Anda di halaman 1dari 45

Konstruksi Rel Kereta Api

48 Votes

Jalan rel kereta api (UK: Railway Tracks, US: Railroad Tracks) atau biasa disebut dengan rel kereta
api, merupakan prasarana utama dalam perkeretaapian dan menjadi ciri khas moda transportasi
kereta api. Ya, karena rangkaian kereta api hanya dapat melintas di atas jalan yang dibuat secara
khusus untuknya, yakni rel kereta api. Rel inilah yang memandu rangkaian kereta api bergerak dari
satu tempat ke tempat yang lain.

Dalam pengamatan secara awam, kita melihat rel sebagai jalan untuk lewat kereta api yang terdiri
atas sepasang batang rel berbahan besi baja yang disusun secara paralel dengan jarak yang
konstan (tetap) antara kedua sisinya. Batang rel tersebut ditambat (dikatikan) pada bantalan yang
disusun secara melintang terhadap batang rel dengan jarak yang rapat, untuk menjaga agar rel tidak
bergeser atau renggang.

Sejarah Rel Kereta Api

Prinsip jalan rel telah berkembang sejak 2.000 tahun yang lalu. Waktu itu sarana transportasi untuk
mengangkut penumpang dan barang masih sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan kereta
roda. Jalan yang dilewati masih berupa jalan tanah yang berdebu. Ketika jalan tanah tersebut
diguyur hujan, kondisinya menjadi lembek dan kereta roda yang lewat meninggalkan bekas
cekungan pada tanah. Setelah kering, cekungan tersebut mengeras, dan beberapa kereta roda
yang lewat berikutnya juga melewati cekungan tersebut. Ternyata dengan mengikuti cekungan
tersebut, kereta roda dapat berjalan dengan lebih terarah dan gampang, pengendara tinggal
mengatur kecepatan kereta tanpa repot-repot lagi mengendalikan arah kereta roda. Kemudahan
transportasi dengan prinsip jalur rel inilah, yang membuat jalur rel memiliki keunggulan tersendiri,
sehingga terus berkembang hingga menjadi jalur rel KA yang kita kenal sekarang ini.
Prinsip Rel Kereta Api

Kereta api berjalan dengan roda besi, sehingga membutuhkan jalan khusus agar dapat berjalan
dengan baik. Untuk itulah dibuat jalan rel KA dengan permukaan baja, sehingga roda baja KA
beradu dengan jalan rel dari baja. Jalan baja ini memiliki karakteristik dan syarat-syarat khusus yang
berbeda dengan jalan aspal, sehingga konstruksinya lebih rumit dan melibatkan banyak komponen.
Jalan rel KA harus dibangun dengan kokoh, karena setiap rangkaian KA yang lewat memiliki beban
yang berat, apalagi setiap harinya akan dilalui berulang kali oleh beberapa rangkaian KA. Oleh
karena itu, konstruksi rel KA dibuat sebaik mungkin agar mampu menahan beban berat atau
istilahnya BEBAN GANDAR (AXLE LOAD) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya, sehingga
jalan baja ini dapat bertahan dalam waktu yang lama dan memungkinkan rangkaian KA dapat
berjalan dengan cepat, aman dan nyaman.
Merujuk pada bagan di atas, pada dasarnya konstruksi jalan rel KA terdiri atas 2 bagian. Bagian
bawah adalah Track Foundation atau Lapisan Landasan/Pondasi, dan bagian atas adalah Rail
Track Structure atau Struktur Trek Rel.Prinsipnya, jalan rel KA harus dapat mentransfer tekanan
yang diterimanya dengan baik yang berupa beban berat (axle load) dari rangkaian KA melintas.
Dalam arti, jalan rel KA harus tetap kokoh ketika dilewati rangkaian KA, sehingga rangkaian KA
dapat melintas dengan cepat, aman, dan nyaman. Roda-roda KA yang melintas akan memberikan
tekanan berupa beban berat (axle load) ke permukaan trek rel. Oleh batang rel (rails) tekanan
tersebut diteruskan ke bantalan (sleepers) yang ada dibawahnya. Lalu, dari bantalan akan
diteruskan ke lapisan ballast dan sub-ballast di sekitarnya. Oleh lapisan ballast, tekanan dari
bantalan ini akan disebar ke seluruh permukaan tanah disekitarnya, untuk mencegah amblesnya
trek rel.
Konstruksi Jalan Rel Kereta Api
Prinsipnya, lapisan landasan (track foundation) ini dibuat untuk menjaga kestabilan trek rel saat
rangkaian KA lewat. Sehingga trek rel tetap berada pada tempatnya, tidak bergoyang-goyang, tidak
ambles ke dalam tanah, serta kuat menahan beban rangkaian KA yang lewat. Selain itu, lapisan
landasan juga berfungsi untuk mentransfer beban berat (axle load) dari rangkaian KA untuk disebar
ke permukaan bumi (pada gambar di atas adalah Subsoil/Natural Ground).
Lapisan landasan merupakan lapisan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum membangun
trek rel, sehingga posisinya berada di bawah trek rel dan berfungsi sebagai pondasi. Sebagaimana
struktur pondasi pada suatu bangunan, lapisan landasan juga tersusun atas lapisan-lapisan material
tanah dan bebatuan, diantaranya :
1. FORMATION LAYER
Formation layer merupakan perkerjaan pemadatan tanah sebagai pondasi trek rel KA. Formation
layer ini dipersiapkan sebagai tempat ditaburkannya lapisan ballast. Lapisan ini berupa campuran
tanah, pasir, dan lempung yang diatur tingkat kepadatan dan kelembapan airnya. Pada Negara-
negara maju yang lintasan KA-nya sangat padat, ditambahkan lapisan Geotextile di bawah
formation layer. Geotextile adalah material semacam kain yang bersifat permeable yang terbuat dari
polipropilena atau polyester yang berguna untuk memperlancar drainase dari atas ke bawah
(subgrade ke subsoil), dan sekaligus memperkuat formation layer.
2. SUB-BALLAST DAN BALLAST

Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel
KA. Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang ditaburkan di
bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang
dijumpai bantalan rel yang “tenggelam” tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang
relnya saja.
Fungsi lapisan ballast adalah:

1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,


2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya, sehingga trek rel tidak
ambles,
3. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
4. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan ketinggian trek rel
(Levelling),
5. memperlancar proses drainase air hujan,
6. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan menjadi ukuran yang
kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran
partikel ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase, dan ukuran yang terlalu
besar akan mengurangi kemampuannya dalam mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas.
Dipilih yang sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast,
sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.
Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan
diatas formation layer dan menjadi track bed atau “kasur” bagi bantalan rel, agar bantalan tidak
bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan dengan
tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima
bantalan langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle
load. Kedua ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast hingga
setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu sendiri. Ballast
juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50cm dengan kemiringan (slope) tertentu
sehingga membentuk “bahu” ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari
trek rel.Padakasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu lapisan sub-ballast, yang
berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil. Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast,
meredam getaran saat rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket
dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari 150 mm
menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh
formation layer yang berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan
mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi kemampuan
drainasenya.Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast dengan dibersihkan dari
lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu,
dilakukan perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria. Di
Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk mengembalikan ballast
yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan
agar bantalan tidak bersinggungan langsung dengan tanah.
Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur, (3) harus ada di
bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi
kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya yang
elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-gerak sedikit) sehingga dapat
“mencengkeram” bantalan rel saat rangkaian KA lewat.
Komponen Penyusun Rel Kereta Api

Setelah lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap berikutnya adalah
membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap komponen mempengaruhi kualitas rel
KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-
komponennya.
1. BATANGAN BESI BAJA
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan,
dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian
KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle
load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m
untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel
dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.
Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti
batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batang
rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan
Standar:

 Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).
 Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram (kg).
 Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram (kg).
 Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram (kg).
 Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram (kg).
 Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram (kg).
 Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram (kg).
Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan maksimum
(axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan laju KA yang diijinkan
saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle load yang sanggup diterima oleh rel
tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil
dan aman.
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur KA
yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas
angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.
2. BANTALAN REL
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan.
Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga kelebaran trek (track gauge,
adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan
kata lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak
melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang diterima
dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak bergesar, sekaligus
kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang melintang dari posisi rel pada jarak
antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis bantalan, yakni :
(1) Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang
dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur
(2) Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu.
Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan
persinyalan elektrik
(3) Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling
banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar
daripada dua bantalan lainnya.
Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat ditaksir
sebagai berikut :

 Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.


 Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
 Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
 Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.

3. PLAT LANDAS
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat
landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai
lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber
Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan
rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena
telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga
untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus
untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat
dibawahnya.

4. PENAMBAT REL
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan batang
rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan (2) menjaga kelebaran trek
(track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang
rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang
menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua.
Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi.
Penambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load
yang tinggi. Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang
dipasang pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya
digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Karena sifatnya yang
elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu
perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun
bantalannya. Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit
(istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah
pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal
saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan
beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi.
Berbagai macam penambat elastis, antara lain:

1. Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris


2. Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
3. Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
4. Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
5. Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.

Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.

5. PLAT BESI PENYAMBUNG

Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua
segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup/baut
(Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25
meter tiap potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung
beserta bautnya. Pada setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space),
sehingga saat rangkaian KA lewat akan terdengar bunyi “jeg-jeg…jeg-jeg” dari bunyi roda KA yang
melewati celah pemuaian tersebut.
Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai Metode
Sambungan Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa ini telah dikenal metode
penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR).
Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang
tanpa diberi celah pemuaian, sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi, karena permukaan rel
menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat lewat dengan lebih nyaman. Penerapan
CWR juga mengurangi resiko rusaknya roda KA, karena roda KA akan “njeglong” atau “tersandung”
saat melewati celah pemuaian. Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini dapat disiasati
dengan menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian batang rel
(gerakan mendatar dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut saat dingin). Jika
penambatnya berupa penambat kaku, bisa disiasati dengan memasang rail anchor.

