Anda di halaman 1dari 7

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA –

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
Jalan Dipatiukur No. 112-116, Telp +62 22 2504119 Kota Bandung 40132, Jawa Barat.

Nama : Niwang Nafisah A

Nomor Induk Mahasiswa : 10615024

Kelas : PWK-1

Prodi : Perencanaan Wilayah dan Kota

PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DI JEPANG

Jepang adalah Negara kepulauan yang terdiri dari 6.852 pulau dan secara administratif terdiri
atas 47 perfektur. Populasi penduduk Jepang saat ini telah mencapai lebih dari 126 juta jiwa.
Dari jumlah tersebut, 98 juta diantaranya (78%) tinggal di wilayah kota dan sisanya tinggal di
pedesaan. Pembangunan di Jepang masih menitik beratkan pada perencanaan dan
pengendalian fisik. Perencanaan pembangunan di Jepang pada umumnya diorientasikan pada
pengendalian fisik di kawasan urban. Pengembangan daerah pedesaan berada dalam cakupan
perencanaan statuter (statutory planning) dan dipengaruhi oleh berbagai hukum dan kebijakan
menyangkut proteksi terhadap agrikultur. Program pembangunan fisik Jepang ini dilakukan
dengan tahapan-tahapan terpadu dengan tujuan akhirnya penghapusan kesenjangan sosial
ekonomi (rectification of disparities) demi tercapainya keseimbangan pembangunan
(balanced development of national land).

Keberhasilan-keberhasilan pembangunan ekonomi di Jepang sangat dipengaruhi oleh andil


masyarakatnya. Dalam perencanaan pembangunannya, Jepang terkenal dengan zenso
(otonomi daerah) dan machizukuri-nya (community participation). Perencanaan
pembangunan nasional Jepang terangkum dalam Integrated National Physical Development
Plan/INPD plan. Perencanaan tersebut mencakup perencanaan di tingkat nasional, regional,
dan lokal. Sistem perencanaan pembangunan di Jepang adalah sistem yang kompleks yang
diantaranya mencakup pengendalian legal dan legislatif, rencana pembuatan (plan-making),
rencana pemanfaatan lahan (land use planning), zonasi (zonning), pengendalian kepadatan
penduduk,dll.
B.PERENCANAAN ANGGARAN

Pemerintah Jepang menggunakan 3 jenis anggaran dalam mengelola keuangan Negara yaitu
General Account Budget, Special Account Budget dan Government-affiliated Agencies
Budget. General Budget Account mencatat penerimaan dan pengeluaran pemerintah secara
umum. Sisi pengeluaran dalam general account budget dikategorikan berdasarkan bidang
atau kegiatan pokok yang dilakukan pemerintah misalnya bidang pekerjaan umum, social,
pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertahanan nasional, dan lain¬lain. Sementara itu,
penerimaan pajak dan hasil penjualan obligasi pemerintah merupakan bagian dari sisi
penerimaan dalam General Account. Secara umum, general account memperlihatkan
ringkasan dari keseluruhan kebijakan fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun
berjalan.

Selain General Account,pemerintah Jepang juga mempunyai suatu pos anggaran yang disebut
Special Account Budget (SAB). SAB digunakan untuk mengelola keuangan berbagai
kegiatan khusus dan akun ini dipisah dari Geeral Account. Saat ini setidaknya terdapat 3
macam SAB, yaitu (1) specil account untuk mengelola proyek khusus, (2) untuk fund
management, dan (3) untuk kegiatan lainnya. Jumlah special account ini disesuaikan
kebutuhan tiap tahunnya. Namun, pemerintah Jepang tengah berupaya mengurangi jumlah
special account tersebut secara bertahap karena mendapat kritikan dari masyarakat yang
menganggap SAB tidak efisien dan kurang transparan.

Jenis akun lainnya adalah akun untuk mencatat kegiatan-kegiatan dari government-affiliated
agencies. Agensi-agensi tersebut dibuat pemerintah berdasarkan undang-undang khusus dan
dipisah dari manajemen pemerintahan, tetapi kepemilikannya sepenuhnya berada di tangan
pemerintah.

