Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SISTEM REPRODUKSI ANGKATAN VI TINGKAT III SEMESTER V

PRODI S1 KEPERAWATAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PRIA

OLEH:

RIMBA APRIANTI,S.KEP.,NS.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES EKA HARAP PALNGKA RAYA
TAHUN AJARAN 2016/2017
ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI

Pada laki-laki, beberapa organ berfungsi sebagai sebagaian dari traktus


urinarius maupun sistem reproduktif. Kelainan pada organ reproduktif pria dapat
mengganngu fungsi salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem
reproduktif pria biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari sistem
reproduktif pria adalah testis, vas deferen (duktus deferen) dan vesika seminalis,
penis, dan kelenjar asesori tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar cowper
(kelenjar bulboretral).
Organ reproduksi pria terdiri atas organ reproduksi dalam dan organ reproduksi luar.

1.Organ Reproduksi Dalam

Organ reproduksi dalam pria terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan kelenjar
asesoris.
Testis

Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir
(skrotum). Testis berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis terdapat di bagian
tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang
terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos.

Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk memproduksi sperma dan
hormon kelamin jantan yang disebut testoteron.

Testis adalah gonad pria. Testis dibentuk pada masa embrio di dalam rongga
abdomen dekat dengan ginjal. Selama sebulan terakhir masa kehidupan janin,
testis turun kea rah posterior ke peritoneum, untuk menetap pada dinding
abdomen dalam lipatan paha. Kemudian kedua testis terus turun sepanjang kanalis
inguinalis ke dalam srotum. Dalam proses penurunan ini kedua testis disertai oleh
pembuluh darah, limfatik, saraf, dan duktus, yang menyangga jaringan dan
membentuk korda spermatik. Korda ini memanjang dari cincin inguinal internal
melalui dinding abdomen dan kanalis inguinalis hingga ke skrotum. Ketika testis
turun ke dalam skrotum, sebuah tubular yang memanjang dari peritoneum yang
menyaertainya. Normalnya jaringan ini mengalami obliterasi, satu-satunya bagian
yang tersisa yang menyaelimuti testis adalah tunika vaginalis. (Ketika proses
peritoneal ini tidak mengalami obliterasi tetapi tetap terbuka ke dalam rongga
abdomen, kantung potensial tersisa, sehingga ke dalamnya dapat masuk
kandungan abdomen untuk membentuk suatu hernia inguinal tak-langsung).
Testis bersarang didalam skrotum, yang menjaga keduanya pada suhu yang
sedikit lebih rendah dari suhu tubuh keseluruhan untuk memfasilitasi
spermatogenesis (pembentukan sperma). Testis terdiri atas banyak tubulus
seminiferus tempat dimana sperma dibentuk. Tubulus koligentes mengirimkan
sperma ke dalam epididimis, suatu struktur seperti topi yang terletak pada testis
dan mengandung duktus yang melebar yang mengarah ke dalam vas deferan.
Struktur tubulus yang keras ini menjalar ke arah atas melalui kanalis inguinalis
untuk memasuku rongga abdomen di belakang peritoneumdan kemudian
memanjang ke bawah kearah basal kandung kemih. Suatu tonjolan berkantung
dari struktuk ini disebut vesika seminalis, yang berfungsi sebagai wadah untuk
sekresi testikuler. Traktus ini berlanjut sebagai duktus ejakutaorius, yang
kemudian menjalar melalui kelenjar prostat untuk masuk ke dalam uretra. Sekresi
testikuler melewati jalur ini ketika mereka keluar penis dalam aksi reproduktif.

Tubulus Seminiferus
Setiap testis terisi oleh ratusan tubulus panjang bergelung-gelung yang
disebut tubulus seminiferus. Sperma imatur terbentuk dari sel-sel tunas yang
terletak di dinding tubulus dan kemudian bermigrasi melalui lumen tubulus.
Tubulus seminiferus terbentuk dari dua jenis sel: sel sertoli, yang melapisi bagian
dalam tubulus, dan sel interstisium Leydig, yang mengelilingi bagian luar tubulus.
Sperma yang tengah berkembang mendapat tunjangan penting dan makanan dari
selsel sertoli selama pematangannya. Sel-sel interstisium leydig mensintesis dan
mengeluarkan testosteron selama masa gestasi dan pubertas. Testosteron penting
untuk pematangan sperma dan kelangsungan hidup sel sertoli.