6. RAIL ANCHOR
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel yang
disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pada
sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.
Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping
bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang
ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk
mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat
kaku pada bantalan kayu atau besi.

* Diambil dari beberapa sumber.


Makalah Konstruksi Jalan Rel Kereta Api

Makalah Konstruksi Jalan Rel Kereta Api

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebelum tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan
dan sumber tenaga dari alam seperti angin. Pada masa itu barang-barang yang dapat diangkut
rata-rata dalam jumlah yang kecil dan waktu yang ditempuh relatif lama. Namun setelah
antara tahun 1800 hingga tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan baik karena
telah mulai dimanfaatkannya sumber tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta api, yang
dimana mulai banyak dipergunakan dalam dunia perdagangan dan dunai tranportasi. Dan
kurang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860 sampai dengan tahun 1920 mulai
diketemukannya alat tranportasi lainnya seperti misalnya kendaraan bermotor dan pesawat
terbang meskipun dengan banyak keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat itu, namun
pada masa itu pula angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam
pengangkutan secara masal antar daerah pada suatu wilayah.

Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh
sebuah perusahaan swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan
nama Nederlandsch Indische Spoorweg Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek
pertama yang dibuat adalah jalur kereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni
jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten Semarang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih
sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den Beele.
Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo-
Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats
Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur
lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara luar ini
membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-
Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung
oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur
Ulele-Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli
1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923
membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg
Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886. Pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11
perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.

II. TUJUAN DI BANGUNNYA MODA TRANPORTASI KERETA API.


Kereta Api merupakan moda (metode dasar) transportasi dengan multi keunggulan
komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal, adaptif dengan perubahan
teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam
skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan
jasa domestik dipasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang
dan barang diatas jalur rel kereta api, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi
nasional.

BAB II
JENIS-JENIS KERETA API.
I. Jenis - jenis Rel Kereta Api (Railway Tracks)

Jalan rel kereta api (UK: Railway Tracks, US: Railroad Tracks) atau biasa disebut
dengan rel kereta api, merupakan prasarana utama dalam perkeretaapian dan menjadi ciri
khas moda transportasi kereta api. Ya, karena rangkaian kereta api hanya dapat melintas di
atas jalan yang dibuat secara khusus untuknya, yakni rel kereta api.
Rel inilah yang memandu rangkaian kereta api bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain. Dalam pengamatan secara awam, kita melihat rel sebagai jalan untuk lewat kereta
api yang terdiri atas sepasang batang rel berbahan besi baja yang disusun secara paralel
dengan jarak yang konstan (tetap) antara kedua sisinya.
Batang rel tersebut ditambat (dikatikan) pada bantalan yang disusun secara melintang
terhadap batang rel dengan jarak yang rapat, untuk menjaga agar rel tidak bergeser atau
renggang.

II. Prinsip Rel Kereta Api


Kereta api berjalan dengan roda besi, sehingga membutuhkan jalan khusus agar dapat
berjalan dengan baik. Untuk itulah dibuat jalan rel KA dengan permukaan baja, sehingga roda
baja KA beradu dengan jalan rel dari baja. Jalan baja ini memiliki karakteristik dan syarat-
syarat khusus yang berbeda dengan jalan aspal, sehingga konstruksinya lebih rumit dan
melibatkan banyak komponen. Jalan rel KA harus dibangun dengan kokoh, karena setiap
rangkaian KA yang lewat memiliki beban yang berat, apalagi setiap harinya akan dilalui
berulang kali oleh beberapa rangkaian KA. Oleh karena itu, konstruksi rel KA dibuat sebaik
mungkin agar mampu menahan beban berat atau istilahnya beban ganda (Axle Load) dari
rangkaian KA yang berjalan di atasnya, sehingga jalan baja ini dapat bertahan dalam waktu
yang lama dan memungkinkan rangkaian KA dapat berjalan dengan cepat, aman dan nyaman.
Merujuk pada bagan di atas, pada dasarnya konstruksi jalan rel KA terdiri atas 2
bagian. Bagian bawah adalah Track Foundation atau Lapisan Landasan/Pondasi, dan bagian
atas adalah Rail Track Structure atau Struktur Trek Rel.Prinsipnya, jalan rel KA harus dapat
mentransfer tekanan yang diterimanya dengan baik yang berupa beban berat (axle load) dari
rangkaian KA melintas. Dalam arti, jalan rel KA harus tetap kokoh ketika dilewati rangkaian
KA, sehingga rangkaian KA dapat melintas dengan cepat, aman, dan nyaman. Roda-roda KA
yang melintas akan memberikan tekanan berupa beban berat (axle load) ke permukaan trek
rel. Oleh batang rel (rails) tekanan tersebut diteruskan ke bantalan (sleepers) yang ada
dibawahnya. Lalu, dari bantalan akan diteruskan ke lapisan ballast dan sub-ballast di
sekitarnya. Oleh lapisan ballast, tekanan dari bantalan ini akan disebar ke seluruh permukaan
tanah disekitarnya, untuk mencegah amblesnya trek rel.
BAB III
KONSTRUKSI JALAN REL KERETA API

