Anda di halaman 1dari 63

BAB I

SPOOR/TRACK/GAUGE
1.1

Dimensi Spoor
Lebar jalur kereta api atau lebar trak atau lebar sepur adalah lebar antara sisi

dalam kepala rel pada trak kereta api. Hampir enam puluh persen trak kereta api
diseluruh dunia menggunakan trak yang lebarnya 1.435 mm(4 ft 8 in), yang pada
akhirnya disebut sebagai lebar trak standar Internasional. Lebar trak yang kurang dari
itu disebut sebagai lebar trak sempit (narrow gauge) dan yang lebih lebar disebut
sebagai trak lebar (broad gauge).
Di beberapa negara ada yang menggunakan lebar trak yang berbeda sehingga
pada tempat-tempat tertentu digunakan tiga rel dalam satu trak, sehingga lintasan bisa
dipakai bersamaan antara kereta dengan lebar trak yang kecil dan lebar trak yang besar.
1.2

Penggunaan Lebar Trak di Dunia (Standard gauge)

Lebar trak dapat dilihat dalam Tabel berikut ini :


Lebar (mm)
1.676

1.668

Nama

Instalasi

Trak India

Trak Iberian

14.337,2 km (2007) + 21
km lebar campuran Spanyol
(Iberian+UIC, tiga rel
dengan bantalan yg sama)

1.600

Trak Irlandia

9.800 km

1.524

Trak Russia

7.000 km

1.520

Trak Russia

220.000 km

1.435

Trak Standard

720.000 km

1.067

Trak Afrika Selatan


(Cape gauge)

112.000 km

1.000

Trak Meter

95.000 km

Note
India (42.000 km),
Pakistan, Argentina, Chile
Portugal, Spanyol
Ireland dan lebar penting
yg minor di Australia Victoria (4,017 km),
Brazil (4,057 km)
Finland, Estonia
Negara2 CIS, Latvia,
Lithuania, Mongolia
Eropa, Amerika Utara,
China, Australia, Timur
Tengah(60% dari KA
dunia)
Africa Selatan dan Tengah,
Indonesia, Japan, Taiwan,
Philippines, New Zealand,
Australia (sebagian)
Asia Tenggara, India
(17.000 km, sebagian
sedang dikonversi ke
Indian gauge, Brazil
(23.489 km)

1.3

Lebar Trak di Indonesia (Narrow gauge)


Jalur rel historis dengan lebar trak 1067 mm yang menghubungkan Stasiun

Magelang dengan Stasiun Willem I.


Trak standar
Jalan rel pertama di Indonesia diresmikan pada tanggal 10 Agustus 1867. Jalan
sepanjang 25 km ini menghubungkan Semarang dengan desa Tanggung menggunakan
trak standar (1.435 mm). Pembangunan jalan rel ini kemudian dilanjutkan sampai
Yogyakarta dan diresimkan pada tanggal 10 Juni 1872.
Trak sempit
Lebar trak sempit pertama kali digunakan di Indonesia pada jalur yang
menghubungkan Jakarta dan Bogor yang dibangun antara 1871-1873. Lebar trak yang
digunakan adalah 1.067 mm seperti yang digunakan di Afrika Selatan. Pada masa
pendudukan Jepang, beberapa jalur rel trak standar seperti jalur Solo-Yogyakarta dan
Semarang-Solo diganti menjadi trak sempit 1.067 mm.
Di samping lebar trak 1.067 mm, di Indonesia juga pernah terdapat beberapa
jalur rel dengan lebar trak 750 mm dan 600 mm. Jalur trak 750 mm digunakan di Aceh
pada awal abad XX dalam perang melawan pemberontak. Lebar trak 750 mm juga
digunakan di perkebunan tebu di pulau Jawa. Saat ini, tidak ada lagi jalur 600 mm di
Indonesia karena perusahaan kereta api swasta yang menggunakannya sudah tidak
beroperasi.

BAB
REL

II

2.1

Pengertian Umum
Rel merupakan struktur balok menerus yang diletakkan di atas tumpuan bantalan

yang berfungsi sebagai penuntun/mengarahkan pergerakan roda kereta api. Rel juga
disediakan untuk menerima secara langsung dan menyalurkan beban kereta api kepada
bantalan tanpa menimbulkan defeksi yang berarti pada bagian balok rel diantara
tumpuan bantalan. Oleh sebab itu, rel yang direncanakan harus memiliki nilai kekakuan
balok tertentu sehingga perpindahan beban titik roda dapat menyebar secara baik pada
tumpuan di bantalan.
Rel juga berfungsi sebagai struktur pengikat dalam pembentukan struktur jalan
rel yang kokoh. Oleh sebab itu, bentuk dan geometrik rel dirancang sedemikian
sehingga dapat berfungsi sebagai penahan gaya akibat pergerakan dan beban kereta api.
Pertimbangan yang diperlukan dalam membuat geometrik rel adalah :
1. Permukaan rel harus dirancang memiliki permukaan yang cukup lebar untuk
membuat tegangan kontak diantara rel dan roda sekecil mungkin.
2. Kepala rel harus cukup tebal untuk memberikan umur manfaat yang panjang.
3. Badan rel harus cukup tebal untuk menjaga dari pengaruh korosi dan mampu
menahan tegangan lentur serta tegangan horisontal.
4. Dasar rel harus cukup lebar untuk dapat mengecilkan distribusi tegangan ke
bantalan baik melalui pelat andas maupun tidak.
5. Dasar rel juga harus tebal untuk tetap kaku dan menjaga bagian yang hilang
akibat korosi.
6. Momen inersia harus cukup tinggi, sehingga tinggi rel diusahakan tinggi dan
mencukupi tanpa bahaya tekuk.
7. Tegangan horisontal diusahakan dapat direduksi oleh kepala dan dasar rel
dengan perencanaan geometriknya yang cukup lebar.
8. Stabilitas horisontal dipengaruhi oleh perbandingan lebar dan tinggi rel yang
mencukupi.
9. Titik Pusat sebaiknya di tengah rel.
10. Geometrik badan rel harus sesuai dengan pelat sambung.
11. Jari-jari kepala rel harus cukup besar untuk mereduksi tengangan kontak.
Pertimbangan lainnya adalah perencanaan rel dengan berat yang sama tetapi
memiliki geometrik yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Contohnya,
ARA (American Railways Association) membagi rel menjadi kelas A dan B. Kepala rel
3

jenis A dibuat tipis dengan tujuan agar momen inersia tinggi sehingga rel ini dipakai
untuk kereta api berkecepatan tinggi. Lain halnya dengan kepala rel jenis B yang dibuat
sedemikian sehingga memiliki momen inersia cukup untuk menahan bahaya aus karena
beban gandar yang tinggi dengan kecepatan kereta api sedang.
2.2

Komposisi Bahan Rel


Rel dipilih dan disusun dari beberapa komposisi bahan kimia sedemikian

sehingga dapat tahan terhadap keausan akibat gesekan akibat roda dan korositas. Dalam
klasifikasi UIC dikenal 3 macam rel tahan aus (wear resistance rails WR), yaitu rel
WR-A, WR-B dan WR-C. Komposisi/kadar kimia bahan karbon (C) dan Mn diberikan
dalam Tabel 2.1 Rel yang digunakan di Indonesia (PJKA) saat ini merupakan rel WRA, dimana termasuk jenis baja dengan kadar yang tinggi (high steel carbon), sedangkan
WR-B dan WR-C merupakan baja dengan kadar C yang sedang dan rendah. Percobaan
di laboratorium (Masutomo et al. 1982) menunjukkan bahwa rel dengan kadar karbon
yang tinggi lebih tahan aus daripada baja berkadar karbon sedang.
Tabel 2.1 Kadar C dan Mn pada rel WR dan PJKA
Jenis Rel
WR-A
WR-B
WR-C
PJKA

C
0,60 0,75
0,50 0,65
0,45 0,60
0,60 0,80

Mn
0,80 1,30
1,30 1,70
1,70 2,10
0,90 1,10

Ketahanan aus rel WR-A hingga mencapai 2 4 kali lebih baik daripada rel
biasa. Keausan rel maksimum yang diijinkan oleh PD 10 tahun 1986 diukur dalam 2
arah yaitu pada sumbu vertikal (a) dan pada arah 45 dari sumbu vertikal (e). Gambar
2.1 menunjukkan ukuran-ukuran keausan rel menurut PD 10 tahun 1986. Nilai-nilai
maksimum tersebut ditentukan berdasarkan :
emaksimum
amaksimum

= 0,54 h 4
= dibatasi oleh kedudukan kasut roda dan pelat sambungan.

(2.1)

Nilai

maksimum keausan rel vertikal tercapai pada saat yang bersamaan


dengan keausan maksimum pada roda dan sayap kasut roda (flens) tidak
sampai menumbuk pelat sambung.

Gambar 2.1 Nilai maksimum keausan rel menurut PD 10 tahun 1986


Jenis Rel dengan Komposisi Bahan Khusus
Pada lintas yang berat (beban lalu lintas tinggi), kerusakan rel sering terjadi
yang disebabkan oleh gesekan dan benturan roda kendaraan pada rel, selain juga
dapat diakibatkan oleh pengaruh korositas lingkungan. Kerusakan ini terjadi pada
keseluruhan bagian rel yang lemah.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka dipilih rel dengan penambahan
komposisi khusus pada bagian-bagian rel tertentu sesuai dengan kerusakan dominan
yang terjadi. Pada kerusakan rel yang terjadi pada ujung rel atau sambungan dapat
diakibatkan oleh mutu ral rendah, kondisi pemasangan sambungan dan geometrik rel
yang sudah buruk, dan kondisi roda kendaraan (kereta). Untuk itu digunakan rel
dengan pengerasan di ujung rel atau dikenal sebagai end-hardened rails.
Perbandingan komposisi kimia dan bentuk rel dengan pengerasan pada ujung dan rel
standar dijelaskan dalam Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Perbandingan komposisi kimia rel pengerasan di ujung dan rel standar

Gambar 2.3 Bentuk struktur makro rel dengan pengerasan di ujung


Besarnya tegangan kontak gesekan roda dengan rel dapat menyebabkan
kerusakan kepala rel dengan sangat cepat baik karena keausan maupun kelelahan
(fatigue). Kondisi ini sering terjadi terutamanya pada jalan rel dengan radius kecil.
Untuk mengatasi tegangan kontak di atas maka dapat digunakan rel dengan pengerasan
di kepala (head hardened rails). Keuntungan penggunaan rel ini adalah peningkatan
umur manfaat rel hingga mencapai 2 kali lipat dan harga lebih rendah dari nilai
peningkatannya. Kepala rel dengan kedalaman hingga mencapai 10 mm mempunyai

kekuatan minimal 13.000 kg/cm2 dan bagian badan berkekuatan 9000 kg/cm2.
Penggunaannya di Indonesia dapat dilihat pada geometrik jalur angkutan batubara
Kereta Api Babaranjang di Sumatera Selatan. Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan
komposisi dan bentuk rel dengan pengerasan di bagian kepala.
2.3

Bentuk dan Dimensi Rel


Suatu komponen rel terdiri dari 4 bagian utama (Gambar 2.5), yaitu :

a. Permukaan Rel untuk pergerakan kereta api atau disebut sebagai running surface
(rail thread),
b. Kepala Rel (head),
c. Badan Rel (web),
d. Dasar Rel (base).

