Anda di halaman 1dari 6

Mewujudkan Pembangunan Infrastruktur yang Tepat Guna dan

Berkelanjutan melalui Pembangunan Integritas ASN PUPR

Tema 3 : Solusi terhadap Permasalahan Penyelenggaraan Infrastruktur di Wilayah


Setempat, dalam Kurun Waktu 2 Tahun Terakhir
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mandiri 3 CPNS Kementerian PUPR

Lokasi Studi : Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII


Jalan Raya Waru No. 20, Sidoarjo, Jawa Timur

Disusun Oleh :
Nisqiyah Firdaus – Teknik Jalan dan Jembatan Ahli Pertama (S1 Teknik Sipil)

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2019
Dalam penyelenggaraan jalan dan jembatan tentu tidak sedikit hambatan dan permasalahan yang
terjadi baik dari awal perencanaan hingga pelaksanaan. Setelah menganalisis mencari permasalahan
yang terjadi dalam penyelenggaraan infrastruktur, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
guna menemukan solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di proyek-proyek di
bawah tanggung jawab BBPJN VIII selama kurun waktu 2 tahun terakhir. Permasalahan –
permasalahan yang terjadi antara lain :

1. Pembebasan lahan
Dalam semua proyek, isu pembebasan lahan hingga kini masih menjadi faktor penghambat
terbesar dalam pembangunan infrastruktur, menyumbang sebesar 30% dari seluruh masalah
pembangunan infrastruktur. Pembebasan lahan merupakan langkah mendasar dalam
pembangunan. Jika masalah pembebasan lahan belum selesai, maka tahap pembangunan
berikutnya tidak dapat berjalan.
Persoalan yang muncul dalam pembebasan lahan meliputi kurangnya alokasi dana pembebasan
lahan, lambatnya proses pengadaan lahan, dan nilai ganti rugi yang rendah sehingga tidak disetujui
oleh pemilik lahan.
Sebelum kewenangan diberikan kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara
(BLU LMAN), pembiayaan pembebasan lahan tersebar di masing-masing Kementerian/ Lembaga
yang menyebabkan kurang berjalan efektif dan efisien. Setelah ditetapkannya BLU LMAN sebagai
satu-satunya badan yang membiayai pembebasan lahan untuk PSN, maka proses pembebasan
lahan menjadi lebih terkoordinir dengan baik dan cepat. Selain itu, hadirnya UU no.2/2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum juga turut memudahkan proses
pembebasan lahan. Selain pentingnya peran lembaga tinggi dalam mengkoordinir masalah
pembebasan lahan, perlunya sosialiasi terhadap masyarakat juga diperlukan seperti sosialisasi
manfaat infrastruktur nantinya, sehingga masayarakat tidak berat untuk mele pas lahannya.
2. Kekurangan dana
Dalam proyek Jembatan Sembayat Baru II ini terdapat kekurangan dana yang disebabkan oleh
perubahan desain pada pondasi. PPK PJN Surabaya-Gresik-Sadang, Herlambang Zulfikar, ST.,MMT
menjelaskan bahwa pembangunan jembatan Baru II akan menjadi dua tahap, tahap 1 dimulai
tahun 2015-2017. Hal ini dikarenakan adanya revisi desain pada pondasi, yang mengakibatkan
terjadinya penambahan anggaran secara total menjadi 173,5 miliar dari rencana awal 123,687
miliar. Sehigga anggaran awal yang tersedia untuk kontrak MYC tahun 2015-2017 dengan
addendum 1 penambahan <10% dari kontrak awal 123,87 miliar menjadi 136,005 miliar belum bisa
menyelesaikan pekerjaan jembatan secara total. Pekerjaan yang ditinggal dan dianggarkan kembali
di tahun 2018 adalah: abutmen 1, PCU Girder (A1-P1), oprit sisi Sembayat, pengaspalan secara
keseluruhan, serta bangunan pelengkap. Sedangkan untuk penyelesaian pembangunan Jembatan
Sembayat Baru tahap 2 masih dibutuhkan dana sebesar 37,5 milyar dan akan dilakukan tahap
pelelangan kembali.
Masalah pendanaan berkontribusi sebesar 25% dari seluruh masalah infrastruktur. Dalam hal
skema pendanaan ini terdapat 4 skema yang ditetapkan pemerintah yaitu APBN, BUMN, baik atas
inisiatif korporasi maupun penugasan dari pemerintah, swasta, dan terakhir skema pendanaan
Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Pemerintah juga telah memberikan berbagai instrumen pendanaan infrastruktur yang dapat
menarik minat investor swasta terutama dalam skema KPBU seperti jaminan Pemerintah,
pembayaran Availability Payment, dan dukungan konstruksi seperti Viability Gap Fund (VGF). Selain
itu juga terdapat beberapa instrument pasar modal yang dikembangkan untuk infrastruktur seperti
Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA).
Pemerintah juga sedang menyiapkan skema baru berbentuk LCS (Li mited Concession Scheme)
yaitu pembiayaan proyek melalui sumber dana swasta atas pemberian konsesi dari suatu aset
infrastruktur milik Pemerintah/BUMN yang sudah beroperasi kepada pihak swasta terkait untuk
dioperasikan/dikelola. Tujuannya agar pembangunan infrastruktur yang sudah jalan dapat
dikembangkan lagi asetnya oleh swasta, dan uangnya bisa digunakan untuk membangun
infrastruktur yang lain.
3. Perencanaan Proyek
Dalam contoh proyek di bawah tanggung jawab BBPJN VIII yaitu Jembatan Sembayat Baru II
terdapat kesalahan dalam perencanaan atau desain jembatan setelah jembatan sudah memasuki
masa konstruksi, sehingga mengakibatkan adanya revisi desain dan hal itu membuat penambahan
anggaran secara total dan juga durasi proyek. Proyek Jembatan Sembayat Baru II ini akhirnya
dibuat dalam 2 tahap, tahap I yaitu sesuai dengan desain awal dan tahap II yaitu revisi desain dari
pondasi.
Persoalan dalam perencanaan dan penyiapan proyek ini terkait dengan masalah koordinasi antar
stakeholder proyek dan kualitas dokumen proyek.
Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pihak, mulai dari penanggung jawab proyek,
kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, pemerintah desa, hingga masyarakat secara
langsung, menyebabkan sulitnya mencari titik temu dalam merencanakan proyek secara matang.
Belum lagi ketika berbicara tentang ego sektoral dimana masing-masing sektor merasa memiliki
kewenangan besar dalam pembangunan infrastruktur, seringkali menyebakan kebuntuan.
Keberadaan lembaga yang memiliki fungsi koordinatif seperti Komite Penyiapan Percepatan
Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mampu menjadi solusi dalam mengatasi persoalan koordinasi antar
sektor. Sentralisasi lembaga seperti ini juga telah diterapkan dalam beberapa urusan tertentu
seperti pembebasan lahan yang saat ini tersentralisir melalui BLU LMAN, perijinan melalui
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan juga sentralisasi dalam hal investasi melalui Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pembentukan lembaga-lembaga sentral untuk menangani urusan tertentu inilah yang ke depan
dapat meningkatkan percepatan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah saat
ini juga tengah menyiapkan kebijakan satu peta (one map policy) agar tidak terjadi perbedaan
rencana tata ruang di Indonesia.
Persoalan lain dalam hal perencanaan dan penyiapan proyek adalah pada partisipasi swasta. Sejak
awal rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak ingin membebankan APBN. Kita ingin
ada partisipasi swasta. Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di RPJMN 2015-2019
disebutkan bahwa dari kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp 4.197 triliun, sebesar 55%
diharapkan berasal dari investasi badan usaha swasta. Untuk itu diperlukan dokumen proyek yang
layak dan bisa memberikan penjelasan kepada swasta.
Kualitas desain proyek selama ini dianggap kurang meyakinkan para investor untuk berinvestasi
dalam proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu desain proyek yang dibuat belum memenuhi
standar internasional. Untuk itulah KPPIP mendapat mandat salah satunya untuk menyiapkan
dokumen desain penyiapan proyek berstandar internasional dalam bentuk dokumen pra studi
kelayakan atau Outline Business Case (OBC) dan penetapan skema pendanaan.