I. Konstruksi Yang Berpengaruh Dalam Moda Tranportasi Kereta Api


Prinsipnya, lapisan landasan (track foundation) ini dibuat untuk menjaga kestabilan
trek rel saat rangkaian KA lewat. Sehingga trek rel tetap berada pada tempatnya, tidak
bergoyang-goyang, tidak ambles ke dalam tanah, serta kuat menahan beban rangkaian KA
yang lewat. Selain itu, lapisan landasan juga berfungsi untuk mentransfer beban berat (axle
load) dari rangkaian KA untuk disebar ke permukaan bumi (pada gambar di atas adalah
Subsoil/Natural Ground).

Lapisan landasan merupakan lapisan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
membangun trek rel, sehingga posisinya berada di bawah trek rel dan berfungsi sebagai
pondasi. Sebagaimana struktur pondasi pada suatu bangunan, lapisan landasan juga tersusun
atas lapisan-lapisan material tanah dan bebatuan, diantarany:

1. Formation Layer

Formation layer merupakan perkerjaan pemadatan tanah sebagai pondasi trek rel KA.
Formation layer ini dipersiapkan sebagai tempat ditaburkannya lapisan ballast. Lapisan ini
berupa campuran tanah, pasir, dan lempung yang diatur tingkat kepadatan dan kelembapan
airnya. Pada Negara-negara maju yang lintasan KA-nya sangat padat, ditambahkan
lapisan Geotextile di bawah formation layer. Geotextile adalah material semacam kain yang
bersifat permeable yang terbuat dari polipropilena atau polyester yang berguna untuk
memperlancar drainase dari atas ke bawah (subgrade ke subsoil), dan sekaligus memperkuat
formation layer.

2. Sub-Ballast Dan Ballast


Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena fungsinya sebagai tempat pembaringan trek
rel KA. Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang
ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan
rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang “tenggelam” tertutup lapisan
ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya saja.

Fungsi lapisan ballast adalah:


1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya,
3. sehingga trek rel tidak ambles,
4. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
5. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan ketinggian trek
rel (Levelling),
6. memperlancar proses drainase air hujan,
7. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.

Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan menjadi
ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang tajam (bentuknya
tidak bulat). Ukuran partikel ballast yang terlalu kecil akan mengurangi kemampuan drainase,
dan ukuran yang terlalu besar akan mengurangi kemampuannya dalam mentransfer axle load
saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-
rongga di dalam taburan ballast, sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih
rapat.

A. Ballast ditaburkan dalam dua tahap.

Pertama saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan
menjadi track bed atau “kasur” bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan langsung
dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan dengan tanah (formation
layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima bantalan
langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load.
Kedua ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast
hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu
sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50cm dengan
kemiringan (slope) tertentu sehingga membentuk “bahu” ballast yang berfungsi menahan
gerakan lateral dari trek rel.Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu
lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil.

Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian KA


lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya agar
tidak merembes ke lapisan ballast.

Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari
150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping Machine) justru
akan menyentuh formation layer yang berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan
tanah, yang akan mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi
kemampuan drainasenya.Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast
dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, atau bahkan diganti
dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi
olehPlasser and Theurer Austria. Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping
Machine) untuk mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus
merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak bersinggungan langsung
dengan tanah.

Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur,
(3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan
tanah, akan mengurangi kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti
material ballastnya yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-
gerak sedikit) sehingga dapat “mencengkeram” bantalan rel saat rangkaian KA lewat.

II. Komponen Penyusun Rel Kereta Api

Setelah lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap
berikutnya adalah membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap komponen
mempengaruhi kualitas rel KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah skema konstruksi jalan
rel KA beserta komponen-komponennya.
1. BATANGAN BESI BAJA

Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung
karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle
load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya
menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap
potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk
rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe
berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.

Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25
berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin
tebal pula batang rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan
standar UIC dengan Standar:

A. Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 (kg).
B. Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 (kg).
C. Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 (kg).
D. Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 (kg).
E. Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 (kg).
F. Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 (kg).
G. Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 (kg).

Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan
maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan laju KA
yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle load yang
sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat melaju pada
kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.

Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur
KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak
ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi
di Indonesia.

2. BANTALAN REL
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan
ditambatkan. Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga
kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track
gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang atau
menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian
KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk
disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.

Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak
bergesar, sekaligus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang melintang
dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis bantalan, yakni :

(1) Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran,
yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur.
(2) Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari
kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang
menggunakan persinyalan elektrik.
(3) Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan
paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih
besar daripada dua bantalan lainnya.

3. PLAT LANDAS

Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie
Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel
sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat(Spike). Sedangkan pada bantalan
beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan
fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat
umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.

Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang
penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang
rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan
yang ada tepat dibawahnya.
PERENCANAAN JALAN REL KERETA API
BAB 1

PENDAHULUAN

A. JALAN KERETA API SECARA UMUM

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel.
Kereta api merupakan alat tranfortasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan
tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan
lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat
penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif,
beberapa negara berusaha memanfaatkan secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan
darat baik didalam kota, antar kota, maupun antar negara.

B. SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API

Sebelum tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan
dan sumber tenaga dari alam seperti angin. Pada masa itu barang-barang yang dapat diangkut rata-rata
dalam jumlah yang kecil dan waktu yang ditempuh relatif lama. Namun setelah antara tahun 1800 hingga
tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan baik karena telah mulai dimanfaatkannya
sumber tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta api, yang dimana mulai banyak dipergunakan
dalam dunia perdagangan dan dunai tranportasi. Dan kurang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860
sampai dengan tahun 1920 mulai diketemukannya alat tranportasi lainnya seperti misalnya kendaraan
bermotor dan pesawat terbang meskipun dengan banyak keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat
itu, namun pada masa itu pula angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam
pengangkutan secara masal antar daerah pada suatu wilayah.

Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah perusahaan
swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan namaNederlandsch Indische Spoorweg
Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah jalur kereta api pertama
dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten Semarang saat ini, jalur yang
dibuat kurang lebih sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jenderal L.A.J Baron Sloet Van Den
Beele. Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo-Yogyakarta.
Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal
dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei
April 1878, perusahaan negara luar ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879
membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa
terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh).
Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih
(Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di
Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, sudah ada 11
perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.

C. PENGERTIAN UMUM TRANSPORTASI

Mobilitas manusia sudah dimulai sejak jaman dahulu kala, kegiatan tersebut dilakukan dengan
berbagai tujuan antara lain untuk mencari makan, mencari tempat tinggal yang lebih baik, mengungsi dari
serbuan orang lain dan sebagainya. Dalam melakukan mobilitas tersebut sering membawa barang
ataupun tidak membawa barang. Oleh karenanya diperluhkan alat sebagai sarana transportasi, menurut
Abbas salim (1993:5). Transportasi adalah sarana bagi manusia untuk memindahkan sesuatu, baik
manusia atau benda dari satu tempat ke tempat lain, dengan ataupun tanpa mempergunakan alat bantu.
Alat bantu tersebut dapat berupa tenaga manusia, binatang, alam ataupun benda lain dengan
mempergunakan mesin ataupun tidak bermesin.

D. TUJUAN DI BANGUNNYA REL KERETA API

Kereta Api merupakan moda (metode dasar) transportasi dengan multi keunggulan komparatif:
hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang
memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga
mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar global. Dengan
tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang diatas jalur rel kereta api, maka ikut
berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

E. JENIS-JENIS KERETA API

1. Dari segi propulsi (tenaga penggerak)

a. Kereta api uap

b. Kereta api diesel

c. Kereta rel listrik

2. Dari segi rel

Kereta api rel konvensional


Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai contonya di Stasiun Jakarta Kota.
Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan dibantalan. Didaerah tertentu yang
memiliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan ditengah-tengah rel tersebut
serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi.

Kereta api monorel

Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur kereta
yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api didesain
menggantung pada rel atau diatas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi kota
khususnya dikota-kota mentropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang.

3. Dari segi diatas atau dibawah permukaan tanah

Kereta api permukaan

Kereta api permukaan berjalan diatas tanah. Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta
api jenis ini.

Kereta api bawah tanah (subway)

Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan dibawah permukaan tanah (subway). Kereta
jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan dibawah tanah sebagai jalur kereta api.
Umumnya digunakan pada kota-kota besar (metropolitan) seperti New York, Tokyo, Sidney, Kuala
Lumpur, Singapur, Paris, dan Moskwa dll. Selain itu juga digunakan dalam sekala lebih kecil pada daerah
pertambangan.

4. Dari segi penumpang

a. Kereta api penumpang

b. Kereta api barang

F. STASIUN KERETA API

Stasiun kereta api adalah tempat dimana para penumpang dapat naik turun dalam memakai
sarana transportasi kereta api. Selain stasiun, pada masa lalu dikenal juga dengan halte kereta api yang
memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api.

Stasiun kereta api umumnya terdiri atas tempat penjualan tiket, peron atau ruang tunggu, ruang
kepala stasiun, dan ruang PPKA (Pengaturan Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, sinyal, wesel,
(alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya.

G. GERBONG
Gerbong adalah kendaraan beroda yang merupakan bagian dari sebuah rangkaian kereta api yang
bukan merupakan lokomotif. Gerbong secara garis besar dibedakan atas dua jenis yaitu gerbong
penumpang dan gerbong barang. Gerbong barang kemudian dibedakan lagi jenis muatannya antara lain:

1. Lori – gerbong terbuka, umunya untuk mengangkut bahan galian tambang.

2. Tangki – gerbong untuk mengangkut muatan berbentuk cair.

3. Gerbong untuk mengangkut ternak.

4. Peti kemas.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI STRUKTUR JALAN REL

Struktur jalan rel merupakan suatu kontruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau
infrastruktur perjalanan kereta api. Gambar 2.1 menjelaskan gambar konstruksi jalan rel yang tampak
secara visual dan secara skematik digambarkan dalam potongan melintang.

