Anda di halaman 1dari 25

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Kampus Sekaran Gunung Pati Semarang
50229

PROPOSAL SKRIPSI
NAM A : MOHAMMAD SYAIFUL BAKHRI
NIM : 3101414071
JURUSAN : SEJARAH
PRODI : PENDIDIKAN SEJARAH

PROPOSAL PENELITIAN TENTANG PERSEPSI DAN SIKAP SISWA


TERHADAP FIGUR KARTINI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
DI SMA N 2 REMBANG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolonialisme Belanda di Indonesia membawa dampak buruk bagi pribumi


pada masa itu. Kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda menyebabkan
keterpurakan taraf hidup – yang layak, Mulai dari sektor ekonomi, politik,
pendidikan dan masih banyak lagi yang dikusasi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Hampir 350 tahun Bangsa Indonesia dalam kabut hitam Penjajahan—di luar
penjajahan yang dilakukan Jepang—di tanah nenek moyang sendiri. Pribumi
dipaksa untuk bekerja,menyetor hasil panen dan tunduk atas kuasa Pemerintah
Hindia Belanda.
Atas tindakan sewenang-wenang pemerintah Hindia Belanda,menimbukan
Kaum-kaum yang Kooperatif dan Nonkooperatif di kalangan pribumi. Sebab
apabila ada yang menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda makan akan
dikenakan sanksi kurungan ataupun pengasingan. Sehingga para pejuang mulai
dari zaman kerajaan Islam sampai munculnya tokoh-tokoh revolusioner seperti
Tan Malaka,Soekarno dan masih banyak lagi. Mereka memperjuangkan
kemerdekaan atas penindasan kaum pribumi oleh bangsa asing. Mewujudkan
keadilan serta kebebasan hidup di atas bumi pertiwi.
Selain tokoh-tokoh pejuang yang selama ini dikenal sebagai pahlawan
nasional, terutama dari kaum adam yang mendominasi perjuangan pada masa
penjajahan ataupun sesudahnya. Dari kaum hawa juga ikut andil dalam
pergerakan perjuangan untuk kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia, Seperti Cut
Nyak Dien, Dewi Sartika, RA Kartini dan masih banyak lagi. Perjuangan
pahlawan-pahlawan wanita meliputi berbagi cara, mulai turun untuk perang,
mengajar, mendirikan sekolah—berjuang dalam konteks mencerdaskan kehidupan
bangsa , sebab kemerdekaan bisa dicapai lewat pendidikan.
Pendidikan memang sangat penting ,tidak hanya untuk kaum adam namun
juga untuk kaum hawa. Hal itulah yang selalu disuarakan oleh RA Kartini –yang
lahir di Jepara dari keturunan ningrat pada saat memperjuangkan hak perempuan.
Kaum hawa berhak untuk sekolah dan mengembakan diri sesuai apa yang
diinginkan. Namun terbentur dengan tradisi jawa yang identik dengan pembatasan
gerak perempuan, istilah 3M yaitu macak,manak,masak sangat kentara ditengah-
tengah masyarakat. Sistem pingit bagi perempuan yang mengijak dewasa juga
ditentang oleh kartini, sebab menciderai hak perempuan untuk mengenal dunia
luar.Ditambah lagi kebijakan Belanda yang sengaja membuat bangsa Indonesia
tetap bodoh dan tidak berkembang.
Pada masa itu golongan yang bisa mengenyam pendidikan atau sekolah
hanya dari golongan ningrat dan kaum adam tertentu. diskriminasi kaum hawa
sangat kentara dalam sector pendidikan. Sebab pendangan peribumi menganggap
pendidikan itu tidak penting dan kaum hawa berakhir di dapur semata. Hal ini
yang membuat Kartini geram dan menyuarkan emansipasi wanita dan menuntut
pendidikan bagi kaum hawa.Namun hal ini mendapat benturan dari lingkugan
ningrat dan keluarganya sendiri. Hanya sang kakak yaitu Kartono yang
mendukung perjuangan Kartini untuk Pendidikan.
Selama masa perjuangan ,Kartini sering mengirim surat buat temannya
yang ada di Belanda, menceritakan kondisi segala macam yang dirasakan di
Hindia belanda. mulai dari hal perempuan,keadilan,agama dan masih banyak lagi
yang diceritakan melalui pucuk surat berbalas. Dari surat inilah kartini
mendapatkan jawaban atas kegundahan yang dialaminya selama ini, sampai saat
kartini menikah dengan Bupati Rembang dan akhirnya menetap dan mendirikan
sekolah di Rembang.
Dari surat-surat itu, ternyata dikumpulkan oleh teman Kartini yang ada di
Belanda dijadikan buku oleh Ny Abendenoon yang berjudul—dalam bahasa
Indonesia— Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku inilah yang muncul pada saat
pelaksanaan kebijakan politik etis dan menginspirasi kaum pribumi terutama
kaum hawa untuk berjuang merobohkan tradisi pembodohan dan mengenyam
pendidikan setinggi-tinginnya untuk mencapai kemerdekaan sejati.
Tekad Kartini untuk memperjuangkan kemerdekaan sejati bagi kaum
perempuan melalui pendidikan bisa dirasakan hasilnya sampai sekarang. Dimana
kaum perempuan bisa sekolah sampai tingkat tertinggi yaitu bangku perkuliahan.
Keteladanan terhadap pejuangan RA Kartini , terutama pemahaman siswa yang
semakin pudar akan karakter RA Kartini. Hal ini disebabkan era globalisasi yang
masif mempengaruhi hampir seluruh pola kehidupan siswa. Mulai dari perilaku
sampai cara berpikir. Dari beberapa persoalan kenakalan remaja yang bermacam-
macam—jauh dari karakter bangsa ini.
Melalui perjuangan seorang Kartini, Penelitian ini ingin mengetahui
persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini . Serta nilai-nilai luhur yang bisa
dipetik dari perjuangan beliau, peneliti mengambil sampel siswa di kelas XI IPS 1
SMA 2 REMBANG. Maka dari itu peneliti merumuskan judul penelitiannya
“PROPOSAL PENELITIAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP
PERTOKOHAN KARTINI DI KELAS XI IPS 1 SMA N 2 REMBANG”.
B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana pembelajaran sejarah pada pokok bahasan perjuangan RA
Kartini di kelas XI IPS 1 ?
2. Bagiamana persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pembelajaran sejarah pada pokok bahasan perjuangan RA
Kartini di kelas XI IPS 1
2. Mengetahui persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini

D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang terlibat dan memiliki kepentingan dengan masalah yang diteliti yaitu :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi untuk
penelitian lebih lanjut mengenai persepsi siswa tentang pertokohan Kartini
2. Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti
Memperoleh wawasan dan pemahaman tentang pertokohan Kartini.
Dengan demikian, diharapkan peneliti sebagai calon guru sejarah siap
melaksanakan tugas sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman.
b. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan dan
meningkatkan kinerja organisasi sehingga mutu pendidikan yang
optimal dapat lebih ditingkatkan di sekolah SMA Negeri 2 Rembang.

c. Bagi guru
Memberi pengalaman bagi guru dalam mengetahui persepsi siswa
terhadap pertokohan RA Kartini .
Dengan penelitian ini diharapkan agar siswa lebih mengetahui
tentang pertokohan Kartini untuk menguatkan pendidikan karakter
E. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam judul penelitian ini, dan agar
tidak meluas pembahasan dalam penelitian ini sehingga penelitian ini tetap
berada pada pengertian yang dimaksud dalam judul, maka perlu adanya
batasan istilah. Adapun batasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Persepsi siswa
Persepsi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI) dapat
diartikan tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu serapan atau proses
seseorang mengetahui beberapa hal memlalui panca indera (Poerwadarminta,
1998:675), Jadi persepsi disini adalah tanggapan tentang pertokohan RA
Kartini.
Sedangkan menurut. Jalaludin Rahmat (1989:51) persepsi adalah
pengalaman tentang obyek peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi berarti memberikan makna pada stimulus inderawi (Sensory
Stimulus). Sebagian tingkah laku dan penyesuaian individu ditentukan oleh
persepsinya.