Gambar 2.4 Komposisi kimia dan bentuk rel dengan pengerasan di kepala

Gambar 2.5 Bagian pada komponen rel


Ukuran/dimensi bagian-bagian profil rel di atas dijelaskan dalam Table 2.2 untuk
dimensi rel yang digunakan di Indonesia sesuai PD 10 tahun 1986. Penamaan tipe rel
untuk tujuan klasifikasi rel di Indonesia disesuaikan dengan berat (dalam kilogram, kg)
untuk setiap 1 meter panjangnya, misalnya : tipe R 54 berarti rel memliki berat sekitar
54 kg untuk setiap 1 meter panjangnya. Beberapa contoh gambar rel standard dapat
dilihat pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
Tabel 2.2 Klasifikasi tipe rel di Indonesia

Tipe

Berat
(kg/ m)

Tinggi
(mm)

Lebar
Kaki
(mm)

Lebar
Kepala
(mm)

Tebal Badan
(mm)

Panjang Standar/
normal (m)

R2/
R25

25,74

110

90

53

10

6,80-10,20

R3/
R33

33,40

134

105

58

11

11,90-13,60

R14/
R41

41,52

138

110

68

13,5

11,90-13,60-17,00

R14A/
R42

42,18

138

110

68,5

13,5

13,60-17,00

R50

50,40

153

127

63,8

15

17,00

UIC 54/
R54

54,40

159

140

70

16

18,00/ 24,00

R60

60,34

172

150

74,3

16,5

Gambar 2.6 Profil rel R 60 dan R 54

Gambar 2.7 Profil R 24 dan R 41


Tabel 2.3 Beberapa tipe rel yang digunakan di negara lain

Masing-masing profil rel memiliki dimensi momen inersia, jarak terhadap garis netral
luas penampang yang berbeda untuk keperluan perencanaan dan pemilihan dimensi
yang tepat untuk struktur jalan rel sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2.3 PD 10 tahun
1986.
2.4

Penentuan Dimensi Rel


Penentuan dimensi rel didasarkan kepada tegangan lentur yang terjadi pada

dasar rel akibat beban dinamis roda kendaraan (Sbase). Tegangan ini tidak boleh
melebihi tegangan ijin lentur baja (Si). Jika suatu dimensi rel dengan beban roda
tertentu menghasilkan Sbase < Si, maka dimensi ini dianggap cukup.
Tabel 2.4 Dimensi profil R 42, R 50, R 54 dan R 60

(Sumber : Peraturan Dinas No.10 tahun 1986)

10

Tegangan Ijin
Tegangan ijin tergantung pada mutu rel yang digunakan. Untuk perencanaan

dimensi rel yang akan digunakan, Perumka (Indonesia) menggunakan dasar kelas jalan
untuk menentukan tegangan ijinnya. Tabel 2.4 menjelaskan tegangan ijin setiap kelas
jalan dan tegangan dasar rel untuk perhitungan dimensi rel.

Perhitungan Dimensi Rel


Dalam perhitungan perencanaan dimensi rel digunakan konsep "beam on elastic

foundation". Secara umumnya, alur perhitungan dimensi rel dapat dijelaskan dalam
Gambar 2.8 di bawah. Pada dasarnya, pembebanan untuk roda tunggal dengan jarak
roda yang jauh saat ini hampir tidak ada. Sebagian besar roda digabung dalam satu
bogie yang memiliki 2 atau 3 roda. Oleh karena itu, akan terjadi reduksi momen
maksimum yang terjadi pada titik di bawah beban roda akibat superposisi dan
konfigurasi roda.
Tabel 2.5 Tegangan ijin profil rel berdasarkan kelas jalan di Indonesia

11

Traffic Design,
Speed Design

Calculate Ps

Rail Parameters:
Rail Type,
Rail Moment of Inertia,
Rail Modulus of Elasticity,
Section Modulus Base,
Track Stiffness

Calculate Pd

Calculate
Ma = 0.85 Mmax

= (Ma y)/Ix

Sbase = Ma/Wb

Gambar 2.8 Bagan alir perencanaan dimensi rel


Untuk reduksi perhitungan momen akibat konfigurasi roda 4 (BB) dan 6 (CC)
digunakan persamaan sebagai berikut :
a.

Konfigurasi roda 4 (BB) :

P x
e coso sini
i 1 4
P
Ma 0,75
4
4

Ma

b.

(2.2)

Konfigurasi roda 6 (CC) :

P x
e coso sini
i 1 4
P
Ma 0,82
4
6

Ma

(2.3)

Jika konfigurasi roda tidak diperhitungkan maka digunakan persamaan reduksi momen
sebagai berikut :
P
Ma 0,85
4

(2.4)

12

2.5

Umur Rel
Panjang pendeknya umur rel ditentukan oleh mutu rel (berkaitan dengan

komposisi bahan kimia penyusun rel), keadaan lingkungan dan beban yang bekerja
(daya angkut lintas).

Dalam perencanaan struktur jalan rel, perancangan umur rel

diperlukan untuk memperkirakan umur aus, pemeliharaan dan tahun penggantian rel.
Ini akan berkaitan dengan perencanaan keselamatan pergerakan kereta api di atas rel.
Dalam proses perencanaan umur rel, dapat dilakukan dengan pendekatan analisis
melalui tiga aspek, yaitu :
a. Kerusakan pada ujung rel,
b. Keausan rel, baik pada bagian lurus maupun tikungan,
c. Lelah.
1. Kerusakan pada ujung rel
Sebelum digunakannya rel panjang dan menerus, biasanya digunakan rel pendek
dengan panjang 6,8 hingga 10 meter pada struktur jalan rel. Oleh karena itu, jalur rel
yang panjang diperlukan batangan rel dan konstruksi sambungan diantara rel yang lebih
banyak. Salah satu indikasi yang menentukan batasan umur rel disini adalah kerusakan
rel pada sambungan. Beberapa kerusakan yang ditimbulkan diantaranya diakibatkan
oleh :
Beban gandar yang berlebihan (overload),
Lebar celah yang terlalu besar,
Mutu rel,
Beda tinggi diantara rel-rel di konstruksi sambungan,
Diameter roda yang kecil,
Kondisi kendaraan rel,
Jari-jari permukaan rel,
Kekakuan jalan rel dan
Kecepatan kendaraan rel.
Kerusakan pada ujung rel di sambungan di atas akan mengakibatkan adanya
kerusakan terhadap struktur jalan rel oleh hantaman roda pada sambungan. Beberapa
contoh implikasi kerusakan struktur jalan rel tersebut adalah :
a. Tercabutnya tarpon dari bantalan,
b. Retaknya pelat sambungan rel,
13

c. Longgarnya baut-baut sambungan rel,


d. Pemompaan Lumpur di bawah bantalan yang berakibat rendahnya umur
bantalan, dan
e. Ketidakstabilan geometrik.
Kerusakan-kerusakan di atas dapat dicegah dengan melakukan pemeliharaan dan
perbaikan kerusakan pada ujung rel dengan cara :
-

Melakukan pengerasan pada ujung rel (end hardened layer),


Pengelasan pada kerusakan rel di sambungan, dan
Pola pemeliharaan rel yang baik.

2. Perhitungan Nilai Keausan Rel


Pada umumnya rel diukur berdasarkan nilai keausan yang terjadi.

Meskipun

demikian, semakin meningkatnya beban gandar (untuk lalu lintas tinggi), umur rel tidak
hanya diukur berdasarkan keausan melainkan dipertimbangkan pula masalah kelelahan
dan shelling.
Persamaan Umur Rel
AREA (American Railway Engineering Association) menurunkan model persamaan
empirik umum yang digunakan untuk menentukan umur rel berdasarkan keausan yaitu :
T = K W D0.565
Dimana:

(2.5)

T = umur rel (juta ton)


K = konstanta kondisi rel
Jalan Baru

: 0,9538

Rel > 123RE

: 0,9810

CWR

: 1,3544 1,3930

High Silicon Rail

: 1,4210 1,4616

Jika tidak ada data lain dapat digunakan harga K = 0,545


Pada kondisi geometrik alinemen horizontal, dapat digunakan harga
perbandingan nilai K terhadap jalan lurus, sebagaimana dijelaskan pada Tabel
2.5.

W = berat rel (lb/yard), dimana 1 lb/yd = 0.496 kg/m


14

D = daya angkut lintas (juta ton/tahun atau million gross tons, mgt),
dimana 1 mgt = 0.909 juta ton
Percobaan Keausan
Selain menggunakan persamaan di atas (Persamaan 5.5), digunakan pula metode
perhitungan keausan dengan percobaan di laboratorium maupun lapangan.

Beberapa

contoh spesifikasi keausan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah pembatasan
keausan 0,056 in/100 mgt untuk rel 115RE dan 0,058 in/100 mgt untuk 132 RE
(University of Illinois), 0,028 in/mgt untuk 136 RE (Zarembski & Abbot), dan lain-lain.
Tabel 2.5 Hubungan diantara jari-jari lengkung terhadap nilai K

Sumber : Hay (1982)


3. Perhitungan Umur Rel berdasarkan Kelelahan
Jalan rel adalah struktur elastis yang dibebani secara siklus (cyclic), oleh itu, bahaya
lelah sangat mungkin terjadi. Ciri kerusakan ini adalah dimulainya retak yang semakin
lama semakin melebar dan diakhiri dengan patah. Pada kenyataannya, beban lalu lintas
yang berat lebih memberikan kontribusi dominan terhadap penentuan umur rel. Jika
tegangan total di kepala rel, akibat beban kombinasi tegangan lentur, kontak dan suhu
melebihi tegangan lelah maka umur rel dihitung berdasarkan umur lelah.
Tegangan yang Bekerja di Kepala Rel

15

1. Tegangan Lentur (Sl)


M
Wa

Sl

(2.6)

dimana,
Sl = tegangan lentur
M = momen lentur
Wa = tahanan momen atas
2. Tegangan Kontak (Sk), Rumus HR. Thomas :
1

Sk

23500 P 3
R
2 1
R2

0,271

R 23

(2.7)

dimana,
Sk

= tegangan kontak (psi)

= beban dinamis (lbs)

R1 = Jari-jari roda kereta (inch)


R2 = Jari-jari rel (inch)
3. Tegangan Suhu (Ss),
L L t L (t t P )
PL Ss L
L

AE
E
E L
Ss
E (t t P )
L

(2.8)

dimana,
L

= panjang rel

tp

= suhu pemasangan(C)

= suhu maksimum di lapangan (C)

= koefisien muai panjang = 1,5.10-5/C

4. Tegangan Lelah (Sf),


Tegangan lelah adalah batas umur rel yang dihitung dengan analisis keausan atau
analisis lelah. Besarnya tegangan lelah tergantung mutu rel dan standar pembuatan rel
yang disajikan dalam grafik tegangan vs siklus (Grafik SN Curve).
16

Grafik SN disusun berdasarkan teori Linear Cumulative Damage (Miners), dengan


megambil asumsi bahwa :
1. Tegangan kombinasi < tegangan lelah
2. Pengaruh beban dianggap berterusan
3. Tidak ada retak awal
4. Tidak ada bahaya negatif dari siklus beban
5. Asumsi Beban : Grafik SN adalah linear dan Batas Umur Lelah 107 siklus