Secara konstruksi, jalan rel dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu :
1. Jalan rel dalam konstruksi timbunan.

2. Jalan rel dalam konstruksi galian.

Jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah persawahaan atau daerah rawa,
sedangkan jalan rel pada konstruksi galian umumnya terdapat pada medan pegunungan. Gambar 2.2
menunjukkan contoh potongan konstruksi jalan rel pada daerah timbunan dan galian.

B. KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL

Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yaitu terdiri dari kumpulan komponen-
komponenjalan rel yaitu :

1. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari komponen-komponen seperti rel
(rail), penambat (fastening) dan bantalan (sleeper, tie).

2. Struktur bagian bawah,atau dikenal sebagai substructure, yang terdiri dari komponen balas (ballast),
subbalas (subbalast), tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar
merupakan lapisan tanah di dibawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempatan atau tanah yang
didatangkan (jika kondisi tanah asli kurang baik), dan telah mendapatkan perlakuan pemadatan
(compaction) atau diberikan perlakuan khusus (treatment). Pada kondisi tertentu, balas juga dapat
disusun dalam dua lapisan, yaitu : balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom ballast).

Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun komponen-komponennya seperti
rel, bantalan, penambat dan lapisan pondasi serta tanah dasar secara terpadu dan disusun dalam sistem
konstruksi dan analisis tertentu agar dapat dilalui kereta api secara aman dan nyaman. Gambar 2.3
menjelaskan bagian-bagian struktur atas dan bawah konstruksi jalan rel dan secara skematik
menjelaskan keterpaduan komponen-komponennya dalam suatu sistem struktur.

C. KOMPONEN-KOMPONEN PENYUSUN JALAN REL

1. Rel (batangan besi baja)

Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan,
dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA
yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari
rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel
modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi
beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.

Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti
batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batang rel
tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:

 Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).

 Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram (kg).

 Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram (kg).
 Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram (kg).

 Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram (kg).

 Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram (kg).

 Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram (kg).

Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan

maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan

laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle

load yang sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat

melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.

Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur
KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan
lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.

2. Bantalan Rel

Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan.
Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga kelebaran trek (track gauge,
adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata
lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit, (3) menumpu batang rel agar tidak melengkung ke
bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan
plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak bergesar, sekaligus kuat
untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang melintang dari posisi rel pada jarak
antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis bantalan, yakni :

a. Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang dilapisi
dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur.

b. Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu. Bantalan
besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan persinyalan
elektrik.

c. Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling banyak
digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada dua
bantalan lainnya.

Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat ditaksir sebagai
berikut :

 Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.

 Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.

 Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.

 Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.

3. Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat
landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang
tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama
seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan
lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada
beton.

Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga
untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk
mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibawahnya.

4. Penambat Rel

Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan batang
rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan (2) menjaga kelebaran trek (track
gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang
digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.

Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang
menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua.
Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi.
Penambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load yang
tinggi. Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang dipasang pada
jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya
digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Karena sifatnya yang
elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu
perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun
bantalannya. Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit
(istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian)
karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal saat pemuaian.
Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada
juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi.

Berbagai macam penambat elastis, antara lain:

 Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris

 Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris

 Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh

 Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung

 Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.

Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.


5. Plat Penyambung Rel

Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua
segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup/baut (Bolt)
penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap
potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada
setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), sehingga saat rangkaian KA lewat
akan terdengar bunyi “jeg-jeg…jeg-jeg” dari bunyi roda KA yang melewati celah pemuaian tersebut.

Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai Metode Sambungan


Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa ini telah dikenal metode penyambungan rel
dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2
sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian,
sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.

CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi, karena permukaan rel
menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat lewat dengan lebih nyaman. Penerapan CWR
juga mengurangi resiko rusaknya roda KA, karena roda KA akan “njeglong” atau “tersandung” saat
melewati celah pemuaian. Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini dapat disiasati dengan
menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian batang rel (gerakan mendatar
dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut saat dingin). Jika penambatnya berupa
penambat kaku, bisa disiasati dengan memasang rail anchor.
6. Rail Anchor

Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel yang
disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pada
sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.

Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping
bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang ditambat
dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah
gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan
kayu atau besi.
7. Lapisan Pondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast)

Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular / butiran dan diletakkan sebagai lapisan
permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang
bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan kotoran dan tidak pipih (prone).
Meskipun demikian, pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar untuk diperoleh/dipertahankan,
oleh yang demikian, permasalahan pemilihan material balas yang ekonomis dan memungkinkan secara
teknis masih mendapat perhatian dalam kajian dan penelitian. Lapisan balas berfungsi untuk menahan
gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan
dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.