2. Pertokohan R.A Kartini


Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879.
Meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur
25 tahun. Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan
Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor
kebangkitan perempuan pribumi.
Hal ini yang akan didiskripsikan untuk mendapatkan pertokohan
R.A kartini untuk pembelajaran siswa. Sehingga siswa dapat
mengetahui secara menyeluruh mengenai Pertokohan R.A Kartini.
3. Pembelajaran Sejarah
Secara harfiah, kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yaitu
“syajaratun” yang berarti pohon. Arti kata sejarah yang sebenarnya diadopsi
dari beberapa arti kata dalam bahasa asing seperti Yunani “istoria”, Latin
“historia”, bahasa Inggris “history”, serta bahasa Jerman “geschichte”.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S
Poerwadarminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung pengertian: (1)
Silsilah atau asal-usul; (2) Kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau; (3) Ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian
atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan
mengajar yang didalamnya yang mempelajari tentang peristiwa masa
lampau yang erat hubungannya dengan masa kini (Widja, 1989:23).
Pengajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses
perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk
membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan,
memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan
masa depan di tengah-tengah perdamaian dunia (Depdiknas, 2003).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Hanifah (2007). Penelitian mengenai Persepsi telah dilakukan


oleh Mahasiswi Universitas Negeri Semarang Jurusan Pendidikan
Sejarah Tahun 2007 tentang “Persepsi Siswa Terhadap Penokohan
Ratu Kalinyamat Sebagai Pahlawan Lokal di Jepara (Studi Kasus Di
SMA Negeri Welehan, Jepara).
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah
bagaimana persepsi siswa terhadap penokohan Ratu Kalinyamat
sebagai Pahlawan Lokal di Jepara. Penelitian tersebut juga bertujuan
untuk memperoleh gambaran jelas tentang persepsi siswa terhadap
penokohan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan lokal di Jepara. Dalam
mengkaji persepsi siswa peneliti menggunakan metode kualtitatif
deskriptif dan menggunakan pendekatan studi kasus . Hasil dari
penelitian tersebut bahwa Ratu Kalinyamat merupakan tokoh sejarah
yang sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia, terutama pada abad
XVI yaitu mampu mempertahankan keluarga kerajaan Demak.
Peranan dibidang ekonomi, Ratu Kalinyamat telah melakukan
pemerintahan dan Ekonomi di Jepara saat mengalami kemunduran.
Penelitian Fajar Ramadhan. (2013) . Jurusan Sejarah,
Universitas Negeri Semarang juga pernah melakukan penelitian yang
sama tentang persepsi yaitu “Persepsi terhadap Pembelajaran Sejarah
G30S/PKI (Studi Kasus pada guru dan Siswa di SMA Negeri
Semarang)”. Penelitian ini mengangkat masalah yang melatarbelakangi
yaitu bagaimana persepsi guru terhadap pembelajaran sejarah pada
materi G30S/PKI. Penulis melakukan penelitian ini guna memberikan
masukan terhadap guru-guru sejarah di tingkat kabupaten sebagai
bahan pertimbangan dalam merevisi ulang kurikulum yang berkaitan
dengan materi G30S/PKI.
Dalam penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil dari penelitian
tersebut memunculkan pendapat yang berbeda-beda. Beberapa guru
ada yang menganggap bahwa materi ini harus diajarkan secara
mendetail dan merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter
siswa. Namun disisi lain, siswa lebih mempercayai materi yang
disampaikan oleh guru dikelas dari pada isu-isu kontroversi diluar
kelas.
Dari penelitian Rusmawati (2009) “Persepsi Guru IPS
Terhadap Konsep dan Penerapan IPS Terpadu sebagai Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Sekolah Menengah
Pertama di Kota Pekalongan. Analisis data menggunakan model
deskriptif kualitatif untuk menjelaskan persepsi guru mengenai konsep
dan penerapan IPS Terpadu serta upaya guru mengatasi kendala
menerapkan pembelajaran IPS terpadu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa persepsi guru terhadap konsep IPS terpadu (geografi, Ekonomi,
Sejarah, serta Sosiologi diintegrasikan menjadi satu mata pelajaran IPS
diajarkan oleh satu guru mata pelajaran.
Kristin Hartati (2014) “Persepsi terhadap Pelajaran Sejarah
dan Hubungannya dengan Tingkat Kesadaran Sejarah pada siswa kelas
XI SMA Negeri 1 Mirit Kebumen Tahun Pelajaran 2013/2014.
Penelitian ini menggunakan deskriptif dengan pendekatan korelasional
atau penelitian hubungan. Bertujuan seberapa tinggi tingkat kesadaran
sejarah siswa, seberapa tinggi tingkat kesadaran sejarah, adakah
hubungan antara persepsi siswa terhadap pelajaran sejarah dan tingkat
kesadaran sejarah.
Dadang Dwi Prasetyo (2012) “Persepsi Mahasiswa
Pendidikan Sejarah Terhadap Program Studi Pendidikan Sejarah (Studi
Kasus di Universitas Negeri Semarang Angkatan 2010). Permasalahan
yang diteliti yaitu latar belakang, minat, antusias, dan persepsi
mahasiswa terhadap studi pendidikan sejarah Universitas Negeri
Semarang. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif.
Dari kelima penelitian diatas maka penelitian mengenai
persepsi telah banyak dilakukan, karena setiap persepsi seseorang pasti
berbeda-beda. Oleh karena itu penting jika diadakan penelitian
persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini untuk meningkatkan
pendidikan karakter.