Tegangan

St1
St2

Stn
Sf

N1

N2

Nn

107

Siklus

Gambar 5.9 Kurve S-N (Siklus Tegangan)


Umur rel dapat ditentukan dari grafik di atas dengan persamaan di bawah ini :
Ni

Ne
1

Sti k

Sf

D 1 2 3 ... n i
N1 N2 N3
Nn
Ni
1
umur rel L tahun
D

(2.9)

dimana,
Ni = siklus penyebab failure pada tegangan Sti (siklus)
k

= kemiringan atau slope pada S-N diagram

Ne = batas berulangnya beban jika terjadi lelah


i

= siklus yang bekerja untuk setiap beban Sti

= siklus per waktu (siklus/tahun)


17

2.6

Stabilitas Rel Panjang


Menurut PD 10 tahun 1986, rel dapat diklasifikasikan sesuai dengan panjangnya,

meliputi :
1. Rel Standar, dengan panjang 25 meter (sebelumnya 6 10 meter)
2. Rel Pendek, dengan panjang maksimum 100 meter atau 4 x 25 meter
3. Rel Panjang, adalah rel yang mempunyai panjang statis, yaitu daerah yang tidak
terpengaruh pergerakan sambungan rel, biasanya dengan panjang minimal 200
meter
Sambungan rel adalah titik-titik perlemahan dan jika terjadi beban kejut yang
besar pada sambungan akan dapat merusak struktur jalan rel. Oleh karena itu, rel dari
pabrik akan diproduksi 25 meter dan selanjutnya akan dilas dengan flash butt welding
untuk mendapatkan rel-rel pendek dan di lapangan dapat disambung lagi dengan las
thermit welding sehingga akan menjadi rel panjang.
Dalam perencanaan, rel panjang perlu diperhatikan panjang minimum dan
stabilitasnya terutama akibat pengaruh Bahaya Tekuk (buckling) oleh gaya longitudinal
dan perubahan suhu.

Oleh karena itu, sebagai penyelesaiannya, rel tidak boleh

berkembang bebas dan hanya akan dihambat oleh perkuatan pada bantalan dan balas.
Penentuan Panjang Minimum Rel Panjang
Permasalahan yang ditimbulkan dalam rel panjang adalah penentuan panjang minimal
rel panjang yang diakibatkan oleh dilatasi pemuaian sebagaimana dituliskan dalam
persamaan berikut :
L = L T

(2.10)

dimana :
L

= Pertambahan panjang (m)

= Panjang rel (m)

= Koefisien muai panjang ( C -1)

= Kenaikan temperature ( C)

18

Menurut hukum Hooke, gaya yang terjadi pada rel dapat diturunkan menjadi persamaan
sebagai berikut

(2.11)

L E A
L

dimana :
E

= modulus elastisitas Young (kg/cm2)

= luas penampang (cm2)

Jika disubstitusi persamaan di atas maka akan menjadi :


F = E A T

(2.12)

Diagram gaya normal sesuai persamaan 2.12 dapat digambarkan sebagai :


L
F = E A T

Diagram gaya lawan bantalan dapat digambarkan sebagai berikut :


O

M'

F = E A T = r l

O'

Panjang l dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


E A T
r

= OM =

= tg = gaya lawan bantalan per satuan panjang

(2.13)
(2.14)

Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang digunakan persamaan 2.13 dan 2.14
sebagai berikut :
L

(2.15)

19

dimana dihitung dengan persamaan 2.13 dengan demikian persyaratan L 2


digunakan untuk penentuan panjang rel pendek.

Gaya longitudinal (Longitudinal Creep Resistance)

Gambar 2.10 Kerusakan akibat gaya longitudinal


Gambar 2.10 menunjukkan kerusakan pada rel panjang akibat gaya longitudinal. Gaya
longitudinal (Longitudinal Creep Resistance) pada rel panjang dapat ditentukan melalui
pengaruh perubahan suhu, sebagai berikut :
Gaya akibat suhu
P = EA (t-tp)

(2.16)

Dimana :
P : gaya longitudinal akibat perubahan suhu,
E : modulus elastisitas baja
tp : suhu pemasangan
Dalam penentuan suhu pemasangan, PD. No.10 tahun 1986 memberikan aturan
bahwa untuk rel ukuran standar dan rel pendek yang panjangnya 50 m ditentukan
sebesar 20C yaitu suhu terendah yang pernah diperoleh pada pengukurannya di
Semarang sedangkan rel lainnya diambil suhu tertinggi yang menghasilkan besar celah
maksimum 16 mm (Penjelasan PD.10 tahun 1986 hal. 3-17 s.d. 3-18). Batas suhu

20

maksimum untuk semua jenis rel ditentukan sebagai suhu tertinggi yang menghasilkan
celah sebesar 2 mm.
Pergerakan sambungan (Gap)
Jika suhu mulai meningkat, rel merayap yang ditahan oleh bantalan dan balas
sampai menutup sambungan. Ada bagian yang bergerak (breathing length) dan ada
bagian yang tidak bergerak/tetap (static, unmovable). Oleh karena itu, diperlukan gap
(celah) dengan batasan terukur supaya struktur ujung rel tidak cepat rusak.
Untuk rel pendek dan standar digunakan persamaan untuk menghitung celah/gab
sebagai berikut :
G = L (40 t) + 2

(2.17)

Sedangkan untuk rel panjang digunakan penurunan persamaan sebagai berikut :


Ditinjau suatu elemen rel di daerah muai sepanjang dx (sebagaimana dijelaskan pada
Gambar 5.11), pada jarak x dari ujung rel. Akibat adanya perubahan suhu, maka
terdapat perpanjangan dG yang besarnya sebagai :
dG = dG1 dG2

(2.18)

Gambar 2.11 Strukturisasi elemen rel pada daerah muai


dimana :
dG1 = perpanjangan elemen dx jika tidak ada tahanan balas
dG2 = perpanjangan yang dihambat oleh tahanan balas
21

untuk :
dG1 = .t.dx

(2.19)

R (X) dx

dG2 =

(2.20)

EA

maka persamaan di atas menjadi :


dG = .t.dx -

R (X) dx
EA

(2.21)

Jika diketahui bahwa : Ps = E.A..t (Gambar 5.11), maka dapat diperoleh :


.t =

Ps
EA

(2.22)

sehingga :
Ps - R (X)

dG =

EA

dx

(2.23)

Dari persamaan 2.17, besar celah pada rel diperoleh :


G = dG =

1 Xb
( Ps R( x ) ) dx
EA 0

(2.24)

Dari gambar 2.11 terlihat bahwa :


Xb

( Ps R( x ) ) dx = luas OAB = Ldm PS

(2.25)

Sesuai dengan persamaan 2.13, diperoleh bahwa :


Ldm =

E A T
r

(2.26)

Maka :
G =

1
E A T

E.A..T
EA
r

G = E A 2 (t-tp)2/ 2r

(2.27)
(2.28)

Dalam Railway Technical Research Institute JNR, persamaan 2.28 diturunkan


untuk nilai r yang tetap (r = K.dG, dimana K = koefisien reaksi balas awah horizontal).
Dari hasil analisis JNR, perbedaaan antara r tetap dan tidak tetap adalah 1 3 mm.

22

Oleh karena itu besar celah untuk rel panjang dapat juga ditentukan menggunakan
persamaan:
G =

E A 2 (50 t)2
2
2r

(2.29)

Gaya Tekuk (Buckling Force)

Gaya Tekuk (Buckling Force) dapat ditentukan dengan persamaan :

Pb

2
2C l
Wl 2
EI

s
16D Qb D 2Qb
l2

(5.30)

Dimana :
Is

= momen inersia (2 Iy) (cm4)

= modulus elastisitas rel = 2,1.106 kg/cm2

= koefisien torsi penambat (tm/rad, kgm/rad)

= jarak bantalan (cm)

= tahanan lateral balas (kg/meter)

= panjang ketidaklurusan (meter)

Qb = ketidaklurusan, misalignment (meter/cm/mm)


Beberapa koefisien jalan rel diatas ditentukan dari pengujian di laboratorium, seperti :
a. Tahanan Torsi Penambat
Nilai koefisien torsi penambat diperolehi dari pengujian terhadap penambat di
laboratorium. Satuan koefisien yang diperolehi adalah ton inch/rad0.5.

Gambar 2.12 Pengujian tahanan torsi penambat di laboratorium


23

b. Tahanan Momen Lateral


Tahanan momenlateral dapat diketahui dengan pengujian tahanan momen lateral
dari struktur rel, penambat dan bantalan.

Gambar 2.13 Pengujian tahanan momen lateral di laboratorium


c. Tahanan Balas
Tahanan balas (ballast resistance) dapat diketahui dengan pengujian tahanan
lateral dan longitudinal balas. Tahanan lateral dapat diperbesar dengan memperberat
bantalan, penggemukan bahu jalan dan memakai safety caps.

Gambar 5.14 Pengujian tahanan balas di laboratorium

Distribusi Gaya Longitudinal


Perhitungan distribusi gaya longitudinal pada rel dapat dihitung berdasarkan

tahapan berikut ini :


24

Tentukan nilai Gaya Longitudinal Maksimum (P maksimum) menggunakan


persamaan 2.16.

Tentukan lebar dan suhu dimana celah tertutup maksimum (G maksimum),


menggunakan persamaan 2.28.

Tentukan nilai-nilai gaya longitudinal lainnya berdasarkan variasi suhunya.

Jenis Rel Berdasarkan Berat

Rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:

Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).

Rel 33

Rel 41

Rel 42

Rel 50

Rel 54

Rel 60

25

BAB III
BANTALAN REL
3.1

Pengertian Umum
Bantalan rel adalah landasan tempat rel bertumpu dan diikat dengan penambat

rel oleh karena itu harus cukup kuat untuk menahan beban kereta api yang berjalan di
atas rel. Bantalan dipasang melintang rel pada jarak antara bantalan dengan bantalan
sepanjang 0,6 meter.

Fungsi bantalan adalah:


1. Mengikat rel, sehingga lebar sepur tetap terjaga
2. Mendistribusikan beban dari rel ke balas (gaya vertikal)
3. Stabilitas ke arah luar jalan rel, dengan mendistribusikan gaya longitudinal dan
lateral dari rel ke balas.

3.2

Jenis bantalan dan Spesifikasi bantalan


a. Bantalan Kayu
Bantalan kayu merupakan bantalan yang pertama sekali digunakan dalam
dunia

kereta

digunakan

di

api,

serta

jembatan

karena kayu lebih elastis dari


beton.

Kelemahan

kayu

adalah daya tahan yang tidak


terlalu

lama

terutama

didaerah yang hujan dan


kelembabannya

tinggi.

Bantalan kayu digunakan pada jalan rel, karena bahannya mudah didapat dan
mudah dibentuk.