Saluran Pengeluaran

Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari epididimis, vas
deferens, saluran ejakulasi dan uretra.

Epididimis, Vas Deferens, dan Uretra


Epididimis
Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam skrotum yang
keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan dan kiri.
Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai
sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens.

Vas deferens

Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran


lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas
deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam
kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma
dari epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis).

Uretra
Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis.
Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung semen dan
saluran untuk membuang urin dari kantung kemih.

Dari tubulus seminiferus, sperma berjalan ke tubulus panjang lain,


epididimis. Epididimis berjalan melingkar di bagian belakang testis kemudian
menuju ke atas ke arah rongga peritoneum. Epididimis berjalan menuju vas
deferens. Vas deferens masuk ke rongga peritoneum dan melebar untuk
membentuk suatu rongga yang disebut ampula, yang memiliki struktur mirip
kelenjar berkelok-kelok yang disebut vesika seminalis di kedua sisi.
Pada ampula, vas deferens membentuk duktus ejakulatorius. Duktus
ejakulatorius melewati kelenjar prostat dan bergabung dengan uretra interna di
bawah kandung kemih. Uretra interna memasuki penis membentuk uretra.
Kelenjar penskresi-mukus melapisi uretra.

Kelenjar Asesoris
Selama sperma melalui saluran pengeluaran, terjadi penambahan berbagai
getah kelamin yang dihasilkan oleh kelenjar asesoris. Getah-getah ini berfungsi
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pergerakakan sperma. Kelenjar
asesoris merupakan kelenjar kelamin yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar
prostat dan kelenjar Cowper .

Vesikula Seminalis
Pada perangsangan seksual, vesika seminalis mengeluarkan suatu zat mirip
mucus yang mengandung gula, prostaglandin, dan fibrinogen ke dalam duktus
ejakulatorius. Sperma menggunakan gula untuk energinya dan prostaglandin
membentu sperma menembus serviks wanita. Prostaglandin juga dapat
menyebabkan kontraksi saluran genitalia wanita, yang mendorong sperma dalam
perjalanannya menuju sel telur.
Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan
kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding
vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan
bagi sperma.

Kelenjar Prostat
Prostat adalah kelenjar berbentuk seperti buah kenari yang terletak di bawah
kandung kemih. Kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh
duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferens. Kelenjar ini
menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis
sesuai dengan kebutuhan spermatozoa.
Sewaktu rangsangan seksual, prostat mengeluarkan cairan encer seperti susu
yang mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan
ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma. Cairan prostat
bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap di dalam vagina wanita, bersama
ejakulat yang lain, cairan ini menetralkan sekresi vagina yang bersifat asam;
cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan
dengan Ph rendah.
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah
kantung kemih. Kelenjar prostat menghasilkan getah yang mengandung
kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan hidup sperma.
Kelenjar Cowper
Kelenjar cowper terletak di bawah prostat di dalam aspek posterior uretra.
Kelenjar ini membuang sekresinya ke dalam uretra saat ejakulasi, dengan
memberikan lubrikasi.
Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang
salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang
bersifat alkali (basa).

2.Organ Reproduksi Luar

Penis

Penis mempunyai fungsi ganda: penis merupakan organ untuk kopulasi dan
untuk urinasi. Secara anatomis, penis terdiri atas glans penis, korpus, dan pangkal
penis (radik). Glans penis adalah bagian bulat yang lunak pada ujung distal penis.
Uretra, tuba yang membawa urin, membuka pada ujung glans. Normalnya, glans
ditutupi atau dilindungi oleh kulit yang memanjang-prepusium-yang mungkin
harus diretraksi untuk memajan glans penis. Korpus penis terdiri atas jaringan
erektil yang mengandung banyak pembuluh darah yang menjadi membesar,
mengacu pada ereksi selama rangsangan seksual. Uretra, yang menjalar melalui
penis, memanjang dari kandung kemih melalui prostat ke ujung distal penis.
Penis terdiri dari tiga rongga yang berisi jaringan spons. Dua rongga yang
terletak di bagian atas berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi
berada di bagian bawah yang berupa jaringan spons korpus spongiosum yang
membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang
rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung saraf
perasa. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah
sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi).