B. Kajian Teoritik
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam
otak. Meskipun alat untuk menerima stimulus itu serupa pada
setiap individu tetapi interpretasinya berbeda (Mahmud. 1909 : 41).
Persepsi juga merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang
dalam artian pengalaman-pengalaman kita yang telah lalu. Karena
itu apa yang kita persepsi pada suatu waktu tertentu akan
tergantung. Bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada
latar belakang beradanya stimulus itu, seperti pengalaman-
pengalaman kita yang terdahulu, perasaan kita pada waktu itu,
prasangka-prasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita.
Konsep Gestlat mengenai persepsi mengakibatkan para
pengikut aliran Gestalt menyatakan bahwa didalam persepsi, kita
cenderung untuk menyusun stimulus-stimulus sepanjang garis
tendensi-tendensi alamiah tertentu yang mungkin berkaitan dengan
fungsi menyusun dan meng-kelompok-kelompokkan yang terdapat
didalam otak. Diantara psikolog masa kini berpendapat bahwa apa
yang disebut “Tendensi-tendensi alamiah” ini adalah hasil dari
pengalaman yang dipelajari, dari manapun asal-usulnya, semua
sependapat bahwa tendensi-tendensi tersebut ada dan mengikuti
pola-pola yang hampir bersifat universal.
Menurut Walgito (1999: 45-49) persepsi diartikan sebagai
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus
yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated
dalam diri Individu. Dalam persepsi, stimulus dapat datang dari
luar (ekstern) dan datang dari dalam individu sendiri (intern).
Namun demikian, stimulus sebagian datang dari luar individu yan
bersangkutan. Meskipun persepsi dapat timbul dari bermacam-
macam alat indera, namun sebagian besar datang dari pengamatan
melalui indera penglihatan (Walgito, 2002 :70). Sedangkan
menurut Jalaluddin Rakhmat dalam Psikologi Komunikasi (1988 :
57) mengartikan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peritiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Jadi persepsi
ialah memberikan makna pada stimulus indrawi (sensory stimuly)
sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.
Suranto mengungkapkan bahwa Persepsi adalah
memberikan stimuli inderawi atau menafsirkan informasi yang
tertangkap oleh alat indera. Persepsi interpersonal adalah
memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari
seseorang yang berupa peran verbal maupun non-verbal. Persepsi
memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan
komunikasi, artinya kecermatan dalam mempersepsi stimuli
inderawi mengantarkan kepada keberhasilan komunikasi.
Sebaliknya kegagagalan dalam mempersepsi stimuli menyebabkan
miskomunikasi. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila kita
katakana, bahwa persepsi adalah inti komuniasi (Suranto Aw.
2011). Persepsi disebut inti komunikasi karena jika persepsi kita
tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi secara efektif.
Persepsilah yang menemukan kita memilih suatu pesan dan
menghasilkan pesan yang lain, memilih seorang teman dan
menghasilkan teman lain.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi merupakan sebuah proses yang kompleks, yang
terdiri dari proses penginderaan, pengorganisasian dan interpretasi.
Maka proses terjadinya persepsi dipengaruhi oleh beberapa
komponen. Ada beberapa hal yang berpengaruh dalam proses
persepsi bagi seorang individu. Menurut Walgito (2002 : 89)
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :
1) Objek yang dipersepsi
Objek yang menimbulkan stimulus yang mengenai alat
indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu
yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima
yang bekerja sebagai reseptor. Namun, sebagian terbesar
stimulus datang dari luar individu.
2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat menerima
stimulun. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai
alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat
kesadaran sebagai alat untuk mengadakan respon yang
diperlukan syaraf motoris.
3) Perhatian
Menyadari bahwa persepsi diperlukan adanay perhatian,
yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan
dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan
pemutusan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
2. Pertokohan R.A Kartini
a. Biografi R.A Kartini
Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879.
Meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25
tahun. Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan
perempuan pribumi.
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau
kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati
Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya
bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji
Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya,
silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong.
Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan
seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi,
maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam),
keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah
Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah
kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari
kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.
Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia
25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam
bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di
ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa
Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena
sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai
belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang
berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak
mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini
tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya
untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa
perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief
yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket
majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya
terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga
ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian
beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.
Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh
perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini
menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat.
Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga
masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh
kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan
yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20,
terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang
pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht
(Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang
bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-
feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-
perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).
Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati
Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah
pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November
1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan
dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang
kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini
digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat,
lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17
September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini
dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita
oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah
tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh
keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
b. Nilai-nilai Karakter R.A Kartini
Dalam biografi kartini menunjukkan banyak faktor yang
mempengaruhi kehidupannya termasuk pemikirannya. Dengan
menganalisis perjalanan sejarah kehidupan RA Kartini ada faktor-faktor
karakter building yang dapat di unggah dalam pendidikan pada masa
sekarang ini antara lain:
1) Karakter Kuat,Cerdas dan religius.
Karakter ini bermula dari faktor keluarga. Ayahnya seorang ningrat
Jawa yang berpikiran progresif dan eyangnya yang pernah menjadi bupati
Demak, seorang tokoh yang dibanggakan Kartini sebagai pelopor
modernisasi. Lingkungan kota Demak sebagai kota Islam sedikit banyak
mempengaruhi pola pikir RA Kartini. Pada saat ada kesempatan sowan
pada eyangnya di Demak Beliau berkesempatan bertemu dan berdialog
dengan para sesepuh yang berpandangan bijak dan memiliki kekayaan
rohani. Ibundanya, R.A Ngasirah, putra dari guru agama di desa
Telukawur Jepara, sangat keras dalam pendidikan agama. Beliau
mengundang ibu guru agama untuk mengajar al-Quran kepada tiga
serangkai. Meskipun anak-anak merasa terpaksa, pendidikan masa kecil itu
besar pengaruhnnya.
2) Karakter sosial kritis.
Kondisi Keluarga RA Kartini dengan berkaca pada ibundanya RA
Ngasirah adalah bukti perempuan yang termarginalkan dalam kehidupan
sosial kala itu, ditambah dengan keadaan masyarakat yang miskin dengan
kehidupan yang serba kekurangan, terlebih posisi perempuan yang sangat
rentan untuk diperlakukan tidak adil adalah dasar pembentukan karakter
sosial kritis RA Kartini, selain juga kondisi keluarga terutama Ayahnya
yang satu sisi sebagai sosok yang dikagumi tapi sisi lain ayahnya juga
contoh berprilaku poligami yang tidak disukainya.
Karakter sosial kritis ini terbangun juga dari perjalanan RA Kartini
dengan melihat sendiri kondisi keberagamaan masyarakat yang masih
sederhana dan bercampur denga adat-adat Jawa, menyebabkan penafsiran
dan pengalaman ajaran agama terasa kaku. Al-Qur’an dan do’a yang
belum diterjemahkan kedalam bahasa Jawa berbeda dengan injil dan
sembahyangan orang Kristen dengan menggunakan bahasa Jawa yang
dapat dipahami. Mengundang daya kritis Kartini untuk
mempertanyakannya.
3) Karakter pendidik
Anak-anak dari ayahnya semuanya disekolahkan walaupun tingkat
pendidikannya tidak sama, kesempatan sekolah dan pemahaman manfaat
pendidikan dalam merubah kehidupan yang dan pemahaman manfaat
pendidikan dalam merobah kehidupan yang dirasakannya, menjadikan RA
Kartini berjiwa pendidik.
Jiwa ini pula dipersubur dengan keinginannya sekolah yang Beliau
inginkan tapi harus gagal terus, sehingga Beliau berfikiran betapa sulitnya
anak perempuan untuk sekolah. Jiwa pendidik, pengayom dan pelindung
juga didapat dari ibundanya yang tugas utamanya dalam keluarga adalah
sebagai pendidik anak- anaknya, darah inipun mengalir pada diri RA
Kartini ketika Beliau mau dipersunting dengan mengajukan syarat ingin
menjadi pendidik, serta keinginan menjadi pendidik ini direalisasikan saat
sudah hidup berumah tangga di Rembang.
Jiwa ini terilhami juga dari sikap hidup orang tuanya yang
bijaksana. Ayahnya yang berpendidikan modern dapat memahami gejolak
jiwa. Kartini dalam menyikapi realitas kehidupan sosial keagamaan.
Ibunya yang berpikiran sederhana tetapi tegas dalam prinsip dan memiliki
kekayaan rohani berperan sebagai salah satu sumber inspirasi alamiyah
yang berpengaruh terhadap kematangan jiwa pendidik RA Kartini.
4) Karakter sosial dan visi progresif
Karakter ini RA Kartini banyak didapat dari pergaulan hidup
Beliau selama hidupnya termasuk bergaul dengan teman-temannya baik di
Batavia maupun di negeri Belanda yang beragama lain dapat
mengembangkan sikap toleransi dan menunjukkan visi progresifnya.

3. Pembelajaran Sejarah
a. Makna Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah terutama pembelajaran sejarah nasional adalah
salah satu dari sejumlah pembelajaran, mulai dari SD (Sekolah Dasar)
sampai dengan SMA (Sekolah Menengah Atas), yang mengandung tugas
menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air. Tugas pokok
pembelajaran sejarah adalah dalam rangka character building peserta didik.
Pembelajaran sejarah akan membengkitkan kesadaran empati (emphatic
awareness) dikalangan peserta didik, yakni sikap simpati dan toleransi
terhadap orang lain yang disertai dengan kemampuan mental dan sosial
untuk mengembangkan imajinasi dan sikap kreatif, inovatif, serta
parsitipasif (Aman, 2011:2).
b. Tujuan Pembelajaran Sejarah
Tujuan pembelajaran sejarah pada umumnya adalah
memperkenalkan pelajaran kepada riwayat perjuangan manusia untuk
mencapai kehidupan yang bebas bahagia, adil makmur, serta menyadarkan
pelajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia berjuang pada umumnya
(Ali, 1963:318).
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran
sejarah di SMA secara rinci memiliki 5 tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan
tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan
masa depan.
2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara
benar dengan didasarkan peda pendekatan ilmiah dan metodologi
keilmuan.
3) Menumbuhkan apresiasi dan pengharhaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa indonsia di masa
lampau.
4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses
terbentuknnya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan
masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari
bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang
dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik
nasional maupun internasional.

