Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina

(tonsila fausial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius

(lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatina

biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi

melalui udara (air borne droplets), dan kontak langsung melalui tangan atau

berciuman.Tonsilitis terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk

strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,

enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab tersering pada

tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococus beta hemolitik (GABHS), 30% dari

tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang

tenggorokan.2

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang

berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Tonsilitis kronis merupakan salah

satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di

kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data

dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh

kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena

1
peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik,

terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam berulang, odinofagia, sulit

menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan submandibula.5 Faktor

predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari

rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu

tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-

tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina

yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas

tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong

faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1

Gambar 2.1. Cincin Waldeyer

3
Tonsil faringeal (adenoid) merupakan masa limfoid yang berlobus dan

terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus

atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah

ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi

daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.

Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang

nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding

atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium

tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada

umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun

kemudian akan mengalami regresi.1

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla

sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus

tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid

lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.1

4
Gambar 2.2 Struktur tonsil

Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang

terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila

ditutupi membrane mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol

kedalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan

ke dalam kripta tonsilaris yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas

permukaan medial tonsila terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan

lateral tonsila ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsul tonsila

palatina, terletak berdekatan dengan tonsila lingualis.1,2 Adapun struktur yang

terdapat disekitar tonsila palatina adalah arcus palatoglossus di anterior, arcus

5
palatopharyngeus di posterior, palatum mole di superior, 1/3 posterior lidah di

inferior, ruang orofaring di medial, dan m. konstrictor faringeus superior di

lateral.3,4

Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Tonsil tidak selalu

mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai

fossa supratonsilar. Tonsil palatina terletak di lateral orofaring. Secara

mikroskopik tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel

germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari

jaringan limfoid).1 Tonsila palatina berada dalam fossa tonsilaris. Fossa

tonsilaris adalah sebuah resessus berbentuk segitiga pada dinding lateral

orofaring diantara arcus palatoglossus di depan dan arcus palatopharyngeus

dibelakang.6 Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas

atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang

dinamakan fossa supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat dan biasanya

merupakan tempat nanah pecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi

oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang

sebenarnya bukan kapsul.1

6
Vaskularisasi

Gambar 2.3 Vaskularisasi Tonsil

Tonsil mendapat darah dari arteri palatina asenden, cabang tonsillar dari

arteri fasialis, arteri faring asendens dan arteri lingualis dorsal. Vena-vena

menembus m.constrictor pharyngeus superior dan bergabung dengan vena

palatine eksterna, vena pharyngealis, atau vena facialis.6

7
Aliran Kelenjar Getah Bening

Aliran limfe pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi limfoid

profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus

jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibula.

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening

servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

duktus torasikus. 2

Gambar 2.4 Aliran limfatik tonsil

8
Inervasi

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX

(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden nervus palatina. 5

Gambar 2.5 Inervasi Tonsil

Fungsi Tonsil

Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting

sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke

saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen

makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik,

apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear

pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen.8 Jaringan limfoid

9
pada tonsil mengandung sel limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2%

dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B danT

pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil

terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag,

sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi

antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis immunoglobulin spesifik).

Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil

merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi

utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan

sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen

spesifik.6,7

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak

pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu

mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap

bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga

menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu

melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan

patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar

tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 6,7

10
2.2 Tonsilitis

2.2.1. Definisi

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina

( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius (

lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil ).8

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil

yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan

bakteri pathogen dalam kripta.8

Gambar 2.6 Tonsilitis

11
2.2.2 Epidemiologi

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan

oleh spesies Streptokokus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan

tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda.2,8 Data epidemiologi

menunjukkan bahwa penyakit tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering

terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu

penelitian prevalensi Streptokokus group A yang asimptomatis yaitu: 10,9%

pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% pada usia 15- 44 tahun, dan 0,6 % pada

usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia

tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni

sebesar 50 % . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita

tonsilitis kronik terbanyak sebesar 62 % pada kelompok usia 5-14 tahun.8

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk

bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis

kronik, jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus

grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan

nasofaring. Namun dapat menjadi patogen infeksius yang memerlukan

pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae,

Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.1

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan

khusus karena dapat ditangani sendiri oleh daya tahan tubuh. Penyebab paling

12
banyak dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks

(pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi oleh coxackie virus

A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr

yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan pembesaran

tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut.1

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik yaitu:

1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan dan

minuman dingin atau makanan dingin dapat secara langsung menyebabkan

infeksi atau menurunkan daya tahan dengan vasokonstriksi.

2. Adanya benda asing yang bisa menyebabkan mudahnya terjadi infeksi.

3. Higiene mulut yang buruk

4. Pengaruh cuaca

5. Kelelahan fisik

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

13
2.2.5 Patofisiologi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal, tonsil palatina, dan tonsil

lingual. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan, dan

ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. 8

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel

atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya

tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi

yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan

infeksi atau virus.8

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan

limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan

infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus

tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan

kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan

detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi

satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit

tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit

tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan

kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah

didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh

tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih

membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa

14
mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah

72 jam. 8

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu

(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses

radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga

pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini

akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan

diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya

timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini

disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.8

2.2.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit

tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut

Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri

tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia,

demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.8

Gambar 2.7 Manifestasi Klinik Tonsilitis

15
2.2.7 Diagnosa
Pemeriksaan fisik

Teknik pemeriksaan adalah pasien diminta untuk membuka mulutnya dan

kemudian pemeriksa menggunakan spatel menekan lidah ke bawah dan

kemudian daerah faring dan tonsil dapat dievaluasi.8

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak

rata, kripta melebar dan beberapa kripta terisi oleh dendritus. Terasa ada yang

mengganjal dan kering di tenggorokan, serta napas yang berbau. Pada tonsilitis

kronik juga sering disertai pembesaran nodul servikal. Pada umumnya terdapat

dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori

tonsilitis kronik berupa :

a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan

sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulen.

b) tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam

dalam tonsilar bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan

diatasnya tampak eksudat yang purulen.8

16
Gambar 2.8 Tonsilitis Kronik

Interpretasi pembesaran tonsil :

(0) Amandel sepenuhnya dalam fossa tonsil, atau tonsil tidak ada (post

tonsilektomi).

(1 +) Amandel menempati kurang dari 25 persen, dari dimensi lateral

orofaring yang diukur antara pilar-pilar anterior tonsil.

(2 +) Amandel menempati kurang dari 50 persen dari dimensi lateral

orofaring.

(3 +) Amandel menempati kurang dari 75 persen dari dimensi lateral

orofaring.

(4 +) Amandel menempati 75 persen atau lebih dari dimensi lateral

orofaring.8

17
Gambar 2.9 Gambar Pembesaran Tonsil: T0 T1 T2 T3 T4

Pemeriksaan Penunjang

Inflammatory parameter : pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, dan

erhytrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-reactive protein (CRP)

meningkat.

Pemeriksaan bakteri : sebuah kultur bakteri jarang diambil dari apus

tenggorok karena biasanya membutuhkan 2-3 hari untuk mendapatkan hasil

yang definitive dimana waktu pengobatan sudah harus dimulai. Itu sebaiknya

dilakukan sebuah rapid immunoassay, yang dapat mengidentifikasi organisme

penyebab seperti Streptococcus grup A hanya dalam waktu 10 menit.8

18
2.2.8 Diagnosa Banding
1. Difteri

Difteri memiliki onset yang berbahaya dan ditandai dengan membran abu-

abu (susah dihilangkan) di tonsil, tenggorokan, dan uvula. Diagnosis difteri

melalui pemeriksaan dan kultur swab.8

Tabel 2.1 Perbandingan antara difteri dan tonsilitis akut.

19
2. Scarlett fever

Scarlett fever dapat menyerupai tonsilitis akut. Scarlett fever

disebabkanoleh infeksi streptococcus dan menyebabkan ruam eritematosa

berwarna abu-abu. Pasien didaptkan tanda berupa strawberry tongue.8

Gambar 2.10 Scarlett Fever.

3. Abses peritonsil

Abses peritonsilar adalah sekumpulan pus yang terletak diantara kapsul

tonsil dan muskulus konstriktor faringeal superior. Gejala yang paling sering

adalah sulit menelan, mengeluarkan air liur, trismus, dan demam. Asimetris

peritonsiler dapat terjadi dan disertai deviasi uvula.8

20
2.2.9 Penatalaksaan

1) Pasien diharuskan untuk tirah baring.

2) Aspirin atau parasetamol diberikan untuk menghilangkan rasa tidak

nyaman. Ingat bahwa aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak

umur dibawah 12 tahun karena risiko sindrom Reye.

3) Mengedukasi pasien untuk selalu minum air supaya terhindar dari

dehidrasi.

4) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat

kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan

eritromisin atau klindomisin.

5) Pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

Indikasi tonsilektomi dibagi menjadi dua, yaitu indikasi absolut dan

indikasi relatif.

Indikasi absolut :

a) Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik.

b) Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.

c) Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan

berat badan penyerta.

d) Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).

e) Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan

sekitarnya.

Indikasi relatif :

21
Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. Indikasi yang

paling sering adalah episode berulang dari infeksi streptokokus beta hemolitikus

grup A. Sekarang ini, di samping indikasi-indikasi absolut, indikasi tonsilektomi

yang paling dapat diterima adalah : 8

a) Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan

penatalaksanaan medis yang adekuat).

b) Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan

patogenik.

c) Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.

d) Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi

mononukleosis.

e) Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungann

dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk.

f) Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap

penatalaksanaan medis.

g) Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas

orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas.

h) Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati

servikial persisten

22
Gambar 2.11 Tonsilectomy.

Metode tonsilektomi ada lima, yaitu :

a. Dissection method

b. Guillotine method

c. Elektrokauter

d. Cryosurgery

e. Laser

Manajemen setelah operasi perlu diperhatikan. Pasien harus ada di daerah

pemulihan yang berdekatan dengan ruang operasi sampai sepenuhnya sadar.

Sangat penting untuk memastikan bahwa semua perdarahan telah berhenti.

Perhatikan denyut nadi dan tekanan darah, harus sering diperiksa. Beberapa jam

setelah operasi, sebagian besar pasien dapat minum cairan asalkan tidak

berlebihan. Demam biasanya ada dikarenakan infeksi lokal, biasanya infeksi

saluran kecing atau otitis media. Biasanya setelah tonsilektomi, akan muncul

cairan eksudat berwarna kuning. Cairan ini normal dan akan hilang dengan

sendirinya. Setelah tonsilektomi, sebisa mungkin pasien harus diinstruksikan

23
untuk makan secara normal. Makan makanan yang normal biasanya

menghasilkan pengurangan rasa sakit setelah itu.

Kontraindikasi tonsilektomi adalah :

Umur : Tonsilektomi adalah kontraindikasi untuk usia dibawah 5 tahun,

karena fungsi imunitas tonsil penting pada umur ini. Pada pasien umur

sangat muda, tonsilektomi juga susah dilakukan karena keterbatasan

ruang untuk anestesi, dan kehilangan darah yang sulit untuk dihadapi.

Diabetes Mellitus.

Hipertensi.

Kelainan darah.

Polio : Tonsilektomi membawa risiko dari bulbar poliomyelitis.

Rinitis alergi dan asma.8

2.2.9 Komplikasi

Tonsilitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.

Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul

endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus,

urtikaria, dan furunkulosis.8

a) Komplikasi dari tonsilitis akut dapat menyebabkan abses peritonsiler.

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,

abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya

disebabkan oleh streptococcus group A.

24
b) Pada anak juga sering menimbulkan komplikasi otitis media akut.

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius

(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah

pada ruptur spontan gendang telinga. Ruptur spontan gendang telinga

lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.

c) Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui

mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea

yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).8

2.2.10 Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat

penderita. Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi

infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi

penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan

dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi

bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering

terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang,

Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau

pneumonia.8

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI

Jakarta: 2007. p212-25.

2. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. 2011, Melalui

http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-andadenoiditis/ (25 april 2018)

3. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological,

Histochimical and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.

4. Hansen JT. Head and Neck. NETTER’S CLINICAL ANATOMY. 2nd

ed. USA:Saunders, Elsevier 2010.

5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit

THT. Jakarta: ECG, 1997. Hal : 263-340

6. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2009. 2011.pdf

7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and

Adenoidectomy. In: Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition.

2006.

8. Soepardi Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. FKUI : Jakarta. Hal. 221-

223.

26

Anda mungkin juga menyukai