Anda di halaman 1dari 27

1 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Modul 3
Tahap Perencanaan KPBU

Tujuan : Memahami langkah-langkah dalam tahap


perencanaan KPBU serta hal-hal yang
harus dipersiapkan dalam tahap
perencanaan KPBU

I. TAHAPAN PERENCANAAN KPBU

Apa saja input-proses-output dalam tahapan perencanaan KPBU?


Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1, terdapat 5 kegiatan utama dalam proses
perencanaan KPBU yakni:

IDENTIFIKASI PROYEK  PRIOTISASI PROYEK  UJI KELAYAKAN KPBU/KPS


 KONSULTASI PUBLIK  FINALISASI STUDI PENDAHULUAN.

Dalam melakukan proses tersebut, beberapa kajian mungkin telah dilakukan dalam studi
kelayakan proyek SPAM, sehingga perencanaan KPBU mungkin saja hanya menstrukturkan
hasil studi kelayakan dan kajian akademis rencana induk SPAM menjadi struktur studi
pendahulan KPBU sesuai Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang KPBU untuk
Penyediaan Infrastruktur, serta mengupdate dan melengkapi data yang dibutuhkan untuk
penyiapan KPBU. Perencanaan KPBU dilakukan oleh PJPK dalam hal ini adalah BUMD bidang
SPAM. Namun demikian, mengingat kelima aktivitas dalam perencanaan KPBU masih bersifat
stratejik, masih sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara BUMN sebagai PJPK dengan
pemerintah daerah.

Gambar 3.1 Proses dalam Tahap Perencanaan KPBU

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


2 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi proyek KPBU/KPS SPAM
yang potensial?

Gambar 3.2 Input – Proses – Output Proses Identifikasi Proyek


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Pada Gambar 3.2, dapat dilihat input-proses-output dari identifikasi proyek KPBU/KPS. Adapun
langkah –langkah dalam mengidentifikasi proyek KPBU/KPS adalah:
1. membuat daftar proyek-proyek yang dibutuhkan untuk seluruh sistem yang telah
teridentifikasi dalam RISPAM. Termasuk data terkait proyek seperti kebutuhaan
investasi setiap proyek, proyeksi sumber pembiayaannya, sumber air baku, kemampuan
penganggaran pemerintah untuk membiayai proyek serta kebergantungan suatu proyek
dengan proyek lain dalam satu sistem.
2. apabila proyek telah memiliki studi Kelayakan, maka informasi yang ada dalam studi
Kelayakan dapat digunakan untuk melakukan penilaian potensi KPBU/KPS, seperti
kajian aspek teknologi, aspek sosial, budaya, ekonomi, aspek keuangan, dsb. Data-data
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi proyek untuk dilakukan
melalui KPBU/KPS. Aspek teknologi, profil pelanggan, risiko operasi dan pemeliharaan
serta keterbatasan anggaran pembangunan dapat menjadi indikasi awal bahwa proyek
membutuhkan kerjasama dengan swasta.
3. Setelah terseleksi proyek yang berpotensi dilakukan melalui KPBU/KPS, selanjutnya
terhadap proyek-proyek tersebut dilakukan penghitungan economic NPV dan economic
IRR.
4. Proyek yang diusulkan adalah proyek yang memiliki economic NPV ≥ 0 atau economic
IRR ≥ social discount rate

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


3 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Tahap identifikasi proyek merupakan awal pembuatan Studi Pendahuluan untuk proyek KPBU.

Studi Pendahuluan pada Tahap Perencanaan KPBU memerlukan adanya analisis kesenjangan
antara pelayanan minimum, ketersediaan air baku dengan kebutuhan masyarakat dan
proyeksinya sebagai masukan untuk identifikasi kebutuhan penyelenggaraan SPAM. Selain itu
Pemerintah Daerah juga perlu memastikan tersedianya analisis kebutuhan masyarakat akan
layanan publik serta kajian yang menunjukkan adanya indikasi manfaat ekonomi dan sosial
yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya ekonomi dan sosialnya.

Pertanyaan Kunci 1. Dapat membantu anda melihat adanya indikasi suatu proyek membutuhkan
kerjasama dengan swasta sejak tahap perencanaan penyelenggaraan SPAM.

Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk memprioritisasi proyek KPBU/KPS SPAM
yang potensial?

Prioritisasi proyek yang akan dilakukan melalui KPBU diperlukan sebagai dasar pemilihan
proyek yang prioritas untuk disusun outline bussines case maupun final business case-nya. Pada
Gambar 3.3, dapat dilihat input-proses-output dari prioritisasi proyek KPBU/KPS.

Gambar 3.3 Input – Proses – Output Proses Prioritisasi Proyek


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Adapun langkah–langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan prioritasisasi proyek


KPBU/KPS adalah:

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


4 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

1. Kelompokkan proyek sesuai program prioritas pentahapan penyelenggaraan sistem


yakni tahap I, II, III yang ada di RISPAM.
2. Lakukan penilaian potensi penerimaan disetiap proyek berdasarkan profil pelanggan
memiliki kemampuan membayar yang tinggi (dapat kualitatif);
3. Proyeksikan beban fiskal BUMD yang timbul dari proyek kerjasama dalam satu siklus
tahun anggaran (dapat secara hitungan kasar);
4. Urutkan proyek-proyek infrastruktur berdasarkan pencapaian ENPV/EIRR;
5. Menetapkan batas beban fiskal yang dapat ditanggung BUMD dalam setiap tahun
anggaran;
6. Urutkan proyek-proyek infrastruktur berdasarkan analisis multi kriteria (kriteria:
Potensi penerimaan, proyeksi beban fiscal, ENPV dan EIRR); dan
7. Proyek yang dipilih sebagai prioritas adalah proyek yang masuk dalam tahap I atau
program mendesak serta memiliki nilai tertimbang tertinggi (dapat dipilih lebih dari
satu proyek dengan catatan masih dalam batas kapasitas fiskal BUMD).