Skrotum

Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang di dalamnya berisi


testis. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di
antara skrotum kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan
ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan
skrotum sehingga dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat
serat-serat otot yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut
otot kremaster. Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar
kondisinya stabil. Proses pembentukan sperma (spermatogenesis) membutuhkan
suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat lebih rendah daripada suhu tubuh.

Persarafan Sistem Reproduksi Pria


Neuron-neuron sensorik aferen serta serabut simpatis dan parasimpatis
eferen dijumpai di seluruh genitalia pria. Serabut – serabut sensorik aferen
menjadi aktif sebagai respons terhadap perangsangan taktil dan mengirimkan
informasi tersebut ke korda spinalis. Saraf parasimpatis keluar dari spina setinggi
daerah skralis dan mempersarafi arteri dan arteriol penis. Serabut-serabut
parasimpatis mengeluarkan neurotransmiter asetilkolin, yang menyebabkan
dilatasi pembuluh darah. Saraf simpatis keluar dari spina dari suatu area di atas
lumbar dan mempersarafi otot-otot polos vas deferens dan ampula. Saraf-saraf
simpatis mengeluarkan neurotransmiter norepinefrin, yang menyebabkan
kontraksi otot polos. Serabut-serabut simpatis juga mempersarafi dan
menyebabkan kontraksi prostat dan vesikula seminalis. Neuron-neuron desendens
dari pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk korteks serebrum, mempengaruhi
pelepasan muatan serabut-serabut simpatis dan parasimpatis.

Proses Seksual Pada Pria


Manipulasi fisik terhadap penis atau khayalan mengenia seks akan
merangsang saraf simpatis dan para simpatis dan menyebabkan rangsangan
seksual. Terdapat empat tahap proses seksual pada pria: ereksi, emisi, ejakulasi,
dan resolusi. Semua tahap dapat terjadi hanya dari refleks-refleks spinal sederhana
yang dicetuskan oleh stimulasi sensorik. Keempatnya tidak memerlukan
keterlibatan susunan saraf pusat. Namun, rangsangan mental dan fisik normal
meningkatkan rangsangan seksual. Rangsangan otak yang bersifat inhibisi dapat
menginterupsi refleks spinal di setiap titik.

Ereksi
Penis mengeras dan memanjang selama rangsangan seksual. Ereksi terjadi
akibat pengaktifan serabut-serabt parasimpatis ke penis yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Sewaktu arteri dan arteriol penis terisi
darah, vena yang keluar dari penis menjadi tertekan dan tersumbat. Oklusi vena
menyebabkan jaringan berongga di dalam batang penis, korpus kavernosum dan
korpus spongiosum, membengkak. Pembengkakan jaringan ini menyebabkan
ereksi. Perangsangan parasimpatis juga menyebabkan kelenjar-kelenjar yang
melapisi uretra mengeluarkan mukus. Mukus membasahi glans (kepala) penis,
yang mempermudah dan meningkatkan kenikmatan yang berkaitan penetrasi
terhadap vagina. Selama tahap ini, denyut jantung dan pernapasan meningkat.

Emisi
Sewaktu kenikmatan seksual mencapai suatu titik kritis, pengaktifan saraf-
saraf simpatis ke penis menyebabkan kontraksi vas deferens dann ampula. Hal ini
menyebabkan terjadinya emisi, yaitu terdorongnya sperma keluar dari va deferens
dan ampula melalui duktus ejakulatorius ke dalam uretra. Selama emisi,
perangsangan simpatis ke prostat dan vesikula seminalis menyebabkan
pengeluaran sekresi prostat dan vesikula seminalis ke dalam duktus ejakulatorius.
Konbinasi sperma, sekresi prostat, dan sekresi vesikula seminalis disebut semen.