8. Lapisan Pondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)

Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalas. Lapisan ini
berfungsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat
didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya.

9. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang harus dibangun terlebih
dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar adalah menyediakan landasan yang stabil untuk lapisan
balas dan subbalas. Perilaku tanah dasar adalah komponen substruktur yang sangat penting yang mana
memiliki peranan yang signifikan berkait pada sifat teknis dan perawatan jalan rel.

D. KRITERIA STRUKTUR JALAN REL

1. Kekakuan (Stiffness)

Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi vertikal yang diakibatkan oleh
distribusi beban lalu lintas kereta api merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan kualitas jalan
rel. Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rel tidak baik dan keausan
yang besar diantara komponen-komponen struktur jalan rel.

2. Elastisitas (Elastic / Resilience)

Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga patahnya as roda, meredam
kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan pemakaian bantalan
beton,maka untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat karet (rubber pads) di bawah
kaki rel.

3. Ketahanan Terhadap Deformasi Tetap

Deformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung menjadi deformasi tetap sehingga geometrik
jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya
kenyamanan dan keamanan terganggu.

4. Stabilitas

Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang tetap/semula (vertikal
dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini diperlukan balas dengan mutu dan kepadatan yang
baik, bantalan dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik.

5. Kemudahan Untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)

Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan pemeliharaan sehingga dapat
dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan geometri akibat
beban yang berjalan.

E. PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL

1. Beban dan Gaya Pada Rel

Pembebanan dan pergerakan kereta api di atas struktur jalan rel menimbulkan berbagai gaya pada
rel. Gaya-gaya tersebut diantaranya gaya vertikal, gaya transversal (lateral) dan gaya longitudinal.
a. Gaya Vertikal

Gaya ini adalah beban yang paling dominan dalam struktur jalan rel. Gaya vertikal menyebabkan
terjadinya defleksi vertikal yang merupakan indikator terbaik untuk penentuan kualitas, kekuatan dan
umur jalan rel. Secara global, besarnya gaya vertikal dipengaruhi oleh pembebanan oleh lokomotif,
kereta maupun gerbong.

- Gaya Lokomotif (locomotive)

Jenis lokomotif akan menentukan jumlah bogie dan gandar yang akan mempengaruhi berat beban
gandar di atas rel yang dihasilkannya.

- Gaya Kereta (car, coach)

Karakteristik beban kereta dipengaruhi oleh jumlah bogie dan gander yang digunakan. Selain itu, faktor
kenyamanan penumpang dan kecepatan (faktor dinamis) mempengaruhi beban yang dihasilkan.

- Gaya Gerbong (wagon)

Prinsip pembebanan pada gerbong adalah sama dengan lokomotif dan kereta. Meskipun demikian,
kapasitas muatan gerbong sebagai angkutan barang perlu diperhatikan dalam perencanaan beban.

Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan beban gandar oleh lokomotif, kereta dan gerbong merupakan
beban statik, sedangkan pada kenyataannya, beban yang terjadi pada struktur jalan rel merupakan
beban dinamis yang dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beban angin), kondisi
geometrik dan kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, diperlukan transformasi gaya
statik ke gaya dinamik untuk merencanakan beban yang lebih realistis. Persamaan TALBOT (1918)
memberikan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut:
b. Gaya Transversal (Lateral)

Gaya ini terjadi akibat adanya gaya sentrifugal (ketika rangkaian kereta api berada

di lengkung horizontal), gerakan ular rangkaian (snake motion) dan ketidakrataan

geomtrik jalan rel yang bekerja pada titik yang sama dengan gaya vertikal. Gaya ini

dapat menyebabkan tercabutnya penambat akibat gaya angkat (uplift force),

pergeseran pelat andas dan memungkinkan terjadinya derailment (anjlog atau

keluarnya roda kereta dari rel). Syarat pembatasan besarnya gaya lateral

supaya tidak terjadi anjlog adalah :

F. POLA DISTRIBUSI GAYA PADA STRUKTUR JALAN REL

Pola distribusi gaya vertikal beban kereta api dapat dijelaskan secara umum sebagai berikut :

1. Beban dinamik diantara interaksi roda kereta api dan rel merupakan fungsi dari karakteristik jalur,
kendaraan dan kereta, kondisi operasi dan lingkungan. Gaya yang dibebankan pada jalur oleh
pergerakan kereta api merupakan kombinasi beban statik dan komponen dinamik yang diberikan kepada
beban statik. Beban dinamik diterima oleh rel dimana terjadi tegangan kontak diantara kepala rel dan
roda, oleh sebab itu, sangat berpengaruh dalam pemilihan mutu baja rel.

2. Beban ini selanjutnya didistribusikan dari dasar rel ke bantalan dengan perantara pelat andas ataupun
alas karet.

3. Beban vertikal dari bantalan akan didistribusikan ke lapisan balas dan subbalas menjadi lebih kecil dan
melebar. Pola distribusi beban yang melebar dan menghasilkan tekanan yang lebih kecil yang dapat
diterima oleh lapisan tanah dasar.