Proses prioritisasi ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Bappeda / Tim TKKSD) setelah
proses identifikasi beberapa proyek infrastruktur yang memiliki indikasi layak secara ekonomi,
sosial dan teknis. Metodologi prioritisasi yang dapat digunakan adalah: Analisis Biaya Manfaat
(Cost Benefit Analysis), Analisis Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness Analysis), atau Analisis Multi
Kriteria (Multicriteria Analysis)

Hasil dari prioritisasi adalah urutan potensi proyek infrastruktur dari yang paling memberikan
manfaat terbesar dibandingkan dengan biayanya. Hal ini sangat diperlukan oleh Pemerintah
Daerah, terutama yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia maupun fiskal.

Pertanyaan Kunci 2 dapat membantu kita melakukan prioritisasi proyek KPBU/KPS.

Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk menguji Kelayakan proyek dilakukan
melalui KPBU/KPS?

Untuk menguji Kelayakan proyek dilakukan melalui KPBU/KPS dapat dilakukan dengan
melakukan uji value for money (nilai yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan). Proses uji
value for money dapat dilakukan secara kualitatif. Beberapa referensi dapat digunakan salah
satunya Value For Money Tools yang disusun oleh IIGF Institute pada tahun 2016.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


5 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Gambar 3.4 Input – Proses – Output Proses Uji Kelayakan KPBU


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Dengan menggunakan daftar potensi proyek-proyek infrastruktur yang masuk dalam kategori
prioritas, Pemerintah Daerah (Tim TKKSD) melakukan uji kelayakan KPBU. Uji yang dimaksud
adalah untuk mengidentifikasi apakah value for money lebih dapat dicapai dengan skema
penyediaan KPBU atau skema pengadaan barang dan jasa biasa. Selain itu, Pemerintah Daerah
juga memperkirakan kemampuan keuangan daerah, berdasarkan ruang fiskal yang tersedia,
dalam menyediakan infrastruktur yang bersangkutan, baik dengan pengadaan barang dan jasa
biasa maupun dengan skema KPBU.

Keluaran dari tahap ini adalah daftar potensi proyek-proyek infrastruktur dengan skema KPBU
(Perpres 38) dan proyek-proyek infrastruktur dengan skema pengadaan barang dan jasa biasa
(Perpres 54/70)

Secara kualitatif hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Value for Money Tool dari IIGF
Institute.

Pertanyaan Kunci 3 dapat membantu kita melakukan uji Kelayakan suatu proyek dilakukan melalui
KPBU/KPS

Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk melakukan konsultasi publik bahwa proyek
dilakukan melalui KPBU/KPS?

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


6 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sangat penting untuk keberlanjutan proyek
KPBU/KPS bahwa seluruh pemangku kepentingan di daerah perlu menyadari bahwa beberapa
proyek lebih memberikan manfaat apabila dilakukan melalui KPBU/KPS. Input dari proess ini
adalah daftar proyek prioritas KPBU yang telah dilakukan uji Kelayakan.

Gambar 3.5 Input – Proses – Output Proses Konsultasi Publik


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Konsultasi Publik dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka untuk mendapatkan
masukan mengenai dampak dari suatu penyediaan infrastruktur (KPBU) bagi masyarakat dan
lingkungan hidup. Dampak ini termasuk dampak positif maupun dampak negatif.

Masukan dari masyarakat ini akan disusun dalam dokumen hasil konsultasi publik dan akan
menjadi pertimbangan dalam penyelesaian Studi Pendahuluan dan kemudian Kajian Awal Pra
Studi Kelayakan. Hal ini terutama terkait dengan kajian mengenai dampak lingkungan dan
sosial.

Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk memfinalisasi laporan studi pendahulan
proyek KPBU/KPS?

Studi pendahuluan merupakan produk yang penting dalam tahapan perencanaan KPBU. Oleh
sebab itu dibutuhkan Finalisasi terhadap laporan studi pendahuluan. Adapun finalisasi
dilakukan dengan melakukan updating terhadap:
•Analisis kebutuhan
•Kriteria kepatuhan

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


7 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

•Analisa Nilai Manfaat Uang atas partisipasi badan usaha


•Analisa komersil atau potensi pendapatan
•Rekomendasi dan rencana tindak lanjut
Apabila kita telah melakukan setiap tahapan perencanaan KPBU/KPS dengan baik, maka
updating laporan studi pendahuluan hanya bersifat pendokumentasian apa yang sudah kita
lakukan di setiap tahapan. Output dari kegiatan ini adalah setiap proyek yang akan kita lakukan
melalui KPBU/KPS memiliki laporan studi pendahuluan yang lengkap.

Gambar 3.6 Input – Proses – Output Proses Finalisasi Studi Pendahuluan


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Pemerintah Daerah (Tim TKKSD) melakukan penyelesaian dokumen Studi Pendahuluan.


Dokumen ini menjadi dasar bagi (Kepala) Pemerintah Daerah untuk memutuskan lanjut atau
tidaknya proyek penyediaan infrastruktur KPBU.