Ejakulasi
Dengan penambahan semen ke dalam uretra bagian dalam, timbul perasaan
penuh. Serabut-serabut sensorik yang berjalan ke korda spinalis menyampaikan
perasaan ini sehingga terjadi pengaktifan lebih lanjut serabut-serabut simpatis dan
kontraksi otot polos duktus. Neuron-neuron motorik ke otot rangka di dasar penis
juga diaktifkan, yang menyebabkan otot-otot tersebut berkontraksi. Puncak dari
respon adalah kontraksi ritmik seperti gelombang yang disertai oleh perasaan
nikmat. Selama kontraksi ini, semen terdorog keluar secara kuat melalui uretra.
Emisi dan ejakulasi membentuk orgasme pria. Denyut jantung dan respirasi
mencapai maksimum pada tahap ini.

Resolusi
Setelah mengalami orgasm, pria memperlihatkan kebalikan rangsang
seksual, termasuk hilangnya ereksi serta kembalinya pola denyut jantung dan
pernapasan ke normal.

Spermatogenesis
Spermatogenesis (pembentukan sperma) berawal pada masa pubertas dan
berlangsung seumur hidup pria. Sel-sel germinal yang belum berdiferensiasi yang
melapisi tubulus seminoferus mengalami serangkaian pembelahan sel secara
mitosis, yang menghasilkan pembentukan spermatosis primer (sperma imatur)
yang akhirnya berkembang menjadi spermatozoa (sperma matang).
Spermatogenesis memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Dari setiap spermatosit
primer dihasilkan empat sperma hidup (masing-masing dengan 23 kromosom).
Spermatogenesis berlangsung di tubulus seminoferus di bawah kontrol dua
hormone hipofisis, yaitu hormone perangsang folikel (follicle stimulating
hormone, FSH) dan luteinizing hormone (LH)-serta hormone-hormon seks,
terutama testosterone.
a. Follicle Stimulating Hormone
FSH adalah sutu hormone protein yang dilepaskan oleh hipofisis anterior
sebagai respon terhadap suatu hormone perangsang dari hipotalamus:
gonadotropin-releasing hormone ( GnRH). FSH berkatan dengan reseptor
yang terdapat di membrane sel Sertoli yang melapisi tubulus seminiferus dan
mengaktifkan sistem perantara kedua adenosine monofosfat siklik (AMP).
Efek akhir FSH adalah menyebabkan sel Sertoli berproliferasi dan
mengeluarkan berbagai nutrien, ion, dan protein ke dalam tubulus yang
merangsang proliferasi dan diferensiasi sperma imatur lebih lanjut.
Sel-sel sertoli melepaskan umpan balik terhadap hipotalamus dan hipofisis
untuk mengontrol pelepasan FSH lebh lanjut dengan mengeluarkan hormone
inhibin. Kadar inhibin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas sel dan
menghambat pelepasan FSH lebih lanjut.
b. Luteinizing Hormone
LH adalah hormon protein kedua yang dilepaskan dari hipofisis anterior
sebagai respon terhadap perangsangan oleh GnRH. LH berikatan dengan sel-
sel leydig yang melingkari tubulus dan malalui pengaktifan sistem perantara
kedua Camp, merangsang pembentukan hormone steroid testosterone.
Testosterone berdifusi ke dalam tubulus seminiferus dan berikata denagan sel-
sel Sertoli, yang merangsang sel-sel ini untuk terus mensekresi protein, ion,
dan nurtien yang dibutuhkan untuk mempertahankan proliferasi dan
diferensiasi sperma. Salah satu protein yang dihasilkan sel-sel Sertoli, protein
pengikat androgen, memastikan bahwa kadar testosteron tetap tinggi di lumen
tubulus seminifeus. Sel-sel leydig yang matang biasanya terbentuk pada usia
sekitar 10 tahun pada anak laki-laki.
Testosterone member umpan balik ke hipotalamus, dan pada tingkat yang lebih
rendah ke hipofisis anterior, untuk menghambat pelepasan lebih lanjut GnRH
dan LH. Hal ini berfungsi untuk menjaga kadar testosteron dalam darah
relative konstan. Selain dibutuhkan untuk keberhasilan pembentukan sperma,
testosteron penting untuk pembentukan karakteristik seksual sekunder pada
pria dan pemeliharaan libido (dorongan seks) pria.
c. Rangsangan yang Mengatur Pelepasan GnRH
GnRH dikeluarkan dengan irama teratur sepanjang hari, yang menyebabkan
kadar hormone ini relative konstan dari hari kehari. Peningkatan atau
penurunan pelepasan GnRH dapat terjadi sesuai musim, atau pada kondisi fisik
dan psikis yang berbeda. Perubahan sekresi GnRH dapat mempengaruhi
pembentukan spermadengan mempengaruhi LH dan FSH serta dapat
mengubah libido.

Karakteristik Seks Sekunder Pria


Karakteristik seks sekunder pria berada di bawah kontrol androgen pria,
terutama testosteron. Karakteristik seks sekunder pria mencakup :
1. Peningkatan anabolisme protein dan masa otot
2. Peningkatan pertumbuhan dan kekuatan tulang
3. Pola rambut pada wajah, ketiak, dan pubis khas pria. Di sebagian besar tubuh
rambut tumbuh menebal.
4. Peningkatan aju metabolisme, mungkin akibat paningkatan anabolisme protein
(penimbunan) dan pembentukan masa protein. Hal ini menyebabkab
peningkatan kebutuhan kalori pada pria, yang dimulai dari masa pubertas,
dibanding dengan wanita.
5. Proliferasi dan pengaktifan kelenjar sebasea di kulit, yang menghasilkan zat
berminyak yang disebut sebum. Hal ini dapat meyebabkan jerawat, terutama
selama masa remaja.
6. Suara menjadi berat, akibat hipertrofi laring.
7. Kebotakan berpola pria, yang biasanya berawal dengan munculnya titik
kebotakan di puncak kepala. Kecenderungan genetic mempengaruhi kebotakan
berpola pria.

Proses ereksi
Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid.
Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk
menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina.
Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel.
Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang
mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan
darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.
Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis dan
parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis
(sumsum tulang belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar dari
medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4.
Sebaliknya syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11
sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus
kavernosa. Syaraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersyarafi otot-
otot polos
Syaraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls
(rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada
badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang
menyatu dengan syaraf-syaraf lain yang membentuk nervus pudendus.
Syaraf ini juga berlanjut ke kelumna vertebralis (sumsum tulang belakang)
melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara
sendiri atau bersama-sama melalui syaraf-syaraf di atas akan menghasilkan ereksi
penis.
Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteria
penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke
korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau
arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus
spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi
arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek
atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami
relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar
dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid.
Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi.
Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang
terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang
karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di
sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung
membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari Corpora Cavernosa pada
rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung.
MAKALAH
SISTEM REPRODUKSI ANGKATAN VI TINGKAT III SEMESTER V

PRODI S1 KEPERAWATAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA

OLEH:

RIMBA APRIANTI,S.KEP.,NS.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES EKA HARAP PALNGKA RAYA
TAHUN AJARAN 2016/2017
SISTEM REPRODUKSI WANITA
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak didalam
rongga pevis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genital eksterna, yang terletak
diperinium. Struktur reproduksi interna dan eksterna wanita berkembang dan
menjadi matur akibat rangsangan hormon estrogen dan progesteron. Hormon ini
dihasilkan sejak awal kehidupan janin dan berlanjut terus sampai masa pubertas
dan masa usia subur.
Sistem reproduksi wanita meliputi organ reproduksi, oogenesis, hormon
pada wanita, fertilisasi, kehamilan, persalinan dan laktasi.
1.Organ Reproduksi
Organ reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi dalam dan organ
reproduksi luar.

Organ reproduksi dalam


Organ reproduksi dalam wanita terdiri dari ovarium dan saluran reproduksi
(saluran kelamin).

Ovarium
Ovarium (indung telur) berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan
panjang 3 - 4 cm. Ovarium berada di dalam rongga badan, di daerah pinggang.
Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari. Ovum yang
dihasilkan ovarium akan bergerak ke saluran reproduksi.
Fungsi ovarium yakni menghasilkan ovum (sel telur) serta hormon
estrogen dan progesteron.

Saluran reproduksi
Saluran reproduksi (saluran kelamin) terdiri dari oviduk, uterus dan
vagina.
Oviduk
Oviduk (tuba falopii) atau saluran telur berjumlah sepasang (di kanan dan
kiri ovarium) dengan panjang sekitar 10 cm. Bagian pangkal oviduk berbentuk
corong yang disebut infundibulum. Pada infundibulum terdapat jumbai-jumbai
(fimbrae). Fimbrae berfungsi menangkap ovum yang dilepaskan oleh ovarium.
Ovum yang ditangkap oleh infundibulum akan masuk ke oviduk. Oviduk
berfungsi untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.

Uterus
Uterus (kantung peranakan) atau rahim merupakan rongga pertemuan
oviduk kanan dan kiri yang berbentuk seperti buah pir dan bagian bawahnya
mengecil yang disebut serviks (leher rahim). Uterus manusia berfungsi sebagai
tempat perkembangan zigot apabila terjadi fertilisasi. Uterus terdiri dari dinding
berupa lapisan jaringan yang tersusun dari beberapa lapis otot polos dan lapisan
endometrium. Lapisan endometrium (dinding rahim) tersusun dari sel-sel epitel
dan membatasi uterus. Lapisan endometrium menghasilkan banyak lendir dan
pembuluh darah. Lapisan endometrium akan menebal pada saat ovulasi
(pelepasan ovum dari ovarium) dan akan meluruh pada saat menstruasi.

Vagina
Vagina merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian dalam
pada wanita. Vagina bermuara pada vulva. Vagina memiliki dinding yang
berlipat-lipat dengan bagian terluar berupa selaput berlendir, bagian tengah berupa
lapisan otot dan bagian terdalam berupa jaringan ikat berserat. Selaput berlendir
(membran mukosa) menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual.
Lendir tersebut dihasilkan oleh kelenjar Bartholin. Jaringan otot dan jaringan ikat
berserat bersifat elastis yang berperan untuk melebarkan uterus saat janin akan
dilahirkan dan akan kembali ke kondisi semula setelah janin dikeluarkan.
Organ reproduksi luar

Organ reproduksi luar pada wanita berupa vulva. Vulva merupakan celah
paling luar dari organ kelamin wanita. Vulva terdiri dari mons pubis. Mons pubis
(mons veneris) merupakan daerah atas dan terluar dari vulva yang banyak
menandung jaringan lemak. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi oleh
rambut. Di bawah mons pubis terdapat lipatan labium mayor (bibir besar) yang
berjumlah sepasang. Di dalam labium mayor terdapat lipatan labium minor (bibir
kecil) yang juga berjumlah sepasang. Labium mayor dan labium minor berfungsi
untuk melindungi vagina. Gabungan labium mayor dan labium minor pada bagian
atas labium membentuk tonjolan kecil yang disebut klitoris.
Klitoris merupakan organ erektil yang dapat disamakan dengan penis pada
pria. Meskipun klitoris secara struktural tidak sama persis dengan penis, namun
klitoris juga mengandung korpus kavernosa. Pada klitoris terdapat banyak
pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa.
Pada vulva bermuara dua saluran, yaitu saluran uretra (saluran kencing)
dan saluran kelamin (vagina). Pada daerah dekat saluran ujung vagina terdapat
himen atau selaput dara. Himen merupakan selaput mukosa yang banyak
mengandung pembuluh darah.

2.Oogenesis
Oogenesis merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di
dalam ovarium terdapat oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur.
Oogonium bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom.
Oogonium akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Oogenesis telah dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan,
yaitu pada saat bayi berusia sekitar 5 bulan dalam kandungan. Pada saat bayi
perempuan berumur 6 bulan, oosit primer akan membelah secara meiosis. Namun,
meiosis tahap pertama pada oosit primer ini tidak dilanjutkan sampai bayi
perempuan tumbuh menjadi anak perempuan yang mengalami pubertas. Oosit
primer tersebut berada dalam keadaan istirahat (dorman).
Pada saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar
1 juta oosit primer. Ketika mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki
sekitar 200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami degenerasi
selama pertumbuhannya.
Saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan
hormon yang menyebabkan oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamanya.
Oosit yang mengalami meiosis I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama
ukurannya. Sel oosit pertama merupaakn oosit yang berukuran normal (besar)
yang disebut oosit sekunder, sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut
badan polar pertama (polosit primer).
Selanjutnya , oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II (meiosis kedua). Namun
pada meiosis II, oosit sekunder tidak langsung diselesaikan sampai tahap akhir,
melainkan berhenti sampai terjadi ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, oosit
sekunder akan mengalami degenerasi. Namun jika ada sperma masuk ke oviduk,
meiosis II pada oosit sekunder akan dilanjutkan kembali. Akhirnya, meiosis II
pada oosit sekunder akan menghasilkan satu sel besar yang disebut ootid dan satu
sel kecil yang disebut badan polar kedua (polosit sekunder). Badan polar pertama
juga membelah menjadi dua badan polar kedua. Akhirnya, ada tiga badan polar
dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum dari oogenesis setiap satu
oogonium.
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur
(folikel) merupakan sel pembungkus penuh cairan yang menglilingi ovum. Folikel
berfungsi untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga
mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit
sekunder hingga terjadi ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk
menyelubungi oosit primer. Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel
primer berkembang menjadi folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder,
folikel sekunder berkembang menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel
tersier berkembang menjadi folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit
sekunder lepas dari folikel, folikel akan berubah menjadi korpus luteum. Jika
tidak terjaid fertilisasi, korpus luteum akan mengkerut menjadi korpus albikan.

3.Hormon pada Wanita


Pada wanita, peran hormon dalam perkembangan oogenesis dan
perkembangan reproduksi jauh lebih kompleks dibandingkan pada pria. Salah satu
peran hormon pada wanita dalam proses reproduksi adalah dalam siklus
menstruasi.
Siklus menstruasi
Menstruasi (haid) adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus
yang disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi
oleh sperma. Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit
sekunder dari ovarium disebut ovulasi, yang berkaitan dengan adanya kerjasama
antara hipotalamus dan ovarium. Hasil kerjasama tersebut akan memacu
pengeluaran hormon-hormon yang mempengaruhi mekanisme siklus menstruasi.
Untuk mempermudah penjelasan mengenai siklus menstruasi, patokannya
adalah adanya peristiwa yang sangat penting, yaitu ovulasi. Ovulasi terjadi pada
pertengahan siklus (½ n) menstruasi. Untuk periode atau siklus hari pertama
menstruasi, ovulasi terjadi pada hari ke-14 terhitung sejak hari pertama
menstruasi. Siklus menstruasi dikelompokkan menjadi empat fase, yaitu fase
menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, fase pasca
ovulasi.

Fase menstruasi
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga
korpus luteum akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron.
Turunnya kadar estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari
dinding uterus yang menebal (endometrium). Lepasnya ovum tersebut
menyebabkan endometrium sobek atau meluruh, sehingga dindingnya menjadi
tipis. Peluruhan pada endometrium yang mengandung pembuluh darah
menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase menstruasi. Pendarahan ini
biasanya berlangsung selama lima hari. Volume darah yang dikeluarkan rata-rata
sekitar 50mL.

Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus
mengeluarkan hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk
mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di
dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit
primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut
folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga
melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan
kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium.
Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi
serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa. Lendir yang bersifat basa
berguna untuk menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung
lingkungan hidup sperma.

Fase ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi
perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi
menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan
FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan
hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de
Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder
dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada
hari ke-14.

Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit
sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak
sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu
progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding
dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah
pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan
pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28.
Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan
berubah menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi
estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan
progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk
melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan
tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.

4.Fertilisasi
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung
ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit
sekunder memasuki oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit
sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang
melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma
juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona
pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein
yang membungkus oosit sekunder.
Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit
sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi
aktivitas yang saling mendukung.
Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.