Proses pengajuan anggaran pemerintah Jepang diawali dengan pembuatan kerangka dasar
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan manajemen kebijakan fiskal. Kerangka dasar ini
dibuat setelah mendapat masukan dari Fiscal System Council (FSC) dan Council on
Economics and Fiscal Policy (CEFP).

Tahap berikutnya adalah proses penyusunan anggaran yang meliputi beberapa tahap,antara
lain pembuatan proposal, pengajuan dan penjelasan anggaran oleh masing-masing
kementerian. Setelah itu dilakukan negosiasi kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Dari proses itu dihasilkanlah draft pertama. Draft pertama itu kemudian dipresentasikan oleh
departemen keuangan di sidang kabinet dan dilanjutkan dengan negosiasi tingkat menteri.
Tahap tersebut menghasilkan keputusan kabinet tentang draft anggaran.

Draft anggaran kabinet kemudian diajukan ke parlemen. Proses negosiasi dengan parlemen
biasanya relatif cepat karena pada tahap penyusunan anggaran, pemerintah telah melibatkan
berbagai kalangan, termasuk politisi. Oleh karena itu, draft anggaran yang disampaikan ke
parlemen sudah mengakomodir keinginan dan pendapat dari partai-partai politik.

Fiscal Invesment and Loan Program (FILP)

FILP adalah sistem yang dibentuk untuk melaksanakan kebijakan fiskal pemerintah Jepang
dengan memanfaatkan sumber dana komersial yang dihimpun dari masyarakat. FILP
memberikan pinjaman atau investai pada FILP-agency, yaitu government-affiliated agencies,
government financial institution, korporasi publik dan pemerintah daerah. Sebelum tahun
2001, sumber pembiayaan FILP bersumber dari tabungan pos, dana pension, dan surplus dari
special account dan agensi pemerintah. Sejak 1 April 2001,sumber pembiayaan FILP
berubah, yakni meliputi (1) dana yang dihimpun pemerintah dari penerbitan obligasi FILP,
(2) dividen dari Electric Power Development Company Limited, Japan Tobacco Inc., Nippon
Telegraph and Telephone Corp., dan surplus dari Japan Bank for International Cooperation,
serta (3) dari obligasi yang diterbitkan FILP agency dengan jaminan dari pemerintah. Dana
tersebut digunakan untuk membiayai proyek yang sifatnya jangka panjang dan umumnya
sulit dilakukan atau tidak menarik bagi swasta, seperti infrastruktur social, pelayanan
kesehatan, pembangunan daerah, dsb.

C.PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOMPREHENSIF

Rencana Pembangunan Nasional Komprehensif (RPNK) Jepang didasarkan pada


Comprehensive National Land Development Act tahun 1950. RPNK tersebut ditetapkan oleh
perdana menteri dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan menteri terkait.

Rencana Pertama telah disetujui pada tahun 1962. Pertumbuhan yang tinggi dari kegiatan
industri setelah Perang Dunia II menyebabkan konsentrasi penduduk dan industri yang
berlebihan di daerah-daerah metropolitan dan menyebabkan penurunan sosial ekonomi di
pedesaan. Pada tahap perencanaan tersebut pemerintah mengadopsi konsep Growth Pole atau
kutub pertumbuhan untuk mendorong perkembangan kota-kota industri jauh dari kota
metropolis yang telah ada. Di tingkat prefektur rencana pembangunan mencakup isu-isu
seperti target pembangunan industri, penduduk, penggunaan lahan, jalan, pelabuhan, lokasi
pabrik, dan perumahan. Pada periode ini, pembangunan juga ditekankan pada pengembangan
ekonomi dan struktur kepegawaian untuk mencapai perumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Rencana Kedua diumumkan pada tahun 1969 dan diranncang untuk melanjutkan Rencana
Pertama dengan membangun jaringan transportasi bermotor dan sistem Shinkansen (kereta
cepat) di seluruh wilayah Jepang serta melanjutkan proyek pengembangan industri, termasuk
upaya relokasi industri dari daerah padat (removal areas) ke daerah yang kurang berkembang
atau disebut “promotion areas”.

Rencana Ketiga diluncurkan tahun 1979 dengan menetapkan suatu skema penciptaan kualitas
lingkungan huni yang mandiri. Skema tersebut dilaksanakan dalam bentuk proyek-proyek
pembangunan yang komprehensif untuk tempat tinggal manusia atau “comprehensive
development projects for human habitation”. Strategi pada periode ini merupakan strategi
pendukung bagi rencana pembangunan dan pengembangan industri pada periode sebelumnya.

Rencana Keempat dijalankan dari tahun 1989 hingga tahun 2000 (15 tahun). Rencana tahap
keempat sangat berbeda dari periode-periode sebelumnya karena lebih mengedepankan pada
National Capital Region (NCR) dan peran positifnya dalam pengembangan Jepang secara
keseluruhan. Pertumbuhan penduduk, industri yang kuat ditambah adanya globalisasi
ekonomi dan informasi, serta investasi besar dalam infrastruktur sosial menandai periode
hingga tahun 1989. Sedangkan mulai periode ini, Jepang dibagi dalam 2 daerah NCR,yakni
Area Tokyo Metropolitan dan “Daerah Luar” atau “Outer Areas”. Strategi ini bermaksud agar
pengembangan NCR berfungsi sebagai pusat nasional dan internasional, kegiatan politik,
ekonomi dan budaya.

Rencana Kelima diumumkan pada bulan Maret 1998 dan mulai dilaksanakan awal tahun
2001 hingga sekarang yang diwujudkan dalam sebuah “Grand Design For the 21st Century”
dengan menekankan pada keseimbangan pembangunan untuk mencapai kemandirian daerah
dan penciptaan Tanah Nasional Indah (Promotion of Regional Independence and Creation of
Beautiful National Land).

Perencanaan Regional

Jepang secara umum dibagi menjadi 8 region. Ada tiga daerah metropolitan terbesar –
Ibukota Nasional (Tokyo), Kinki (Osaka-Kobe-Kyoto), dan Chubu (Nagoya) Kawasan.
Selain itu, ada Kawasan Hokkaido, Shikoku, Kyushu, Tohoku dan Chugoku. Rencana NCR
dan Daerah Kinki berisi kebijakan strategis dan proyek yang penting, khususnya kontrol
lokasi industri di wilayah pusat pembangunan, pengembangan situs industri di daerah
pinggiran kota, rencana kota baru dalam skala besar, dan pembangunan jaringan jalan motor
metropolitan.

Kebanyakan pelaksanaan pembangunan daerah diberlakukan pada tahun 1960 dengan


ketentuan area khusus untuk industri dan infrastruktur di seluruh negeri. Industrial Relocation
Promotion Act of 1972, misalnya, menentukan daerah mana industri yang harus direlokasi
dan memberikan bantuan keuangan khusus dan insentif pajak.

Perencanaan Pembangunan Kota

UU Perencanaan Kota tahun 1968 menjadi dasar untuk perencanaan kota di Jepang. Fitur
utama dari Undang-undang ini mencakup

– Effective land-use control


– Functional city planning areas
– Delegation of power to local governments
Wewenang untuk perencanaan efek kota awalnya merupakan hak Menteri Konstruksi (di
bawah Undang-Undang 1919). Namun kemudian diserahkan kepada Gubernur Prefektur di
bawah Undang-Undang tahun 1968. Rencana kota yang melibatkan lebih dari satu kota
dibuat oleh Gubernur, sedangkan rencana lain dibuat oleh pemerintah kabupaten.

Perencanaan Kota diputuskan terutama oleh otoritas lokal kota, kota dan desa, dan oleh
Gubernur Prefektur untuk rencana yang membutuhkan perencanaan terpadu secara prefektur.
Pengecualian untuk kasus yang melibatkan lebih dari dua prefektur, maka rencana kota harus
diputuskan oleh Menteri Konstruksi.

Sebuah draft rencana asli disusun dan dijelaskan kepada publik. Draft Rencana ini kemudian
dibuka untuk opini publik kota yang bersangkutan. Hal ini menghasilkan Usulan Rencana
Kota. Sebuah pemberitahuan publik dikeluarkan, dan pengajuan pendapat tertulis dari
masyarakat dibuka selama dua minggu. Dewan Perencanaan Daerah ini dibentuk untuk
implementasi. Persetujuan dari Menteri Konstruksi diperoleh dalam koordinasi dengan
Kementerian terkait. Rencana Kota Final kemudian diimplementasikan.