C. Kerangka Berpikir
Persepsi adalah suatu proses pengalaman suatu obyek atau peristiwa
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang ditangkap
oleh panca indera. Jadi kita dapat mempersepsikan suatu kejadian bila kita
melihat obyek dengan alat indera kita atau dengan cara menyimpulkan
informasi - informasi dari orang lain tentang obyek tertentu kemudian kita
dapat menafsirkan obyek tersebut.
Kegiatan belajar mengajar materi sejarah yang disampaikan oleh guru
dikelas merupakan konsep-konsep yang masih bersifat abstrak atau dalam
tatanan ide/gagasan, untuk itu diperlukan guru sejarah yang profesional dimana
guru sejarah dituntut untuk menjabarkan konsep yang bersifat abstrak tersebut
menjadi sesuatu yang lebih nyata atau konkrit
Dalam proses belajar mengajar siswa memperoleh pembinaan
keteladanan dari guru, sehingga memunculkan persepsi dari siswa tentang
pertokohan RA Kartini, persepsi yang dimunculkan oleh siswa sangat beragam
dapat berupa persepsi yang positif, negatif atau malah tidak tahu, diharapkan
dari persepsi siswa tersebut dapat menguatkan pendidikan karakter dalam diri
siswa, berikut bagan kerangka berfikir penelitian ini:

siswa Persepsi siswa -Positif

-Negatif

-Tidak tahu
KBM

Pertokohan RA
Kartini

Bagan 1. Skema Kerangka Berpikir

Pada saat proses kegiatan belajar berlangsung dan guru sedang menjelaskan
materi pelajaran sejarah yang berkaitan dengan Pertokohan RA Kartini akan
memunculkan sebuah persepsi dalam diri siswa, apakah itu hasilnya positif atau
tidak tahu, disinilah peran guru untuk memotivasi para siswa agar memiliki sikap
yang berbudi luhur seperti seorang pahlawan nasional.
BAB III
Metode Penelitian

A. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul yang diangakat dalam penelitian ini, maka
lokasipenelitian ini yaitu kelas XI IPS 1 di SMA Negeri 2 Rembang
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk dan Strategi Penelitian ini berbentuk kedalam pendekatan
fenomenologi, pendekatan ini berasumsi bahwa pengalaman manusia
ditengahi oleh penafsiran. Objek, orang, situasi dan peristiwa tidak
mempunyai pengertiannya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan
untuk mereka, artinya mengambil fenomena-fenomena yang ada.
Berdasarkan rumusan masalah yang di angkat, penelitian ini
mendeskripsikan secara rinci mengenai persepsi siswa terhadap
pertokohan RA Kartini.. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriftif kualitatif fenomenologi untuk mendeskripsikan
persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini .
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan tiga sumber data, yakni (1) informan,
(2) hasil wawancara di lapangan dan (3) pustaka. Deskripsi dari
masing-masing sumber adalah sebagai berikut:
a. Informan atau Responden
Informan adalah seseorang yang diwawancarai untuk
didapatkan keterangan dan data untuk keprluan informasi
(Kontjaraningrat, 1997: 130). Selain itu dalam wawancara ada juga
yang disebut dengan istilah informasn pokok atau key informant,
yaitu sesorang yang memang ahli dalam bidang atau hal yang
menjadi pokok permasalahan. Informan yang dimaksud dalam
penelitian adalah siswa kelas XI IPS 1 di SMA N 2 Rembang.
b. Dokumen
Dokumen menjadi sumber data untuk menjadikan
penelitian lebih konkrit. Dokumen yang digunakan seperti Rencana
Perangkat Pembelajaran, Silabus, serta perangkat Kurikulum 2013
dalam pembelajaran mata pelajaran sejarah.
c. Sumber pustaka
Sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan landasan secara teoritik tentang
persepsi siswa dan pertokohan RA Kartini untuk menguatkan
pendidikan karakter.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber
dan cara (Sugiyono, 2012 : 308). Dalam penelitian ini teknik yang
digunakan adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Menurut Guba (dalam Moleong, 2011 : 186) maksud mengadakan
wawancara adalah mengonstruksi mengenai orang, kejadian,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.
Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah
wawancara terbuka. Wawancara terbuka adalah wawancara yang
para subjeknya tahu bahwa mereka sedang di wawancarai dan
mengetahui pula apa maksud dan tujuan dari wawancara itu.
Wawancara terbuka menggunakan pertanyaan dimana jawabannya
tidak terbatas pada satu jenis tanggapan atau jawaban saja, hal ini
berarti bahwa jawaban yang diperoleh seorang peneliti akan lebih
menjadi lebih kaya mengenai pelaksanaan wawancara, peneliti
langsung menemui sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
2. Observasi
Pengamatan atau observasi dapat diartikan sebagai upaya
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang dijadikan bahan kajian untuk
mendapatkan pengalaman dan data-data sesuai dengan
permasalahan dan tujuan penelitian (Ahmad dalam Asyari,
2013:48). Dalam penelitian ini, terhadap pembelajaran di kelas
dan pemahaman guru sejarah.
3. Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artunya
barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki banda-banda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dikumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian dan sebagainya (Arikunto,2010:201). Penelitian ini akan
mengabadikan sesuatu yang khas dari yang khusus dengan
menggunakan foto.
E. Teknik Cuplikan
Pada penelitian ini, teknik cuplikan menggunakan purposive
sampling. Artinya, sumber data dipilih melalui seleksi berdasarkan
pertimbangan dan tujuan tertentu. H.B Sutopo (2006) menjelaskan
bahwa dalam purposive sampling, peneliti memilih informannya
berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki
informasi berdasarkan permasalahan secara mendalam. Sekolah dan
guru yang dijadikan sasaran penelitian terlebih dahulu dipilih
berdasarkan karakteristiknya sesuai dengan kebutuhan dan
kemantapan peneliti dalam perolehan data.
F. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan atau validitas data merupakan faktor penting dalam
penelitian, sebab itulah perlu dilakukan pemeriksaan data sebelum
analisis dilakukan. Validitas data berguna untuk menentukan valid atau
tidaknya suatu data yang telah diperoleh. Untuk menguji validitas data
dalam penelitian ini dipergunakan teknik triangulasi. Teknik
triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moloeng,
2003: 330). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik pemeriksaan dengan penggunaan sumber, yaitu
mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda, agar bisa diuji validitasnya.
Data yang diperoleh dari wawancara dan angket dibandingkan
antara pendapatnya yang sesuai dan sama. Dalam hal ini wawancara
dilakukan dengan siswa kelas XI IPS 1 di SMA N 2 Rembang
kaitannya dengan persepsi siswa terhadap pertokohan RA Kartini
untuk menguatkan pendidikan karakter siswa. Dengan adanya
perbandingan data inilah maka akan diketahui tingkat validitas dari
data. Ketika dalam proses pembandingan data yang didapatkan sesuai
dengan data yang didapat dengan metode lain dan sumber lain yang
berbeda maka data tersebut dapat dinyatakan valid atau terpercaya.
G. Teknik Analisis
Analisis data kualitatif dalam Moloeng (Seiddel, 1998) proses
berjalannya yaitu mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. Data yang
diperoleh dari sumber kajian diolah sehingga diperoleh keterangan-
keterangan yang berguna, selanjutnya dianalisis. Dalam penelitian ini,
analisis data yang digunakan adalah Pendekatan kualitatif, yaitu
mengubah sebuah data menjadi sebuah temuan dimana tiada ada alat
ukur untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Pendekatan kualitatif
merupakan data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian kata
serta dimulai dari fakta, realita, gejala, dan masalah yang diperoleh.
Data tersebut telah disusun secara sistematis dari bahan hasil
wawancara yang menafsirkan dan menghasilkan suatu pemikiran,
pendapat, teori, ataupun gagasan baru yang dikenal dengan temuan.
Pengumpulan data kemudian dianalisis dengan berbagai tahap sebagai
berikut:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari
hasil penelitian. Reduksi data terjadi selama pengumpulan data
berlangsung dimana sudah tampak pada saat peneliti memutuskan
kerangka konseptual, wilayah penelitian, permasalahan penelitian,
pendekatan penelitian, dan metode pengumpulan data. Dengan
reduksi dapat menghasilkan informasi yang relevan dan tidak
relevan dan dapat digunakan untuk menarik kesimpulan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan menurut Matthew dan Michael dikutip oleh
Hamid Patilima (2011). Penyajian sering menggunakan bentuk teks
naratif dimana teks tersebut tidak tersusun dengan baik dan sangat
berlebihan. Kondisi tersebut seringkali terjadi pada peneliti dalam
melakukan kesalahan atau gegabah dalam mengambil kesimpulan.
Oleh karena itu, peneliti harus menampilkan data yang dianalisa
untuk melihat perbedaan dan persamaan informasi subjek.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan suatu proses yang
bermula pada pengumpulan data, pengertian, pola, alur sebab-
akibat, dan proposi. Kesimpulan akhir berdasarkan pada kumpulan
catatan penelitian, penyimpanan, metode pencarian ulang, dan
kecakapan peneliti. Kesimpulan dapat ditarik dari data yang
diambil dari penelitian yang kemudian dapat dibandingkan
hasilnya. Ketiga alur dalam analisis data kualitatif apabila
digambarkan adalah sebagai berikut:

PENGUMPULAN DATA

PENYAJIAN DATA

REDUKSI DATA

KESIMPULAN-KESIMPULAN
PENAFSIRAN / VERIFIKASI

Gambar 1. Komponen-komponen Analisis data model interaktif


(Milles dan Humberman. 2000 :20)
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter
Di Sekolah. Yogyakarta : Diva Press

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka


Darsono, 2002. Theori Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Daryanto, H. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Umum.

Koentjoroningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.


Gramedia.
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah. Jakarta: Grasindo.

Koenjtaraningrat. 1997. “Metode Wawancara” dalam Koentjaraningrat (Ed).


Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.
Miles, B Matthew & A. Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai