Anda di halaman 1dari 22

PENDEKATAN SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM KURIKULUM 2013

Makalah dipresentasikan pada


Workshop Implementasi PendekatanSaintifik dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
Sabtu, 31 Oktober 2015
Di
Ruang Rapat Lantai 2 sayap Barat LPPMP UNY

Oleh
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Dosen Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
http://powermathematics.blogspot.com
http://uny.academia.edu/MarsigitHrd

0
PENDEKATAN SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM KURIKULUM 2013
Oleh
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Dosen Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
http://powermathematics.blogspot.com; http://uny.academia.edu/MarsigitHrd

I. PENDAHULUAN

Secara normatif, pendekatan atau metode Saintifik dapat ditelusuri melalui sejarah
pemikiran yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang tercatat sejak jaman Yunani sampai jaman
kontemporer dewasa ini. Secara formal, pendekatan Saintifik dapat ditelusuri pada dokumen
Kurikulum 2013, sebagai pengusung metode pembelajaran berkerangka ilmiah di sekolah.
Dokumen Kurikulum 2013 menerangkan bahwa pendekatan Saintifik adalah pendekatan ilmiah
yang dapat digunakan untuk pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Dalam sintaknya, pendekatan Saintifik dianggap sebagai salah satu metode Induksi (khusus
menuju umum) yang dilawankan dengan metode Deduktif (umum menuju khusus). Metode
Saintifik yang bersifat induktif dipandang lebih cocok dengan dunia penemuan ilmiah (inquiry)
dan dengan dunia anak-anak sekolah. Hal ini karena metode Saintifik berangkat dari telaah
objek-objek kongkrit, investigasi, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Sebagai metode ilmiah, metode saintifik memuat
serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi
atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menyimpulkan hasil. Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang
Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, mengamanatkan Strategi
pembelajaran yang melibatkan pendekatan Saintifik, sebagai sangat diperlukan untuk
menunjang terwujudnya kompetensi yang terurai dalam Kurikulum 2013, serta cara bagaimana
siswa mampu mencapainya. Kajian referensi oleh beberapa nara sumber (2013) menyimpulkan
bahwa dalam rangka melaksanakan Kurikulum 2013, terdapat berbagai macam metode
pembelajaran yang selaran dan menunjang pendekatan saintifik, diantaranya: Pembelajaran
dengan Pendekatan Ilmiah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, Pendekatan Pembelajaran
Berbasis Masalah, Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek, Pendekatan Pembelajaran
Kooperatif, dan Pendekatan Pembelajaran Komunikatif.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi (Competence_Based
Curriculum), di mana kurikulum ini dapat dikategorikan sebagai pengalaman bukan sekedar
pedoman atau kumpulan materi untuk dipelajari. Konsekuensinya, guru dalam pembelajaran
harus memfasilitasi para siswa dengan berbagai kegiatan sehingga para siswa mendapat
pengalaman belajar yang bermakna. Dengan demikian kurikulum ini merekomendasikan
1
metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur
dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Diasumsikan bahwa
pembelajaran merupakan proses yang aktif, kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Kegiatan pembelajaran dalam skema Kurikulum 2013
diselenggarakan untuk membentuk watak, membangun pengetahuan, sikap dan kebiasaan-
kebiasaan untuk meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan pembelajaran diharapkan
mampu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku
khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan
masyarakat belajar. Dengan demikian guru diharapkan mampu mengimplementasikan metode
pembelajaran yang inovatif (students-centered); pembelajaran konvensional (teacher-centered)
dianggap tidak lagi mampu memenuhi harapan-harapan di atas. Agar siswa mampu
mengembangkan sikap dan pengalaman sesuai dengan perbedaan potensinya, maka peran guru
tidak lagi sebagai pentransfer ilmu, melainkan sebagai fasilitator atau membantu siswa agar
siswa mampu menguasai berbagai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan diharap mampu mengembangkan kemampuan untuk
mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan
diri. Dengan perkataan lain, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1)
berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan
kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan
kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam.
Pengakuan keragaman potensi siswa agar mereka mampu melakukan kegiatan eksplorasi
berimplikasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang perlu menerapkan berbagai
strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan
bermakna. Pada gilirannya kegiatan pembelajaran diharap mampu mengembangkan dan
meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan,
empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan
peradaban dan martabat bangsa. Siswa yang bersifat otonom, perlu diberi kesempatan untuk
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama di dalam benaknya, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak
lagi sesuai. Peserta didik harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian maka Kurikulum 2013 sejalan dengan paradigm
constructivism dalam ilmu pendidikan. Kurikulum 2013 juga selaras dengan berbagai teori
kependidikan misalnya: teori perkembangan kognisi dari Piaget, teori belajar dan membimbing
dari Vygotsky, pendekatan kontekstual, kolaborasi, problem-based learning, investigasi,
discovery-method, problem solving, problem posing, dst.Mengingat berbagai pertimbangan di
atas maka dalam pembelajaran di kelas, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka

2
sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar, seperti ditulis dalam pedoman pelaksanaan sbb:
“Guru dapat memberi peserta didik anak tangga yang membawa peserta didik ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi
tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.Di dalam pembelajaran, peserta didik membangun
pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya
bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup
dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat
konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah,
sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori
motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal”
Skema pembelajaran perlu dimulai dengan perencanaan yang mempertimbangkan berbagai
factor serta berbagai sumber belajar dan pembelajaran yang dapat digunakan. Pengembangan
perangkat pembelajaran menjadi sangat penting. RPP dan LKS perlu dikembangkan selaras
dengan kompetensi dasar, asumsi, paradigm dan teori-teori belajar-mengajar. Skema pencapaian
kompetensi perlu didukung dengan pengembangan berbagai variasi media, variasi metode dan
variasi interaksi di dalam kelas. Dikarenakan peran aktif siswa sangat diakui, maka alur kegiatan
siswa perlu memasilitasi mereka agar mempunyai kesempatan berdiskusi di dalam kelompok
besar atau kecil, serta menyampaikan pendapatnya atau melaporkan hasil kepada teman yang
lain atau guru di kelas. Skema pencapaian kompetensi akan menjamin kepastian fasilitasi guru
akan segala kemungkinan kegiatan dan proses kognisi atau pencapaian kompetensi. Untuk
memperkokoh skema pencapaian kompetensi maka Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan
pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Dijelaskan bahwa
pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan
berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Sesuai dengan
pedoman pelaksanaan, pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap,
keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar
yang berkaitan. Tema akan membingkai dan member kerangkan makna berbagai konsep dasar
sehingga peserta didik akan mampu mengkonstruksinya secara komprehensif. Ketentuan tentang
pembelajaran tematik diuraikan sebagai berikut:
“Pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan
manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna yang substansial
terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya,
serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi Dasar dari IPA
dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai
pengikat dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang
psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata
pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak.
Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi
3
Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang
transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak
memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya”.
Melalui Kurikulum 2013, Pemerintah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia dengan mempromosikan pendekatan baru dalam pembelajaran yang dirancang untuk
memfasilitasi peserta didik mampu membangun konsep atau pengetahuan secara mandiri dan
bersama-sama dengan bimbingan guru. Harapannya tentu agar pembelajaran lebih berorientasi
pada siswa (student centered) dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Paradigma-paradigma lama yang sudah tidak cocok disarankan untuk ditinggalkan misalnya
paradigma: transfer of learning, teacher centered, behaviorisme, dsb. Sebaliknya dengan
mengenalkan pendekatan Saintifik, sekaligus memunculkan paradigma-paradigma baru misal:
student centered, active learning, constructivism, dst., yang didukung berbagai teori misal teori
Bruner, teori Piaget, dan teori Vigotsky. Kajian berbagai Kurikulum dinegara lain aka
menambah perspektif tentang kedudukan dan arah pengembangan kurikulum yang telah
ditetapkan. Berikut perbandingan kedudukan Kurikulum 2013 jika dibandingkan di antara
konteks pendidikan tingkat global , akan tampak seperti diagram berikut:

Industrial Technological Old Humanism Progressive Public


Trainer Pragmatism Educator Educator

Politics Radical right Conservative Conservative/ Liberal Democracy


Liberal
Sciences/ Body of Science of Structure of Process of Social
Knowledge knowledge Truth Truth Thinking Activities
Moral value Good vs Bad Pragmatical Hierarkhy/ Humanity Justice/Freedom
Paternalistics
Theory of Hierarkhy/ Hierarkhy Hierarkhy Wellfare Need a reform
Society Market
orientation
Theory of Empty Empty Character Students Constructive
Student Vessel Vessel Building Orientation
Theory of Talent and Talent Talent Need Heremeneutics
Ability Effort Development
Aim of Back to Basic Certification Transfer of Creativity Construct their
Education (Arith.) Knowledge own live
Theory of Hardwork, Thinking and Understanding Exploration Hermeneutics
Learning Drill, Practice And
Memorize Application
Theory of Transfer of External Expository Hermeneutics/ Hermeneutics/
Teaching knowledge Motivation Construct Discussion/
Translation
Resurces Board and Teaching Aids Visual Teaching Aids Various Social
Chalk resources/ Environtment
Environtment
4
Evaluation External Test External External Portfolio Portfolio/
Test Test Social Context
Diversity Monoculture Decentraliza- Competent-Based Multiple Hetereogono-
tion Curriculum/Kurikulum Solution/ mous
2013 Local Culture
Peta Filsafat, Ideologi dan Paradigma Dunia sebagai berikut (adaptasi dari Paul Ernest, 1995,
The Philosophy of Mathematics Education)

Setelah beberapa tahun sebagian sekolah dan sebagian guru melaksanakan Kurikulum
2013 dengan metode Saintifiknya, beberapa indikasi dan hasil penelitian menunjukkan masih
adanya persoalan, baik persoalan mendasar maupun teknis adanya kendala implementasi
pendekatan Saintifik. Relevansi metode saintifik dari sisi siswa (SD, SMP, SMA) masih perlu
dikaji terus. Karakteristik proses pembelajaran masih perlu terus disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A, perlu
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, demikian juga pada SMP/MTs atau
sederajat, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Kompetensi yang mulai
memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu masih perlu terus
dikaji dan dikembangkan. Perlu terus diteliti tentang aspek penerapan sintak pendekatan
Saintifik: Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati;
b. menanya; c. mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e. mengkomunikasikan.
Mengamati meliputi : membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat).
Menanya meliputi : mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Mengumpulkan
Informasi/Eksperimen meliputi : melakukan eksperimen :- membaca sumber lain , selain buku
teks, - mengamati objek/ kejadian/ aktivitas, - wawancara dengan nara sumber. Mengasosiasikan/
mengolah informasi meliputi : - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan ; kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; - Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengomunikasikan meliputi :
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan,
tertulis, atau media lainnya .

II. ONTOLOGI SAINTIFIK

Secara umum, objek ilmu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Letak kedudukan
objek ilmu berada di dalam pikiran atau di luar pikiran. Jika kebenaran berdasarkan objek yang
ada di dalam pikiran maka lahirlah filsafat Idealis, Rasionalis, dan Skeptisism. Jika kebenaran
berdasarkan objek di luar pikiran maka lahirlah filsafat Realisme dan Empirisisme. Aliran

