Anda di halaman 1dari 21

TUGAS I

MATA KULIAH SURVEI PEMETAAN LAUT II

Disusun oleh :

NABILLI HILAL RAMADANI

NIM : 4122.3.16.13.0008

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
BANDUNG 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pasang surut air laut merupakan gerakan naik turunnya permukaan air laut secara
periodik. Pergerakan tersebut disebabkan karena pengaruh gaya tarik menarik benda
benda angkasa, khususnya bulan dan matahari terhadap laut di berbagai tempat di bumi.
Variasi periodik pergerakan tersebut berhubungan erat dengan variasi kedudukan bulan
maupun matahari dalam orbitnya. Kedudukan atau pergerakan bulan, bumi, dan matahari
bervariasi secara periodik sehingga bisa dihitung dan diketahui dengan teliti. Periode
gerakan bulan, bumi, dan matahari tersebut adalah 1 bulan merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk bulan mengelilingi bumi, 1 tahun yang merupakan periode untuk bumi
mengelilingi matahari, 8,85 tahun merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
gerakan orbital presesi dan 18,6 tahun merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
berhimpitnya node bulan dan ekliptik (Ali, dkk, 1994).

I.2. Rumusan Masalah


Chart datum dihitung berdasarkan konstanta harmonik yang merupakan hasil proses
analisis harmonik pasang surut. Peristiwa pasang surut air laut sangat dipengaruhi oleh
pergerakan bulan, bumi dan matahari yang memiliki periode tertentu. Periode tersebut
adalah 1 bulan, 1 tahun, 8,85 tahun dan 18,6 tahun. Namun demikian belum diketahui
seberapa jauh pengaruh dari periode pergerakan bulan, bumi dan matahari dalam
menentukan nilai chart datum. Pada penelitian ini mengkaji periode data pasut terhadap
hitungan nilai chart datum dengan studi kasus Stasiun pasut Jepara. Berdasarkan hal
tersebut, maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Mengapa Pengamatan Pasut Sempurna harus 18,6 tahun ?

I.3. Tujuan Penelitian Tujuan


penelitian ini adalah sebagai berikut :

3. Mengetahui alasan mengapa pengamatan pasut harus 18,6 tahun.

I.4. Manfaat Penelitian

2
Manfaat dilaksanakan penelitiaan ini dapat dilihat secara praktis dan ilmiah. Secara praktis
dengan diketahuinya alasan mengapa pengamatan pasang surut sempurna harus 18,6
tahun.

I.5. Cakupan Penelitian


Pada penelitian ini membahas mengenai alasan mengapa pengamatan pasang surut
sempurna dilakukan 18,6 tahun.

I.6. Tinjauan Pustaka


Pengetahuan Pasang surut dapat digunakan untuk mendukung keperluan baik praktis
maupun ilmiah. Salah satu pemanfaatan data pasang surut adalah untuk menentukan titik
referensi baik MSL atau chart datum. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang pasang
surut, maka banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti tentang pasang surut.
Pangesti (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh lama waktu pengamatan pasang
surut terhadap nilai muka surutan peta. Penelitian ini dilakukan di Stasiun pasut Prigi
dengan membandingkan lama waktu pengamatan yaitu 15 hari, 29 hari, 6 bulan, 1 tahun
dan 3 tahun. Data pasang surut diambil dari http://www.ioc-sealevelmonitoring.org
(intergovernment Oceanographic Comission) antara tahun 2009-2011. Penanganan data
yang dilakukan untuk penelitian ini berupa penghilangan spike dan mengisi data kosong
dengan Not a Number (NaN). Aplikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah t-tide.
Kesimpulan penelitian adalah semakin lama pengamatan pasang surut, maka akan
menghasilkan konstanta harmonik lebih banyak dan akan menghasilkan nilai muka
surutan peta atau chart datum yang semakin rendah.

Salah satu metode yang digunakan untuk proses analisis harmonik pasut adalah metode
least square atau hitung kuadrat terkecil. Jun SHU (2003) melakukan penelitian mengenai
model matematis yang digunakan untuk proses analisis dan prediksi dari pasut dan arus
pasang surut. Metode yang dikembangkan adalah metode least square, yaitu dengan
membuat algoritma analisis harmonik pasut dan prediksi pasut menggunakan hubungan
antara konstanta pasut dan pada algoritma yang dibuat meperhitungkan faktor ill-
condition. Gelombang pasang surut dan arus pasut merupakan penjumlahan dari konstanta
– konstanta pembentuk pasut yang merupakan hasil dari analisis harmonik. Kesimpulan
dari penelitiannya menyebutkan bahwa metode least square banyak digunakan untuk
proses analisis harmonik pasut karena perkembangan komputer, algoritma yang baik tidak

3
hanya dapat memfasilitasi hitungan yang cepat akan tetapi harus dapat digunakan untuk
menyelesaikan konstanta-konstanta pasut dari data pengamatan secara efisien. Untuk
menghasilkan konstanta harmonik maka jumlah data pengamatan pasut harus dipenuhi.

