Anda di halaman 1dari 16

Perencanaan Jalan Rel

Dosen Pengampu : Anggun Pratiwi JF,S.T. M.T.

Kelas : Sem 7 / B

Hari/ Jam : Rabu, 13.30 Wib

Nama Kelompok IV :

1. Jaka Hargawa (2018210033)

2. M. Hafizh (2018210036)

3. Silvia Pebrina (2018210037)

4. Yayang Namira ( 2018210038)

5. Ibrahim Fakhri Jovari (2018210097)

Program studi Teknik Sipil

Fakultas teknik

Institut Teknologi Padang

2021
A. Sejarah Rel Kereta Api
Prinsip jalan rel telah berkembang sejak 2.000 tahun yang lalu. Waktu itu sarana
transportasi untuk mengangkut penumpang dan barang masih sangat sederhana, yaitu
dengan menggunakan kereta roda. Jalan yang dilewati masih berupa jalan tanah yang
berdebu. Ketika jalan tanah tersebut diguyur hujan, kondisinya menjadi lembek dan kereta
roda yang lewat meninggalkan bekas cekungan pada tanah. Setelah kering, cekungan
tersebut mengeras, dan beberapa kereta roda yang lewat berikutnya juga melewati
cekungan tersebut. Ternyata dengan mengikuti cekungan tersebut, kereta roda dapat
berjalan dengan lebih terarah dan gampang, pengendara tinggal mengatur kecepatan kereta
tanpa repot-repot lagi mengendalikan arah kereta roda. Kemudahan transportasi dengan
prinsip jalur rel inilah, yang membuat jalur rel memiliki keunggulan tersendiri, sehingga terus
berkembang hingga menjadi jalur rel KA yang kita kenal sekarang ini.

B. Konstruksi Jalan Rel


Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun
komponennya seperti rel, bantalan, penambat dan lapisan fondasi serta tanah dasar
secara terpadu dan disusun dalam sistem konstruksi dan analisis tertentu untuk dapat
dilalui kereta api secara aman dan nyaman. Perencanaan konstruksi jalan rel harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teknis
dan ekonomis. Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui
oleh kendaraan rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur
konstruksinya. Secara eknomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan
konstruksi tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya yang sekecil mungkin dimana
masih memungkinkan terjaminnya keamanan dan tingkat kenyamanan.
Komponen-komponen konstruksi jalan rel diantara lainnya yaitu
1. Rel (Rail)
Rel merupakan batangan baja longitudinal yang berhubungan secara langsung
dan memberikan tuntunan serta tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api
secara berterusan. Oleh karena itu, rel harus memiliki nilai kekakuan tertentu
untuk menerima dan mendistribusikan beban roda kereta api dengan baik.

2. Penambat (Fastening System)


Untuk menghubungkan antara bantalan dengan rel digunakan sistem
penambat dengan jenis dan bentuk yang bervariasi sesuai jenis bantalan yang
digunakan serta klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.

3. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi penting diantaranya menerima beban dari
rel dan mendistribusikannya kepada lapisan balas dengan tingkat tekanan
kecil, mempertahankan sistem penambat untuk mengikat rel pada
kedudukannya, dan menahan pergerakan rel arah longitudinal, lateral dan
vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan konstruksinya yakni bantalan besi,
kayu dan beton. Perancangan bantalan yang baik sangat diperlukan agar
fungsinya optimal.

4. Lapisan Fondasi Atas atau Balas (Ballast)


Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran yang diletakkan
sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas
yang baik berasal dari batuan yang bersudut, pecah, keras, bergradasi yang
sama, bebas dari debu dan kotoran serta tidak pipih (prone). Lapisan ini
berfungsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal
yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan
jalan rel pada posisi yang disyaratkan.

Fungsi lapisan ballast adalah:


1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya,
sehingga trek rel tidak ambles,
3. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
4. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan
meratakan ketinggian trek rel (Levelling),
5. memperlancar proses drainase air hujan,
6. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air
hujan.

5. Lapisan Fondasi Bawah atau Subbalas (Subballast).


Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan
subbalas. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas yaitu mengurangi
tekanan di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah
dasar sesuai tingkatannya.
6. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan ini merupakan lapisan dasar struktur jalan rel yang harus dibangun
terlebih dahulu. Fungsi utamanya adalah menyediakan landasan yang stabil
untuk lapisan balas dan subbalas. Lapisan ini adalah komponen substruktur
yang sangat penting sebab memiliki peranan signifikan terkait sifat teknis dan
perawatan jalan rel.

Setelah lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap
berikutnya adalah membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap
komponen mempengaruhi kualitas rel KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah
skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-komponennya.
Gambar skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-komponennya.

1. Batangan Besi Baja


Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung
karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban
berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang
pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang
lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel
modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel
dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.
Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54.
Misalkan, R25 berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter.
Makin besar “R”, makin tebal pula batang rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang
digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:

 Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).
 Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram (kg).
 Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram (kg).
 Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram (kg).
 Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram (kg).
 Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram (kg).
 Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram (kg).

Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar
tekanan maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2)
kecepatan laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin
besar axle load yang sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di
atasnya dapat melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman.
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang
digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan
lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang
memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.

2. BANTALAN REL
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan
dan ditambatkan. Berfungsi untuk
(1) Meletakkan dan menambat batang rel.
(2) Menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia
memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang
rel tidak meregang atau menyempit
(3) Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA
(4) Mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk
disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak
bergesar, sekaligus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang
melintang dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis
bantalan, yakni :

(1) Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu
campuran, yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet
dan tahan jamur.
(2) Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet
dari kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada
trek yang menggunakan persinyalan elektrik.
(3) Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat
ini, dan paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu
menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.

Gambar Bantalan-bantalan rel


Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat ditaksir
sebagai berikut :

 Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.


 Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
 Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
 Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.

3. PLAT LANDAS
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie
Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel
sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada
bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau
karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya
penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang
penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan
batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke
bantalan yang ada tepat dibawahnya.

Gambar Plat Dasar

4. PENAMBAT REL
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi
tumpuan batang rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan
(2) menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung
kepada jenis bantalan dan tipe batang rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel,
yakni Penambat Kaku dan Penambat elastis.
Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon
yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan
pada jalur kereta api tua. Karakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang
pada bantalan kayu atau bantalan besi. Penambat kaku kini sudah tidak layak
digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load yang tinggi. Namun
demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang dipasang
pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.

Gambar Paku Rel

Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi,
yang biasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load
yang tinggi. Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada
rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu perjalan KA menjadi lebih nyaman
dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun bantalannya. Selain itu
penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit (istilahnya
Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah
pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak
secara horizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak
digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada
bantalan kayu dan bantalan besi.
Berbagai macam penambat elastis, antara lain:

1. Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris


2. Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
3. Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
4. Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
5. Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.

Gambar Penambat Rel

5. PLAT BESI PENYAMBUNG


Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk
menyambung dua segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6
lubang untuk tempat skrup/baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel
biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga perlu
komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada setiap
sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), sehingga saat rangkaian
KA lewat akan terdengar bunyi “jeg-jeg…jeg-jeg” dari bunyi roda KA yang melewati
celah pemuaian tersebut.
Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai
Metode Sambungan Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa ini
telah dikenal metode penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan
Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong
batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian,
sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi,
karena permukaan rel menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat
lewat dengan lebih nyaman. Penerapan CWR juga mengurangi resiko rusaknya roda
KA, karena roda KA akan “njeglong” atau “tersandung” saat melewati celah
pemuaian. Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini dapat disiasati dengan
menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian batang rel
(gerakan mendatar dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut saat
dingin). Jika penambatnya berupa penambat kaku, bisa disiasati dengan memasang
rail anchor.
6. RAIL ANCHOR
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor
digunakan pada rel yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan
pemuaian batang rel, karena pada sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.
Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat
disamping bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak
dipasang pada rel yang ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama
seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi,
rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan kayu atau besi.
C. Hal-Hal Yang Diperlukan Untuk Pembuatan Konstruksi Jalan Rel
Perencanaan konstruksi jalan rel diperngaruhi oleh jumlah beban, kecepatan
maksimum, beban gandar dan pola operasi. Atas dasar ini diadakan klasifikasi jalan
rel, sehingga perencanaan dapat dibuat secara tepat guna. Adapun data-data yang
dibutkan antara lainnya yaitu :
1. Kecepatan
a). Kecepatan Rencana.
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan
konstruksi jalan rel.
1. Untuk perencanaan struktur jalan rel.
V rencana = 1,25 x V maks.
Untuk perencanaan kecepatan rencana nya
V rencana = 1,25 x 100 = 125
Disini kami mengambil Klasifikasi Jalan Kereta Api nomor 3, yaitu dengan
Perencanaan Kecepatan KA Maksimum Vmax (km/jam) nya 100.
2. Untuk perencanaan peninggian

C = 1,25

Ni= jumlah kereta api yang lewat

Data yang diambil yaitu 4 kali perjalanan pergi- pulang Ka Sibunuang


(Padang –Naras )

Vi = kecepatan operasi, kecepatan 80 kilometer/jam , waktu tempuh 120


menit dengan jarak tempuh 60 kilometer.

V rencana = 1,25 x∑ 4 . 60

∑4
= 75

3. Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan


Vrencana = Vmaks

Jadii Vrencana = Vmaks

125 = 100

b). Kecepatan Maksimum


Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu
rangkaian kereta pada lintas tertentu.
Kecepatan maksimum nya 100 (Terdapat pada klasifikasi jalan Kereta Api no.3)
c). Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu.
Kecepatan reratanya yaitu 80 kilometer/jam.
d). Kecepatan Komersil
Kecepatan komersil kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian jarak
tempuh dengan waktu tempuh.
Kecepatan Komersial = hasil pembagian jarak : waktu tempuh
= 60 kilometer : 2 jam
= 30 Km/Menit.
2. Beban Gandar.
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari satu gandar.
Untuk semua kelas, beban gandar maksimum adalah 18 ton.