5
Saintisisme berusaha menggabungkan kedua aliran besar tersebut. Namun aliran Saintisme
mendasarkan pada gabungan asumsi-asumsi filsafat Positivisme dan Skeptisisme, yang dengan
tegas menolak pendekatan non-ilmiah termasuk religiusitas dan humaniora. Skeptisisme sendiri
sebagai aliran filsafat merentang sejarahnya sejak jaman Yunani Kuno. Kelompok Skeptis adalah
berpendapat, manusia tak dapat mengetahui dengan pasti mengenai segala sesuatu di dunia di
sekitar kita, atau bahkan mengenai diri kita sendiri. Oleh karena itu manusia tidak dapat benar-
benar mengetahui apa yang benar dan salah (Pyrrhon, Timon, Epikurus, Socrates, dan Rene
Descartes). Sikap skeptis adalah sebuah sikap yang menyangsikan kenyataan yang diketahui baik
ciri-cirinya maupun eksistensinya. Sikap skeptis sebagai unsur dasar Skeptisisme Ilmiah akan
memposisikan seseorang untuk selalu mempertanyakan klaim yang kurang memiliki bukti
empiris yang kuat. Skeptisisme Ilmiah inilah yang kemudian dikenal sebagai pendekatan
Saintifik. Sebagai salah satu akar dan basis Saintifisme dan Saintifik, metode Positive yang
dipelopori oleh Auguste Compte, menolak tesis-tesis ilmu-ilmu humaniora
(geistesweistensaften) dan juga menolak Filsafat termasuk metafisik yang ada di adalamnya;
sebaliknya kaum Positive berusaha membangun struktur dunia untuk membangun dunia dengan
meletakkan metode Positive di atas Filsafat dan Spiritual. Merunut objek dan pendekatan
normatifnya pada time-line sejarahnya, konsekuensi logis dari dunia kontemporer dalam
mempersepsi munculnya gagasan pendekatan Saintifik, haruslah berbesar hati untuk menerima
kenyataan akan munculnya ide sintetik yang bersifat radik. Secara khusus seberapa jauh kita
mampu memikirkan adanya konsep-konsep Saintifisme Ideal, Saintifisme Realis, Saintifisme
Rasional, Saintifisme Positif, Saintifisme Empiris, dan Saintifisme Kontemporer.
Dalam khasanah pembentukan pengetahuan, I Kant (1671) secara gamblang menguraikan
bahwa “pengetahuan” haruslah merupakan sintesis antara tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesis;
secara garis besar tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesis yang berasal dari Logika Pikir dan yang
berasal dari Logika Pengalaman. Yang berasal dari Logika Pikir direpresentasikan oleh
Idealisme, Rasionalisme, Skeptisisme, Logisisme, Formalisme, Simbolisme, Objektivisme dan
Absolutisme. Sedangkan yang berasal dari Logika Pengalaman direpresentasikan oleh Realisme,
Empirisisme, Intuisionisme, dan Subjektivisme. Logika Pikir mempunyai sifat-sifat konsisten,
logis, koheren, analitik, rigor, a priori, formal, murni, objektif, terukur, deduktif, abstrak, intuisi
murni dan terbebas oleh ruang dan waktu; sedangkan Logika Pengalaman mempunyai sifat
kecocokan, persepsi, intuisi empirik, sintetik, a posteriori, subjektif, relatif, induktif, konkrit, dan
terikat oleh ruang dan waktu. Hermenitika ilmu menjamin adanya interaksi linear dalam
kesiklikan antara unsur-unsur keterwakilan logika pikir dan logika pengalaman; sehingga I Kant
menegaskan bahwa sebenar-benar Ilmu adalah bersifat Sintetik a priori. Logika pikir saja tanpa
adanya logika pengalaman dianggap baru mencapai setengah ilmu; demikian juga jika hanya
logika pengalaman tanpa adanya logika pikir. Dalam sejarahnya, hemenitika keilmuan tersebut
menghasilkan forma interaksi yaitu Positivisme dan Saintifisme beserta turunan-turunan dalam
bentuk sintak-sintak praksis kependidikan, misalnya pendekatan Saintifik, Projek Based
Learning, Problem Based-Learning, Cooperative Learning, Contextual Learning, dst.

6
Kemudian satu hal yang perlu direnungkan adalah mengapa manusia mampu berpikir?
Memikirkan pengalamannya? Dan mewujudkan pemikirannya? Logika Pikir tidak akan pernah
tuntas mampu menjelaskan mengapa dan sejak kapan dimulainya logika pikir, kecuali dengan
cara menentukan “titik awal”; sedangan Logika Pengalaman dengan cara “membangun
kesadaran”. Namun siapakah, kapankah dan dengan cara bagaimanakah seseorang mampu
menentukan “titik awal”? Dan dalam keadaan yang bagaimana dan kapan seseorang dikatakan
menyadari segala sesuatu? Pertanyaan tersebut tidak mungkin dapat dijawab, kecuali
menggunakan pendekatan Ontologi dan Epistemilogi Ilmu. Dengan cara ini I Kant menemukan
unsur dasar yang merupakan titik temuantara Logika Pikir dan Logika Pengalaman, yaitu Potensi
Pikir Pengalaman yang berupa Kategori: Singular, Bagian, Universal – Afirmatif, Negatif, Infinit
– Kategori, Hipotetik, Sintetik. Potensi Pikir Pengalaman inilah yang kemudian dikenal sebagai
Intuisi; potensi pikir berupa Intuisi Pikir dan potensi pengalaman berupa Intuisi Empirik.
Pertanyaan selanjutnya adalah, sejak kapan manusia mempunyai Intuisi Pikir dan Intuisi
Pengalaman? Untuk pertanyaan ini maka tiadalah orang termasuk pakar keilmuan, psikologi dst
yang mampu menjawabnya kecuali melalui pendekatan ontologis bahwa komponen Intuisi Pikir
dan Intuisi Pengalaman masing-masing terdiri dari 2 (dua) unsur Forma (wadah) dan Substansi
(isi). Pertanyaan dilanjutkan, sejak kapan dan dari manakah unsur Forma Intuisi dan Substansi
Intuisi, para Filsuf hanya mampu menyebutkan sebagai Fatal (takdir) dan Vital (ikhtiar manusia).
Namun untuk kepentingan pedagogik, tentunya kita tidak pusa hanya berhenti sampai di situ
saja. Secara psikologis, Intuisi Pikir dan Intuisi Empirik terbawa dan terbentuk sejak manusia
lahir, serta berkembang melalui interaksi dengan objek/benda terdekat di sekelilingnya termasuk
orang tua, keluarga, masyarakat dan sekolah. Inilah pondasi yang seharusnya digunakan oleh
setiap edukationis dan psikologis untuk mengembangkan teori-teori belajar dan mengajar.
Dari uraian di atas kiranya dapat dipahami mengapa secara filosofis dimungkinkan
munculnya berbagai macam teori pembentukan ilmu, pembenaran ilmu dan macam-macam ilmu.
Sifat dan kedudukan Objek Pikir dan Objek Pengalaman menentukan jenis dan sifat metode
keilmuannya. Jika objeknya berada di dalam pikir (tidak dapat diamati) maka lahirlah Idealisme,
Rasionalisme, Skeptisisme, Logisisme, Formalisme, Simbolisme, Objektivisme, Absolutisme,
Positivisme Ideal, dan Saintifisme Ideal; jika objeknya berada di luar pikir (dapat di
amati/dipersepsi) maka lahirlah Realisme, Empirisisme, Intuisionisme, Subjektivism,
Positivisme Realis dan Saintifisme Realis. Dengan gamblang, di sini kita telah memperoleh 2
(dua) macam Saintifisme yaitu Saintifisme Ideal dan Saintifisme Realis. Dikarenakan
ketidakjelasan pada fase ini, maka pada tataran yang lebih rendah telah terjadi
kevakuman/distorsi/reduksi dengan hanya dikenalkan saja pendekatan Saintifik; namun menurut
hemat penulis, pendekatan Saintifik yang diimplementasikan pada Kurikulum 2013 adalah
pendekatan yang diturunkan dari Saintifisme Realis,yaitu untuk objek-objek yang teramati (di
luar pikiran).
Menurut I Kant (1671), Objek Pikir bersifat Identitas, yaitu memenuhi formula A=A. Hal
ini dapat tercapai karena Objek Pikir terbebas oleh Ruang dan Waktu. Maka ditemukan X=X,
1+3 = 3+1, Y=2x-1, ..dst. Itulah sifat dari Matematika Murni, yang kemudian disebut sebagai
7
Matematika Formal atau Matematika Aksiomatik. Matematika Murni bersifat tautologis dengan
indikator kebenarannya adalah Konsistensi. Jika tidak konsisten dikatakan bersifat kontradiksi
tautologis. Semua Ilmu Formal termasuk dalam kategori ini yaitu Sain Murni, Fisika Murni,
Biologi Murni, dst. (Penulis: itulah ilmunya untuk orang dewasa). Singkat kata, ilmu-ilmu
dengan Objek Pikir bersifat analitik a priori. Mereka mampu memikirkannya walaupun belum
memersepsi objeknya. Objek Pengalaman bersifat Kontradiksi Ontologis yang memenuhi 3
(tiga) sifat: mereka berada dalam Ruang dan Waktu, mereka saling berhubungan, dalam mereka
berlaku hukum sebab-akibat. Kontradiksi ontologis berbeda makna dengan kontradiksi
tautologis. Kontradiksi ontologis diformulasikan dengan “Subjek tidak sama dengan
Predikatnya, atau S tidak sama dengan P”, maksudnya adalah bahwa setiap sifat/predikat
tidaklah mungkin menyamai subjeknya. Misal Rambut Hitam, Hitam adalah sifat Rambut, maka
tidaklah pernah Hitam sama dengan Rambut, karena Rambut mempunyai sifat tidak hanya
Hitam. Semua benda/sifat adalah Subjek dari suatu Predikat sekaligus Predikat dari suatu Subjek
yang lain. Jika Saintifism Realis mendasarkan kepada Objek Pengalaman titik pangkal, maka
adalah relevan bahwa Saintifik Realis atau yang kemudian disebut sebagai pendekatan Saintifik,
menggunakan objek-objek pengalaman atau benda-benda kongkrit sebagai bahan observasinya.
Guru Matematika di sekolah, ketika menggunakan pendekatan Saintitik, merasa gamang ketika
menyuruh siswa mengamati fenomena matematika yang cukup tertulis di dalam buku teks. Hal
tersebut karena belum dibedakannya antara Saintifik Ideal dan Saintifik Realis. Sedangkan untuk
kelas rendah seperti di SD atau awal SMP, guru tidak merasa ragu karena objek observasinya
adalah benda-banda kongkrit (Objek Pengalaman).
Apapapun objeknya, dalam pendekatan Saintifik yang sintaknya sesuai dengan yang
tercantum pada Kurikulum 2013, persoalan selanjutnya adalah menjawab apa yang diamati?
Bagaimana mengamatinya? Dan apa hasil pengamatannya?

8
PHENOMENOLOGY
(HUSSERL)

10/29/2015
Idealized

Marsigit, Indonesia
Abstracted

Math
Epoche
Phenomena
Gambar: Kegiatan Observasi (Fenomenologi)

Ontologi pengamatan/observasi termasuk dalam ranah Fenomenologi (Husserl, ..), yang terdiri
dari 2(dua) komponen utama yaitu: Abstraksi dan Idealisasi. Abstraksi mengandung arti
mengambil/mengobservasi/memandang sebagian saja sifat yang ada dari Objek pengamatannya.
Setiap Objek pengamatan mempunyai beribu-ribu sifat namun, untuk Matematika misalnya, sifat
Kubus yang diamati adalah perihal bentuk, ukuran dan banyaknya sisi, rusuk dan sudut. Sifat-
sifat bahan terbuat dari materi tertentu, keindahan, kualitas, harga dst tidaklah termasuk ranah
yang diobservasi. Sifat yang diabaikan (tidak perlu diperhatikan) kemudian disimpan ditempat
yang disebut sebagai Epoche. Sedangkan Idealisasi adalah menganggap sempurna sifat yang ada,
misal bahwa terdapat sudut lancip, maka yang dimaksud adalah lancip sempurna; tidak dalam
kondisi agak lancip, kurang lancip, dst.

9
10/29/2015
Marsigit, Indonesia
Gambar: Membangun Pengetahuan (I Kant, 1671)

Kegiatan observasi diawali dengan (tingkat) Kesadaran akan objek yang akan diobservasi
sehingga observer mempunyai daya sensibilitas observasi. Daya sensibilitas observasi ini penting
untuk menghasilkan Representasi dari objek teramati yang berupa Persepsi objek teramati. Pada
tahap ini, pengalaman mengobservasi yang diperoleh (Logika Pengalaman) tidak dapat
bekerja/berdiri sendiri tanpa bantuan Logika Pikir, yaitu dengan hadirnya kemampuan Imajinasi
dengan cara sintesis, sehingga gabungan antara pengalaman mengobservasi dan imajinasi
menghasilkan Pengetahuan Pikir dan Sensasi Pengalaman. Mengapa? Dia dikatakan
Pengetahuan Pikir jika sesuai dengan Aksioma atau Postulat Pikir. Dan dikatakan Sensasi
Pengalaman jika sesuai dengan Hukum Sebab-Akibat dan Hubungan antar Satuan Pengalaman.
Aksioma/Postulat Pikir dan Satuan Pengalaman tersebut berdomisili di dalam Kategori Berpikir
(I Kant) yang terbawa sejak lahir sebagai Fatal dan Vital, dan terdiri dari Forma dan Substansi;
dan bersifat intuitif (hasil berpikir dan pengalaman). Interaksi antara Pengetahuan Pikir dan
Sensasi Pengalaman tersebut itulah yang kemudian disebut sebagai Ilmu (Pengetahuan), yang
bersifat sintetik a priori. Sintetik sensasinya, dan a priori pikirannya.
Secara ontologis, yang dimaksud kegiatan “mengasosiasi” pada pendekatan Saintifik
adalah mencari Postulat-postulat Pikir mana yang bersesuaian dengan Sensasi Pengalamannya.
Itulah kesulitan yang dialami oleh para observer, termasuk observer dewasa apalagi observer
anak-anak. Kesesuaian antara postulat-postulat pikir dan sensasi-sensasi pengalaman,
10
menghasilkan apa yang disebut sebagai Konsep (orang awam mengatakan sebagai Pengertian).
Apapun dari setiap Konsep, maka terdiri dari Forma (wadah) dan Sibstansi (Isi). Formanya
berupa Kategori Berpikir dan Substansinya berupa Sensasi Pengalaman. Kategori Berpikir
merupakan genus (unsur dasar) yang dengan kegiatan berpikir dan sensasinya akan menemukan
postulat-postulat berpikir selanjutnya secara berkhirarkhi dan kompleks. Maka secara ontologis,
dengan sintak-sintak pendekatan Saintifik diharapkan Subjek Belajar akan mampu menemukan,
memperkokoh dan mengembangkan Kategori Berpikir sebagai unsur dasar setiap Ilmu
(Pengetahuannya), yang dituntun secara konsisten, rigor, analitik, logik, formal, abstrak,
identitas, a priori, dan tautologi oleh Postulat-postulat Umumnya, yang telah diakui
kebenarannya secara koheren oleh komunitas keilmuannya; serta dilandasi secara kokoh oleh
Sensasi Pengalamannya, dengan kesadaran bahwa Sensasi Pengalamannya tersebut bersifat
sintetik a posteriori. Dengan berkembangnya secara intensif dan ekstensif Kategori Berpikir akan
diperoleh Struktur Pengetahuan yang kemudian disebut sebagai Ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu
Pengetahuan yang telah berhasil dibangunnya itu maka seseorang akan memperoleh nilai-nilai
kebijakannya, antara lain adalah mengambil Keputusan/Judgment (sekarang disebut Evaluasi-
tahap akhir taksonomi Bloom) secara tepat dan bijaksana. Secara ontologis, kegiatan belajar
seseorang dapat dikatakan sebagai menembus Ruang dan Waktu. Sebenar-benar orang cerdas
adalah jika mampu menembus dan berada dalam Ruang dan Waktu yang benar (Jawa: sopan
santun).

III. TESIS DAN ANTI-TESIS PEMAHAMAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Seperti diketahui bahwa secara eksplisit pendekatan Saintifik direkomendasikan untuk


metode pembelajaran (dengan didukung atau dikombinasikan dengan metode lain yang selaras)
dalam kerangka Kurikulum 2013. Sebelum diuraikan tentang implementasi dan contoh-
contohnya, maka di sini akan dilakukan sintesis tentang adanya dikotomi pemikiran Saintifik dan
Tidak Saintifik. Pendekatan saintifik yang terdiri dari sintak: a. mengamati; b. menanya; c.
mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e. mengkomunikasikan.

Terdapat pemikiran (referensi) bahwa proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi
kriteria seperti berikut ini.

Tesis 1:

Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata.

Anti-Tesis 1:
11
Pembelajaran dengan pendekatan Saintifik tetaplah berbasis Kompetensi sesuai dengan jiwa
dan semangat Kurikulum 2013. Fakta atau fenomena merupakan objek keilmuan yang
digunakan untuk membangun (Ilmu) Pengetahuan dengan pendekatan Saintifik yang
melibatkan unsur logika dan pengalaman. Segala macam kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng dapat berfungsi untuk memperkuat landasan pikiran dan pengalaman.

Tesis 2:

Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.

Anti-Tesis 2:
Pendekatan Saintifik dapat diselenggarakan dalam kerangka Konstruksivisme, yaitu
memberi kesempatan peran siswa untuk membangun pengetahuan/konsepnya melalui
fasilitasi guru. Terminologi “Penjelasan guru-respon siswa” bertentangan dengan
semangat Saintisme yaitu kemandirian untuk menemukan pengetahuannya. Pemikiran
subjektif diperlukan untuk memperkokoh karakter memperoleh Sensasi Pengalaman.
Penalaran yang menyimpang perlu disadari dan dicarikan solusi dan penjelasannya untuk
memperkokoh konsep yang telah dibangunnya.

Tesis 3:

Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah. Pendekatan
nonilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat,prangka,
penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.Intuisi. Intuisi sering dimaknai
sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. intuisi
sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik dan sistematik.Akal sehat. Guru
dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran, karena
memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang benar.
Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-mata menggunakan akal sehat
dapat pula menyesatkan mereka dalam proses dan pencapaian tujuan
pembelajaran.Prasangka. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-
mata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan orang
(guru, peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat
didompleng kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus
menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah
menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang
12
penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka buruk atau
sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta
didik.Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud
atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang
ditemukan dengan caracoba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian,
dan tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya dan
bernilai kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan,
harus diserta dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan
kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-tombol
sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala. Peserta didik pun
melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi
lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang
seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.Berpikir kritis.
Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal
hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh
orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar
oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan
berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliabel, karena pendapatnya itu hanya
didasari atas pikiran yang logis semata.

Anti-Tesis 2:

 Indikator atau kriteria sifat non Ilmiah tidak serta merta dapat diturunkan dengan
menegasikan sifat Ilmiah. Pendekatan Ilmiah bersintak (sesuai dengan referensinya),
maka sifat Ilmiah tidak serta merta secara rigid identik dengan sintak-sintaknya.
Untuk memperoleh sintak Ilmiah terkadang subjek didik melakukan hal-hal yang
dapat dikategorikan sebagai non ilmiah, misal kekeliruan mengobservasi, dan
mengambil kesimpulan. Kesimpulan yang belum benar mungkin terjadi walaupun
siswa sudah menggunakan sintak Saintifik.
 Peran intuisi sangat penting bai sebagai Intuisi Berpikir maupun sebagai Intuisi
Pengalaman.
 Akal sehat sangat bermanfaat sebagai dimulainya kesadaran untuk mempersepsi
objek berpikir.
 Kegiatan coba-coba secara ontologis bermakna sebagai kegiatan interaksi antara
pikiran dan pengalaman, antara logika dan faktanya, antara analitik dan sintetik, dan
antara a priori dan a posteriori.
 Berpikir kritis adalah berpikir reflektif sampai pada kemampuan mengambil
keputusan secara benar.
 Fenomenologi sebagai kerangka filosofis pendekatan Saintifik.

13
 Hermenitika sebagai pendekatan epistemologi pendekatan Saintifik.

.
IV. IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN.

Implementasi pendekatan Saintifik dalam pembelajaran di kelas tentunya harus sesuai


dengan koridor yang sudah digariskan oleh Kurikulum 2013, walaupun secara substantif seorang
pendidik tetap harus selalu berpikir kritis dengan mencermati aspek aspek pedagogiknya sesuai
dengan learning kontinum subjek didiknya. Berikut disajikan nukilan aspek pelaksanaan
pendekatan Saintifik berdasar Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum :

A. Pedoman pendekatan Saintifik

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta
didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam
rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya
dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,
disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk
dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang
konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau
pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik.

14
3. Mengumpulkan Informasi
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata
untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan
harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi,
menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat
laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

4. Mengasosiasi
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut
dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku
aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada
guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud
merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Tindak
lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku
yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Informasi
tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang
ditemukan.

5. Mengkomunikasikan
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,
atau media lainnya

B. Pedoman Perencaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara


rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP
mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3)
alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian
kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat
dan sumber belajar; (6) langkah- langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.
15
Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun
pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal
pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara
berkelompok. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau
secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu
sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang
ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara
berkelompok melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan
disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.

RPP dikembangkan dengan prinsip: a. RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide
kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke
dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran.
b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam
silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat,
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar.

C. Problem Based Learning sabagai salah satu metode yang sesuai dengan pendekatan
Saintifik

Hasil workshop nara sumber pengembangan metode Saintifik (Bogor, 2013)


mendeskripsikan terdapat beberapa metode yang selaras dan cocok digunakan bersama, berbasis
atau dalam kerangaka pendekatan Saintifik yaitu : 1. Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, 3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah , 4.
Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek , 5. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif , dan 6
Pendekatan Pembelajaran Komunikatif. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau
Problem-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para
peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan
memperoleh pengetahuan.
Kurikulum sekolah kita merupakan kurikulum berbasis kompetensi (Competence_Based
Curriculum), bukan kurikulum berbasis pengetahuan (Knowledge_Based Curriculum).
Sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kurikulum sekolah kita dapat
dikategorikan sebagai pengalaman bukan sekedar pedoman atau kumpulan materi untuk
dipelajari. onsekuensinya, guru dalam pembelajaran harus memfasilitasi para siswa dengan
berbagai kegiatan sehingga para siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna.
PBL dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif, kolaboratif,
terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual. PBM
16
ditandai juga oleh pendekatan yang berpusat pada siswa (students'- centered), guru sebagai
fasilitator, dan soal terbuka (open-ended question) atau kurang terstruktur (ill-structured)
yang digunakan sebagai rangsangan awal untuk belajar.
Soal terbuka maksudnya adalah soal yang memiliki banyak solusi dan karenanya siswa
perlu mengkaji banyak metode sebelum memutuskan jawaban tertentu. Masalah yang
kurang terstruktur akan mendorong siswa untuk melakukan investivigasi, melakukan diskusi, dan
mendapat pengalaman memecahkan masalah. Dengan PBL , pembelajaran menjadi lebih
realistik untuk menciptakan pembelajaran yang menekankan dunia nyata, keterampilan
berfikir tingkat tinggi, belajar lintas disiplin, belajar independen, keterampilan kerja
kelompok dan berkomunikasi melalui suasana pembelajaran berbasis masalah.
Selain menekankan learning by doing, PBL membuat siswa sadar akan informasi apa
yang telah diketahui pada masalah yang dihadapi, informasi apa yang dibutuhkan untuk
memecahkan permasalahan tersebut, dan strategi apa yang akan digunakan untuk memperlancar
pemecahan masalah. Mengartikulasikan pikiran-pikiran tersebut akan membantu siswa menjadi
pemecah masalah (problem solver) dan siswa yang mengetahui apa yang harus dilakukan (self-
directed) yang lebih efektif. Tujuan dari PBL adalah untuk memfasilitasi siswa agar: 1. Berpikir
kritis dan analitis , 2. Mencari dan memanfaat sumber belajar yang berasal dari lingkungan
sekitar, 3. Menggunakan pengetahuan secara efektif, dan , 4. Mengembangkan pengetahuan
dan strategi untuk permasalahan selanjutnya.

