A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam ruangan yang berdekatan atau antara satu tempat tidur dengan tempat
tidur lainnya (Darmadi, 2008). Semua pasien yang dirawat di Rumah Sakit setiap tahun, 50%
kesehatan di rumah. Hal ini membuat besarnya populasi yang berisiko terhadap infeksi yang
Menurut Smeltzer dan Bare dikutip Mulyani (2010), Phlebitis yang didefinisikan
sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini
dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah
penusukan atau sepanjang vena, pembengkakan, nyeri atau rasa lunak di sekitar daerah
trombophlebitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan
darah. Dan perjalanan penyakit ini bersifat jinak namun jika trombus terlepas kemudian
diangkut dalam aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah
seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventikular jantung secara mendadak dapat
menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan phlebitis sebagai salah satu permasalahan yang
penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan
pemasangan kateter intravena berdasarkan anatomi ekstremitas atas yaitu vena perifer yang
menjadi tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, vena sefalika. Secara anatomis,
vena sefalika terdiri dari ukuran lumen dindingnya besar, elastisitas lapisan venanya
terbentuk dari sel endothelium yang diperkuat oleh jaringan fibrus dan dibatasi oleh selapis
tunggal sel epitel gepeng. Secara anatomis, vena metacarpal terdiri dari ukuran lumen
dindingnya kecil, elasitisitas lapisan venanya lebih tipis, kurang kuat dan kurang elastik.
Kedua lokasi ini dapat memberikan kemudahan bagi perawat dalam pemasangan terapi
intravena. Tetapi sebaliknya apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena
akan menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena akan terinflamasi
yang dilakukan Widiyanto (2002), mengatakan bahwa angka kejadian phlebitis di Rumah
Sakit Cipto Mangkusumo Jakarta sebanyak 53,8%. Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
Baticola (2002), mengatakan bahwa angka kejadian phlebitis di RSUP Dr. Sardjito Jogjakarta
sebanyak 27,19 %, Sedangkan hasil penelitian Saryati (2002), mengatakan bahwa angka
Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang menyatakan rata-rata
kejadian phlebitis waktu ≥ 24 jam dan ≤ 72 jam setelah pemasangan terapi intravena. Dan
hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pemasangan infus terletak pada vena sefalika dan
tidak terjadi phlebitis sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus
terletak pada vena metacarpal dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%).
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (phlebitis) bagi pasien
menimbulkan dampak yang nyata yaitu ketidaknyamanan pasien, pergantian kateter baru,
menambah lama perawatan, dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Bagi mutu
pelayanan rumah sakit akan menyebabkan izin operasional sebuah rumah sakit dicabut
dikarenakan tingginya angka kejadian infeksi phlebitis, beban kerja atau tugas bertambah
Belajar dari masalah di atas, dapat dilihat bahwa dampak yang terjadi dari phlebitis
sangat merugikan bagi pasien dan mutu pelayanan rumah sakit. Phlebitis dapat dicegah
dengan menggunakan teknik aseptik yang ketat selama pemasangan kateter intravena, plester
kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena, mengencerkan obat-obatan
yang dapat mengiritasi vena, serta rotasi sisi intravena setiap 72-96 jam untuk membatasi
B. Pengertian
Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik dari iritasi kimia maupun
mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Plebitis
dikarakteristikan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi,
dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena, (La rocca, 1998).
harusnya masuk kedalam pembuluh darah (vena), rembes atau bocor dan akhirnya masuk
kejaringan sekitar. atau dalam istilah kemoterapi, obat mengalami infiltrasi ke jaringan
a) Penyebab Plebitis
1. Plebitis Kimia
asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat
dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900
kemandirian lansia.
4) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi
2. Plebitis Mekanis
kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.
3. Plebitis Bakterial
b) Penyebab ekstravasasi
nekrosis.
Beresiko menyebabkan ulserasi (luka) tapi jika obat atau cairan masuk
mati).
D. Faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya Ekstravasasi (infiltrasi)
1. Faktor pasien:
Pengerasan vena (sclerosis), bukan venanya menjadi lebih kuat dan keras, tapi
Vena yang begerak (mobile) biasanya pada orang tua, saat ditusuk vena lari,
Gagalnya sirkulasi, area infus pada sisi yang mengalami mastektomi (operasi
menyebabkan kebocoran
Obesitas
darah perifer.
Injeksi bolus
4. Faktor peralatan
PH (tingkat keasaman)
Osmolaritas
Karakteristik pelarut
b. Pembengkakan.
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Kemerahan
d. Rasa terbakar
f. Baal
g. Perih /tersengat
1. Pencegahan Plebitis
infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura
infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang
potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira
lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun,
dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan
bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada
penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap
24 jam.
2. Penanganan Ekstravasasi
c. Biarkan kanul, dan pasang spuit 10 cc, dan lakukan aspirasi untuk menarik
cairan sebanyak mungkin. Hindari penekanan langsung pada area yang diduga
mengalami ekstravasasi.
perkembangan kondisi
e. Lapas kanula/jarum
Jika obat atau cairan tergolong non-vesikan berikan kompres dingin dan
NaCl 3%, karena dapat menarik cairan. Seseorang yang berendam di air laut
jika obat jenis vesikan membutuhkan penanganan yang berbeda, ada dua jenis
Netralisasi
dimasukan/ diperlukan
memiliki interaksi yang unik dengan pasien dan memerankan bagian yang besar
dalam pemberian terapi. Dengan belajar mengenal hal tersebut dan akrab dengan
RUANG AMARILIS 1
DISUSUN OLEH :
ERLINAWATI KUSUMADEWI