Dokumen ini setidaknya memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Latar belakang, (2) deskripsi
proyek (landasan hukum, kondisi saat ini, dan permasalahan kebutuhan infrastruktur), (3)
manfaat Proyek Kerjasama (konsep proyek kerjasama, potensi untuk dikerjasamakan, indikasi
layak teknis, indikasi layak ekonomis, potensi hambatan dan lingkungan, hasil konsultasi publik,
serta kebutuhan manajemen proyek), (4) lingkup pekerjaan dan metode pemilihan pengadaan,
dan (5) identifikasi perkiraan lokasi dan kebutuhan luas tanah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah memutuskan untuk lanjut atau tidak
pada tahap Penyiapan.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


8 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

II. CATATAN TEKNIS TAHAP PERENCANAAN KPBU

II.1 Analisis Kelayakan Ekonomi & Sosial

A. Analisis Kelayakan Ekonomi & Sosial dalam Identifikasi Proyek

Proyek infrastruktur SPAM adalah suatu cara untuk melaksanakan mandat pelayanan
umum untuk pelayanan umum dalam hal penyediaan air minum. Oleh karena itu,
pelaksanaannya harus didahului dengan identifikasi kebutuhan atau permasalahan
terkait dengan pelayanan umum tersebut. Setelah mengetahui kebutuhan atau
permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah mengidentifikasi opsi-opsi untuk mengatasi
hal tersebut. Proyek penyediaan infrastruktur SPAM dapat menjadi bagian dari opsi-
opsi itu. Langkah selanjutnya adalah memperjelas lingkup dan deskripsi teknis dari
proyek-proyek tersebut. Dalam melakukan hal ini, kesesuaian dengan dokumen-
dokumen perencanaan perlu dipastikan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: RPJMN,
RPJMD, RTRWN, RTRWD, Rencana strategis sektor air minum Kementerian PUPR,
Jakstra SPAM Nasional, Jakstra SPAM Daerah, Rencana Induk SPAM Nasional dan
Rencana Induk SPAM Daerah. Setelah lingkup dan deskripsi teknis suatu proyek telah
terdefinisi, langkah selanjutnya adalah melakukan uji kelayakan ekonomi dan sosial.
Apabila hasil dari uji kelayakan ini menghasilkan hasil yang positif, proyek tersebut
dapat lanjut pada proses selanjutnya, yaitu prioritisasi proyek.

Sebelum melakukan analisis kelayakan ekonomi dan sosial, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah identifikasi kebutuhan atau permasalahan dalam pelayanan
penyediaan air minum. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kondisi
terkini mengenai akses masyarakat terhadap air minum aman serta pelayanan BUMD
(PDAM) yang tersedia. Akses masyarakat terhadap air minum aman dapat dijabarkan
dalam angka-angka statistik terkait dengan: (1) proporsi masyarakat yang tidak
memiliki akses air minum aman; (2) proporsi masyarakat yang tidak memiliki akses
terhadap jaringan air minum; (3) daerah masyarakat yang penyediaan air minum per
kapita di bawah standar layanan; (4) daerah masyarakat yang kualitas air minumnya di
bawah standar layanan; (5) daerah masyarakat yang kontinuitas penyediaan air
minumnya di bawah standar layanan; (6) data relevan lainnya. Sedangkan kondisi
pelayanan BUMD (PDAM) yang tersedia saat ini dapat dijabarkan dalam angka-angka
statistik terkait dengan: (1) lingkup pelayanan berdasarkan wilayah geografis dan
cakupan persentase masyarakat; (2) tingkat kebocoran / kehilangan air (Non Revenue
Water); (3) kapasitas tidak terpakai: (4) kontinuitas pelayanan (kelangsungan pasokan);
(5) pencapaian standar pelayanan umum yang ditetapkan; (6) data relevan lainnya
(umur aset, standar teknis material, debit, dan spesifikasi teknis lainnya).

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


9 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Setelah Pemerintah Daerah mengidentifikasi kebutuhan atau permasalahan layanan air


minum di wilayah kewenangannya, tahap selanjutnya adalah merumuskan pilihan
solusi-solusi teknis yang mungkin dapat dilakukan. Solusi teknis yang terbaik adalah
yang memberikan kelayakan ekonomi dan sosial yang tertinggi. Analisis kelayakan
ekonomi dan sosial ditujukan untuk menilai apakah solusi-solusi teknis yang telah
diidentifikasi pada tahap sebelumnya akan memberikan manfaat secara ekonomi dan
sosial dibandingkan dengan biayanya. Salah satu metodologi yang paling banyak
digunakan dalam melakukan hal ini adalah Cost-Benefit-Analysis (CBA). Analisis ini
membandingkan pencapaian Net Present Value secara ekonomi (Economic NPV) dari
alternatif solusi-solusi teknis tersebut. Suatu proyek atau solusi teknis dengan Economic
NPV terbesar adalah pilihan yang terbaik. Dapat dikatakan bahwa CBA adalah selisih
antara nilai yang dihasilkan dari suatu proyek dengan nilai sumber daya yang digunakan
oleh proyek tersebut; kedua nilai tersebut dinyatakan dengan nilai moneter (Rupiah).
Terdapat beberapa konsep penting dalam CBA yang harus dipahami oleh ASN di daerah.
Di antaranya adalah Willingness to Pay (WTP), yaitu nilai manfaat yang didapatkan oleh
penerima layanan umum. Suatu proyek dikatakan secara ekonomi (dan sosial) layak
berarti manfaat yang didapatkan oleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan
biayanya bagi masyarakat. Hal ini berbeda dengan konsep kelayakan finansial, yang
berati nilai pendapatan yang didapat dari suatu proyek lebih besar daripada biaya
proyek tersebut. Bila nilai biaya proyek lebih besar dibandingkan dengan nilai
pendapatannya, hal ini disebut terjadi gap kelayakan (viability gap).