Prinsip pola distribusi gaya pada struktur rel bertujuan untuk menghasilkan reduksi tekanan kontak yang
terjadi diantara rel dan roda (± 6000 kg/cm2) menjadi tekanan yang sangat kecil pada tanah dasar (± 2
kg/cm2). Gambar 4.3 di bawah ini menjelaskan pola distribusi beban pada struktur jalan rel.

G. KETENTUAN UMUM PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

1. Standar Jalan Rel

Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geometrik
jalan rel tertuang dalam Tabel Klasifikasi Jalan Rel PD.10 tahun 1986.

Ketentuan tersebut diantaranya: kelas jalan, daya lintas/angkut, kecepatan maksimum, tipe rel, jenis
bantalan dan jarak, jenis penambat rel dan struktur balasnya.

2. Kecepatan dan Beban Gandar

Dalam ketentuan PD 10 tahun 1986, terdapat beberapa tipe kecepatan yang digunakan dalam
perencanaan, yaitu :
a. Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi jalan rel. Adapun
beberapa bentuk kecepatan rencana digunakan untuk :

a. Kecepatan Maksimum

Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu rangkaian kereta
pada lintas tertentu. Ketentuan pembagian kecepatan maksimum dlam perencanaan geometrik dapat
dilihat pada Tabel Klasifikasi Jalan Rel.

b. Kecepatan Operasi

Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu.

c. Kecepatan Komersial

Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian jarak tempuh
dengan waktu tempuh.

Beban gandar maksimum yang dapat diterima oleh struktur jalan rel di Indonesia untuk semua kelas jalan
adalah 18 ton (PD. No. 10 tahun 1986).

3. Daya Angkut Lintas


Daya angkut lintas (T) adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas dalam jangka
waktu satu tahun.

4. Ruang Bebas dan Ruang Bangunan

a. Definisi

- Ruang Bebas

Ruang di atas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala rintangan dan benda penghalang, ruang
ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian kereta api.

- Ruang Bangun

Ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala bangunan seperti tiang semboyan, tiang
listrik dan pagar. Ruang bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter sampai 3,55 meter.

b. Jalur Tunggal

Menurut R-10, batas ruang untuk jalur lurus dan lengkung dibedakan

sebagai berikut :

1). Batas ruang bebas untuk jalur lurus dan lengkung dengan jari-jari lebih besar dari 3000 m.

2). Untuk lengkung dengan jari-jari 300 sampai dengan 3000 m.

3). Untuk lengkung dengan jari-jari kurang dari 300 m.

- Untuk kereta listrik :

Kereta listrik disediakan ruang bebas untuk memsang saluran-saluran kawat listrik beserta tiang
pendukungnya dan pantograph listrik di kereta.
- Untuk peti kemas :

Ruang bebas didasarkan pada ukuran gerbong peti kemas standar ISO dengan ukuran standard height.
Standar ini digunakan karena banyak negara yang menggunakannya dan cenderung untuk dipakai pada
masa yang panjang.

c. Jarak Jalur Ganda

Jarak jalur sumbu untuk jalur lurus dan lengkung sebesar 4,00 meter.

BAB III

PENUTUP

Maksud dari tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang
perkembangan struktur transportasi terutama kereta api. Dengan terus meningkatnya kemajuan teknologi
maka akan semakin ditingkatkan kearah aspek kenyamanan, aspek keselamatan, dampaknya terhadap
lingkungan dan biaya yang ekonomis untuk pembuatannya.

Bahwa materi tentang jalan rel ini masih cukup luas dan akan selalu ada pembaharuan sehingga
diperlukan penggalian informasi dan ilmunya dari berbagai sumber yang terdepan, dan juga harus tetap
mengacu pada persyaratan atau ketentuan yang berlaku sekarang ini sehingga dengan cara ini
pembangunan jalan rel dapat lebih aman, nyaman dan ramah lingkungan, dapat lebih efektif dan juga
dapat dilakukan dengan beberapa metode pelaksaannya yang mudah dan berkualitas untuk pekerjaan
konstruksi.
4. PENAMBAT REL

Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi


tumpuan batang rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan (2)
menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada
jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni
Penambat Kaku dan Penambat elastis.

Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang
dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur
kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu
atau bantalan besi. Penambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk jalan rel dengan
frekuensi dan axle load yang tinggi. Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel
pada bantalan kayu yang dipasang pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi,
yangbiasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang
tinggi.Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat
rangkaian KA melintas, oleh karena itu perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat
mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun bantalannya.

Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit
(istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah
pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara
horizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama
pada bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan
besi.

5. Berbagai macam penambat elastis, antara lain:


A.Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
B. Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
C. Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
D. Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
F. Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.

Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.


6. Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat
ditaksir sebagai berikut :
A. Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.
B. Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
C. Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
D. Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.

Demikian sekilas dari saya, semoga ada manfaatnya...

Anda mungkin juga menyukai