26

Secara umum, syarat bahan bantalan kayu adalah utuh dan padat, tidak
bermata, tidak ada lubang bekas ulat dan tidak ada tanda-tanda mulai lapuk, kadar
air maksimum 25%. Bantalan kayu harus terbuat dari kayu mutu A, dengan kelas
kuat I atau II dan kelas awet I atau II.
Ukuran bantalan kayu, dengan toleransinya adalah sebagai berikut:
Bantalan kayu jalan lurus
:
Panjang
:L
= 2000 (+40, -20) mm
Lebar
:b
= 220 (+20, -10) mm
Tinggi
:t
= 130 (+10, -0) mm
Bantalan kayu jembatan :
Panjang

:L

= 1800 (+40, -20) mm

Lebar

:b

= 220 (+20, -10) mm

Tinggi

:t

= 200 (+10, -0) mm

Bantalan kayu pada bagian tengah maupun bagian bawah rel harus mampu
menahan momen maksimum sebesar:
Kelas kayu
I
II

Momen maksimum (Kg-m)


800
530

Perencanaan dimensi bantalan, sepenuhnya memakai teori tegangan lentur, dengan


momen lentur dihitung berdasarkan teori balok berhingga di atas tumpuan elastis.
Jika penampang persegi, maka:
Momen maksimum yang dapat dipikul, dihitung berdasarkan tegangan ijin lentur
kayu, yaitu:
Kelas I : lt = 125 kg/cm2
Kelas II

: lt = 83 kg/cm2

Kekuatan balas (tahanan balas) dalam menahan gaya sentrifugal di lengkung


dan gaya tekuk akibat suhu pada pemakaian rel menerus, adalah gesekan pada sisi,
bawah dan ujung bantalan.
Salah satu cara untuk memperbesar parameter tahanan balas adalah dengan
memperluas permukaan bantalan yang biasa disebut anger bantalan kayu.

27

Pemakaian angker ini, biasanya pada lalu lintas berat, lengkung dengan radius kecil
dan pada pemakaian rel panjang menerus.
Kerusakan bantalan kayu lebih banyak diakibatkan karena terjadinya
penurunan kekuatan akibat melapuknya kayu, beberapa kerusakan juga diakibatkan
oleh tingginya beban, sehingga alat penambat kendor dan beban langsung menekan
kepada kayu baik vertikal maupun lateral. Kerusakan lainnya adalah karena
susutnya kayu, sehingga untuk ini perlu dipasang pelat pengaman, yang dipasang
pada ujung bantalan.
b. Bantalan Besi
Bantalan besi digunakan dalam jalan rel karena umurnya panjang dan
ringan

sehingga

memudahkan

pengangkutan dan dipasang. Jika dilihat


pada penampangnya, maka bantalan besi
kurang baik stabilisasinya baik vertikal,
lateral

maupun

longitudinal,

dibandingkan bantalan kayu maupun


beton.

Berat

gesekan

antara

dengan

balas

sendirinya

kecil

permukaan
relative

dan

bantalan

lebih

kecil,

sehingga tidak bisa dipakai untuk jalan


dengan kecepatan tinggi dan pemakaian
rel panjang menerus.
Untuk mengurangi timbulnya karat, bantalan besi harus selalu kering,
sehingga struktur di bawahnya harus dapat meloloskan air, sedangkan pada daerahdaerah yang sulit kering, dan sering terendam misalnya di perlintasan, maka tidak
boleh digunakan bantalan besi.
Pada jalur lurus, bantalan besi mempunyai ukuran:
Panjang
: 2000 mm
Lebar atas
: 144 mm
Lebar bawah : 232 mm
Tebal baja
: minimal 7 mm
Bantalan besi pada bagian tengah bantalan maupun pada bagian bawah rel,
arus mampu menahan momen sebesar 650 kg-m. Tegangan izin bantalan besi
adalah 1600 kg/cm2, sedang momen tahanan bantalan besi minimal 40,6 cm 3.
Seperti halnya pada bantalan kayu, maka perencanaan dimensi bantalan,
28

sepenuhnya memakai teori tegangan lentur, dengan momen lentur dihitung


berdasarkan teori balok berhingga di atas tumpuan elastis.
Dengan persyaratan tahanan momen dan tegangan izin yang dipakai, maka
beban yang dapat diterima dapat dihitung, baik beban statis, maupun beban
dinamisnya, sehingga beban gandar maupun kecepatan dapat ditentukan.
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu kelemahan bantalan besi
adalah dalam stabilitas lateral, sehingga tidak bisa untuk pemakaian rel panjang
menerus. Untuk memperbesar tahanan tersebut, maka dapt dipakai Anchoring
Device atau Safety Caps seperti pada bantalan kayu, bisa juga dengan mengubah
bentuk geometri bantalan besi.
c. Bantalan Beton
Keuntungan pemakaian bantalan beton adalah stabilitas jalan rel lebi
baik, umur lebih lama,
pemeliharaan

renda

dan

komponen-komponennya
lebih sedikit. Berat sendiri
bantalan beton cukup besar
(160-200
menahan
lateral

kg),
gaya

dan

dapat
vertikal,

longitudinal

lebih baik, sehingga kereta


api dengan tonase berat ataupun dengan kecepatan tinggi cocok menggunakan
bantalan beton. Menurut bentuk geometrinya, ada dua jenis bantalan beton yaitu:
Bantalan beton pratekan blok tunggal (monoblok), baik dengan proses
posttension, maupun pretension.
Bantalan beton blok ganda (biblok).
Dari segi produksi, dikenal dua macam produksi yaitu:
- Longline Production
- Thosti Operation
Ide pembuatan bantalan beton pratekan bermula dari usaha untuk mengurangi
retak-retak yang biasanya timbul pada bagian-bagian yang mengalami tegangan
tarik. Pada bantalan beton pratekan, setelah bebannya lewat, retakan-retakan itu
relatif merapat kembali karena adanya gaya tekan dari kabel-kabel pratekannya.
Ada dua cara penarikan kabel, yaitu :
- Kabel ditarik sebelum dicor (pretension)
- Kabel ditarik setelah dicor (posttension)

29

Pada proses pretension, penyaluran gaya dari kabel ke beton melalui tegangan
geser antara kabel dan beton, sedangkan pada proses post tension melalui suatu
sistem penjangkauan di ujung kabel, sistem penjangkauan ini biasanya dipatenkan.
Bantalan Beton Pratekan Blok Tunggal dengan Proses Pretension
1. Ukuran bantalan
Pada jalur lurus, bantalan beton pratekan dengan proses pretension, mempunyai
ukuran panjang:
Di mana:
l = jarak antara dua sumbu vertikal rel (mm)
= 80 -160
= diameter kabel baja prategang (mm)
2. Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang
dari 500 kg/cm2, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari U-24 dan mutu
baja prategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar 17000
kg/cm2.
3. Bantalan beton pratekan dengan proses pretension harus dapat memikul momen
minimum sebagai berikut:
Bagian
Bawah rel (Mr)
Tengah bantalan (Mc)

Momen positif (kg-m)


(+1500)
660

Momen negatif (kg-m)


-750
-930 (-765)

4. Pada setiap titik potong vertikal pada dudukan rel, tegangan minimum adalah
3,5 Mpa pada kondisi pratekan awal.
5. Gaya cabut shoulder minimum 5500 kg/buah, pada kondisi uncrack.
6. Bentuk penampang bantalan beton arus menyerupai trapesium.
7. Pusat berat baja prategang diusahakan sedekat mungkin dengan pusat berat
beton.
8. Perhitungan kehilangan tegangan pada gaya prategang cukup diambil sebesar
25% gaya prategang awal, kecuali jika diadakan hitungan teoritis, maka dapat
diambil lain dari 25%.
9. Pusat berat baja prategang harus selalu terletak pada daerah galih sepanjang
tubuh bantalan.

Perencanaan Bantalan Beton Pratekan


Momen lentur yang terjadi pada bantalan akan menyebabkan terjadinya tegangan

tarik dan tekan, tegangan izin tarik beton sangat rendah, maka untuk menjadikan

30

tegangan tarik yang bekerja tetap di bawah tegangan izin tarik, maka pada balok
diberikan gaya tekan, sehingga dapat dihitung dengan persamaan:
Gaya tekan N dihasilkan oleh kabel yang ditarik lebih dahulu sehingga kabel
bertambah panjang, dan apabila dilepas akan berusaha memendek yang ditahan oleh
beton, sedangkan M dihitung berdasarkan teori balok di atas tumpuan elastis.
Kehilangan Tegangan (Prestressing Loose)
Bermacam-macam kejadian fisik menyebabkan gaya tekan N yang bekerja pada
beton menjadi lebih kecil dari gaya P yang ditegangkan. Berkurangnya gaya tekan ini
disebut kehilangan tegangan dan umumnya disebabkan oleh perpendekan elastis,
rangkak beton, susut beton, dan relaksasi baja.
Bantalan Beton Biblok
- Pada jalur lurus, satu bantalan blok ganda mempunyai ukuran sebagai berikut:
Panjang
: 700 mm
Lebar
: 300 mm
Tinggi rata-rata : 200 mm
- Pada bagian jalur lain, dengan pelebaran sepur, panjang batang
penghubungnya diatur atau komponen penambatnya diatur.
- Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik minimal 385
kg/cm2, mutu baja tulangan lentur minimal U-32, dan mutu baja penghubung
minimal U-32.
- Panjang batang penghubung harus dibuat sedemikian rupa, sehingga cukup
untuk meletakkan angker penambat.

Pengujian
Pada akhirnya kekuatan bantalan dalam menerima beban harus dibuktikan di

lapangan, dan sebelum ini dilakukan diperlukan uji laboratorium, yang meliputi:
Uji beban statis
Uji cabut
Uji dinamis

Konstruksi Penahan Anjlogan


Dalam mengatasi anjlognya roda kendaraan rel, maka dipasang rel pengaman,

sehingga jika roda anjlog, maka tidak akan bergerak jauh, sehingga tidak akan fatal.
Fungsi utama lainnya untuk mencegah keausan rel, jika dipasang pada jalan
lengkung dan pada rel dalam maka pergerakan flens roda rel luar akan terhambat
gerakan flens roda rel dalam, sehingga keausan rel luar akan berkurang.

31

d. Slab-Trak
Adalah bantalan yang langsung menjadi satu dengan badan jalan yang dicor
dalam bentuk slab. Pengerjaan
harus

sangat

teliti

mendapatkan

untuk
kualitas

penggunaan yang nyaman.


Investasi untuk pembangunan
lintasan dengan bantalan slab
lebih besar dari bantalan beton
atau

baja

perawatannya

tetapi

biaya

jauh

lebih

rendah. Digunakan untuk membangun lintasan kereta api cepat, lintasan yang
arus lalu lintas kereta apinya tinggi. Pemilihan jenis bantalan umumnya ditentukan
oleh karakteristik beban, umur rencana, harga bantalan serta kondisi tanah
dasarnya.
Pada bantalan slab juga memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri.
Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain :
Kelebihan bantalan slab :
1. Memiliki kualitas yang sangat tinggi.
2. Lebih nyaman dari pada bantalan yang lain.
3. Perawatannya sangat mudah.
Kekurangan bantalan slab :
1. Membutuhkan tenaga khusus dalam pengerjaannya.
2. Memiliki tinggkat ketelitian yang sangat tinggi.
3. Membutuhkan dana yang sangat besar.