Proses perencanaan tersebut menjadi bagian dari demokrasi di Jepang. Pelibatan masyarakat
(dalam bahsa Jepang hal ini disebut machizukuri yang bisa diterjemahkan sebagai community
participation) dalam perencanaan pembangunan telah meningkatkan kepuasan masyarakat
terhadap hasil pembangunan, menghindarkan konflik, dan memperkuat efek positif
pembanguanan, meskipun harus diakui bahwa teknik bottom-up membutuhkan waktu yang
lebih lama daripada teknik top-down.

Perencanaan pembangunan di Jepang, meskipun masih berada dalam kontrol pemerintah


pusat, namun pemerintah daerah juga diberi keleluasaan untuk mengembangkan daerahnya.
Hal ini diwujudkan dalam skema desentralisasi yang disebut Zenkoku Sogo Kaihatsu
Kaikaku atau lebih dikenal dengan zenso. Zenso merupakan perwujudan dari otonomi daerah
di Jepang. Sasaran utama program Zenso berupa upaya pembangunan merata lewat
pemberdayaan dan pengembangan potensi daerah masing-masing untuk pembangunan
ekonomi daerah yang semuanya terjalin dalam satu konsep wide-area life zones.

Zenso diwujudkan dalam 4 (empat) tahapan program pembangunan,yaitu:


•Zenso I (1962-1967) menekankan pada konsep pembangunan fisik pada penyebaran
industri-industri yang semula banyak berlokasi di kota-kota metropolitan disebar menuju ke
kota-kota besar, serta konsep promosi kota-kota sentral. Konsep pertama diarahkan pada
upaya penciptaan Kota-kota Industri Baru (seperti Niigata, Central Hokkaido, Matsumoto
Suwa) dan Lokasi Pembangunan Industri Khusus (seperti Kashima, Harima).
•Zenso II (1969-1975), pembangunan difokuskan pada pengembangan new nationwide
networks seperti telekomunikasi, transportasi udara, kereta ekspres (shinkansen), highways,
pelabuhan laut dan sebagainya, serta pembangunan industri-industri berskala besar,
khususnya di kota-kota industri.
•Zenso III (1977-1985) yang semula menekankan pada industri dan pertumbuhan ekonomi
tinggi menjadi bergeser kepada pentingnya memperhatikan dan memperjuangkan kualitas
hidup masyarakat. Yang tak kalah penting juga adalah penyebaran kegiatan-kegiatan industri
(industrial dispersion) ke tingkat-tingkat daerah guna menekan konsentrasi kegiatan industri
pada kota-kota besar tertentu saja, seperti Osaka dan Nagoya.
•Zenso IV (1987-2000) mengupayakan pembentukan multi-polar nation yang tersebar,
mengingat eskalasi masalah-masalah sosial terutama di kota Tokyo cukup besar. Selain itu
penyebaran jaringan informasi canggih dan pembangunan infrastruktur di luar Tokyo terus
dilakukan guna menghindari konsentrasi pembangunan di satu kawasan saja.
D.KESIMPULAN

Jepang memiliki perencanaan pembangunan yang sangat matang dan detail. Rencana
pembangunan tidak selalu ditetapkan untuk jangka waktu yang sama, tetapi lebih
menekankan pada kebutuhan. Rencana pembangunan juga dijabarkan dalam rencana lingkup
nasional, regional,dan lokal. Dalam perencanaan pembangunan tersebut, masyarakat
berpartisipasi aktif, sehingga tercipta keadaan “dari Jepang,oleh Jepang,untuk Jepang”.

Sumber :

http://id.wikipedia.org diakses pada 20 Mei 2018

http://www.antaranews.com/berita/1281882466/zenso-otonomi-daerah-jepang-sebagai-
referensi diakses pada 20 Mei 2018

http://www.mlit.go.jp/kokudokeikaku/zs5-e/index.html diakses pada 20 Mei 2018

http://www.gdrc.org/uem/observatory/jp-overview.html diakses pada 20 Mei 2018

https://greyrani.wordpress.com/2011/01/26/perencanaan-pembangunan-di-jepang/diakses
pada 20 Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai