ABDUL REZA
4112110008
3 JALAN TOL
1. Kegagalan Konstruksi
Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis.
Kegagalan ini dapat disebabkan karena kegagalan pada proses pengadaan barang atau
jasa, atau kegagalan saat proses pelaksanaan konstruksi. Kegagalan perkerjaan
konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik
sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia
jasa. (PP. 29/2000 pasal 31 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi). Menurut
Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi Kegagalan
Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi,
baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa
dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Berdasarkan
keterangan tersebut diketahui bahwa kegagalan konstruksi dikaitkan dengan tidak
terpenuhinya kualitas dan spesifikasi teknik yang seharusnya pada saat proses
konstruksi berlangsung. Sedangkan kegagalan bangunan dikaitkan dengan tidak
berfungsinya suatu bangunan setelah masa pemeliharaan selesai atau setelah serah
terima pekerjaan.
Namun demikian, dari berbagai definisi tentang kegagalan konstruksi yang
dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kegagalan konstruksi dan
kegagalan bangunan merupakan suatu pengertian yang identik meskipun tidak
sepenuhnya sama. Dapat dikatakan bahwa antara keduanya saling terikat dan terpadu
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Maka dari itu, yang dimaksud dengan
kegagalan konstruksi adalah keadaan konstruksi yang pada saat pekerjaan konstruksi
berlangsung terjadi Ketidaksesuaian spesifikasi teknis sesuai kontrak kerja, tidak
berfungsi sebagian atau keseluruhan secara teknis sehingga menimbulkan disfungsi
bangunan, keterlambatan.
dinamik dari alam, seperti letusan gunung berapi, banjir, gelombang laut dan gempa
bumi. Perilaku manusia juga berperan signifikan. Dalam perspektif yang lain, Pranoto
(1997) secara lebih detail menyatakan bahwa akibat perilaku manusia dalam proses
kegagalan konstruksi dapat dijabarkan melalui lifecycle product dari suatu konstruksi,
meliputi: tahap pra-perencanaan, perencanaan, pelaksanaan (konstruksi) dan
operasional.
a. Tahap Pra-Perencanaan
Kesalahan dapat berbentuk keputusan dari pemilik proyek dengan
mengesampingkan data atau informasi tentang proyek sejenis yang telah dibuat
lebih dahulu. Biasanya dalam hal ambisi dari pemilik proyek yang berlebihan
tanpa mengindahkan kaidah-kaidah umum yang ada dari proyek sebelumnya.
Dalam hal ini terdapat ketidakseimbangan antara sumber daya (resources) yang
tersedia dengan ambisi dari pemilik proyek. Tahap pra-perencanaan suatu proyek
cenderung memberikan porsi analisa yang lebih besar pada faktor ekonomi, sosial
kadang lebih bertendensi pada faktor politik. Dalam studinya, Pranoto (1997)
menambahkan bahwa kelayakan teknik yang menyangkut efisiensi, fungsi dan
metode pelaksanaan tidak mendapat proposi perhatian yang semestinya pada
tahap pra-perencanaan.
b. Tahap Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan
sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya.
Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber
daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto, 1997). Secara garis besar,
perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu penjadwalan,
anggaran dan mutu.
Pengertian di atas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu proses, ini
berarti perencanaan tersebut mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu Tahaptahap pekerjaan itu yang disebut proses. Dalam menyusun suatu perencanaan yang
lengkap minimal meliputi :
Menentukan tujuan.
Tujuan dimaksudkan sebagai pedoman yang memberikan arah gerak dari
kegiatan yang akan dilakukan.
Menentukan sasaran.
Sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai untuk mewujudkan
suatu tujuan yang lelah ditetapkan sebelumnya.
Mengkaji posisi awal terhadap tujuan.
Untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi maka perlu diadakan
kajian terhadap posisi dan situasi awal terhadap tujuan dan sasaran yang
hendak dicapai.
Memilih alternatif.
Selalu tersedia beberapa alternatif yang dapat dipergunakan untuk
mewujudkan tujuan dan sasaran. Karenanya memilih alternatif yang paling
sesuai untuk suatu kegiatan yang hendak dilakukan memerlukan kejelian
dan pengkajian perlu dilakukan agar alternatif yang dipilih tidak
merugikan kelak.
Menyusun rangkaian langkah untuk mencapai tujuan.
Proses ini terdiri dari penetapan langkah terbaik yang mungkin dapat
dilaksanakan setelah memperhatikan berbagai batasan.
Jembatan Tacoma (the Tacoma Narrows Bridge) dibuka pada bulan Juli 1940.
Jembatan ini termasuk jenis jembatan gantung. Dengan gelegar utama sepanjang
2800 feet sama dengan 854 meter. Jembatan Tacoma adalah jembatan terpanjang
ketiga di dunia. Kontraktor yang membuat Jembatan Tacoma saat itu memutuskan
untuk meminimalkan pengeluaran dengan membuat jembatan selebar 39 meter
untuk mendukung dua jalur lalu lintas.
Penyebab Kegagalan
Upaya Penanggulangan
Seperti yang sudah disebutkan diatas, untuk mencegah getaran aeroelastik
adalah dengan usaha peredaman struktur. Peredaman struktur itu sendiri
adalah dengan menambah berat dari struktur itu sendiri. Untuk struktur
Jembatan Tacoma Narrows sekarang beratnya 15 % lebih berat dari yang
pertama, sehingga aman terhadap efek dinamis tekanan angin.
dibuat dari konstruksi rangka dan tingginya 33 feet, sedangkan jarak kabel
dibuat 60 feet.
b. Pengolahan lahan Hambalang gagal, tak layak buat proyek bangunan