ASN perlu menyadari bahwa manfaat yang dihitung pada CBA meliputi manfaat
langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain, biaya pun terdiri dari biaya langsung
maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan manfaat dan biaya langsung adalah
yang muncul secara langsung akibat keberadaan proyek tersebut, misalkan manfaat bagi
pelanggan air minum dari SPAM yang dibangun serta biaya investasi yang diperlukan
untuk membangun proyek SPAM tersebut. Sedangkan manfaat tidak langsung
contohnya adalah penghematan biaya kesehatan karena ketersediaan air minum aman
yang sebelumnya tidak atau kurang tersedia. Biaya tidak langsung bisa berupa
berkurangnya potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi lain
seperti pariwisata. ASN perlu mengidentifikasi externalities yang terjadi akibat adanya
proyek. Yang dimaksud dengan externalities adalah biaya dan manfaat yang muncul
akibat produksi dan konsumsi layanan umum namun tidak tercermin pada harga yang
dibebankan pada layanan umum tersebut.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


10 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Tantangan utama dari CBA adalah ketersediaan data kuantitatif. Oleh karena itu,
seringkali CBA dikombinasikan dengan metodologi lain – yang lebih subyektif - untuk
mengatasi ketidaktersediaan data kuantitatif terkait dengan manfaat dan/atau biaya.
Beberapa metodologi yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan antara lain adalah:
Cost Effectiveness Analysis (CEA) dan Threshold Analysis. CEA mengaitkan biaya opsi-
opsi proyek dengan tujuan dari proyek tersebut. Misalkan biaya dibagi dengan jumlah
pelanggan. Sedangkan Threshold Analysis dilakukan dengan menggunakan beberapa
alternatif metodologi pengambilan keputusan multikriteria seperti pembobotan kriteria
maupun Analytical Hierarchy Process / Analytical Network Process (AHP/ANP).

Gambar 3.7 Penentuan Metode Analisis Kelayakan Ekonomi & Sosial


dalam Tahap Perencanaan KPBU

Analisis kelayakan ekonomi dan sosial bertujuan untuk secara komprehensif


mengetahui berapa besar manfaat dan biaya dari KPBU yang akan dikembangkan.
Disebut komprehensif karena tidak hanya mencakup analisis keuangan, namun juga
memperhatikan aspek sosial-ekonomi dari kehadiran proyek tersebut.

1) Cost Benefit Analysis


Menggunakan data kuantitatif dari manfaat/biaya untuk mengukur ENPV, EIRR
atau SDR. Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan pada proyek-
proyek besar, namun juga lebih kompleks dan perlu pengumpulan data-data
kuantitatif melalui cara berikut:

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


11 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

 Stated preference methods, yakni survey atau menanyakan langsung ke calon


konsumen perihal berapa nilai/harga dari suatu produk/layanan
berdasarkan persepsi mereka. Pertanyaan dapat berupa:
o Contingent valuation atau valuasi nilai dari suatu layanan. Dilakukan
dengan mencari willingness to pay atau willingness to accept.
o Choice modelling atau komparasi beberapa alternatif/opsi untuk lalu
menjadi bahan dalam melakukan valuasi. Dilakukan melalui discrete
choice modelling, conjoint analysis, dsb.
 Revealed preference methods, yakni observasi perilaku calon konsumen
untuk mengetahui pilihan-pilihan yang tersedia dan relasi uang dengan
produk/layanan yang akan disediakan. Observasi dapat berupa:
o Hedonic pricing atau mencari tahu valuasi pasar atas suatu
karakteristik dari layanan.
o Averting expenditures atau mencari tahu berapa biaya yang
dikeluarkan calon konsumen (rumah tangga) untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan.
o Dose response atau mencari hubungan antara dampak
lingkungan/sosial terhadap hal lain yang terkait dengan kegiatan
produksi dan ada data pasarnya.

2) Cost Effectiveness Analysis


Melakukan perbandingan biaya proyek yang akan dijalankan dengan proyek lain
yang bisa saja bentuknya atau jenis teknologinya berbeda namun menghasilkan
output yang sama untuk layanan publik. Metode ini memudahkan menilai manfaat
ekonomi sosial satu proyek dengan proyek lain tanpa perlu melakukan kuantifikasi
manfaatnya, meskipun metode ini juga tidak detil seperti CBA dan struktur tiap-tiap
proyek belum tentu apple to apple (adil untuk dibandingkan).
Perbandingan dapat didasarkan pada dua hal, yakni:
 Unit value transfer, atau terkait unit-unit (atribut/karakter) yang bisa
dikomparasi.
 Benefit function transfer, atau terkait fungsi-fungsi yang didapat dari
stated/revealed preference method).

3) Threshold Analysis
Bertujuan untuk memberikan komparasi subjektif terhadap manfaat dan biaya yang
belum dapat dikuantifikasi terhadap ENPV dari hasil kuantifikasi (jika

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


12 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

menggunakan CBA) atau komparasi proyek lainnya (jika menggunakan CEA).


Meskipun lebih sederhana, metode ini juga rentan terhadap subjektivitas (bias)
dapat terjadi baik oleh analis ataupun oleh perumus kebijakan. Perbandingan dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni:
 Multiple objective programming, atau menilai objektif eksplisit secara
multikriteria sederhana.
 Analytical hierarchy process/Analytical Network Process, atau menilai
objektif eksplisit dengan komparasi berpasangan.
 Analisis Kelayakan Ekonomi & Sosial

Contoh Sederhana:
Daerah ABC ingin membuat SPAM guna meningkatkan layanan publik dengan
memanfaatkan waduk di daerah tersebut. Karena beberapa pertimbangan, diputuskan
bahwa pembangunan SPAM akan dilakukan dengan model KPBU.