Klasifikasi Jalan KA Tekanan Gandar P max (ton)


1 18
2 18
3 18
4 18
5 18

a). Klasifikasi Jalan Rel


Daya angkut lintas, kecepatan maksimum, beban gandar dan ketentuan-
ketentuan lain untuk setiap kelas jalan, tercantum pada table 1.1.
ET = Elastik Tunggal ; EG = Elastik Ganda

Tabel 1.1.
Pada table 1.1 ini kami mengambil Klasifikasi Jalan Relnya nomor 3. Dengan passing ton
tahunan 5-10 (juta ton) dengan Perencanaan Kecepatan KA Maksimum Vmax yaitu 100
(km/jam). Tekanan Gandar P max (ton) nyaa 18 Ton,dengan Tipe Rel yang kami ambil R-50

Karakteristik Rel
Karakteristik Notasi/ Tipe Rel R-50
Satuan
Tinggi Rel H (mm) 153,0
Lebar kaki B (mm) 127,0
Lebar kepala C (mm) 65,00
Tebal badan D (mm) 15,00
Tinggi kepala E (mm) 49,00
Tinggi kaki F (mm) 30,00
Jarak tepi bawah kaki
rel ke garis horizontal dari G (mm) 76,00
pusat kelengkungan badan rel
Jari-jari kelengkungan badan
R (mm) 500,0
rel
Luas penampang A (cm²) 64,20
W
Berat rel 50,40
(kg/m)
Momen inersia terhadap sumbu
cm4 1.960
X
Jarak tepi bawah kaki rel ke Yb
71,60
garis netral ( mm)

R-50, adalah rel dengan berat sekitar 50 kg/meter.

Tegangan Dasar Rel (kg/cm2) yaitu 1178,8 dengan tegangan ijin 1663 kg/cm2

3.Daya Angkut Lintas.

Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas
dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta
jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat di lintas yang
bersangkutan. Daya angkut disebut daya angkut T dengan satuan ton/ tahun.

4.Ruang Bebas dan Ruang Bangun.


Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala
rintangan dan benda penghalang, ruang ini disediakan untuk lalu lintas
rangkaian kereta api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda,
baik pada bagian lintas yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas
elektrifikasi dan non elektrifikasi. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan
sebagai berikut :
a. Pada lintas bebas : 2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur.
b. Pada emplasemen : 1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur
c. Pada jembatan : 2,15 m di kiri kanan sumbu sepur.
Perencanaan Geometri Jalan Rel
Perencanaan ini berupa pembuatan alinemen trase jalan kereta api, dengan
diadakan perhitungan terhadap tikungan-tikungan yang ada.

Table nilai peninggian rel relative.

Maka didapat data dari table peninggian rel relative :

jari-jari minimum lengkung peralihan =550

kecepatan rencana = 100


maka di dapat nilai peninggian rel relatif = 110

v2
H normal = 5,95. = mm
R

Tabel 2 Panjang Minimum Jarak Pandangan Untuk Kombinasi Kecepatan

Kecepatan kereta api 100 km/ jam, sedangkan untuk kecepatan kendaraan
di jalan raya kami memakai kecepatan 60 km/jam, karena mengingat ruas pada
Padang-Pariaman merupakaan jalan kawasannya tidak di perkotaan maka
kecepatan kendaraan rel kereta api dapat 60 km/jam. Sehingga dari tabel
diperoleh Panjang Minimum Jarak Pandangan yaitu 194 m.

Vrencana = 100
R tanpa peralihan = 1650
R dengan
= 550
peralihan
 = 60
TANª/2 0,6

TC = RC . Tan /2 = 990,00
LC = 2.RC = 1206,14
Ec = Tc.tan(60/4) = 379,93
titik awal
STA.TC = = 990,00
lengkung
STA.CT = Tc + Lc = 2196,14

h normal = 5,95. V^2/R = 108,18


Lh = Ls = 0,01.v.h = 108,18 m
deraja
s = 28,648. Ls/Rc = 5,63 t
s = Ls/(2.Rc) = 0,10 rad
Yc = Ls.s/3 = 3,55 m
Xc = Ls - (Ls.s2)/10 = 107,12 m
K = Xc - Rc sin s = 53,11 m
P = Yc - Rc (1- cos s) = 0,89 m
Ts = (Rc+p) tan /2 + K = 371,1699 m
Es = (Rc+p) sec /2 + Rc = 146,629853 m
deraja
c =  - 2 s = 48,73 t
Lc = c /360° .(2Rc) = 467,53928 m
 Susunan Jalan Rel
Rel yang dimaksud dalam peraturan ini adalah rel berat untuk jalan rel.

 Tipe dan Karakteristik Penampang.

Anda mungkin juga menyukai