Dalam dokumen penyiapan proyek tertera berbagai keterangan informasi mengenai proyek,
seperti nilai investasi, tingkat pengembalian investasi, keuntungan finansial yang akan didapat,
termasuk di dalamnya adalah fasilitas yang ditawarkan pemerintah serta proyeksi resiko investasi.
4. Bencana Alam
Kendala lain dalam proses penyelenggaraan proyek adalah bencana alam, yang mana hal ini tidak
dapat diprediksi. Proyek pembangunan Jembatan Sembayat Baru II ini mengalami kendala ketika
musim hujan tiba, hal ini mengakibatkan sungai dibawah jembatan banjir sehingga tidak bisa
bekerja maksimal untuk pekerjaan bawah jembatan. Sejauh ini hal yang dilakukan yaitu
memberhentikan sementara pekerjaan bawah jembatan, karena akan membahayakan pekerja dan
akan dimulai kembali ketika sudah aman. Bencana alam yang tidak dapat diprediksi ini, dapat
diminimalisir resikonya, berikut adalah contoh-contohnya :
1. Pemeliharaan Rutin Jembatan
Pemeliharaan rutin jembatan pada dasarnya menjaga jembatan dalam tetap dalam kondisi
baik, pemeliharaan ruti jembatan antara lain mencakup pengecatan parapet, pemeliharaan
permukaan lantai kendaraan untuk lantai kendaraan yang telah aus lapis perkerasannya.
Hambatan :
1. Faktor cuaca yang telah masuk musim hujan sehingga pekerjaan pemeliharaan kadang
terhambat.
2. Perubahan aliran sungai yang berpotensi menggerus bangunan bawah jembatan, pilar-
pilar yang keropos, ambang bebas banjir yang terlampaui sehingga pada saat banjir, air
meluap ke perkerasan dan material banjir seperti batang pohon merusak railing jembatan.
3. Umur jembatan yang rata-rata mendekati umur rencana serta lebar sub standar, sudah
tidak sesuai dengan peningkatan beban traffic dan lebar traffic.
Upaya :
1. Menyesuaikan dengan keadaan cuaca semaksimal mungkin.
2. Melakukan inspeksi pada bangunan bawah jembatan agar diketahui situasi aliran sungai.
3. Melakukan perencanaan penanganan untuk jembatan yang telah mendekati umur
rencana, terutama pada jembatan yang dilalui oleh beban traffic tinggi.
2. Pembangunan Jalan
Pembangunan jalan baru merupakan penanganan jalan dari kondisi belum tersedia badan
jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan Pembangunan Jalan Baru juga berarti
pekerjaan konstruksi jalan baru berupa jalan tanah atau jalan beraspal.
Hambatan :
1. Pengetahuan masyarakat yang masih kurang terhadap proses pembebasan lahan untuk
pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Proses pembebasan lahan yang memerlukan waktu yang cukup lama karena mengikuti
prosedur dalam UU nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum, membuat masyarakat terdampak tidak sabar mengikuti proses
yang menurut mereka berbelit – belit.
3. Kekhawatiran dari masyarakat terdampak pembebasan lahan bahwa ganti rugi yang
diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan.
4. Lokasi yang jauh dan terjal menyebabkan kendala dalam pembebasan lahan

Upaya :

1. Memberikan pengetahuan tentang proses pengadaan lahan untuk kepentingan umum


dengan mengadakan konsultasi publik.
2. Memberikan pengertian bahwa proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus
berpedoman pada peraturan tersebut, agar semua proses yang terjadi saat pengadaan
tanah memiliki paying hukum yang jelas.
3. Menjelaskan bahwa ganti rugi yang akan diterima oleh pemilik tanah sesuai dengan NJOP.
4. Membuka akses jalan sebelum dilakukan mobilisasi peralatan.
Seluruh persoalan dan masalah infrastruktur di masing-masing proyek diseluruh Indonesia tentunya
memiliki hambatan atau persoalan masing-masing, dan solusi yang sudah dipaparkan tentu akan terus
dikembangkan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk untuk terus mengasah kreatifitas dan
kegigihan bangsa ini untuk menghadapi segala permasalahan penyelenggaraan infrastruktur.

Anda mungkin juga menyukai