32

BAB IV
BALLAST

4.1

Pengertian Umum
Batu kerikil atau dikenal juga sebagai batu ballast memang sengaja disebar di

bawah rel kereta api. Fungsinya adalah sebagai pemberat (Ballast). Dengan adanya
lapisan batu kerikil ini rel dapat tetap stabil. Batu ballast ini juga mengimbangi berat
dan menyerap getaran kereta api yang lewat. Fungsi lainnya adalah menghindari
pengikisan tanah oleh air hujan, memperlancar aliran air hujan dan memperlambat
tumbuhnya sabangsaning rerumputan di sekitar rel. Pada prakteknya, batu ballast ini
semakin lama semakin rapat posisinya, berkurang jumlahnya, sehingga perlu dilakukan
perawatan. Biasanya PT. Kereta Api akan menurunkan rangkaian Profile Ballast
Regulator untuk merawat rel kereta beserta pendukungnya.

Sub-Ballast Dan Ballast


33

Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena fungsinya sebagai tempat
pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu
berukuran kecil yang ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan
sekitar bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang
tenggelam tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya saja.
Fungsi lapisan ballast adalah:
1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas.
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya, sehingga
trek rel tidak ambles.
3. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya.
4. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan
ketinggian trek rel (Levelling).
5. memperlancar proses drainase air hujan, serta
6. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Ballast yang ditabur biasanya adalah batu kricak (bebatuan yang dihancurkan
menjadi ukuran yang kecil) dengan diameter sekitar 28-50 mm dengan sudut yang
tajam (bentuknya tidak bulat). Ukuran partikel ballast yang terlalu kecil akan
mengurangi kemampuan drainase, dan ukuran yang terlalu besar akan mengurangi
kemampuannya dalam mentransfer axle load saat rangkaian KA melintas. Dipilih yang
sudutnya tajam untuk mencegah timbulnya rongga-rongga di dalam taburan ballast,
sehingga lapisan ballast tersebut susunannya menjadi lebih rapat.
Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum perakitan trek rel,
yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi track bed atau kasur bagi
bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Akan
tetapi jika bantalan langsung bersentuhan dengan tanah (formation layer), bantalan
tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan
frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load. Kedua ketika
trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast hingga setinggi
bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu sendiri.
Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50 cm dengan
kemiringan (slope) tertentu sehingga membentuk bahu ballast yang berfungsi
menahan gerakan lateral dari trek rel.
Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu lapisan subballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil. Fungsinya untuk

34

memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian keretap api lewat, dan
sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya agar
tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang
dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping
Machine) justru akan menyentuh formation layer yang berupa tanah, sehingga
bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan mengurangi elastisitas ballast dalam
menahan trek rel dan mengurangi kemampuan drainasenya. Secara periodik, dilakukan
perawatan terhadap lapisan ballast dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang
mengotorinya, dipecok, atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan
perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria. Di
Indonesia

ada

mesin

pemecok

ballast

(Ballast

Tamping

Machine)

untuk

mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus


merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak bersinggungan
langsung dengan tanah.
Pada intinya lapisan ballast harus:
1. rapat.
2. bersih tidak bercampur tanah dan lumpur.
3. harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan
dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan rel kereta api)
4. elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya yang elastis, tetapi
formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-gerak sedikit) sehingga
dapat mencengkeram bantalan rel saat rangkaian kereta api lewat.
4.2

Lapisan Ballast Atas


Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut tajam
(angular) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi syarat-syarat
lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Lapisan ini
harus dapat meneruskan air dengan baik.

4.3

Lapisan Balas Bawah


Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar

yang memenuhi syaratsyarat yang tercantum dalam Peraturan Bahan Jalan rel

35

Indonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter) antara tanah
dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Tebal
minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
4.4

Bentuk dan Ukuran lapisan Balast Atas


1. Tebal lapisan balas atas adalah seperti yang tercantum pada klasifikasi jalan rel
Indonesia.
2. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas atas adalah:
b> L+x......................................... (4.1)
Dimana : L = panjang bantalan (cm)
X = 50 cm untuk kelas I dan II
= 40 cm untuk kelas III dan IV
= 35 untuk kelas V
3. Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2.
4. Ballast atas dihampar hingga mencapai elevasi yang sama dengan elevasi
bantalan.

4.5

Bentuk dan Ukuran Lapisan Balast Bawah

1. Ukuran
2. Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah dihitung
dengan persamaan-persamaan:
-

Pada sepur lurus


k1 > b+ 2d1+ m

Pada tikungan
k1d = k1
36

k1 l = b+ 2 d 1+ m+2 e
E = (b+ 1/2) x h/l + t
3. Pada tebing lapisan balas bawah dipasang konstruksi penahan yang dapat
menajmin kemantapan lapisan itu.

BAB V
RUANG BEBAS
5.1

Pengertian Umum
Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala

rintangan dan benda penghalang. Ruang ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian
kereta api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda, baik pada bagian
lintas yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas elektrifikasi dan non
elektrifikasi, adalah seperti yang tertera pada gambar 5.1, gambar 5.2, gambar 5.3 dan
gambar 5.4. Ukuran-ukuran tersebut telah memperhatikan dipergunakannya gerbong
kontener/ peti kemas ISO (Iso Container Size) tipe Standard Height.
Ruang bangun adalah ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala
bangunan tetap seperti antara lain tiang semboyan, tiang listrik dan pagar. Batas ruang
bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter sampai 3,55 meter. Jarak ruang
bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut :
a. Pada lintas bebas :
2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur.
37

b. Pada emplasemen :
1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur
c. Pada jembatan :
2,15 m di kiri kanan sumbu sepur.

Keterangan :
Batas I

Gambardengan
5.1 Ruang
bebas pada
bagian
lurus
: Untuk jembatan
kecepatan
sampai
60 km/jam

Batas II

: Untuk Viaduk dan terowongan dengan kecepatan sampai 60 km/jam


dan untuk jembatan tanpa pembatasan kecepatan.

Batas III

: Untuk Viaduk baru dan bangunan lama kecuali terowongan dan


jembatan

Batas IV

: Untuk lintas kereta listrik

38

Gambar 5.2 Ruang bebas pada lengkung


Keterangan :
: Batas ruang bebas pada lintas lurus dan pada bagian lengkungan
dengan jari-jari > 3000 m.
: Batas ruang bebas pada lengkungan dengan jari-jari 300 sampai 3000 m
------------

: Batas ruang bebas pada lengkungan dengan jari-jari < 300 m.

Gambar 5.3 Ruang bebas pada jalur lurus untuk jalan ganda

39

Gambar 5.4 Ruang bebas pada jalur lengkung untuk jalan ganda

BAB VI
SEMBOYAN ATAU RAMBU
6.1

Pengertian Umum
Dalam rangka terselenggaranya pengoperasian perjalanan kereta api yang aman,
tertib

dan

lancar,

maka

semua

pergerakan yang ada diaturlah dengan


menggunakan Semboyan. Semboyan
atau

Rambu

kereta

api

adalah

semboyan atau pesan bermakna yang


berfungsi untuk memberikan isyarat
berupa semboyan tangan, tetap, suara,
bentuk, warna atau cahaya yang
ditempatkan

pada

suatu

tempat

tertentu dan memberikan isyarat dengan arti tertentu untuk mengatur dan mengontrol
pengoperasian kereta api.
Menurut Peraturan Dinas 3 (PD 3) sebagai perubahan dan perbaikan serta
penyesuaian dari Reglemen 3 (R 3) dalam BAB I, Pasal 1, Ayat (1), yang dimaksud
dengan Semboyan adalah pesan yang bermakna bagi petugas yang berkaitan dengan
perjalanan kereta api sebagai :

40

Perintah atau larangan, yang ditunjukkan/diperagakan melalui orang atau alat


berupa wujud, warna, cahaya atau bunyi, meliputi : isyarat, sinyal; dan

tanda.

Pemberitahuan tentang kondisi jalur, pembeda batas, dan petunjuk tertentu yang
ditunjukkan melalui marka.
Ayat (2),
Isyarat adalah semboyan yang disampaikan oleh pengatur perjalanan kereta api atau
petugas atau pihak lain dalam bentuk peragaan, bunyi, atau alat tertentu.
Ayat (3),
Sinyal adalah semboyan tetap yang diperagakan melalui alat berupa wujud, warna
dan/atau cahaya.

Ayat (4),
Tanda adalah semboyan berupa alat atau benda untuk memberikan petunjuk yang berada
pada jalur kereta api atau melekat pada sarana.
Ayat (5),
Marka adalah semboyan tetap yang meberitahukan kondisi jalur, pembeda, batas, dan
petunjuk tertentu.

41

6.2

Semboyan tangan/sementara
a) Semboyan 1
Semboyan 1 adalah semboyan sementara sebagai isyarat kondisi siap yang
berupa:
petugas yang berdiri tegak;
petugas yang berdiri tegak membawa bendera atau lampu semboyan (di
malam hari) yang dijinjing sejajar paha petugas (yang tidak digerakgerakkan);
bendera putih; atau
rambu-rambu putih polos berbentuk bundar; atau
berupa sinyal lampu yang berwarna putih terang.
Semboyan 1 mengisyaratkan bahwa jalur yang akan dilewati oleh
kereta api berstatus aman, kereta api boleh berjalan seperti biasa dengan
kecepatan yang telah ditetapkan dalam peraturan perjalanan.
Maksud petugas PPKA berdiri di peron:
peralatan pengamanan keselamatan tidak akan dilayani pada saat kereta api
lewat di stasiun, karena mengoperasikan peralatan pengamanan lebih cepat
dari seharusnya dapat menimbulkan bahaya;
mengawasi kereta api yang lewat terutama semboyan-semboyan yang
diperlihatkan oleh kereta api tersebut;
mengawasi kondisi rangkaian terutama peralatan yang terdapat di bawah
kereta (rangka bawah) terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan yang
membahayakan keselamatan perjalanan KA.Masinis melihat PPKA berdiri di
peron.

42

b) Semboyan 2
Semboyan 2 adalah semboyan sementara sebagai tanda pembatas
kecepatan yang mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati
berstatus kurang aman, atau kereta api berjalan dengan kecepatan yang
tidak melebihi batas kecepatan yang ditunjukkan demi keselamatan.
Semboyan 2A
Semboyan 2A adalah semboyan sementara yang berupa satu
bendera hijau atau satu rambu berbentuk bulat yang berwarna hijau yang
mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati berstatus
kurang aman, kereta api yang melewatinya harus berhati-hati dengan
pembatasan kecepatan maksimal 40 kilometer per jam.
Semboyan 2A1
Semboyan 2A1 adalah semboyan sementara sebagai isyarat berjalan
hati-hati, yakni kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan melewati
bagian jaringan listrik aliran atas yang dilindungi dengan kecepatan
kecepatan tidak diperbolehkan lebih dari 40 km/jam.
Semboyan 2A1 berupa:
Petugas memperlihatkanm bendera warna kuning.
Petugas memperlihatkan papan bundar kuning bertepi hitam di atas
papan hitam bergaris putih tegak.
Petugas memperlihatkan lentera bercahaya kuning pada malam hari.
Ketentuan tentang pemasangan semboyan 2A1
- Semboyan 2A1 harus dipasang atau diperlihatkan pada jarak 100 meter dari
bagian jaringan listrik aliran atas yang hanya boleh dilalui dengan kecepatan
paling tinggi 40 km/jam dan harus dapat terlihat oleh masinis dari jarak 300
meter
- Apabila jarak tampak 300 meter tidak tercapai karena lengkung jalan,
pemasangan semboyan harus digeser ke muka hingga dapat terlihat oleh
masinis dari tempat paling sedikit 400 meter jauhnya dari bagian jalan
tersebut di atas.
43

- Semboyan 2A1 harus dipasang menurut arah KA atau diperlihatkan di sebelah


kanan jalan, kecuali jika pemasangan di sebelah kiri jalan semboyan dapat
terlihat lebih jelas oleh masinis.
- Jarak sebagaimana dimaksud pada huruf a) tersebut harus ditambah dengan
25% jika pemasangan semboyan itu dilakukan di jalan turun 10 atau lebih.
Semboyan 2B
Semboyan 2B, mengisyaratkan
bahwa kereta api harus berjalan
dengan kecepatan terbatas dan
hati-hati. Semboyan 2B adalah
semboyan

sementara

yang

berupa dua bendera hijau atau


dua rambu berbentuk bulat yang
berwarna hijau, atau petugas yang membawa lampu yang direntangkan sejajar
dada yang mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati berstatus
kurang aman, kereta api yang melewatinya harus berhati-hati dengan
pembatasan kecepatan maksimal 20 kilometer per jam.
Semboyan 2B1
Semboyan 2B1 adalah semboyan sementara sebagai isyarat berjalan hatihati, kereta rel listrik/lokomotif listrik diperbolehkan melewati bagian jaringan
listrik aliran atas yang dilindungi dengan kecepatan tidak diperbolehkan lebih
dari 20 km/jam.
Semboyan 2B1 berupa:
- Petugas memperlihatkan dua bendera warna kuning berjajar.
- Petugas memperlihatkan dua papan bundar kuning bertepi hitam di atas papan
hitam bergaris putih tegak.
- Petugas memperlihatkan lentera bercahaya kuning pada malam hari.

44

Semboyan 2C
Semboyan 2C adalah semboyan sementara yang berupa petugas
yang membawa bendera hijau atau lampu semboyan yang diayun-ayunkan
yang mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati berstatus
kurang aman, kereta api yang melewatinya harus berhati-hati dengan
pembatasan kecepatan maksimal 5 kilometer per jam.

c) Semboyan 3

Semboyan 3 adalah semboyan sementara yang dipasang atau diperlihatkan


pada jarak minimum 500 m dari bagian jalan yang berupa :
-

satu bendera merah,lampu berwarna merah,

papan dengan rambu bundar berwarna merah,

petugas yang mengangkat kedua tangan di atas kepala, atau

petugas yang mengayun-ayunkan lampu semboyan yang berwarna


merah.

Semboyan 3 mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati


berstatus tidak aman, kereta api yang akan melewatinya diharuskan untuk
berhenti.

45

6.3

Semboyan Tetap
a) Semboyan 5

Semboyan 5 adalah semboyan tetap yang berupa:


- papan merah pada tiang sinyal tidak terlihat;
- lengan pada papan sinyal terlihat menyerong;
- lengan pada sebelah kanan tiang sinyal menyerong ke atas;
- lengan pada sebelah kanan tiang sinyal menyerong ke atas dan lengan
lain mendatar;
- lampu pada tiang sinyal bercahaya putih ke arah kereta api dan
bercahaya hijau ke arah stasiun;
- lampu pada tiang sinyal bercahaya putih ke arah kereta api dan
bercahaya hijau di atas cahaya putih ke arah stasiun.
Semboyan 5 mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati
berstatus aman, kereta api yang akan melewatinya diperbolehkan untuk
melanjutkan perjalanan.
b) Semboyan 6

46

Semboyan 6 adalah semboyan tetap yang berupa:


- lengan pada papan sinyal terlihat tegak;
- lengan pada sebelah kanan tiang sinyal menyerong ke atas di bawah
lengan yang mendatar;
- papan bundar hijau atau lengan pada sebelah kanan tiang sinyal
menyerong ke bawah;
- sebagai sinyal muka berarti menunjukkan bahwa sinyal masuk utama
"tidak aman";
- lampu pada tiang sinyal bercahaya hijau ke arah kereta api dan
bercahaya putih ke arah stasiun;
- lampu pada tiang sinyal bercahayahijau ke arah kereta api dan
bercahaya hijau di bawah cahaya putih ke arah stasiun.
Semboyan 6 mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati
berstatus aman, kereta api yang akan melewatinya diperbolehkan untuk
melanjutkan perjalanan dengan kecepatan terbatas.
c) Semboyan 7

Semboyan 7, berupa lampu

sinyal yang berwarna merah

yang

mengisyaratkan bahwa kereta api diharuskan untuk berhenti.


Semboyan 7 adalah semboyan tetap yang berupa:
- papan bundar merah pada tiang sinyal;
- satu lengan mendatar pada sebelah kanan tiang sinyal
- dua lengan mendatar pada sebelah kanan tiang sinyal

47

- lampu pada tiang sinyal bercahaya merah ke arah kereta api dan
bercahaya putih ke arah stasiun;
- dua lampu bersusun yang keduanya bercahaya merah ke arah kereta api
dan bercahaya putih ke arah stasiun.
Semboyan 7 mengisyaratkan bahwa jalur kereta api yang akan dilewati
berstatus tidak aman, kereta api yang akan melewatinya diharuskan untuk
berhenti.
d) Semboyan 8

perhatikan di sisi jauh ada satu


papan putih lagi.

Semboyan 8 adalah semboyan tetap yang berupa 2 (dua) papan logam


besar berwarna putih masing-masing bertiang dua yang ditegakkan di sisi
jalan rel sebelah kanan arah kedatangan kereta api, berjajar berurutan
pada jarak 30 m dengan posisi menyerong dan mudah terlihat dan
menimbulkan gema/pantulan suara lokomotif saat kereta api lewat.
Semboyan 8 mengisyaratkan bahwa kereta api telah mendekati sinyal
kereta api masuk utama pada jarak minimum 1.000 meter.

48

BAB VII
EMPLASEMEN
7.1

Pengertian Umum
Emplasemen adalah tempat
terbuka atau tanah lapang yang
disediakan untuk jawatan atau
satuan bangunan (tanah lapang
didekat stasiun untuk keperluam
jawatan kereta api).

Jenis-Jenis Emplasemen :
7.2

Emplasemen Setasiun atau Eplasemen Penumpang


Emplasemen Gudang Barang (freight station)
Emplasemen Langsir (marshalling yard)
Emplasemen Penyusun atau Emplasemen Depo Kereta
Emplasemen Depo Lokomotif
Emplasemen Pelabuhan
Emplasemen Stasiun
Emplasemen Setasiun

atau

Eplasemen

Penumpang

gunanya

untuk

memberikankesempatan kepada penumpang pembeli karcis dan naik ke dalam atau


turun dari kereta api.
7.3

Emplasemen Gudang Barang (freight station)


Emplasemen barang khusus melayani pengiriman dan penerimaan barang.

Letaknya harus dekat daerah indrustri, peniagaan harus mengingat kelancaran lalu lintas
umum (jalan raya).
7.4

Emplasemen Langsir
Emplasemen Langsir mengatur sambil menggandengkan gerbong kereta api,

berjalan mondar-mandir, sehingga letaknya harus jauh dari perdiaman atau kantorkantor, sekolah-sekolah dan sebagainya.
49

7.5

Emplasemen Penyusun atau Emplasemen Depo Kereta


Emplasemen Penyusun untuk membersihkan, memeriksa,

memperbaiki

kerusakan kecil dan melengkapi kereta-kereta, menyusun kereta-kereta kembali menjadi


rangkaian kereta api untuk disiapkan di sepur berangkat di eplasemen penumpang.
7.6 Emplasemen Depo Lokomotif
Emplasemen Depo Lokomotif diperlukan di tempat-tempat peralihan dari jalan
dataran ke jalan pegunungan untuk penggantian lokomotif dan di tempat-tempat yang
harus melayani lokomotif-lokomotif untuk kerperluan di emplasemen langsir.
7.7 Emplasemen Pelabuhan
Terdiri dari dua jurusan, yaitu dari daerah pedalaman ke pangkalan sebaliknya.
kereta api barang yang datang dari pedalaman diceraikan di emplasemen pelabuhan
menurut kelompok-kelompok pembagi, kemudian gerbong-gerbong dibawa ke
kelompok pembagi masing-masing, dimana dilakukan penyusunannya menurut
pangkalan-pangkalan dan gudang-gudang.

BAB VIII
LANGSIR
8.1

Pengertian Umum
Langsir adalah pergerakan rangkaian kereta, gerbong, atau hanya lokomotif
untuk berpindah jalur rel. Perpindahan jalur
terutama diperlukan untuk memisahkan atau
merangkaikan kereta atau gerbong.

50

Karena proses langsir membutuhkan keahlian khusus agar dapat berlangsung


aman, kegiatan langsir biasanya dipandu oleh seorang juru langsir. Juru langsir dapat
turun langsung ke lapangan langsir atau mengendalikan dari rumah langsir. Kata langsir
merupakan adaptasi istilah dari bahasa Belanda, rangeer(en).
8.2

8.3

Tujuan langsir
Untuk kepentingan operasi kereta api dilaksanakan langsiran guna :

menyusun rangkaian kereta api;

menambah gerbong atau mengurangi gerbong dalam rangkaian;

menghapuskan rangkaian, bagi kereta yang akan kembali ke depo kereta api.

Tempat pelaksanaan langsir


Langsiran dapat dilakukan di wilayah stasiun kereta api maupun di luar wilayah
stasiun dengan ketentuan tidak mengganggu perjalanan kereta api.

Batas langsiran di wilayah stasiun ditentukan sampai dengan tanda batas


langsiran di stasiun pada jarak 50 meter dari arah sinyal masuk ke arah stasiun.

Batas langsiran di luar wilayah stasiun ditentukan sampai dengan tanda batas
yang tercantum dalam peraturan pengamanan setempat.

8.4

Larangan Langsir Bagi Juru Motor


Sewaktu langsir, masinis tidak boleh menyerahkan lokomotipnya kepada

siapapun yang tidak berhak termasuk kepada juru motor. Langsir menggunakan lok
kecil / sedang (lok dengan tenaga 800 PK ke bawah) diperkenankan tanpa juru motor
apabila pandangan dari masinis tidak terhalang.
8.5

Peraturan Umum Tentang Langsir


Sewaktu langsir, masinis harus memperhatikan :

wesel-wesel yang akan dilalui telah dalam kedudukan yang betul


lidah wesel menutup rapat
sepur bagi rangkaian yang dilangsir maupun bagi bakal pelanting yang
mungkin ditolak (stoot) dalam keadaan bebas satu sama lain sejauh dapat
dilihat oleh masinis dari lokomotip.

Selanjutnya masinis harus mentaati segala perintah dan semua semboyan yang
diberikan dengan jelas dan oleh yang berwenang untuk itu. Masinis dapat menolak
perintah semboyan yang diberikan dalam hal :
51

Jika semboyan yang diberikan menyuruh melakukan gerakan langsir yang

terlarang
Menurut pendapatnya tidak akan dapat dilaksanakan dengan aman
Semboyan langsir tidak jelas
Yang memberikan semboyan lebih dari seorang secara bersamaan

Dalam kedua hal yang terakhir ini masinis harus menunggu hingga semboyan
diulangi lagi dengan jelas oleh juru langsir yang bersangkutan. Untuk tiap gerakan
langsir diperlukan suatu semboyan langsir tersendiri. Masinis bertanggung jawab atas
kerusakan yang disebabkan oleh keteledoran sendiri pada waktu langsir. Waktu malam,
semboyan harus diulangi dengan lampu semboyan tangan oleh yang memerintahkan,
sedang pada siang hari semboyan itu sedapat mungkin dijelaskan dan dikuatkan dengan
semboyan tangan. Kecepatan langsir maksimum 30 km / jam. Kecepatan tersebut
dibawah ini dapat dikurangi sampai sebesar yang diperlukan :

untuk menjamin keselamatan


pada kereta api yang didorong dimana masinis tidak dapat melihat sepur

yang akan dilalui


juru langsir tidak dapat dilihat dari lokomotip
kecepatan langsir melalui peron maksimum 5 km / jam dan didahului
seorang pegawai yang memperlihatkan bendera merah.

Dilarang melakukan langsiran hanya dengan hanya mempergunakan rantai bahaya


atau langsir tanpa jumlah pelayan rem yang cukup. Pada rangkaian langsir yang
panjangnya lebih dari 10 gerbong, maka tergantung dari jumlah gerbong sedikitnya satu
gerbong atau lebih harus dilayani remnya. Pada rangkaian yang didorong gerbong yang
terjauh dari lokomotip harus dilayani remnya.
Pada bagian kereta api yang terdiri hanya gerbong- gerbong pada waktu langsir
sedang bergerak sedikitnya satu rem tangan harus dilayani. Menolak, meluncurkan
kereta atau melakukan gerakan langsir sendal-pancing tanpa memandang apakah kereta
tergandeng atau tidak dengan gerbong. Yang diartikan dengan "menolak" atau "langsir
sendal-pancing" ialah membagi (splitsen) rangkaian sewaktu berjalan dengan pengertian
bahwa dalam hal menolak, lokomotip berada dalam bagian rangkaian yang paling
belakang, sedangkan dalam hal langsir sendal pancing, lokomotip berada dalam bagian
rangkaian yang muka. Muka dan belakang tergantung dari arah gerakan langsir.
Jika keadaan memaksa dan setelah Kepala Seksi Operasi berunding dengan Kepala
Seksi Sarana, sebagian larangan tersebut dapat ditiadakan, dengan ketentuan bahwa
52

penolakan peluncuran dan begitu pula melakukan sendal pancing, dalam keadaan
bagaimanapun tetap dilarang untuk :

kereta / gerbong yang dilengkapi dengan peralatan listrik


kereta / gerbong yang dilengkapi dengan rem yang memakai perpindahan

roda ulir (wormwiel)


kereta / gerbong yang berisi penumpang atau hewan yang hidup
lokomotip dingin
gerbong yang memakai alat perangkai istimewa misalnya batang

penyambung
jika gerakan langsir itu ditujukan ke arah kereta /gerbong yang sedang

berhenti dan berisikan penumpang atau bahan peledak


ke arah gerbong yang sedang bongkar, dimuati atau diperbaiki
kereta / gerbong yang berisikan bahan yang mudah meledak
menolak kereta / gerbong di emplasemen yang berbatasan dengan jalan

menurun yang dapat menimbulkan bahaya meluncur


melampaui perlintasan jalan terjaga yang tidak ditutup ;
menolak kereta / gerbong ke arah sepur yang dibatasi dengan "stootblok'",

apabila dalam keadaan rusak.


melangsir sendal pancing di sepur utama dan sepur raya dan melangsir
sendal pancing kereta.

Dalam langsiran gerbong yang akan ditempati oleh pelayan rem abar harus dalam
keadaan baik. Sebelum langsiran bergerak, para pelayan rem yang dibutuh kan harus
sudah menempati kereta / gerbong yang akan ditolak (stoot) atau di langsir sendal
pancing". Bagian langsir harus selalu diantar, jika bagian itu didorong, melalui lintasan,
terdiri dari kereta atau gerbong berisi penumpang atau binatang. Untuk keamanan
langsiran, jika perlu juru langsir harus memberitahukan kepada masinis tentang jalannya
langsiran yang akan dikerjakan terutama mengenai langsir "setut" dan sendal-pancing".
Jika di lin cabang bagian langsir menabrak dari belakang " wesel yang bergerak
sendiri" dalam kedudukan normal maka bagian langsir itu tidak boleh berjalan kembali
sebelum seluruh bagian langsir itu meliwati wesel tersebut, oleh karena gerakan kembali
itu dapat mengakibatkan jatuhnya materiel dari rel di wesel itu. Guna mencegah
kecelakaan, maka kereta api yang mengangkut penumpang setelah berhenti hanya boleh
bergerak maju atau mundur atas perintah PPKA dan setelah masinis memperdengarkan
semboyan 35. Untuk jalan penumpang, rangkaian kereta api yang sedang berhenti di
stasiun dapat dipisahkan menjadi dua bagian. Jarak antara kedua bagian itu sedikitnya

53

20 meter. Kedua bagian kereta api tersebut hanya boleh digandeng lagi atas perintah
PPKA. Sewaktu langsir menggandengkan kedua bagian yang terpisah itu bagian yang
bergerak harus didahului seorang pegawai yang memperlihatkan bendera merah.
Gerakan langsir di stasiun ke arah sinyal masuk dibatasi dengan tiang batas
langsiran sejauh 50 meter dibelakang sinyal masuk. Pada tiang batas langsir dipasang
papan dengan tulisan "Batas langsiran". Di stasiun pada lintas sepur tunggal yang
memakai sistim blok atau tidak, langsir ke luar batas langsiran hanya dilakukan dalam
keadaan yang memaksa. Untuk itu PPKA menuliskan perintah dalam LHM yang
bersangkutan dengan keterangan ke arah petak jalan mana batas langsiran boleh dilalui
langsiran.
Perintah tertulis untuk langsir ke luar batas langsir itu berarti bahwa langsiran
diperkenankan juga untuk melalui sinyal masuk pada jarak paling jauh 200 meter.
Untuk kembalinya langsiran ke emplasemen tidak perlu dipergunakan perintas MS.
Langsir meliwati sinyal masuk dilarang pada petak jalan yang kurang dari 2 km
panjangnya. Di sepur kembar, langsiran pada sepur berangkat boleh melalui sinyal
masuk sejauh 200 meter. Sewaktu langsir di sepur masuk di lintas sepur kembar yang
melalui batas langsiran berlaku peraturan seperti pada sepur tunggal. Sewaktu
perhubungan kawat terganggu dan pada waktu jalan kereta api terhalang, dilarang
langsir ke luar batas langsiran.
Setelah langsiran selesai materiel harus ditempatkan dalam preipal dan abarnya
diikat. Perlintasan yang berpintu yang akan dilalui langsiran harus di tutup pintunya. Di
lintasan sepur simpang yang tidak dijaga, pada waktu dilalui langsiran harus
diperlihatkan semboyan 3 untuk memberhentikan lalu lintas jalan raya. Langsir di sepur
simpang di jalan bebas harus dilakukan dibawah pimpinan dan tanggung jawab KP.
Melepas dan menggandeng gerbong oleh pelayan rem hanya boleh dilakukan atas
perintah yang tegas dari KP yang diberikan pada waktu itu juga. Perintah melepas atau
menggandeng gerobak sebelum kereta api berhenti di sepur simpang tidak boleh
dilakukan. Pelayanan alat pengaman sepur simpang harus dilakukan oleh KP sendiri.
Jika kereta api berhenti di stasiun yang terletak ditanjakan atau di dekat tanjakan
maka gerbong yang tergandeng di belakang hanya boleh dilepas dari rangkaian setelah
diterima perintah dari PPKA. Melepas gerbong tersebut hanya boleh dilakukan, jika
langsiran dibagian muka telah selesai dan gerobak yang akan dilepas itu telah direm
atau telah diganjal dengan stopblok kayu. Tanjakan di stasiun yang lebih dari 2,5 per mil
54

hanya boleh di pergunakan untuk meluncurkan materiel, jika tanjakan itu bersambungan
dengan tanah datar di emplasemen dengan panjang sedikitnya 300 meter atau jika tidak
ada kemungkinan gerbong yang diluncurkan itu akan menggelundung keluar batas
stasiun.
8.6

Tugas Juru Motor Pada Waktu Langsir


Sewaktu langsir juru motor harus melayani rem tangan lokomotip sesuai

sernboyan yang diberikan oleh juru langsir, kecuali bila masinis sewaktu langsir
mempergunakan rem otomatis. Selama lokomotip berjalan harus melakukan pekerjaan
sebagaimana yang dilakukan oleh masinis, senantiasa berjaga-jaga dan tidak
diperkenankan melakukan pekerjaan lain. Juru motor wajib memberitahukan kepada
masinis, jika mengetahui keadaan yang dapat mempengaruhi jalannya langsiran.
8.7

Pemakaian Klakson Dalam Dinas Langsir


Sewaktu langsir klakson dibunyikan oleh masinis hanya untuk memberikan

semboyan yang sangat perlu saja dengan pendek dan jelas. Mengulangi semboyan
langsir dengan klakson pada waktu langsir dengan rangkaian pendek tidak perlu
dilakukan. Pada waktu langsir dengan rangkaian yang panjang serta di emplasemen
yang mempunyai pandangan kurang luas, bila dianggap perlu masinis dapat mengulangi
semboyan langsir dengan klakson. Jika dalam rangkaian yang dilangsir itu terdapat
kereta / gerbong berisi penumpang, maka masinis harus selalu mengulangi semboyan
langsir dengan klakson.
Semboyan untuk memperingatkan penjaga jalan lintasan (yang diberikan pada
waktu hendak langsir melalui lintasan yang dijaga), oleh masinis selalu diulangi dengan
klakson. Sewaktu langsir melalui daerah yang ramai (misalnya dekat pasar atau dekat
jalan raya) maka masinis wajib sering kali memberikan semboyan "minta perhatian"
dengan klakson (kecepatan dibatasi maksimum 5 km / jam dan jika perlu didahului oleh
seorang pegawai yang mengibarkan bendera merah).
Gerakan Langsir Majemuk Dan Langsir Sendal Pancing
Masinis dilarang melakukan gerakan-gerakan langsir majemuk sebelum :

mengetahui dengan jelas jenis dan besarnya (omvang) dari gerakan-gerakan itu

55

yakin bahwa penjaga wesel dan pelayan rem yang telah ditentukan untuk
bagian rangkaian yang akan di sendal-pancing, semuanya telah ada di
tempatnya

Sejauh hal ini dapat dilakukan dari lokomotip, langsiran dapat dilakukan tanpa
menimbulkan bahaya.