Pada tahap identifikasi proyek, pemerintah daerah ini menugaskan tim yang melakukan
riset dalam bentuk survey, sehingga metode yang digunakan dalam cost-benefit analysis
(CBA) ini adalah stated preference method.

Survey melibatkan 900 orang di desa A dan B serta kota C. Hasil survey pertama dengan
metode contingent valuation untuk mencari real demand survey adalah sebagai berikut:

 Willingness to pay: Rata-rata satu keluarga di desa A dan B yang belum teraliri
saluran air bersih rela mengeluarkan Rp. 50.000 per bulan untuk bisa
mendapatkan layanan tersebut.
 Willingness to accept: Rata-rata satu keluarga di kota C yang sudah teraliri
saluran air bersih mengaku bahwa harga kompensasi yang pantas diterima atas
hilangnya layanan tersebut adalah Rp. 30.000 per bulan.
Hasil survey kedua dengan metode choice modelling menanyakan sebagai berikut:
 Discrete choice modelling: Terdapat dua layanan air bersih. Layanan A memiliki
debit air tinggi dan kualitas cukup, sedangkan layanan B memiliki debit air sedang
dan kualitas tinggi. Keduanya memiliki harga sama yakni Rp. 2.500 per kubik.
Diantara dua layanan tersebut ternyata 20% responden memilih layanan A
sedangkan 80% sisanya memilih layanan B. Hal ini berarti atribut kualitas
bernilai 4 kali lebih tinggi dari atribut debit air.
 Conjoint analysis: Dua opsi layanan diatas dikembangkan menjadi 6 opsi (2 opsi x
3 atribut debit, kualitas dan harga). Lalu responden diminta untuk mengurutkan
ke-6 opsi tersebut.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


13 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Lalu karena merasa hasil survey masih kurang memberikan gambaran yang cukup
representatif, maka pemerintah daerah juga melakukan observasi terhadap pasar,
sehingga metode yang digunakan dalam cost benefit analysis ini adalah revealed
preference method. Hasil dari pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:
 Hedonic pricing: Diasumsikan tiap layanan air minum memiliki karakteristik yang
sama, kecuali pada debit airnya. Maka H = a + bQ, dimana H adalah harga air
minum, Q adalah kadar toksin dan 'b' adalah koefisien yang dicari melalui
observasi.
 Averting expenditures: mengamati berapa hal di level rumah tangga, seperti:
o Penghematan biaya kesehatan
o Penghematan biaya membeli air dari vendor
o Penghematan waktu untuk mendapatkan air (dikuantifikasi berdasarkan
proporsi dari casual daily unskilled wage rate)
o Penghematan waktu untuk merebus air (dikuanitifikasi berdasarkan
proporsi dari casual daily unskilled wage rate)
o Penghematan biaya listrik/bahan bakar untuk merebus air
 Dose response: mengamati beberapa hal yang terjadi di level produksi/bisnis,
seperti:
o Peningkatan pendapatan masyarakat akibat peningkatan produktivitas
kerja
o Surplus PDAM
o Penambahan pajak bagi pemerintah
o Peningkatan peluang kerja dalam tahap konstruksi
o Dampak lainnya terhadap operasional dan kenyamanan bisnis
Sementara itu kebutuhan layanan air bersih juga muncul di daerah DEF. Sama seperti
daerah ABC, DEF juga memiliki waduk sendiri yang ingin dimanfaatkan dalam model
KPBU. Namun karena memiliki keterbatasan anggaran dan sumber daya untuk
melakukan pengumpulan data-data kuantitatif, maka pemerintah daerah DEF
melakukan identifikasi proyek dengan metode Cost Effectiveness Analysis. Pemerintah
daerah ini mengadopsi data-data kuantitatif yang sudah dimiliki pemerintah daerah
ABC, yakni dalam bentuk:
 Unit value transfer: Berapa debit air dan harga yang digunakan di proyek ABC,
kemudian disesuaikan dengan keperluan debit air dan harga di proyek DEF.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


14 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

 Benefit function transfer: Berapa WTP dari proyek ABC, lalu disesuaikan
dengan WTP proyek DEF dengan cara sesuaikan berdasarkan perbandingan
kondisi ekonomi masyarakat atau indikator komparasi lainnya.
Setelah melakukan metode CBA untuk mengkuantifikasi dampak pengembangan proyek
terhadap lingkungan sosial ekonomi, pemerintah ABC menemukan bahwa masih ada
beberapa komponen yang sulit untuk dikuantifikasi. Oleh sebab itu diperlukan metode
threshold analysis untuk menilai komponen-komponen tersebut secara kualitatif.

II.2 Analisis Ketersediaan Ruang Fiskal


Terdapat enam hal yang perlu dilakukan untuk menghitung ketersediaan ruang fiskal
bagi penyediaan infrastruktur, yakni:

1. Pembuatan proyeksi
3. Pembuatan proyeksi
pendapatan daerah 2. Pembuatan proyeksi
surplus / defisit
PAD, Dana belanja
Proyeksi pendapatan
Perimbangan, Belanja langsung dan
dikurangi proyeksi
pendapatan daerah belanja tidak langsung
belanja
lainnya.