V. STUDI KASUS DAN PERSEPSI GURU TENTANG PENDEKATAN SAINTIFIK

Studi Kasus dan Persepsi guru berikut diambil dari para peserta PLPG Pendidikan
Matematika Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta, 17-26 Oktober 2015 yang diikuti oleh 9
(sembilan) orang guru SMA/SMK.

A. Indikator Pembelajaran Berorientasi Pendekatan saintifik dan pencapaiannya


(Marsigit, 2015)

Indikator pembelajaran berorientasi pada pendekatan saintifik yaitu jika dalam pembelajaran
tersebut didukung, terdapat dan dikembangkan hal-hal sebagai berikut:

1. RPP yang selaras dengan pendekatan Saintifik


2. LKS yang selaras dengan pendekatan Saintifik
3. Apersepsi yang selaras dengan pendekatan saintifik
4. Terdapat variasi penggunaan metode mengajar berbasis Saintifik
5. Terdapat variasi penggunaan media belajar berbasis Saintifik
6. Terdapat variasi interaksi berbasis saintifik (5 sintak langkah Saintifik)
7. Terdapat Diskusi Kelompok
8. Terdapat presentasi/refleksi oleh siswa
17
9. Terdapat skema pencapaian kompetensi berbasis pendekatan saintifik
10. Terdapat penilaian berbasis pendekatan saintifik
11. Terdapat kesimpulan yang diperoleh oleh siswa.

Berdasarkan hasil observasi, monitoring dan supervisi guru-gur di atas ketika melakukan praktek
peerteaching simulasi penggunaan pendekatan Saintifik, diperoleh temuan-temuan sebagai
berikut:

1. Sebagain besar guru sudah mencantumkan sintak pendekatan Saintifik di RPPnya.


2. Semua guru tidak mencantumkan sintak pendekatan Saintifik dalam LKSnya
3. Semua guru mengalami kesulitan melakukan aperspsi. Apersepsi yang dilakukan bersifat
konvensional
4. Sebagian besar guru tidak memahami tentang Skema Pencapaian Kompetensi siswa
5. Sebagian kecil guru masih menggunakan pendekatan konvensional dan ceramah
6. Sebagian besar guru belum memberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil.
7. Semua LKS bersifat tunggal.

B.Persepsi Guru tentang pendekatan saintifik

Persepsi yang ditanyakan tentang pemahaman pendekatan Saintifik, implementasi, faktor


pendukung dan kesulitan-kesulitannya.

1. Sumber informasi yang diperoleh guru tentang pendekatan Saintifik

Guru menyampaikan informasi bahwa mereka mengetahui tentang metode Saintifik bersumber
dari: Sekolah tempat bekerja, kegiatan mengikuti Pelatihan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
Internet, media masa Koran.

2. Persepsi guru tentang ciri-ciri metode Saintifik adalah sebagai berikut.


Pendekatan Saintifik mempunyai ciri-ciri : berpusat kepada siswa, guru hanya berfungsi sebagai
fasilitator, terdapat sintak pembelajaran yang terdiri dari mengamati-menanya-mencoba-menalar
dan mengomunikasikan, murid menentukan konsep dari lingkungan, guru berfungsi sebagai
motivator, metode saintifik dapat dipadukan dengan metode yang lain yang selaras.

3. Persepsi guru tentang kecocokan dengan subjek didiknya.


Guru berpendapat bahwa pendekatan Saintifik cocok digunakan untuk pembelajaran baik di SD,
SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi.

4. Kelebihan/keunggulan pendekatan Saintifik


18
Guru berpendapat bahwa pendekatan Saintifik mempunyai keunggulan diantaranya: siswa lebih
kreatif, siswa dapat belajar mandiri maupun berkelompok, siswa dapat mengeksplor potensinya
sendiri, pengetahuan yang diperoleh siswa bersifat lebih stabil dan bertahan lama, siswa berpikir
kritis, siswa berperan aktif dalam pembelaaran, siswa menemukan sendiri ilmunya, siswa
merasa senang karena merasa lebih dihargai, suasana demokratis dapat dibangun, guru tidak
bosan mengajar, guru juga memperoleh pengetahuan baru, siswa lebbih dapat berkreasi,
hubungan antar siswa dapat terjalin lebih baik, siswa lebih bertanggung jawab.

5. Metode lain yang dapat dipadukan dengan pendekatan Saintifik


Guru berpendapat bahwa terdapat beberapa metode yang dapat dipadukan dengan pendekatan
Saintifik yaitu : PBL, PjBL, Discovery Learning, Inquiry, Coopeatif Learning, Pembelajaran
Kontekstual, dan Metode Diskusi.

6. Kelemahan dan penghambat dilaksanakannya pendekatan Saintifik


Guru berpendapat bahwa kelemahan pendekatan Saintifik meliputi: membutuhkan waktu yang
lebih lama, membutuhka persiapan mengajar yang lebih banyak, penilaian siswa menjadi lebih
rumit, anak-anak berprestasi rendah akan mengalami kesulitan belajar, pendekatan Saintifik
kurang cocok untuk materi yang sukar, siswa merasa tugasnya (PR) lebih banyak, perlu waktu
untuk mengubah kebiasaan siswa bersikap ilmiah,

7. Faktor pendukung dilaksanakannya pendekatan Saintifik


Guru berpendapat untuk melaksanakan pendekatan Saintifik, terdapat faktor pendukung antara
lain: tersedianya buku pedoman, tersedianya alat peraga, tersedianya fasilitas belajar,
kemampuan dan profesionalitas guru, tersedianya akses informasi baik untuk guru maupun untuk
muridnya, adanya pelatihan guru, penggunaan ICT, kesiapan belajar siswa, dan kesiapan
Sekolah.

8. Penerapan pendekatan Saintifik pada berbagai macam Mata Pelajaran


Guru berpendapat bahwa pendekatan Saintifik dapat diterapkan untuk seluruh Mapel dengan
alasan: pendekatan Saintifik bersifat luas dan universal, setiap objek belajar dapat diamati.

