Anda di halaman 1dari 5

Policy Brief

Manajemen Biaya Melalui Skema Pembiayaan Non-Anggaran


Pemerintah Mengatasi Kendala Pendanaan Proyek Jalan Tol
Trans Sumatera
Oleh : Herliana Vivi A.P.Lumbanraja (12)

Ringkasan Eksektutif
Pembangunan infrastruktur dinilai akan
mendorong pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian. Hal ini dicerminkan dengan
berbagai proyek infrastruktur yang dijadikan
sebagai proyek strategis nasional. Proyek Jalan
Tol Trans Sumatera menjadi salah satu
contohnya. Proyek jalan tol sepanjang 304 km
ini akan menghubungkan Pulau Sumatera dari
Aceh hingga Bakauheni. Dengan adanya
proyek ini, diharapkan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di daerah Sumatera
serta mempermudah mobilitas masyarakat.
Proyek Jalan Tol Trans Sumatera dimulai sejak tahun 2015 dan diharapkan selesai serta beroperasi di
tahun 2024. Pada tahun 2020, beberapa proyek ruas jalan tol Trans Sumatera telah selesai dan sudah
beroperasi, namun di sisi lain beberapa proyek masih tertunda akibat adanya kendala pendanaan.
Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan berbagai negara di dunia juga memberi dampak kepada
perkembangan proyek ini, khususnya terkait dengan alokasi anggaran yang digunakan untuk mendanai
proyek ini. Meskipun demikian Pemerintah tetap berkomitmen untuk tetap melanjutkan proyek ini hingga
selesai karena menilai bahwa infrastruktur menjadi faktor penting untuk menjadikan Indonesia menjadi
negara maju.

Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur saat ini menjadi perhatian khususnya di masa pemerintahan Presiden
Jokowi. Hal ini semakin terlihat dengan menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas
pembangunan nasional sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024. Meskipun pembangunan infrastruktur memiliki proses yang lama namun sebanding dengan
dampak panjang yang akan diterima nantinya. Ada berbagai proyek pembangunan infrastruktur yang
ditetapkan menjadi proyek strategis nasional. Contohnya seperti pembangunanan jalan, bandara,
jembatan, pelabuhan, pembangkit listrik, pengelola limbah dan sampah, kawasan industri dan infrastruktur
lainnya. Proyek-proyek ini diharapkan memberi dampak positif bagi perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi karena akan memberi akses bagi masyarakat khususnya di bidang transportasi dan komunikasi
sehingga mobilitas masyarakat menjadi lebih mudah dan cepat. Mengingat negara Indonesia adalah
negara kepulauan, pembangunan infrastruktur menjadi harapan untuk menghubungkan antar wilayah
sehingga setiap daerah di Indonesia dapat terjangkau.
Proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera merupakan salah satu dari pembangunan
infrastruktur yang ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Proyek pembagunan Jalan Tol Trans
Sumatera yang sepanjang 304 km ini akan menghubungkan Pulau Sumatera dari Aceh hingga Bakauheni.
Pembangunan ini diharapkan akan meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah Sumatera sehingga
tidak tertinggal bila dibandingkan di daerah Jawa. Tahapan pengerjaannya terbagi menjadi empat ruas
awal yaitu : (1) Medan-Binjai, (2) Palembang-Indralaya, (3) Pekanbaru-Dumai, (4) Bakauheni-Terbanggi
Besar; dan selanjutnya empat ruas
tambahan yakni : (5) Terbanggi
Besar- Pematang Panggang, (6)
Pematang Panggang-Kayu Agung,
(7) Palembang – Tanjung Api-Api
dan (8) Kisaran–Tebing Tinggi.
Proyek jalan tol ini dilakukan
dengan skema pendanaan oleh
BUMN yakni PT. Hutama Karya
dengan nilai investasi mencapai
sekitar 206,4 triliun. Proyek ini mulai
konstruksi pada tahun 2015 dan direncanakan mulai beroperasi di tahun 2024. Pada tahun 2020, proyek
pembangunan jalan tol Trans Sumatera menunjukkan perkembangan. Beberapa ruas jalan tol telah selesai
proses konstruksinya dan mulai beroperasi seperti ruas Palembang-Indralaya, ruas Bakauheni-Terbanggi
Besar, ruas Terbanggi Besar- Pematang Panggang, dan ruas Pematang Panggang-Kayu Agung.
Beberapa ruas lainnya ada yang masih dalam tahap kosntruksi dan juga penyiapan. Namun tenyata dalam
proses pembangunan jalan tol ini, kurangnya pendanaan menjadi kendala utama ditambah dengan kondisi
pandemi Covid-19. Tak bisa diingkari bahwa pandemi ini mempengaruhi proses pengerjaan proyek
pembangunan jalan tol Trans Sumatera. (Prioritas, n.d.-a)
Seperti yang kita ketahui bahwa pandemi Covid-19 tak hanya menguncang dunia kesehatan
melainkan ikut menguncang perekonomian yang tak hanya di Indonesia melainkan banyak negara di
dunia. Alokasi anggaran negara menjadi difokuskan untuk penanganan Covid-19 di bidang kesehatan dan
pemberian bantuan bagi masyarakat yang terdampak secara finansial. Selain itu kini juga pemerintah mulai
mengalokasikan anggaran untuk berbagai program pemulihan ekonomi nasional seperti bantuan bagi
pelaku UMKM. Melihat hal itu, banyak yang beranggapan bagaimana dengan nasib berbagai proyek
infrastruktur yang saat ini sedang dalam tahap konstruksi. Di awal pemerintah menetapkan untuk
dilakukannya PSBB maka proses konstruksi juga menjadi terhenti. Selain itu beberapa pihak beranggapan
untuk menunda pelaksanaan pembangunan proyek sehingga alokasi anggaran untuk itu dapat dialihkan
kepada penanganan Covid-19. Namun di sisi lain, Presiden Jokowi menegaskan bahwa proyek
pembangunan infrastruktur termasuk proyek jalan tol Trans Sumatera tetap berjalan di tengah Pandemi
Covid-19. Pada rapat terbatas di istana negara yang membahas terkait proyek pembangunan infrastruktur,
Presiden Jokowi meminta para menteri mencari solusi/cara untuk membiayai proyek tol Trans Sumatera
agar tak membebani anggaran negara di tengah pandemi Covid-19.(Ihsanuddin, 2020)