Perhitungan menggunakan data pasut periode panjang dilakukan oleh Zuke, el.al (1996)
yang menyatakan bahwa amplitudo dan beda fase yang dapat dihasilkan dari pengolahan
data pasut selama 19 tahun adalah 472 konstanta dengan konstanta perairan dangkal lebih
dari 100 konstanta. Kestabilan proses analisis harmonik pasut disebabkan karena faktor
astronomis, efek nonlinier dan karena variasi topografi dasar laut, kemudian meteorologi
juga dapat mempengaruhi kestabilan dari analisis pasut akan tetapi pengaruhnya tidak
terlalu besar. Pada penelitiannya disebutkan bahwa untuk menghasilkan semua konstanta
yang dapat menunjukan pengaruh dari gaya pembangkit pasut memerlukan periode
panjang selama 19 tahun karena periode 1 tahun belum bisa mengeluarkan seluruh
konstanta.

Banna (2013) melakukan pengolahan data pasut periode panjang selama 8,85 tahun di
Stasiun pasut Surabaya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh periodik mana dari
pergerakan bumi, bulan dan matahari pada periode pengamatan satu bulan, satu tahun dan
8,85 tahun yang paling optimal dalam menentukan nilai amplitudo konstanta harmonik
dan MSL. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa semakin panjang periode pengamatan
pasut untuk proses analisis harmonik, maka cenderung akan menghasilkan konstanta
harmonik yang lebih banyak, serta periode data paling optimal adalah periode data satu
tahun karena dengan periode data lebih pendek dapat memberikan hasil yang tidak berbeda
jauh dengan periode data panjang selama 8,85 tahun.

Pada penelitian ini membahas mengenai pengaruh periode pergerakan bulan, bumi dan
matahari yaitu 1 bulan, 1 tahun, 8,85 tahun dan 18,6 tahun untuk menentukan nilai chart
datum yang digunakan sebagai referensi pengukuran dan pemetaan. Berdasarkan hasil
tinjauan pustaka, maka penulis belum menemukan adanya penelitian yang sama dalam
menghitung nilai chart datum di Stasiun pasut Jepara berdasarkan pengaruh periode
pergerakan rotasi dan revolusi bulan, revolusi bumi, orbital presesi dan nodal presesi. Pada
penelitian ini dilakukan perlakuan khusus terhadap data pasang surut yang kurang baik
karena mengandung data kosong dan outlier. Metode yang digunakan untuk melakukan
analisis pasang surut adalah metode kuadrat terkecil karena metode ini dapat
4
menghasilkan konstanta-konstanta harmonik pasut dari data pengamatan pasut dengan
periode panjang. Proses analisis pasut menggunakan aplikasi t-tide v 1.3 yang dijalankan
menggunakan Matlab R 2008a.

I.7. Landasan Teori


I.7.1. Pasang Surut
Pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya muka laut secara berkala akibat
adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di
Bumi. Peristiwa naik turunnya muka air adalah periodik dengan rata-rata periodenya 12,4
jam (dibeberapa tempat 24,8 jam) (Pond dan Pickard,1983 dalam Rufaida, 2008).
Pengertian pasang surut menurut The International Hydrographic Organization (IHO)
adalah naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh
gaya tarik benda-benda langit terutama bulan dan matahari di bumi yang berotasi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka bisa diketahui bahwa pasang surut yang terjadi di
Bumi disebabkan oleh gaya tarik matahari dan bulan, walaupun sebetulnya benda-benda
angkasa yang lain juga mempengaruhi, akan tetapi pengaruhnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh dan ukurannya lebih kecil (IHO dalam Joyosumarto, 2013).

I.7.2. Teori Pasang Surut Setimbang (Equilibrium Tide)

Ali, dkk (1994) dalam bukunnya menyebutkan bahwa teori pasut setimbang atau
equilibrium tide merupakan pasut semu yang terjadi dipermukaan laut, dimana setiap saat
seluruh permukaan bumi memiliki potensial gravitasi yang konstan dan sama besar.
Hipotesa yang menjadi dasar bagi teori kesetimbangan adalah bahwa bumi berbentuk bola
sempurna, yang seluruhnya ditutupi oleh lapisan tipis air yang tidak memiliki gaya
viskositas maupun gaya inertial yang kemudian dianggap bahwa bumi dan air yang
melapisinya dalam keadaan diam sampai ada gaya yang mengganggunya bekerja. Gerakan
bulan dan matahari menjadi dasar perhitungan gaya pembangkit pasut yang dapat
menghasilkan gejala pasang surut. Gerakan bulan dan matahari memiliki periode yang
tertentu sehingga gaya-gaya yang menghasilkan pasang surut dapat dikembangkan
menjadi komponen yang periodik. Komponen pasut teoritis hanya dapat dikembangkan
pada kondisi bumi ideal.

5
Kondisi ideal bumi untuk mencapai pasut setimbang adalah bahwa bumi merupakan bola
sempurna yang seluruhnya diliputi oleh laut yang dalamnya 20 km. Dalam kenyataannya,
kedalaman laut rata-rata di dunia jauh lebih kecil dari itu sehingga sebenarnya pasut
setimbang tidak pernah terjadi di bumi. Namun demikian, teori tentang pasut setimbang
masih tetap penting karena menurut hukum yang dikemukakan oleh Laplace bahwa osilasi
muka laut memiliki periodisitas yang sama (identik) dengan periode dari gaya –gaya yang
menghasilkan osilasi tersebut. Dengan demikian maka komponen harmonik pasut yang
sebenarnya dimanapun dimuka bumi memiliki periode yang sama dengan komponen
harmonik pasut teoritis yang dikembangkan dari kondisi pasut setimbang. Ketidaksesuaian
kondisi muka bumi dan laut yang sebenarnya dari konsisi idealnya akan menyebabkan
terjadinya perubahan amplitudo serta keterlambatan fase setiap komponen harmonik pasut.

1.7.3. Gaya Pembangkit Pasang Surut


Gaya yang mempengaruhi pasut merupakan gaya tarik menarik benda-benda
angkasa khususnya bulan dan matahari terhadap berbagai tempat di bumi. Tiga gerakan
utama yang perlu diperhatikan dalam peristiwa pasang surut adalah gerakaan rotasi bumi
pada sumbunya, orbit bulan mengelilingi bumi dan orbit bumi mengitari matahari. Posisi

dan gerakan lintasan orbit bumi, bulan dan matahari dapat dilihat pada gambar I.1.

Gambar I.1. Posisi bumi terhadap bulan dan matahari


(sumber: Soeprapto, 2001)

Gaya pembangkit pasang surut (pasut) yang selanjutnya disebut GPP merupakan
resultan gaya tarik bulan, matahari dan gaya sentrifugal yang mempertahankan
kesetimbangan dinamik pada seluruh sistem yang ada. Gambaran arah gaya tarik bulan
terhadap bumi dan gaya sentrifugal dapat dilihat pada gambar I.2.

6
P
Fc Fp
R
a
ϕ ⍺
r
BUMI
BULAN

Gambar I.2. Arah gaya sentrifugal dan gaya tarik bulan


Dari gambar I.2 dapat diketahui bahwa besarnya gaya sentrifugal (Fc) dapat dihitung
dengan persamaan (I.1) sebagai berikut :

(I.1)

Kemudian untuk gaya tarik dititik P terhadap bulan besarnya tergantung jarak antara
posisi P dengan pusat bulan. Besarnya gaya tarik bulan terhadap titik P (Fp) dapat dihitung
dengan persamaan (I.2) berikut :

(I.2)

Setelah diketahui gaya tarik bulan terhadap suatu titik dipermukaan bumi dan gaya
sentrifugalnya, maka dapat dihitung gaya pembangkit pasang surut (Fpp) dengan
persamaan (I.3) berikut :

(I.3)
Dalam hal ini :
Fc : Gaya centrifugal
Fp : Gaya tarik bulan
Fpp : Gaya pembangkit pasut (GPP)
Mm : Massa bulan
Me : Massa bumi
Mp : Massa benda dititik P
G : Kontanta gaya gravitasi universal (6.67 x 10-11
newton.m2/kg2) g : Konstanta gaya gravitasi a : jari-jari bumi
(6371 m)

r : jarak antara pusat bumi dan pusat bulan


R : jarak dari pusat bulan ke permukaan bumi

I.7.4. Sistem Bumi Bulan Matahari

7
Banyak penyebab yang mengakibatkan berbagai kejadian dinamis di laut dan berpengaruh
terhadap permukaan air laut, yaitu pengaruh kejadian geodinamis dan geotermis di perut
bumi, pengaruh mekanis dan fisika kimiawi yang ditimbulkan oleh radiasi matahari dan
kerja atmosfer, dan pengaruh kosmis atau benda-benda angkasa. Dari sekian banyak
penyebab, perubahan muka air laut yang teratur dan periodik disebabkan oleh pengaruh
benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. (Soeprapto,2001). Gerakan-gerakan
tersebut membentuk suatu sistem yang menentukan “denyut” paras laut di bumi. Gerakan-
gerakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.7.4.1. Revolusi bulan terhadap bumi.