9. Kesulitan menerapkan pendekatan Saintifik


Guru berpendapat mereka mengalami kesulitan menerapkan metode Saintifik sebagai berikut:
tidak semua materi mudah dituangkan dengan pendekatan Saintifik, kesulitan dalam melakukan
apersepsi, kesulitan membuat penilaian berdasarkan pendekatan saintifik, kesulitan pada
langkah/proses MENANYA, tidak paham seluk beluk landasan dan filosofi pendekatan Saintifik.

VI. KESIMPULAN DAN REFLEKSI

Diantara harapan akan mulai tampak dampak positif diterapkannya pendekatan Saintifik
19
melalui Kurikulum 2013, masih terdapat persoalan-persoalan mendasar baik dalam pemahaman
maupun dalam implementasinya. Beberapa persoalan muncul misal dalam kaitan digunakannya
pendekatan tematik dan integrative. Walaupun pendekatan pendekatan tematik dan integratif,
dalam sejarah kependidikan di Indonesia bukanlah hal baru, tetapi dalam implementasinya masih
menjadi kendala besar. Tiga puluh tahun terakhir tidak pernah muncul wacana pembelajaran
tematik dan integratif, sehingga hal demikian sebetulnya masih menjadi hal yang baru atau asing
bagi sebahagian besar guru-guru. Tidaklah mudah mengubah praktek pembelajaran dari suatu
kebiasaan lama ke hal baru apalagi beserta mind set nya. Diperlukan waktu yang cukup lama dan
perlu dilakukan secara masal atau menjadi gerakan masal (membudayakan) dengan multi
pendekatan agar para guru mampu melaksanakan pendekatan tematik dan integratif dalam
pembelajaran. Hal ini juga salah satu yang sepertinya diabaikan oleh pemerintah dalam rencana
implementasi Kurikulum 2013. Sehingga sebagian ahli berpendapat bahwa gagasan tematik dan
integratif tidak dirancang untuk pembaruan model pembelajaran siswa aktif (active learning)
yang menyeluruh bagi semua mata pelajaran di setiap jenjang persekolahan seperti dikehendaki
UU.
Persoalan mendasar berangkat dari konsep awal mengenai pandangan atau batasan
keilmuan belum dijelaskan secara eksplisit, sehingga dari sisi Hakekat Keilmuan Kurikulum kita
selama ini (termasuk Draft Kurikulum 2013) belum mempunyai arah yang jelas pada setiap
Jenjang Pendidikan. Pandangan Keilmuan yang selama ini ada dan dijalankan hanya cocok untuk
Jenjang Pendidikan Tinkat Tinggi. Hal ini berakibat belum adanya definisi Mata Pelajaran yang
cocok untuk Jenjang Pendidikan yang lebih rendah seperti SMA, SMP dan SD. Selama ini selalu
diasumsikan bahwa Mata Pelajaran misal Biologi, Matematika, IPA, Geografi, dst., adalah
sebuah Body of Knowledge, atau Science of Truth, atau Structure of Truth. Definisi tersebut
hanya bermakna untuk Jenjang Pendidikan Tinggi, sedangkan untuk Pendidikan Jenjang
Menengah dan Pendidikan Dasar, tidak bermakna.
Persoalan kompetensi guru masih menjadi persoalan sentral dalam penerapan pendekatan
saintifik. Selama ini Guru lebih dominan mengajar secara Tradisional yaitu Transfer of
Knowledge. Kurikulum 2013 sudah mulai memunculkan Eksplorasi tetapi belum secara implicit
menuju Ketrampilan Hidup. Selama ini praktek pembelajaran didominasi dengan Textbook
oriented. Walaupun sudah disarankan agar terdapat variasi sumber belajar, tetapi belum secara
eksplisit disebutkan pentinnya Pengembangan RPP dan LKS yang sesuai dengan paradigm
Explorasi dan Membangun Hidup (Life Skill).

Referensi:

1. Budiman, F.B., 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta: Kanisius


2. Ernest P., 1995, Philosophy of Mathematics Education
3. Fukuyama, F., 1999, The End of Hostory and The Last Man, New York: Penguin Book
4. Huxley, A., 1945, Filsafat Perenial, New York: Harper & Row Publisher
Marsigit, 2013, Urgensi Pemikiran Dalam Pendidikan Karakter Untuk Membentuk Karakter,
20
5. Kant, I., 1931, “The Critique of Judgment (tr. J.Bernard)”, New York: The MaCmillan
Company.
6. Kant, I., 1992, “Theoretical Philosophy 1755-1770 (tr. By David Walford)”,
Cambridge: Cambridge University Press
7. Makalah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya Kurikulum Fakultas Agama
Karakter dan Pemikiran UNPAB Medan
8. Marsigit, 2013, Tantangan Dan Harapan Kurikulum 2013 Bagi Pendidikan Matematika,
Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta.
9. Marsigit, 2013, Karakter Islam Dalam Sejarah Pergulatan Memperebutkan Kekuasaan,
Filsafat, Ideologi, Ilmu(Matematika), Dan Pendidikan, Makalah Dipresentasikan pada
Kuliah Umum (Studium Generale) untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik pada Jurusan
Pendidikan Matematika, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Marsigit, 2013, Pergulatan Memperebutkan Filsafat, Ideologi Dan Paradigma: Sebuah
Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun
Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?), Makalah dimaksudkan sebagai
Pengantar Presentasi pada Kegiatan Seminar dan Workshop dengan Tema Membangun
Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
11. Marsigit, 2013, Nilai Strategis Kurikulum 2013 Untuk Membangun Karakter (Islami) Bangsa
Serta Tantangan Dan Harapan Bagi Pendidikan Matematika Di Indonesia, Makalah
dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Workshop Pendidikan Matematika IAIN
Syekh Nurjati Cirebon
12. Purwadi, A., 2002, Teologi Filsafat Sain, Malang: UMM-Press

21

Anda mungkin juga menyukai