Deskripsi Masalah
Di Indonesia, pembangunan dan penyediaan infrastruktur terkesan berjalan lambat dan hal ini
disebabkan karena adanya kendala di berbagai tahapan proyek, mulai dari tahap penyiapan hingga
implementasi. Lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan yang berdampak pada sulitnya
pengambilan keputusan menjadi kendala yang paling sering terjadi. Kurang matangnya perencanaan
proyek dan keterbatan alokasi pendanaan juga menjadi kendala yang sering terjadi sehingga berdampak
pada keterlambatan bahkan penundaan pelaksanaan proyek. Proyek juga sering terkendala akibat
masalah pengadaan lahan. Kemudian dilihat dari sisi pendanaan, kendala yang sering terjadi yaitu
ketidaksesuaian atau ketidaksepakatan antara pemerintah dengan badan usaha terkait pembagian risiko
sehingga kurangnya dukungan fiskal yang berdampak pada kurangnya pendanaan. Keterbatasan jaminan
Pemerintah yang dapat diberikan pada proyek infrastruktur juga menjadi kendala yang sering terjadi karena
hal ini akan menurunkan minat investasi di Indonesia. Berbagai kendala tersebut juga terjadi pada salah
satu proyek strategis nasional yaitu proyek jalan tol Trans Sumatera. (Prioritas, n.d.-b)
Kurangnya pendanaan menjadi masalah utama dalam proyek ini. Seperti yang kita ketahui bahwa
proyek jalan tol yang akan menghubungkan Sumatera dari Aceh hingga Bakauheni sudah dimulai sejak
tahun 2015 dan direncanakan selesai di tahun 2024. Proyek ini merupakan jenis proyek jangka panjang
dan berskala besar dan membutuhkan pendanaan yang besar juga, namun ternyata terjadi kurangnya
pendanaan sehingga proyek menjadi terkendala penyelesaiannya. Khususnya di tengah kondisi pandemi
Covid-19, mencari alternatif pembiayaan menjadi sangat sulit. Dikutip dari Kompas, Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengakui bahwa kendala utama proyek ini
adalah pendanaan. Menurut penjelasan beliau, jalan tol Trans-Sumatera akan membentang sejauh 2.878
kilometer. Jarak itu terdiri dari tol utama yang membentang dari Bakauheni, Lampung, hingga ke Banda
Aceh sepanjang 1970 kilometer dan hingga saat ini pembangunannya sudah selesai sepanjang 393
kilometer. Kemudian beliau menambahkan bahwa ruas jalan tol utama tersebut dibutuhkan anggaran
hingga Rp 500 triliun. Sementara saat ini anggaran yang sudah siap baru Rp 113 Triliun, terdiri dari
komitmen perbankan Rp 72,2 triliun, dukungan pemerintah Rp 21,6 triliun, dan PMN kepada Hutama Karya
sebesar Rp 19,6 triliun sehingga masih dibutuhkan anggaran Rp 387 triliun. Selain ruas tol utama, terdapat
juga ruas tol tambahan yang terdiri dari ruas tol Bengkulu-Palembang, Padang-Pekanbaru, dan Sibolga-
Medan. Untuk ruas tol tambahan dibutuhkan dana Rp 266 triliun, namun saat ini dana yang sudah siap
digunakan dari perbankan Rp 42,2 triliun, dukungan pemerintah Rp 16,1 triliun, dan PMN Rp 17,1 triliun,
sehingga masih terjadi kekurangan dana sebesar Rp 191 triliun. (Nur & Krisiandi, 2020)
Kondisi kekurangan pendanaan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera ditanggapi oleh Presiden
Jokowi dengan meminta para menterinya untuk mencari berbagai alternatif pembiayaan yang tidak
membebani negara sehingga proyek ini tetap berjalan. Menurut beliau, meskipun kondisi perekonomian
sulit akibat pandemic Covid-19, namun proyek infrastruktur harus tetap berjalan. Beliau menyatakan bahwa
keberadaan jalan tol Trans Sumatera justru sangat membantu dalam hal menyuplai kebutuhan masyarakat
dan khususnya alat-alat kesehatan dalam hal penanganan pandemi, sehingga proyek ini harus tetap
dijalankan. Hingga kini jalan keluar dari masalah pendanaan ini juga tengah dicari oleh beberapa menteri
yang ditugaskan yakni Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Erick Thohir. Salah satu pilihan yang mungkin yakni menerbitkan obligasi jangka