BAB IX
STASIUN

9.1

Pengertian Umum
Stasiun kereta api adalah menaikkan dan menurunkan penumpang yang
menggunakan

jasa

transportasi

kereta api. Selain stasiun, pada


masa lalu dikenal juga dengan halte
kereta api yang memiliki fungsi
nyaris sama dengan stasiun kereta
api. Untuk daerah/kota yang baru
dibangun mungkin stasiun portabel
dapat dipergunakan sebagai halte
kereta.
56

Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang sekurang-kurangnya


dilengkapi fasilitas :

Keselamatan;
Keamanan;
Kenyamanan;
Naik turun penumpang;
Penyandang cacat;
Kesehatan;
Fasilitas umum.
Fasilitas kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan kelas

stasiun. Fasilitas umum adalah sarana pelayanan umum sekurang-kurangnya toilet,


mushala, dan restoran. Stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang
dilengkapi dengan fasilitas :

Keselamatan;

Keamanan;

Bongkar muat barang;

Fasilitas umum.
Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun dapat dibangun jalan rel

yang menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat barang. Stasiun kereta
api untuk keperluan pengoperasian kereta api harus dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan kepentingan pengoperasian kereta api. Di stasiun kereta api dapat
dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak
mengganggu fungsi stasiun. Kegiatan usaha penunjang adalah aktivitas usaha untuk
mendukung pengusahaan perkeretaapian, antara lain usaha pertokoan, restoran,
perkantoran, dan perhotelan.
Stasiun kereta api dikelompokkan dalam :

Kelas Besar;
Kelas Sedang;
Kelas Kecil.

Pengelompokan kelas stasiun kereta api berdasarkan kriteria :

Fasilitas operasi;
Frekuensi lalu lintas;
Jumlah penumpang;
Jumlah barang;
Jumlah jalur;

57

Fasilitas penunjang.

Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus yang dikenai tarif jasa
pelayanan tambahan berupa :

Ruang tunggu penumpang;


Bongkar muat barang;
Pergudangan;
Parkir kendaraan;
Penitipan barang.

Jasa pelayanan khusus adalah fasilitas pelayanan yang disediakan oleh


Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian selain fasilitas pelayanan standar.
Dalam fasilitas stasiun juga perlu adanya :

Ruang kepala stasiun, dan


Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, seperti
sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya.
Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih banyak daripada stasiun

kecil untuk menunjang kenyamanan penumpang maupun calon penumpang kereta api,
seperti ruang tunggu (VIP ber AC), restoran, toilet, mushola, area parkir, sarana
keamanan (polisi khusus kereta api), sarana komunikasi, dipo lokomotif, dan sarana
pengisian bahan bakar. Pada papan nama stasiun yang dibangun pada zaman Belanda,
umumnya dilengkapi dengan ukuran ketinggian rata-rata wilayah itu dari permukaan
laut, misalnya Stasiun Bandung di bawahnya ada tulisan plus-minus 709 meter.
Pada umumnya, stasiun kecil memiliki tiga jalur rel kereta api yang menyatu
pada ujung-ujungnya. Penyatuan jalur-jalur tersebut diatur dengan alat pemindah jalur
yang dikendalikan dari ruang PPKA. Selain sebagai tempat pemberhentian kereta api,
stasiun juga berfungsi bila terjadi persimpangan antar kereta api sementara jalur lainnya
digunakan untuk keperluan cadangan dan langsir. Pada stasiun besar, umumnya
memiliki lebih dari 4 jalur yang juga berguna untuk keperluan langsir. Pada halte
umumnya tidak diberi jalur tambahan serta percabangan. Pada masa lalu, setiap stasiun
memiliki pompa dan tangki air serta jembatan putar yang dibutuhkan pada masa kereta
api masih ditarik oleh lokomotif uap.
Karena keberadaan stasiun kereta api umumnya bersamaan dengan keberadaan
sarana kereta api di Indonesia yang dibangun pada masa zaman Belanda, maka
kebanyakan stasiun kereta api merupakan bangunan lama yang dibangun pada masa itu.
Sebagian direstorasi dan diperluas, sedangkan sebagian yang lain ditetapkan sebagai
58

bangunan cagar budaya. Kebanyakan kota besar, kota kabupaten, dan bahkan kecamatan
di Jawa dihubungkan dengan jalur kereta api sehingga di kota-kota tersebut selalu
dilengkapi dengan stasiun kereta api. Pada zaman Belanda, jalur rel selalu bermuara di
Pelabuhan (Tj. Priok dan Tj, Perak, Belawan) karena dimaksudkan lebih utama
mengangkut hasil bumi. Sedangkan stasiun kecil di pedalaman merupakan pusat
pengumpul hasil bumi. Sekarang kereta api lebih diutamakan untuk angkutan
penumpang
9.2

Peron stasiun
Peron adalah tempat naik-turun para penumpang di stasiun, jadi peron adalah

lantai pelataran tempat para penumpang naik-turun dan jalur rel melintas di stasiun.
Sekarang ada dua macam konstruksi lantai peron, yaitu yang dibuat sebelum Perang
Dunia II umumnya dengan lantai rendah; sedangkan bentuk kedua adalah yang
dibangun setelah Proklamasi umumnya dengan lantai modifikasi yang ditinggikan.
Dewasa in pada stasiun besar umumnya ada dua macam lantai peron, yang asli berlantai
rendah dan yang telah disesuaikan dengan lantai tinggi. Memang pada waktu itu belum
ada pemikiran peron tinggi yang memudahkan para penumpang naik-turun kereta. Di
stasiun Tanah Abang, seperti halnya kebanykan stasiun kereta di jepang, para
penumpang tidak dapat menyeberang jalur begitu saja, harus melalui jembatan
penyeberangan (dalam hal stasiun Tanah Abang stasiun berada di atas jalur rel).

59

DAFTAR PUSTAKA
SPOOR
http://id.wikipedia.org/wiki/Lebar_jalur_kereta_api
http://thebigrocks.com/great-soda-pop-debate/train-tracks/
http://kids-myshot.nationalgeographic.com/photos/view/42434/traintrack-shot-by-nature-lover
REL
http://id.wikipedia.org/wiki/Rel
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=bab+V+komponen+rel&source=web&cd=1&cad=rja&ve
d=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fatmaja.staff.umy.ac.id%2Ffiles
%2F2012%2F03%2FBAB-V-KOMPONENREL.doc&ei=CsXEUKzRD9DPrQfz9YDYCg&usg=AFQjCNENW6MZ
sfx99ivZacuf8yYAyiJe1g
BANTALAN REL
http://id.wikipedia.org/wiki/Bantalan_rel
60

http://infokomrailfans17.wordpress.com/2011/08/31/bantalan-rel-kereta-api/
http://fadlysutrisno.wordpress.com/2010/07/19/bantalan-rel/
http://atmaja.staff.umy.ac.id/files/2012/03/BAB-VII-BANTALAN-REL.pdf
BALLAST
http://kmbusu.forumotion.com/t62-kenapa-di-bawah-rel-kereta-api-disebarbatu-kerikil
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=galery+Konstruksi+Rel+Kereta+Api+Indonesia&source=we
b&cd=1&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F
%2Fgallery.sttsaptataruna.ac.id%2F%3Fpage_id
%3D407&ei=NsjEUIv2GYzIrQeStIHwBQ&usg=AFQjCNGCxwGpVStT9x
qsEGQnFR_sy_R_KA
http://www.scribd.com/doc/21375761/PD-10-Perencanaan-Konstruksi-JalanRel
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:jwA6C-WRrwJ:perkeretaapian.dephub.go.id/index.php%3Foption%3Dcom_docman
%26task%3Ddoc_download%26gid%3D36%26Itemid
%3D77+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESi3bFhcMF3stw5FDlddlPX
vAKbokihmb_pqWrBsgzmJoeUBKE2e1UhGAW9ldoaXDSK4M2VgrfoeB
LwcmC_5qwlrPj_InHU24mNh4Z0uL911NcgdGI2kKmcxhuR7XHyWjEiCM0Q&sig=AHIEtbR2kiLl8vVauDHr-u4J9FA5UOIUA
RUANG BEBAS
http://www.scribd.com/doc/21375761/PD-10-Perencanaan-Konstruksi-JalanRel
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:jwA6C-WRrwJ:perkeretaapian.dephub.go.id/index.php%3Foption%3Dcom_docman
%26task%3Ddoc_download%26gid%3D36%26Itemid
%3D77+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESi3bFhcMF3stw5FDlddlPX
vAKbokihmb_pqWrBsgzmJoeUBKE2e1UhGAW9ldoaXDSK4M2VgrfoeB
LwcmC_5qwlrPj_InHU24mNh4Z0uL911NcgdGI2kK-

61

mcxhuR7XHyWjEiCM0Q&sig=AHIEtbR2kiLl8vVauDHr-u4J9FA5UOIUA
SEMBOYAN / RAMBU
http://subdipobanyuwangi.wordpress.com/2012/08/11/semboyan-keretaapi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Semboyan_kereta_api
http://rel-keretaapi.blogspot.com/2011/11/semboyan-ka.html
EMPLASEMEN
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:14fnRQN0TAJ:2sriwiyanti.files.wordpress.com/2010/10/jalanrel.doc+emplasemen+kereta+api&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEE
Si8bMp_HdWMpTHNa3w0lTCBD3042cX0zGzaQ1s2zfeFIaEGRHtwp
T9zcOChNX8nZ7zOVX_0Ghk3fAFCwtaaaaSPPqE67eaXQxfsvdpBCkbJFNWUUZfNvilJ_FjaAi554GCz
LwE&sig=AHIEtbSaMBZcolakWIq1qsJHax5tAUlHBA
http://www.scribd.com/doc/38000970/WESEL-Dan-Emplasemen
http://www.google.co.id/imgres?
q=emplasemen+kereta+api&hl=id&newwindow=1&tbo=d&tbm=isch&t
bnid=I0uALDyjU9vNHM:&imgrefurl=http://www.pelauts.com/bdmelintas-di-areal-emplasemen-stasiun-kereta-api-cibungurpurwakarta/farm5.staticflickr.com*4002*4565240180_4111f02c9c_z.jpg
/&docid=6k17UC5nE4et_M&imgurl=http://farm5.staticflickr.com/4002/
4565240180_4111f02c9c_z.jpg&w=640&h=479&ei=kc_EUPbiOM3Mr
Qetj4HABA&zoom=1&iact=hc&vpx=218&vpy=303&dur=1475&hovh
=194&hovw=260&tx=167&ty=182&sig=105606183396162354771&pa
ge=1&tbnh=130&tbnw=164&start=0&ndsp=20&ved=1t:429,r:8,s:0,i:10
4&biw=1366&bih=610
LANGSIR
http://id.wikipedia.org/wiki/Langsir

62

https://sites.google.com/a/semboyan35.com/kakominfo/home/reglemen/r
16a/bab-1
STASIUN
https://sites.google.com/a/semboyan35.com/kakominfo/uu23/bab63
http://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_kereta_api
https://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:oaNjuqz0gNoJ:perkeretaapian.dephub.go.id/index.php
%3Foption%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid
%3D37%26Itemid%3D77+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESj9nwRjDUR4OzvsHegs8IsmBAmFs52i8D27mbtCK_7nKdWMfmHjYxSLS0pPijzaBedjWyYE6YDiL3l
ZcJ5PROoKYTplPqkn6oKZ15B59uR1QQYPrNYRyjJuag5fIo1_DN6q
MD&sig=AHIEtbTSUsbrpf6b3G_EM68nQdLcx6-osw

63

Anda mungkin juga menyukai