Orbit bulan berbentuk elip. Bulan melakukan gerakan rotasi terhadap sumbunya
sekaligus melakukan gerakan mengelilingi bumi (revolusi) selama 29,5 hari. Akibat
periode rotasi bulan dan revolusi mengelilingi bumi yang sama, maka massa dari bulan
lebih berat di satu sisi dan karena gaya tarik bumi maka menyebabkan permukaan dengan
massa bulan yang lebih berat selalu mengarah ke bumi. Posisi bulan terhadap bumi dalam
melakukan gerakannya dapat dilihat pada gambar I.3. Berdasarkan gambar 1.3 dapat
dilihat bahwa bulan melakukan pergerakan dan berpindah posisi setiap hari sebesar 130.
Apabila dilihat dari bumi, maka bulan terlihat berbeda-beda. Bulan memiliki delapan fase
yang memberikan pengaruh terhadap kondisi pasut di bumi. Fase bulan menyebabkan dua
fenomena pasut, yaitu pasang purnama dan pasang perbani.

Gambar pasut purnama dan perbani dapat dilihat pada gambar 1.4.

Gambar I.3. Revolusi bulan terhadap bumi


(Sumber : http://cseligman.com/text/sky/moonmotion.htm)
8
Gambar 1.4. Pasut purnama dan perbani
(Sumber : Gill dan Schultz, 2001) I.7.4.2.
Revolusi bumi terhadap matahari.

Revolusi bumi mengelilingi matahari dengan orbit yang berbentuk elip memerlukan
periode 365,25 hari untuk menyelesaikan satu putarannya. Gambar gerakan revolusi bumi
terhadap matahari dapat dilihat pada gambar I.5.

Gambar I.5. Revolusi bumi terhadap matahari


(Sumber : http://www.webquest.hawaii.edu/kahihi/sciencedictionary/R/revolution.php)

Pada periode selama 365,25 hari, maka terjadi deklinasi maksimum dan deklinasi
minimum sebanyak dua kali sehingga akan terjadi pasang maksimum ketika deklinasi
matahari bernilai nol atau deklinasi minimal dan sebalikanya ketika deklinasi maksimum
maka akan terjadi pasang minimum. I.7.4.3. Gerakan orbital presesi.

Gerakan orbital presesi atau sering disebut juga presesi bulan merupakan gerakan
dari titik noda perigee dan apogee. Perigee merupakan titik paling dekat dengan bumi pada
orbit bulan yang berbentuk elips, sedangkan apogee merupakan titik pada orbit bulan yang

9
paling jauh dari bumi. Karena adanya gaya tarik matahari, maka proyeksi kedua titik
perigee dan apogee juga bergerak sepanjang bidang ekliptika setiap 8,85 tahun sekali. (Ali,
dkk, 1994). Gerakan orbital presesi dapat dilihat pada gambar 1.6. Apabila posisi bulan
berada pada titik perigee yang paling dekat dengan bumi, maka akan terjadi pasang
maksimum dan sebaliknya apabila bulan berada pada titik terjauh atau apogee maka air
laut akan mengalami pasang minimal.

Gambar I.6. Gerakan orbital presesi


(sumber : http://oceanservice.noaa.gov/education/kits/tides/tides07_cycles.html)
I.7.4.4. Gerakan nodal presesi.

Nodal presesi merupakan peristiwa berhimpitnya node bidang bulan dan ekliptik.
Gambar gerakan nodal presesi dapat dilihat pada gambar I.7.

Gambar I.7. Gerakan nodal presesi


10
(Sumber : Gill dan Schultz, 2001)
Keterangan gambar :
N : Kutub utara langit
S : Kutub selatan langit
Adanya gaya tarik matahari, maka bulan tidak akan memotong ekliptika pada titik yang
sama setiap kali (selesai 1 putaran) orbit. Dengan demikian titik noda akan senantiasa
berpindah. Titik ini akan bergerak ke barat sepanjang bidang ekliptika dengan kecepatan
lebih besar dari gerakan vernal equinox, yaitu mengelilingi ekliptika dengan periode 18,6
tahun.

I.7.5. Periode Sinodik


Ali, dkk (1994) menyebutkan bahwa banyaknya gelombang yang akan diperoleh
dari hasil analisis pasang surut tergantung pada panjang data pengamatan pasut. Panjang
data pengamatan pasut dapat diperoleh menggunakan kriteria Reyleigh, yaitu bahwa
komponen A dan B dapat saling dipisahkan apabila lama pengamatan data pasut melebihi
periode tertentu yang dikenal dengan periode sinodik. Periode sinodik dapat didefinisikan
sebagai berikut :

(I.4)

dalam hal ini :


PS : Periode sinodik dinyatakan dalam jam
: Kecepatan sudut dinyatakan dalam derajat/ jam dari komponen A dan B.

Dari penjelasan diatas, maka periode sinodik merupakan lama pengamatan minimum
yang digunakan untuk analisa harmonik pasut agar dapat digunakan untuk menghitung
amplitudo dan beda fase dari dua buah komponen A dan B.

Sebagai contoh kasus dalam memisahkan antara konstanta diurnal dan semidiurnal
yaitu K1 dan M2, maka cukup menggunakan data yang pendek. Kecepatan sudut dari K1
adalah 28,984 dan kecepatan sudut konstanta M2 adalah 15,041, maka akan diperoleh
periode sinodiknya 32 jam. Hal ini berarti dengan pengamatan pasut selama 32 jam akan
dapat diperoleh konstanta K1 dan M2. Semakin kecil perbedaan frekuensi 14 komponen
A dan B, maka semakin panjang pula periode data yang diperlukan untuk dapat
memisahkan konstanta keduanya. Seperti halnya akan memisahkan konstanta harmonik
semidiurnal yaitu K2 dan S2 yang memiliki kecepatan sudut masing-masing 30o,082 dan
30o, maka memerlukan periode pengamatan selama 182 hari, dengan demikian jumlah

11
komponen harmonik pasut yang diperoleh dari analisa harmonik sangat bergantung pada
panjang data pengamatan.

Ada cara yang dapat digunakan untuk memisahkan dua konstanta harmonik pasut
apabila jumlah pengamatan kurang dari periode sinodik, yaitu dengan menggunakan harga
perbandingan antara dua komponen equilibrium tide. Seperti misalnya akan menghitung
nilai komponen K2 dari data satu bulan. Dari data satu bulan kita dapat memperoleh nilai
konstanta S2. Untuk dapat menghitung K2, maka digunakan hubungan perbandingan
amplitudo dan beda fase antara K2 (komponen lemah) dengan komponen S2 (komponen
kuat). Amplitudo (A) K2 dihitung berdasarkan perbandingan K2/S2 dan beda fase (g)
dihitung dari pengurangan beda fase S2 dikurangi beda fase K2 di Stasiun acuan.

Apabila di tempat yang di amati tidak ada Stasiun acuan, maka dapat digunakan
harga perbandingan amplitudo antara dua komponen equilibrium tide nya dengan
persamaan :

(I.5)

Jadi, misalnya untuk menghitung K2 dapat menggunakan perbandingan dari


komponen equilibrium dari:

Berikut disajikan tabel yang berisi harga perbandingan amplitudo equilibrium dari
beberapa komponen terhadap komponen acuan.

Tabel I.1. Hubungan amplitudo equilibrum


Komponen yang Komponen Hubungan equlibrum
dihitung acuan Perbedaan amplitudo Beda fase
P1 K1 0.331 0
K2 S2 0.272 0

I.7.6. Analisis Harmonik Pasang Surut


Analisis harmonik pasut adalah suatu cara untuk mengetahui sifat dan karakter pasut di
suatu tempat dari hasil pengamatan pasut dalam kurun waktu tertentu. Analisis pasut
dilakukan dengan cara menghitung nilai-nilai konstanta harmonik pasut, yaitu besarnya
amplitudo dan beda fase dari unsur-unsur pasut dengan menggunakan metode tertentu.
12
Berdasarkan definisi tersebut, maka tujuan dari analisis harmonik pasut adalah menghitung
amplitudo hasil respons dari kondisi laut setempat terhadap pasut setimbang dan beda fase
dari gelombang tiap komponen di tempat itu terhadap keadaan pasut setimbangnya (Ali,
dkk, 1994).

Variasi tinggi muka air laut di lokasi tertentu dapat dinyatakan sebagai hasil dari
superposisi dari berbagai gelombang konstanta harmonik pasut. Tinggi muka air laut pada
saat t dituliskan oleh Pawlowicz, et.al (2002) sebagai berikut :

(I.6)
dalam hal ini :
: tinggi muka air pada waktu t
Bo : tinggi muka air rata-rata saat t=0
: tinggi muka air rata-rata saat t
: amplitudo
N : konstituen pasut dengan bilangan Doodson
: frekuensi yang diperoleh dari potensial
Persamaan (I.6) dapat disederhanakan dengan pendekatan model pasut
menggunakan pendekatan tradisional sinusoidal sebagai berikut :

(I.7)

Dengan = + dan = -
Metode yang biasa digunakan untuk proses analisis pasut adalah metode harmonik
menggunakan metode hitung kuadrat terkecil (least square). Prinsip analisis pasut dengan
metode kuadral terkecil yaitu dengan meminimkan perbedaan sinyal komposit 16 dan
sinyal ukuran. Persamaan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada persamaan (I.8)
sebagai berikut :

(I.8)
Dari rumus diatas dapat diuraikan menjadi persamaan sebagai berikut:
(I.9)
jika dimisalkan :

13
(I.10)
maka hasilnya menjadi :
(I.11)

dimana :
Ar dan Br : konstanta harmonik ke-i, k : jumlah komponen pasut, tn : waktu pengamatan
tiap jam (tn = -n, n+1, n; tn = 0 adalah waktu tengahtengah pengamatan).

Besarnya ( hm ) hasil hitungan dengan persamaan diatas mendekati elevasi pasut


pengamatan h(t) jika :

(I.12)
Dari hubungan persamaan tersebut diperoleh 2n + 1 persamaan dimana n adalah
banyaknya komponen harmonik pasut laut. Sehingga dapat ditentukan besaran S0, Ar, dan
Br. Selanjutnya berdasarkan estimasi kuadrat terkecil maka persamaan dapat diuraikan
dalam tahap – tahap sebagai berikut :

1. persamaan pengamatan tinggi muka laut L = AX 2.


persamaan koreksi v = (AX) – L, maka :

(I.15)
Pada umumnya analisa harmonik berdasarkan panjang data pengamatan antara satu
bulan sampai satu tahun, maka nilai amplitudo dan fase yang dihasilkan masih bergantung
pada beberapa komponen pasang yang memiliki periode panjang. Untuk itu perlu
dilakukan koreksi terhadap amplitudo dan fase yang dihasilkan. Jika letak lintang
diketahui, maka koreksi nodal dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut
(Pawlowicz, et.al, 2002) :

(I.18)
Dari persamaan umum di atas, didapatkan persamaan koreksi nodal berikut:

(I.19)
Dengan dan merupakan koreksi amplitudo dan merupakan koreksi nodal.
Koreksi terhadap fase dan amplitudo ditunjukkan pada persamaan seperti di bawah ini
(Ali, dkk, 1994):

14
(I.20)

(I.21) 19

Faktor koreksi amplitudo (f), koreksi fase (u), dan fase komponen (V) dapat dihitung dari
fungsi-fungsi di bawah ini:

s = 277,025 + 129,38481 (Y-1900) + 13,17640 (D+L) (dalam derajat)


h = 260,190 – 0,23872 (Y-1900) + 0,98565 (D+L) (dalam derajat) p =
334,385 + 40,66249 (Y-1900) + 0,11140 (D+L) (dalam derajat)

N = 259,157 – 19,32818 (Y-1900) + 0,05295 (D+L) (dalam derajat) Keterangan:

Y : tahun masehi
D : jumlah hari yang telah berlaku dari jam 00.00 tanggal 1 Januari tahun Y
L : bagian integer dari (1/4)(Y-1901)
Selanjutnya menghitung nilai argumen astronomis untuk koreksi nilai amplitudo dan
fase konstanta harmonik yang sering disebut sebagai koreksi nodal , , dan .

I.7.7. Konstanta Harmonik Pasut


Konstanta harmonik pasut adalah konstanta-konstanta yang dapat menyebabkan
terjadinya pasut. Konstanta-konstanta pasut memilliki sifat yang harmonik terhadap waktu,
sehingga dinamakan konstanta harmonik pasut. Secara garis besar konstanta harmonik
pasut dapat dibagi menjadi tiga kelompok seperti di bawah ini :

1. Konstanta harmonik pasut periode harian (diurnal period tide)


2. Konstanta harmonik pasut periode harian ganda (semidiurnal period tide)
3. Konstanta harmonik pasut periode panjang (long period tide)
21

Selain konstanta-konstanta yang disebutkan di atas, terdapat konstanta harmonik


pasut lain yang dipengaruhi oleh perairan dangkal. Konstanta- konstanta harmonik pasut
dapat dilihat pada Tabel I.2.