panjang dengan jaminan pemerintah, namun hal ini masih dipertimbangkan.
Kurangnya pendanaan di tengah-tengah pelaksanaan proyek mencerminkan tidak optimalnya
manajemen biaya dalam implementasi manajemen proyek di sektor publik. Biaya memang salah satu
konstrain dalam manajemen proyek, namun aspek ini masih bisa dilakukan beberapa tindakan sehingga
sebuah proyek bisa berjalan dengan lancar dan selesai tepat waktu. Oleh karena itu dalam manajemen
biaya proyek terdapat langkah-langkah yakni mulai dari plan cost, estimate cost, determine cost, dan
control cost. Yang pertama adalah plan cost, yaitu memperhitungan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan
dan peralatan untuk mendapatkan harga satuan atau satu jenis pekerjaan tertentu. Dengan plan cost
maka bisa didapatkan analisis harga satuan pekerjaan. Kemudian selanjutnya ada cost estimating yaitu
membuat sebuah estimasi dari biaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
proyek. Yang ketiga adalah cost budgeting yaitu mengalokasikan semua estimasi biaya tersebut pada tiap
paket kerja untuk membuat sebuah baseline, agar dapat diukur kinerjanya. Yang terakhir adalah cost
control yakni mengendalikan perubahan dana proyek.
Proyek jalan tol Trans Sumatera sejak awal pasti memiliki rincian anggaran biaya beserta dengan
timeline pekerjaan yang sudah terstruktur sehingga proyek ini juga mendapat persetujuan pemerintah.
Namun kendala kekurangan dana di tengah pelaksanaan proyek menujukkan bahwa belum optimalnya
cost estimating dan kurangnya cost control dalam proyek ini. Proyek jalan tol Trans Sumatera merupakan
proyek besar yang terdiri dari paket-paket pekerjaan di beberapa ruas jalan, sehingga kemungkinan
terjadinya perubahan dana pasti rentan terjadi, namun hal ini tidak diantisipasi oleh pemerintah sehingga
saat ini mengalami kesulitan pendanaan. Selain itu ketika proses cost estimating dalam proyek ini memang
bagus, maka kemungkinan kekurangan dana akan bisa diminimalkan.
Solusi terkait kurangnya pendanaan untuk proyek jalan tol Trans Sumatera memang tidak mudah
dan membutuhkan banyak pertimbangan karena dana yang dibutuhkan sangat besar. Di sisi lain, keadaan
perekonomian Indonesia juga sedang terguncang akibat pandemi Covid-19, sehingga Presiden Jokowi
juga meminta agar alternatif pendanaan yang digunakan tidak membebani APBN. Oleh karena itu salah
satu rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan yaitu dengan skema pembiayaan non-anggaran
pemerintah. Dalam sebuah jurnal yang berjudul ANALISIS PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN
PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA oleh Nanda
Cahyani Putri diperlihatkan berbagai skema pembiayaan non-anggaran pemerintah. Di bawah ini tabel
skema pembiayaan non-anggaran berdasarkan besaran investasi dan jangka waktu pelaksanaan.(Putri &
Putri, 2020)
No Mekanisme Jenis Pembiayaan Besaran Investasi Jangka Waktu
Rendah Sedang Tinggi Pelaksanaan
1 Betterment Levies Jangka Pendek
2 Development Impact Jangka Pendek
Pendapatan
Fees
3 Land Readjustment Jangka Pendek
4 Jangka Menengah,
Pinjaman Daerah
Jangka Panjang
5 Jangka Menengah,
Obligasi
Hutang Jangka Panjang
6 Development Exactions Jangka Panjang
7 Excess Condemnation Jangka Panjang
8 Linkage Jangka Panjang
9 Jangka Pendek,
Manajemen Aset
Jangka Menengah,
10 Kekayaan Join Venture Jangka Panjang
11 KPBU Jangka Panjang
12 PINA Jangka Panjang
13 CSR Jangka Pendek
Lainnya
14 Filantropi Jangka Pendek
Table 1. Skema Pembiayaan Non-Anggaran Pemerintah berdasarkan besaran Investasi dan Jangka; bersumber dari jurnal
ANALISIS PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI
INDONESIA oleh Nanda Cahyani Putri

Kemudian terhadap berbagai skema tersebut dilakukan penilaian berdasarkan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan seperti :
A. Ketersediaan regulasi
B. Historis Pelaksanaan
C. Risiko Pelaksanaan
D. Keberlanjutan Manfaat
E. Manfaat Sosial Ekonomi
F. Manfaat Finansial
G. Daya Ungkit terhadap Pembangunan
Metode penilaian yang dilakukan dengan skoring, yakni memberi poin 1 = rendah, poin 2 = sedang
dan poin 3 = tinggi. Sehingga hasil penilaian yang ditemukan yaitu :

Kriteria Total
No Mekanisme Jenis Pembiayaan
A B C D E F G Skor
1 Betterment Levies 1 1 2 3 3 3 3 16
2 Development Impact 1 2 1 2 3 2 2 18
Pendapatan
Fees
3 Land Readjustment 3 3 2 3 3 2 3 19
4 Pinjaman Daerah 3 3 1 3 3 3 3 19
5 Obligasi 3 3 1 3 3 3 3 19
6 Development 3 1 1 2 2 2 2 13
Hutang
Exactions
7 Excess Condemnation 1 1 1 3 2 2 2 12
8 Linkage 3 1 2 3 2 2 2 16
9 Manajemen Aset 3 3 1 2 2 3 2 16
10 Join Venture 3 2 1 3 2 3 3 16
Kekayaan
11 KPBU 3 3 1 3 3 3 3 19
12 PINA 3 2 1 3 3 3 3 18
13 CSR 3 3 3 2 2 1 2 16
Lainnya
14 Filantropi 1 2 3 2 2 1 2 13
Table 2. Hasil Skoring Pembiayaan Infrastruktur Non-Anggaran Pemerintah; bersumber dari jurnal ANALISIS
PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
oleh Nanda Cahyani Putri

