaruh terhadap parameter imunologik dan
inflamasi yang telah terbukti secara klinis dan laboratories. Pada penderita
sepsis dengan imunonutrisi terjadi penurunan komplikasi, jangka waktu
perawatan, dan kematian.
d. Pengobatan suplementasi
Strategi anti endo-eksotoksin dengan pemberian antibody monoclonal.
Pemberian infuse antibody monoclonal factor-7 dapat menghambat
terjadinya pembentukan thrombin dan konversi fibrinogen.
Pemberian AT III-heparin sulfat dapat mengikat dan mengurangi
aktivitas generasi thrombin sehingga dapat mengatasi DIC.
Kortikosteroid masih dalam perdebatan. Steroid diberikan bila
pemberian vasopressor tidak respon terhadap hemodinamik pada pasien
syok septic. Hidrokortison intravena dosis rendah (<300mg/hari) dapat
dipertimbangkan pada pasien syok septic dengan hipotensi yang tidak
respon terhadap resusitasi cairan dan vasopressor.Akan tetapi,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan setelah penderita mengalami
syok septic.
Strategi anti mediator
Netralisasi NO
Hemofiltrasi
Penggunaan Intravenus Inmunoglobulin (IVIG)
Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari
organisasi internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci
berdasarkan evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe
sepsis dan syok septik Penanganan berdasarkan SSC dapat dilihat di tabel
(Surviving Sepsis Campaign Guidelines Committee, 2013)
2.4. Penatalaksanaan Sepsis menurut SSC











2.4. Sterilisasi Pomeroy
8

Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat
bagian tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian
dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya
dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnyaterpisah
satu sama lain.






BAB III

STATUS ORANG SAKIT

I. ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny.L
Umur : 40 tahun
Alamat : Jl.Selam V No.22
No. RM : 92.80.63
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tgl Masuk : 4 Juni 2014
Pukul : 00:00
Paritas : P
6
A
0


II. ANAMNESIS PENYAKIT
Ny. L, 40 tahun, P6A0, Batak, Islam, SMA, Ibu Rumah Tangga, i/d Tn. A,
45 tahun, Batak, Islam, SMA, wiraswasta datang ke RS. Pirngadi Medan
dengan
Keluhan utama : Sesak nafas
Telaah : Hal ini dialami os sejak tanggal 4 Juni 2014 pukul
15.00 WIB. Riwayat batuk (-). Riwayat demam (+). OS sebelumnya
sudah menjalani operasi sesar 5 hari yang lalu atas indikasi janin letak
lintang. Menurut keterangan OS sudah dilakukan pemeriksaan Hb post
operasi. Pada OS juga telah dilakukan tindakan sterilisasi pomeroy 5 hari
yang lalu. Riwayat nyeri perut (-). Riwayat luka operasi basah (+). Di RS
luar.riwayat keluar darah dari kemaluan dengan volume yang banyak.
BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.
RPT : (-)
RPO : (-)
Riwayat OP (+) SC 5 hari yang lalu.

Riwayat Persalinan :
1. Lk, aterm, 4000 gram, PSP, RS, SpOG, 26 tahun, sehat.
2. Pr, aterm, 3600 gram, PSP, RS, SpOG, 25 tahun, sehat.
3. Pr, aterm, 3200 gram, PSP, RS, SpOG, 20 tahun, sehat.
4. Lk, aterm, 3200 gram, PSP, Klinik, Bidan, 16 tahun, sehat.
5. Pr, aterm, 3500 gram, PSP, Kliinik, Bidan, 14 tahun, sehat.
6. Lk, aterm, 3000 gram, SC, RS, SpOG, 14 hari, sehat.

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENS
Sens : Compos Mentis Anemis : ( + )
TD : 120/80 mmHg Ikterus : ( - )
HR : 100x/i Sianosis : ( - )
RR : 24x/i Dyspnoe : ( + )
Temp : 37,6
0
C Oedem : ( - )
Keadaan gizi : Buruk


B. STATUS LOKALISATA
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpepra inferior anemia(+/+), ikterik (-/-), RC
(+/+), pupil isokor kanan dan kiri .
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : Trakea medial, Pembesaran KGB (-).
Thorak : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri,kesan normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : Vesikuler (+/+)
Suara tambahan : (-/-)
Jantung : 100 x/i,reguler
Ektremitas : Dalam batas normal

C. STATUS OBSTETRIKUS
1. Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
2. Luka operasi: tampak luka basah
3. TFU : 1 jari dibawah pusat
4. P/V : (-), Lochia (+) rubra
5. BAK : (+) Normal
6. BAB : (+) Normal

D. PEMERIKSAAN DALAM
Tidak dilakukan pemeriksaan

E. INSPEKULO
Tidak dilakukan pemeriksaan







LABORATORIUM
Tanggal 4 April 2014 pukul 23.50 WIB
Leukosit : 14.000/mm
3

Hb : 3,1 gr %
Ht
:
10,2 %
Trombosit : 472.000 /mm
3

KGD ad : 125 mg/dl

USG TAS
KK terisi
UT AF, ukuran 13,6 x4,5 cm, I-line (+)
Adnexa ka/ki echo dbn
Cairan bebas (-)
Kesan: uterus masa involusi

DIAGNOSA SEMENTARA
Dyspnoe ec ? + Prev. SC 1x a/i letak lintang + Post Sterilisasi Pomeroy +
Anemia + NH5

RENCANA
Cek darah rutin, KGD, elektrolit, AGDA, Fungsi Ginjal
Foto thorax, EKG
Cross match dan penyediaan darah
Konsul kardio dan interna




TERAPI
Bed rest
O2 2-4 L/i
Pemasangan kateter urin
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam


IV. FOLLOW UP
Tanggal 4 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/i
Frekuensi nafas : 28 x/I
Temperatur : 37,6 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 1 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 80cc/jam warna kuning
jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Dyspnoe ec ? + Prev. SC luar 1x a/i Letak Lintang + Post
Sterilisasi Pomeroy + NH5 + Anemis
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam

Rencana Transfusi PRC 5 bag
(10x31)x45x3=931,5/175= 5 bag


Tanggal 5 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 104 x/i
Frekuensi nafas : 28 x/I
Temperatur : 37,0 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Lokalisata

Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 1 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 80cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Dyspnoe ec ? + Prev. SC luar 1x a/i Letak Lintang + Post
Sterilisasi Pomeroy +Anemia + NH6
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam

Rencana Transfusi PRC 5 bag
(10x31)x45x3=931,5/175= 5 bag

Laboratorium Hb/Ht/L/Tr/ : 3,1/10,2/14000/472000
KGD ad random : 125
Na/K/CL : 142/3,7/114
Ureum : 10






Tanggal 6 Juni 2014
Keluhan utama Lemas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/i
Frekuensi nafas : 20 x/I
Temperatur : 36,6 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 1 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 60cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Post SC luar 1x a/i Letak Lintang + Post Sterilisasi Pomeroy +
Anemia + NH7
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/8 jam
Rencana Transfusi PRC 2 bag lagi
Cek darah lengkap dan albumin



Tanggal 7 Juni 2014
Keluhan utama Lemas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/i
Frekuensi nafas : 22 x/I
Temperatur : 36,8 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 70cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Post SC luar 1x a/i Letak Lintang + Post Sterilisasi Pomeroy +
Anemia + NH8
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/12 jam

Rencana Substitusi albumin
Kompres luka dengan NaCl 0,9% + Betadine/4 jam


Tanggal 8 Juni 2014
Keluhan utama Lemas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/I
Frekuensi nafas : 24 x/I
Temperatur : 37,2 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 80cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Post SC luar 1x a/i Letak Lintang + Post Sterilisasi Pomeroy +
Anemia + NH9
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/12 jam

Rencana Substitusi albumin

Laboratorium Albumin : 1,8


Tanggal 9 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas, lemas
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/i
Frekuensi nafas : 24 x/I
Temperatur : 37,0 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 80cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Wound Dehiscence ec Post SS luar + Anemia + Hipoalbumin
+ NH10
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/12 jam
Vitamin C 2x1

Rencana Substitusi albumin

Tanggal 10 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas, demam
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/i
Frekuensi nafas : 28 x/I
Temperatur : 37,8 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 80cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Wound Dehiscence ec Post SS luar + Anemia + Hipoalbumin
+ NH11
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/12 jam
Vitamin C 2x1
PCT 3x500 mg

Rencana Cek albumin ulang
GV
Lab Albumin : 2,06
Tanggal 11 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas, demam
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/i
Frekuensi nafas : 28 x/I
Temperatur : 38,1 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 70cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Wound Dehiscence ec Post SS luar + Anemia + Hipoalbumin
+ NH12
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam
Metronidazole drips/12 jam
Vitamin C 2x1
PCT 3x500 mg
Alinamin F drips/12 jam
Fe 1x1
Rencana Cek TIBC, feritin, retikulosit count, morfologi darah tepi,
HST, D-dimer
Cek LFT, RFT
Rencana transfuse PRC
Pasien pindah rawat ICU
Lab Hb/Ht/L/Tr : 4,4/13,0/2500/131
TIBC: 150
SGOT/SGPT: 49/55
Retikulosit: 1,3
PT/APTT:12,4/24
INR: 0,98
D-dimer: 2800
Ur/Cr: 54/1,54
pH/pCO2/pO2/TCO2/HCO3/BE/SO2:
7,553/16,1/108/14,8/14,3/-8,2/98,6


Tanggal 12 Juni 2014
Keluhan utama Sesak nafas, demam
Status Presens Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 196 x/i
Frekuensi nafas : 36 x/I
Temperatur : 38,4 C
Anemis : (+)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Status
Lokalisata

Abdomen : Soepel, peristaltik (+) menurun
Luka Operasi : Tertutup verban, kesan basah
Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
Perdarahan pervaginam : (-)
Lochia : (+) rubra
BAK : (+) via kateter 60cc/jam warna kuning jernih.
BAB : (+) Normal
Flatus : (+)
Diagnosis Sepsis + Wound Dehiscence ec Post SS luar + Anemia +
Hipoalbumin + NH13
Terapi Bed rest
O2 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/I + Alinamin F 14 gtt/i
Inj. Ceftiaxone 2 gr/12 jam
Drips Ciprofloxasin 400 mg/12 jam iv
Vit C 2x1
PCT 3x500 mg
Novalgin 1 amp k-p jika temperature di atas 38,5 C
Rencana Perbaiki KU
Transfusi PRC 5 bag
Awasi Vital Sign




Tanggal 13 Juni 2014
Pasien Exit



BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien wanita datang dengan keluhan utama sesak nafas yang telah dialami
pasien sejak 1 hari ini. Riwayat demam dijumpai dan riwayat batuk tidak dijumpai.
Pasien sebelumnya telah menjalani operasi sectio cesarean di RS luar atas indikasi
letak lintang. Dari pemeriksaan fisik dijumpai pasien suhu tubuh pasien 37,6
0
C, nadi
takikardi, dan takipnoe. Pada pemeriksaan darah dijumpai leukosit meningkat. Pasien
ini didiagnosis dengan sepsis. Hal ini sesuai dengan teori di mana sepsis merupakan
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) ditambah tempat infeksi yang
diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).
Diagnosis sepsis ditegakkan bila terdapat infeksi disertai SIRS. SIRS sendiri adalah
keadaan yang memenuhi dua atau lebih kriteria sebagai berikut; suhu>38
0
C atau
<36
0
C, denyut nadi >90x/menit, frekuensi nafas >20/menit atau PaCO
2
<32mmHg,
hitung leukosit >12.000/mm
3
atau >10%sel imatur. Pada pasien ini dijumpai
takikardi, takipnoe, hiperleukositosis, dan hipertermi sehingga kriteria diagnosis
sepsis dapat terpenuhi.
Wound dehiscence adalah separasi atau terpisahnya lapisan dari luka operasi.
Dapat terjadi secara parsial, superfisial, atau seluruhnya. Pada pemeriksaan dijumpai
luka bekas operasi sectio cesarean basah dan terbuka sehingga diduga penyebab dari
sepsis pada pasien ini adalah karena infeksi pada luka operasi atauwound dehiscence.
woun dehiscence merupakan komplikasi dari penyembuhan suatu luka yang salah.
Biasanya wound dehiscence sering didahului oleh suatu infeksi luka operasi
berkelanjutan sehingga penyembuhan luka terganggu dan infeksi hanya merupakan
salah satu penyebab wound dehiscence selain faktor lokal, sistemik, dan teknik.
Proses penyembuhan terdiri dari proses inflamasi, proliferasi, dan
remodelling. Penyembuhan luka ini dipengaruhi oleh usia, hemostasis, keadaan gizi,
serta penyakit yang menyertai pasien. Pada pasien dijumpai adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Sesuai dengan teori maka keadaan ini akan mengganggu proses
penyembuhan luka karena protein berpengaruh terhadap pembentukan sel dan juga hb
juga berpengaruh pada oksigenasi jaringan dan proses neovaskularisasi.
Kontrasepsi mantap adalah kontrasepsi perrmanen yang digunakan untuk
mencegah kehamilan, terdiri dari tubektomi untuk wanita dan vasektomi untu pria.
Indikasi dilakukan kontap adalah untuk menghindari resiko kehamilan berikutnya,
multipara, dan juga kesehatan reproduksi. Pada pasien kemungkinan dilakukan
sterilisasi pomeroy dengan pertimbangan usia dan juga multipara.
Pengobatan pada sepsis berupa steroid dan juga kombinasi dari 2 antibiotik,
pada pasien diberikan kombinasi antibiotik yaitu ceftriaxone dan metronidazole.
Maka hal ini telah sesuai dengan teori.
Komplikasi pada sepsis adalah syok sepsis dengan gejala seperti hipotensi.
Pada pasien dijumpai hipotensi yang berujung pasien meninggal.


KESIMPULAN
Pasien didiagnosis dengan Sepsis ec. Wound dehiscence post SC Luar +
Anemia + Hipoalbumin, karena kriteria sepsis telah terpenuhi dan didapatkan
takipneu, takikardi, dan leukositosis..
Pengobatan pada sepsis adalah pemberian steroin dan kombinasi antibiotik
seperti ceftriaxone / cifofloxacin + metronidazole.













DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Setiap jam
dua orang ibu bersalin meninggal dunia. Terdapat dalam:
URL,;http://www.depkes.go.id/index.php?option=new&ask=vewarticle&sid=4
48. 18/06/2014.
2. Saifuddin AB. Pengantar. Dalam: Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi Pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2002.
3. Cunningham FG, Gilstrap LC, VanDorsten JP. Caesarean Delivery. In:
Operative Obstetrics. 2nd edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division,
New York. 2002: 257-73.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong. Luka. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC. Jakarta.
2005: 95-97.
5. Cunningham FG, Gilstrap LC, Van Dorsten JP. Anatomy incision and closure.
In: Operative Obstetrics. 2nd edition. McGraw-Hill Medical Publishing
Division, New York. 2002: 59-61.
6. Hermawan., G. A. SIRS, SEPSIS, & SYOK SEPTIK (imunologi, Diagnosis,
Penatalaksanaan). Surakarta: UNS Press. 2008.
7. Surviving Sepsis Campaign Guidelines Committee. (2013). Surviving Sepsis
Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and
Septic Shock: 2012. Critical Care Medicine , 41 (2), 580-637.
8. Winkjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga,.Cetakan Keempat.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 362-76 ; 606-
22.

Anda mungkin juga menyukai