Tabel I.2. Komponen harmonik pasang surut

15
Tipe Pasut Komponen Simbol Kecepatan Periode Gaya yang
Harmonik sudut (jam ditimbulkan
matahari)
(0/jam)
Ganda Bulan Utama M2 28,9841 12,42 100
(Semidiurnal) Matahari Utama S2 30,0000 12,00 47
Elip Bulan Besar N2 28,4397 12,66 19
Bulan-Matahari K2 30,0821 11,97 13
Tunggal Bulan – Matahari K1 15,0411 23,93 58
(Diurnal) Bulan Utama O1 13,9430 25,82 42
Matahari Utama P1 14,9589 24,07 19
Periode Bulan 2 mingguan Mf 1,0980 327,86 17
Panjang Bulan Matahari Msf 1,0159 354,36 9
(Long mingguan
Period) Bulan 4 mingguan Mm 0,5444 661,30 8
Matahari Ssa 0,0821 4384,90 8
semesteran

Perairan Dua kali M4 59,97 6,21 -


Dangkal kecepatan sudut
(Shallow M2 MS4 59,98 6,20 -
water)
Kombinasi antara
M2 dan S2
(Sumber: modifikasi dari De Jong, 2002)

Untuk keperluan rekayasa, umumnya digunakan 9 unsur utama pembangkit pasut atau
komponen utama konstanta harmonik pasut, yaitu M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4, dan
MS4. Dari 9 komponen harmonik utama pasut, terdapat 4 konstanta harmonik yang biasa
digunakan dalam menentukan tipe pasut, yaitu M2, S2, K1, dan O1. Klasifikasi ditentukan
berdasarkan perbandingan antara jumlah amplitudo konstanta harmonik tunggal A (K1),
A(O1), dengan jumlah amplitudo konstanta harmonik ganda yaitu A(M2), A(S2).
Perbandingan ini dikenal dengan “Formzal”, persamaannya yaitu :

16
(I.22)
Keterangan :
F : Bilangan Formzahl
A(K1) : Nilai Amplitudo konstanta harmonik K1
A(O1) : Nilai Amplitudo konstanta harmonik O1
A(M2) : Nilai Amplitudo konstanta harmonik M2
A(S2) : Nilai Amplitudo konstanta harmonik S2
Pengklasifikasian tipe pasut berdasarkan bilangan Formzahl dapat dilihat pada tabel I.3.
Selanjutnya Gambar gelombang sesuai tipe pasut dapat dilihat pada gambar I.8

Tabel I.3. Tipe pasut berdasarkan nilai bilangan Formzhal


Tipe Pasut Nilai F
Pasut harian ganda (semi-diurnal)

Pasang surut harian tunggal (Diurnal)


Pasut campuran condong ke harian ganda
Pasut campuran condong ke harian tunggal
23

Gambar I.8. Tipe pasang surut


(Sumber : http://oceanservice.noaa.gov/education/kits/tides/tides01_intro.html)

17
I.7.8. Chart Datum
Chart datum adalah bidang permukaan acuan pada suatu perairan yang didefinisikan
terletak dibawah permukaan air laut terendah yang mungkin terjadi. Chart datum
digunakan sebagai dasar penentuan angka kedalaman pada peta bathimetri, pada asarnya
chart datum merupakan bidang nol peta batimetri yang ditentukan dari suatu bidang muka
air terendah yang mungkin terdapat di wilayah yang bersangkutan. Setiap daerah
mempunyai tipe dan karakteristik pasut yang berbeda-beda, oleh karena itu banyak model
untuk menentukan muka surutan peta (chart datum). Kedudukan chart datum dapat dilihat
pada Gambar I.9.

Secara umum, nilai chart datum (CD) dapat ditentukan dengan persamaan (I.23)
o
(I.23)
Dalam hal ini :
CD : chart datum / muka surutan peta
So : titik duduk tengah di atas titik nol palem
Zo : jarak surutan peta

24

Gambar I.9. Kedudukan chart datum


(Sumber : modifikasi dari Soeprapto,2001)
Perhitungan nilai chart datum dipengaruhi oleh besarnya Zo. Beberapa definisi
dalam penentuan Zo dimuat dalam Admiralty Tidal Handbook no.1 (Suthons,1985 dalam
Soeprapto,1993) adalah sebagai berikut:

18
1. Menurut definisi Hidrografi Internasional (IHO)
(I.24)
dengan Ai adalah amplitudo komponen pasut ke-i dan n adalah jumlah komponen.

2. Menurut definisi di Perancis


2 + 2+ 2) (I.25)
3. Menurut definisi admiralty Inggris
2 + 2) (I.26)
4. Menurut definisi Indian Spring Low Water
K1 + O1 + 2 + 2) (I.27)
5. Menurut dinas Hidro-oceanografi TNI AL
Zo = So - (I.28)
Dengan Ai kombinasi konstanta harmonik utama pasut
Penentuan chart datum secara teoritis dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Air ketika surut tidak pernah berada dibawah muka surutan peta atau chart datum
sehingga para pemakai peta batimetri yakin bahwa pada kondisi normal kedalaman
air sesuai dengan yang tertera pada chart.

2. Chart datum tidak boleh lebih rendah daripada batas kedangkalan perairan yang
bersangkutan, sehingga tidak dijumpai kedalaman yang bernilai negatif.

3. Chart datum tidak boleh berbeda terlalu banyak dalam setiap perubahan lokasi
melainkan harus harmonis dengan chart datum perairan disekitarnya.

4. Dalam menentukan chart datum sebaiknya menyertakan semua konstanta harmonik


yang membentuknya.

I.7.9. Kontrol Kualitas Data

Kontrol kualitas data pasut bertujuan untuk melakukan verifikasi data pasut sehingga
dapat dilakukan deteksi terhadap keanehan atau anomali terhadap data pasut. Keanehan
yang mungkin muncul meliputi outliers atau spikes perubahan time series dari data
pasut,dll (Tides Control Quality by SHOM, 2013 dalam Banna, 2013). Proses kontrol
kualitas data dapat dilakukan secara numeris yaitu dengan melakukan uji global pada data
pasut. Pada uji global salah satu rentang kepercayaan yang dipakai adalah tiga standar
deviasi (3 ) atau 99,7 %. Rentang ini dipilih berdasarkan pada rentang kepercayaan yang

19
dipakai oleh BIG. Pengecekan dilakukan untuk data pasut setiap satu tahun, yaitu dengan
menghitung standar deviasi kelompok data pertahun menggunakan persamaan (I.29) :

(I.29)
Keterangan :
: standar deviasi
Xi : nilai data ke i
: nilai rata-rata data setiap tahun n :
jumlah data

kemudian menghitung batas kanan dan batas kiri untuk data pasut tersebut, yaitu dengan
persamaan (I.30) dan persamaan (I.31) :

(I.30)

(I.31)

Apabila nilai ketinggian data pasut lebih dari “ >” batas kanan dan kurang dari “<” batas
kiri, maka nilai data pasut tersebut tertolak kemudian diganti dengan “NaN”. Data pasut
yang diterima adalah data yang terletak diantara batas kanan dan batas kiri. Setelah
diperoleh data pasut yang diterima kemudian dihitung prosentase data yang diterima untuk
mengetahui berapa persen data pasut yang diterima dan ditolak.

I.8. Hipotesis
Peristiwa pasang surut air laut sangat dipengaruhi oleh gaya tarik dari benda-benda
angkasa khususnya bulan dan matahari yang melakukan gerakan-gerakan secara periodik.
Periode 18,6 tahun adalah periode yang dibutuhkan untuk posisi relatif benda-benda langit
terhadap bumi kembali pada posisi yang sama (Vanicek & Krakiwsky, 1982 dalam Sinaga,
2010) sehingga proses analisis harmonik pasut menggunakan data pasut periode 18,6 tahun
dapat mengeluarkan semua konstanta gaya pembangkit pasut (Zuke, et.al, 1996). Oleh
karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Semakin lama pengamatan pasut yang memiliki kualitas baik maka akan
menghasilkan konstanta harmonik signifikan yang semakin banyak.

20
2. Periode pengamatan pasut selama 18,6 tahun akan menghasilkan komponen
harmonik pasut yang paling banyak sehingga menghasilkan nilai Zo semakin besar
dan nilai chart datum yang semakin kecil.

3. Periode untuk menghitung nilai chart datum dikatakan optimal apabila waktu yang
digunakan untuk pengamatan pasut lebih pendek dan dapat menghasilkan
konstanta-konstanta harmonik pasut yang sama dengan periode panjang sehingga
nilai chart datum yang dihasilkan relatif sama. Periode data yang optimal dalam
menentukan chart datum adalah periode data pasut 1 tahun karena selama periode
tersebut dapat mengeluarkan konstanta harmonik yang cukup banyak dari gaya
pembangkit pasut. Pada periode 1 tahun sudah melingkupi peristiwa revolusi bulan
dan revolusi bumi terhadap matahari.
4. Nilai chart datum yang dihasilkan dari periode 18,6 tahun dapat dijadikan
rekomendasi nilai chart datum yang sesuai di Stasiun pasut Jepara.

21

Anda mungkin juga menyukai