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh empat skema pembiayaan yang berpeluang besar untuk
dikembangkan di Indonesia, antara lain konsolidasi lahan, pinjaman daerah, obligasi dan KPBU.
Sementara untuk skema pembiayaan yang dianggap kurang berpeluang untuk diterapkan diantaranya
Development Exactions, Excess Condemnation, dan Filantropi. Beberapa skema yang diusulkan tersebut
dapat dipertimbangkan sesuai potensi tiap daerah dan cakupan wilayah berdasarkan besaran investasi,
prosedur pelaksanaan, serta jangka waktu pelaksanaannya. Namun apapun skema pembiayaan yang
akan dipilih harus tetap mengimplementasikan manajemen biaya dan juga manajemen risiko dalam
manajemen proyek di sektor publik.
Rekomendasi
Skema pembiayaan non-anggaran pemerintah dapat dijadika salah satu solusi dalam mengatasi
kendala pendanaan yang dihadapi pada proyek jalan tol Trans Jakarta. Berdasarkan penelitian ditemukan
4 skema pembiayaan yang dapat dipertimbangkan yakni lain konsolidasi lahan, pinjaman daerah, obligasi
dan KPBU. Bila dilakukan pertimbangan 4 skema pembiayaan ini berdasarkan faktor pembeda yang ada
pada tabel 1 dan 2 maka terlihat sebagai berikut :
No Jenis Pembiayaan Besaran Jangka Waktu Risiko
Investasi Pelaksanaan Pelaksanaan
1 Konsolidasi Lahan Rendah-Sedang Jangka Pendek Risiko Sedang
2 Pinjaman Daerah Tinggi Jangka Risiko Besar
Menengah,
Jangka Panjang
3 Obligasi Tinggi Jangka Risiko Besar
Menengah,
Jangka Panjang
4 KPBU Tinggi Jangka Panjang Risiko Besar

Untuk proyek jalan tol Trans Sumatera, kekurangan pendanaan dapat ditutupi dengan skema
pembiayaan non-anggaran seperti obligasi memang menjadi pilihan Pemerintah, karena untuk pinjaman
daerah dirasa cukup sulit khususnya di tengah kondisi pandemi saat ini. Tetapi masih ada juga skema
KPBU yakni salah satu bentuk pembiayaan public private partnership yaitu bentuk kerjasama antara sektor
publik dan swasta dalam pengadaan infrastruktur publik dengan menciptakan keuntungan diantara mitra
kerjasama. Meskipun skema ini memiliki risiko yang besar, namun ini sesuai dengan proyek jalan tol Trans
Sumatera yang merupakan proyek jangka panjang. Saat ini pemerintah memang menggunakan skema
pendanaan dengan penanaman modal negara pada BUMN yakni PT. Hutama Karya. Namun akan lebih
baik jika pemerintah membuka peluang bagi para badan usaha swasta yang ingin melakukan kerja sama
investasi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Proyek ini juga harus senantiasa tetap
menerapkan berbagai area manajemen seperti biaya , waktu, risiko, kualitas dan lainnya sebagai
implementasi manajemen proyek di sektor publik. Mempunyai regulasi yang tidak berbelit juga merupakan
solusi untuk memperlancar proses pelaksanaan suatu proyek, karena nyatanya seringkali proyek
terkendala akibat regulasi yang tidak sesuai.

Referensi Utama
Ihsanuddin. (2020). Jokowi Kebut Infrastruktur di Tengah Pandemi, Terkendala Dana hingga Lahan.
Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2020/07/08/06193371/jokowi-kebut-infrastruktur-di-
tengah-pandemi-terkendala-dana-hingga-lahan?page=all
Nur, R., & Krisiandi. (2020). Menteri PUPR: Pendanaan Kendala Utama Pembangunan Tol Trans-
Sumatera. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2020/07/07/15484991/menteri-pupr-
pendanaan-kendala-utama-pembangunan-tol-trans-sumatera
Prioritas, K. P. P. I. (n.d.-a). Jalan Tol Trans Sumatera. https://kppip.go.id/proyek-prioritas/jalan/15-ruas-
jalan-tol-trans-sumatera/
Prioritas, K. P. P. I. (n.d.-b). PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA.
https://kppip.go.id/tentang-kppip/perkembangan-pembangunan-infrastruktur-di-indonesia/
Putri, N. C., & Putri, L. Y. (2020). ANALISIS PEMBIAYAAN NON-ANGGARAN PEMERINTAH DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA. Infrastruktur, 6(2), 91–103.
https://doi.org/https://doi.org/10.35814/infrastruktur.v6i2.1278

Anda mungkin juga menyukai