6. Penetapan proyeksi
5. Perhitungan proyeksi ruang fiskal untuk
4. Pembuatan proyeksi
ruang fiskal penyediaan
penerimaan dan
Batas maksimal defisit infrastruktur
pengeluaran
(proyeksi defisit / Pembangunan,
pembiayaan
proyeksi PRDB) pengoperasian dan
perawatan

Gambar 3.8 Hal yang Perlu Dilakukan Untuk Menghitung Ketersediaan Ruang Fiskal

Terdapat tiga tahap utama dalam membuat prioritisasi proyek infrastruktur, yakni
tahap mengurutkan, tahap mengestimasi biaya, dan tahap menetapkan.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


15 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Gambar 3.9 Tahap Utama dalam Membuat Prioritiasai Proyek Infrastruktur

III.3 Analisis Value For Money (VfM)

A. Analisis Value for Money Secara Umum

Terdapat dua pilihan analisis VfM, yakni secara kualitatif dan secara kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif cenderung lebih reliable dan relatif lebih bebas dari bias
subjektif karena menggunakan data-data objektif mengenai proyek-proyek sejenis.
Meskipun demikian, pendekatan ini memerlukan data-data besar risiko, probabilitas
dan deviasinya. Karena kompleksitas ini, penggunaan pendekatan kualitatif menjadi
lebih disarankan.

Selain mengambil kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kunci, analisis


Value for Money secara kualitatif bisa pula dilakukan dengan menggunakan software
VAT Tool yang dibuat oleh IIGF Institute. Algoritma software tersebut dibuat
berdasarkan struktur seperti contoh pada Gambar 3.10.

Dengan menggunakan tool tersebut, pemilihan modalitas yang terbaik (pengadaan


barang dan jasa biasa atau KPBU) dilakukan dengan pemilihan skor terbesar dari hasil
perhitungan kualitatif berdasarkan metode pair wise comparison.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


16 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Gambar 3.10 Penentuan Modalitas Penyelenggaraa Infrastruktur Publik

Dengan metode pair wise comparison, diharapkan proses penilaian dapat menjadi lebih
objektif.

Cara utamanya adalah dengan melakukan perbandingan secara berpasang-pasangan.


Sebagai contoh pada level 2 di faktor Desirability, terdapat 4 subfaktor yang diyakini
berpengaruh. Keempat subfaktor tersebut dinilai secara berpasang-pasangan, dimana
pengguna diminta memilih mana subfaktor yang dirasa lebih penting daripada
subfaktor lainnya. Contohnya adalah sebagai berikut:

B. Contoh Penilaian Secara Pair Wise Comparison untuk Level 2 (Desirability)

Hal tersebut dilakukan di semua faktor pada semua level (level 1, 2, 3 jika dalam
contoh).

Setelah pengguna memberikan penilaian atas semua pasangan tersebut di setiap level,
maka pengguna akan menerima hasil akhir berupa VfM score.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


17 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Nilai yang ada di VfM score tidak menunjukkan besaran risiko, probabilitas ataupun
deviasi atas risiko tersebut, tetapi menunjukkan kekuatan relatif suatu risiko terhadap
risiko lain.

Sebagai contoh, dari hasil pada Gambar 3.10, dapat dilihat bahwa risiko dukungan
kerangka peraturan bersifat lebih kuat daripada risiko lain.

Selain itu dapat dilihat juga mana skema pembiayaan yang paling tepat, apakah dengan
menggunakan APBD/APBN, BUMN, KPBU, atau B2B.

C. Pendekatan Kuantitatif

Analisis VFM kuantitatif memerlukan data yang umumnya belum tersedia di fase
perencanaan. Meskipun demikian, perkiraan perhitungan kasar dapat dilakukan, tetapi
akurasinya akan lebih baik apabila dilakukan pada fase penyiapan dan, apa lagi, fase
transaksi. Analisis ini dilakukan dengan menghitung Public Service Comparator (PSC),
yaitu biaya yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah, selama satu siklus hidup
infrastruktur, apabila penyediaannya menggunakan skema pengadaan barang dan jasa
biasa. PSC, selain memperhitungkan estimasi biaya investasi dan operasi, juga
memperhitungkan perkiraaan biaya risiko. Perkiraan biaya risiko adalah perkiraan
tambahan biaya proyek akibat adanya kebolehjadian terjadinya suatu risiko dan
perkiraan dampak terjadinya risiko.

III.4 Konsultasi Publik

 Konsultasi publik adalah proses


Landasan Hukum
interaksi antara Menteri/Kepala
• PP No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan
Lembaga/Kepala Daerah/direksi Air Minum
BUMN/direksi BUMD dengan • Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU dalam
Penyediaan Infrastruktur
masyarakat termasuk pemangku • Permen Bappenas No. 4 Tahun 2015 tentang Tata
kepentingan untuk meningkatkan Cara Pelaksanaan KPBU dalam Penyediaan
Infrastruktur
transparansi, efisiensi,
akuntabilitas dan efektivitas KPBU.

 Terdapat dua kali pelaksanaan konsultasi publik, yakni pada tahap perencanaan dan
pada tahap persiapan.

 Konsultasi Publik pada tahap perencanaan dilakukan oleh Menteri/Kepala


Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD untuk mendiskusikan

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


18 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

penjelasan dan penjabaran terkait dengan rencana KPBU sehingga diperoleh hasil
sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1. Penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang


menghadiri Konsultasi Publik; dan

2. Evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan


implementasinya dalam KPBU.

 Konsultasi publik berbeda dengan penyuluhan, dimana tujuan dari konsultasi publik
adalah untuk mendapatkan informasi, data, perspektif dan argumen dari masyarakat.
Oleh sebab itu konsultasi publik bersifat lebih dua arah dan pencapaiannya dapat
diukur dengan kedalaman penggalian masalah serta hasil berupa mufakat
musyawarah.

 Konsultasi publik yang dilakukan di tahap perencanaan perlu bersifat deliberatif,


yang kurang lebih berarti melibatkan pertimbangan teliti dan seksama untuk
mendukung atau mengkritisi suatu usulan. Untuk itu, konsultasi publik biasanya
diawali dengan pemaparan usulan proyek (draf studi pendahuluan)

 Terdapat beberapa contoh metode deliberatif yang dapat diaplikasikan, diantaranya


adalah:

a. Diskusi Kelompok Terarah/ Focus Group Discussion yang cukup sederhana dan
umum dipraktekkan di Indonesia; dan

b. Jejak Pendapat/Deliberative Poll yang lebih kompleks namun hasilnya juga efektif
dan banyak diaplikasikan di negara-negara lain.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


19 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


20 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

III. PERTANYAAN KUNCI TAHAP PERENCANAAN

Pertanyaan Kunci 1.
Pertanyaan Kunci Dalam Mengidentifikasi Proyek KPBU/KPS SPAM

Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu mengidentifikasi potensi suatu proyek dilakukan
melalui KPS/KPBU dimulai dari tahapan perencanaan penyelenggaraan SPAM.

Apakah pemerintah daerah telah menyusun dan menetapkan Jakstra SPAM


1 dan/atau Rencana Induk SPAM Provinsi/kabupaten/kota?

Apakah proyek adalah bagian dari sistem yang ada di Rencana


2 Induk SPAM provinsi/kabupaten/kota?

Apakah dalam Rencana Induk SPAM telah mencantumkan proyeksi


3 pembiayaan investasi sebagian sistem berasal dari KPBU/KPS/B2B?

Apakah proyek merupakan kewenangan Pemerintah Daerah setempat


4 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada?

5 Apakah telah disusun studi kelayakan SPAM untuk proyek tersebut?

Berdasarkan aspek teknologi, profil pelanggan, kompleksitas pengelolaan


6 serta kecukupan anggaran pembangunan, apakah menurut anda dapat
menjadi pemicu penggunaan KPS/KPBU/B2B?

Apakah tersedia rencana anggaran untuk menyusun


7 studi pendahuluan KPBU/KPS?
Apabila iya, apakah anggaran tersebut dapat berasal dari APBD?

Apakah BUMN/BUMD penyelenggara SPAM memiliki kinerja


8 sehat (Audit BPKP) dan telah Full Cost Recovery?

9 Apakah proyek masuk ke dalam sistem SPAM di tahap I atau mendesak?

10 Apa saja solusi-solusi teknis yang bisa memenuhi besar permintaan tersebut?

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


21 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Apakah ketersediaan air baku untuk memenuhi kesenjangan tersebut


11
memerlukan sumber yang berada di wilayah pemerintah daerah lain?

Bagaimana kesenjangan ini dapat diterjemahkan menjadi


12
permintaan yang berkelanjutan?

Apa saja manfaat ekonomi dan sosial yang bisa didapatkan oleh
masyarakat yang tidak sebagai pengguna/ pembeli air minum 13
dari infrastruktur yang disediakan?

Berapa besar manfaat-manfaat ekonomi dan sosial tersebut di atas –


selama siklus proyek - bila dinyatakan dalam Rupiah?
14

Apa saja beban yang diperlukan dan terjadi dengan adanya aktivitas
penyediaan infrastruktur SPAM yang direncanakan?
15

Berapa besar beban-beban yang diperlukan dan yang terjadi di atas


– selama siklus proyek – bila dinyatakan dalam Rupiah?
16

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


22 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Pertanyaan Kunci 2.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Prioritisasi Proyek KPBU/KPS.

Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan prioritisasi proyek KPBU/KPS.

1 Berapa besar ruang fiskal yang tersedia untuk penyediaan


infrastruktur (pembangunan, pengoperasian dan perawatan) selama
suatu siklus infrastruktur tertentu (misalkan 25 tahun)?

2 Berapa besar batasan ruang fiskal yang akan dialokasikan


untuk penyediaan infrastruktur?

3 Inisiatif proyek-proyek infrastruktur mana saja yang memiliki


pencapaian tertinggi berdasarkan analisis kelayakan ekonomi dan sosial?

4 Proyek-proyek infrastruktur mana saja yang bisa dijalankan


dengan menggunakan batasan ruang fiskal yang telah ditetapkan?

5 Apakah terdapat akses pembiayaan dari sumber lain


seperti Pemerintah Pusat atau hibah?

Pertanyaan Kunci 3.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Uji Kelayakan Proyek KPBU/KPS.

Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan uji Kelayakan suatu proyek
dilakukan melalui KPBU/KPS.

Apakah
1 kelebihan dan kekurangan penyediaan infrastruktur melalui skema KPBU dibandingkan
dengan skema lainnya – seperti business to business - dilihat dari sudut pandang insentif Badan
Usaha dan transfer risiko kepada Badan Usaha?

2 pasar (dunia usaha) memiliki jumlah badan usaha yang memiliki kemampuan / kapasitas
Apakah
serta minat untuk ikut serta dalam skema KPBU?

Apakah proses pengadaan dapat menjamin persaingan sehat,


3 transparansi dan efisiensi diantara pasar (dunia usaha) yang ingin ikut
serta dalam skema KPBU?

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


23 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Apakah penyediaan infrastruktur melalui skema KPBU (sesuai dengan


Perpres mengenai KPBU) dapat menjamin pencapaian standar pelayanan
4 minimal, efisiensi, akuntabilitas dan keadilan seperti yang dapat dicapai
melalui penyediaan secara langsung dengan APBD (sesuai dengan Perpres
mengenai pengadaan barang dan jasa)?

Apakah skema KPBU yang akan dilakukan dapat memberikan


5 manfaat dalam bentuk alih pengetahuan dan teknologi dari swasta ke
publik?

Apakah skema KPBU yang akan dilakukan dapat memberikan


6 manfaat dalam bentuk alih pengetahuan dan teknologi dari swasta ke
publik?

Pertanyaan Kunci 4.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Konsultasi Public.

Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan konsultasi publik.

Apakah masyarakat dan pemangku kepentingan perlu memiliki


informasi dan wawasan mengenai proyek yang diusulkan karena proyek
1 tersebut menyangkut aspek-aspek vital dalam kehidupan
bermasyarakat?

Apakah ada pertimbangan-pertimbangan kualitatif dalam analisa


2 kelayakan ekonomi sosial yang bias subjektivitasnya dapat diminimalisir
dengan mendiskusikannya dengan masyarakat?

Apakah ada kelompok masyarakat dengan kemampuan teknis terkait


3 proyek KPBU yang perlu untuk lebih dilibatkan dan didengarkan
perspektifnya?

Apakah ada kelompok masyarakat yang akan terkena dampak dari


4 pelaksanaan proyek KPBU yang juga perlu untuk lebih dilibatkan dan
didengarkan perspektifnya?

Apakah diskusi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan tersebut


5 perlu bersifat interaktif, dialogis, dan memiliki unsur negosiasi untuk
mencapai titik mufakat?

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


24 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Pertanyaan Kunci 5.
Pertanyaan Kunci Dalam Melakukan Finalisasi Studi Pendahuluan

Pertanyaan kunci berikut ini dapat membantu dalam melakukan konsultasi publik.

Apakah kriteria kepatuhan sudah menunjukkan bahwa proyek sejalan


dengan: RPJMN, RPJMD, RTRWN, RTRWD, Rencana strategis sektor air
1 minum Kementerian PUPR, Jakstra SPAM Nasional, Jakstra SPAM Daerah,
Rencana Induk SPAM Nasional, dan Rencana Induk SPAM Daerah?

Apakah analisa Nilai Manfaat Uang menunjukkan bahwa proyek


2 memang lebih layak untuk diteruskan melalui skema KPBU?

Apakah analisa komersil atau potensi pendapatan proyek menunjukkan


3 bahwa proyek tersebut dapat memberi keuntungan dari segi finansial?

Apakah analisis kebutuhan dan analisis kelayakan ekonomi sosial yang


telah dilakukan menunjukkan bahwa proyek perlu untuk diteruskan?
4 (Dengan indikator seperti ENPV atau EIRR, atau threshold yang
terpenuhi).

Bagaimana rencana untuk mendapatkan izin lingkungan,


5 termasuk pelaksanaan AMDAL?

Bagaimana rencana pengadaan lahan, relokasi penduduk


6 dan kompensasi yang diperlukan?

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


25 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

IV. DAFTAR PERIKSA TAHAP PERENCANAAN

Poin-poin yang memerlukan pemeriksaan pada tahap perencanaan dituangkan dalam daftar periksa
berikut.

IV.1 Daftar Periksa Studi Pendahuluan

No. Temuan  Catatan

1 Terdapat indikasi layak teknis, ekonomi dan


sosial?

2 Terdapat kepastian suatu jumlah permintaan


air minum yang berkelanjutan?

3 Terdapat bukti bahwa proyek KPBU ini


mendapat dukungan dari masyarakat
berdasarkan hasil konsultasi publik?

4 Terbukti adanya kesesuaian Pemerintah


Daerah atau Direktur BUMD sebagai PJPK
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada?

5 Terbukti adanya kesesuaian rencana proyek


KPDBU ini dengan RPJMN, RPJMD, renstra
BUMD, serta dokumen-domumen
perencanaan jaringan SPAM?

6 Terdapat bukti bahwa ada kesesuaian antara


rencana lokasi proyek dengan RTRWN,
RTRWD serta dokumen-dokumen
perencanaan jaringan SPAM?

7 Dapat ditunjukkan keterkaitan proyek ini


dengan infrastruktur SPAM lainnya?

8 Terdapat bukti bahwa sektor Badan Usaha


memiliki keunggulan manajemen risiko untuk
risiko-risiko yang akan
ditransfer/dialokasikan pada Badan Usaha?

9 Standar pelayanan telah terdefinisi dengan


baik dan dapat disediakan oleh Badan Usaha
melalui skema KPBU?

10 Terdapat suatu indikasi bahwa penyediaan


melalui KPBU lebih memberikan value for
money dibandingkan skema lainnya?

11 Berdasarkan hasil konsultasi publik bisa


disimpulkan rentang kemampuan dan

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


26 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

No. Temuan  Catatan

kemauan pengguna untuk membayar?

12 Dapat dibuktikan bahwa ruang fiskal yang


tersedia mampu untuk mendukung
implementasi proyek KPBU ini hingga akhir
masa Perjanjian Kerjasama?

13 Telah ada indikasi kebutuhan dukungan


pemerintah; baik berupa Dukungan
Kelayakan, Penjaminan Infrastruktur, fasilitasi
Kajian Awal Pra Studi Kelayakan ataupun
fasilitasi transaksi?

14 Telah ada kesimpulan dan rekomendasi untuk


lanjut/tidak ke fase Penyiapan?

15 Telah ada rencana yang dapat dilaksanakan


untuk melakukan kajian lingkungan dan
memperoleh izin lingkungan

16 Telah ada rencana yang dapat dilaksanakan


untuk melakukan pembebasan lahan, relokasi
dan pemberian kompensasi pada masyarakat
yang terkena dampak proyek.

17 Telah ada rencana / agenda untuk penyiapan


proyek KPBU, termasuk rencana terkait
dengan pengadaan Badan Penyiapan atau
fasilitasi Bappenas dan/atau PDPPI
Kementerian Keuangan.

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018


27 Modul 3 – Tahap Perencanaan KPBU

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi – 2018

Anda mungkin juga menyukai