5.Laktasi
Kelangsungan bayi yang baru lahir bergantung pada persediaan susu dari
ibu. Produksi air susu (laktasi) berasal dari sepasang kelenjar susu (payudara) ibu.
Sebelum kehamilan, payudara hanya terdiri dari jaringan adiposa (jaringan lemak)
serta suatu sistem berupa kelenjar susu dan saluran-saluran kelenjar (duktus
kelenjar) yang belum berkembang.
Pada masa kehamilan, pertumbuhan awal kelenjar susu dirancang oleh
mammotropin. Mammotropin merupakan hormon yang dihasilkan dari hipofisis
ibu dan plasenta janin. Selain mammotropin, ada juga sejumlah besar estrogen dan
progesteron yang dikeluarkan oleh plasenta, sehingga sistem saluran-saluran
kelenjar payudara tumbuh dan bercabang. Secara bersamaan kelenjar payudara
dan jaringan lemak disekitarnya juga bertambah besar. Walaupun estrogen dan
progesteron penting untuk perkembangan fisik kelenjar payudara selama
kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon ini adalah untuk mencegah
sekresi dari air susu. Sebaliknya, hormon prolaktin memiliki efek yang
berlawanan, yaitu meningkatkan sekresi air susu. Hormon ini disekresikan oleh
kelenjar hipofisis ibu dan konsentrasinya dalam darah ibu meningkat dari minggu
ke-5 kehamilan sampai kelahiran bayi. Selain itu, plasenta mensekresi sejumlah
besar somatomamotropin korion manusia, yang juga memiliki sifat laktogenik
ringan, sehingga menyokong prolaktin dari hipofisis ibu.
Gangguan pada Sistem Reproduksi Wanita

Gangguan menstruasi
Gangguan menstruasi pada wanita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
amenore primer dan amenore sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya
menstruasi sampai usia 17 tahun dengan atau tanpa perkembangan seksual.
Amenore sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 – 6 bulan atau
lebih pada orang yang tengah mengalami siklus
menstruasi.

Kanker genitalia
Kanker genitalia pada wanita dapat terjadi pada vagina, serviks dan
ovarium.
Kanker vagina
Kanker vagina tidak diketahui penyebabnya tetapi kemungkinan terjadi
karena iritasi yang diantaranya disebabkan oleh virus. Pengobatannya antara lain
dengan kemoterapi dan bedah laser.
Kanker serviks
Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel abnormal tumbuh di seluruh
lapisan epitel serviks. Penanganannya dilakukan dengan mengangkat uterus,
oviduk, ovarium, sepertiga bagian atas vagina dan kelenjar limfe panggul.
Kanker ovarium
Kanker ovarium memiliki gejala yang tidak jelas. Dapat berupa rasa berat
pada panggul, perubahan fungsi saluran pencernaan atau mengalami pendarahan
vagina abnormal. Penanganan dapat dilakukan dengan pembedahan dan
kemoterapi.
Endometriosis
Endometriosis adalah keadaan dimana jaringan endometrium terdapat di
luar uterus, yaitu dapat tumbuh di sekitar ovarium, oviduk atau jauh di luar uterus,
misalnya di paru-paru.
Gejala endometriosis berupa nyeri perut, pinggang terasa sakit dan nyeri
pada masa menstruasi. Jika tidak ditangani, endometriosis dapat menyebabkan
sulit terjadi kehamilan. Penanganannya dapat dilakukan dengan pemberian obat-
obatan, laparoskopi atau bedah laser.
Infeksi vagina
Gejala awal infeksi vagina berupa keputihan dan timbul gatal-gatal.
Infeksi vagina menyerang wanita usia produktif. Penyebabnya antara lain akibat
hubungan kelamin, terutama bila suami terkena infeksi, jamur atau bakteri.
REFERENSI

1. Wulanda, Ayu Febri (2012). Biologi Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika


2. Syaifuddin (2009). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
3. Syaifuddin (2009). Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
4. Everett, Suzanne (2007). Baku Saku Kontrasepsi dan kesehatan seksual
reproduktif. Jakarta.EGC.
5. Bobak (2004). Buku Ajar kepeawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai