Anda di halaman 1dari 39

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan


jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain. (Menkes, 2015)

Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-


negara berkembang, sekitar 76 – 85 % kasus gangguan jiwa parah tidak dapat
pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2018). Masalah kesehatan jiwa
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan
dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat. Dari 150 juta populasi
orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada
1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan
untuk penyakit kejiwaan ini. Data rekam medik di RSJD Surakarta menunjukan
pasien pada tahun 2012 diantaranya rawat jalan 26.449 klien, rawat inap 2.906
klien, dari rawat inap yang mengidap penyakit skizofrenia 2.233 klien, laki-laki
1.495 (66,9%)  perempuan 738 (33,1%) (Medical record, 2017). Berdasarkan
laporan periode  bulan April 2013, pasien yang dirawat di ruang Abimanyu RSJD
Surakarta di dapatkan dari 32 klien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 16
klien yang mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi yang rata-rata
berumur antara 23 tahun sampai 65 tahun

Sehubungan dengan hal tersebut diatas peran dan fungsi perawat sangatlah
penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya mengatasi masalah
penyakit Halusinasi Pendengaran. Dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan
meliputi aspek promotif ( memberikan penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan status kesehatan ), preventif ( untuk mencegah atau mengontrol
1
2

halusinasi antara lain menutup kedua mata dan mengatakan pergi...., pergi.....,)
kuratif ( memperhatikan dan mengatur klien untuk minum obat), dan rehabilitatif (
Dokter, Perawat dan peran serta keluarga agar lebih memperhatikan dalam
perbaikan fisik dan perawatan diri yang optimal ). Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk mengangkat studi kasus tentang bagaimana pelaksanaan “Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan “bagaimana
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Perubahan persepsi sensori
: Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang.”.
1.3 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh kemampuan dalam menyusun, dan menyajikan laporan
studi. Serta pengalaman nyata dalam menyusun asuhan keperawatan pada pasien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dengan menggunakan
proses keperawatan dimulai dari melakukan pengkajian keperawatan, menetapkan
diagnosa, melakukan tindakan sesuai dengan intervensi dan implementasi
keperawatan, mengevaluasi hasil yang dapat dicapai pasien serta malakukan
pendokumentasian.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Tn. H
dengan gangguan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.2.2.2 Mahasiswa mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien Tn. H
dengan gangguan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.2.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn.H
dengan gangguan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
3

1.2.2.4 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Tn. H


dengan gangguan Perubahan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Teoritis
Dengan adanya penulisan studi kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memperkuat teori tentang bagaimana proses keperawatan dan
asuhan keperawatan pada Tn. H dengan gangguan Perubahan persepsi sensori :
Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang.
1.3.2 Praktis
1.3.2.1 Bagi Institusi
Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan, proses keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan
sehingga dapat memberikan umpan balik terhadap efektivitas pengajaran dan
bimbingan yang telah diberikan dan diterapkan untuk kemajuan dimasa
mendatang.
1.3.2.2 Bagi Rumah Sakit
Menyediakan kerangka berfikir secara ilmiah yang bermanfaat bagi rumah
sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendegaran. Serta menyediakan referensi bagi perawat Di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif.
1.3.2.3 Bagi Penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang didapat dari
lapangan praktik yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang didapatkan serta
sebagai acuan dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang lebih baik
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Halusinasi Pendengaran adalah melihat sesuatu yang berkisar dari bayangan
sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap bayangan tersebut (Kliat, 2016).

Halusinasi Pendengaran adalah melihat sesuatu, hewan, mesin, barang, dan


orang dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (Maramis, 2015).

Halusinasi Pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan


panca indra Pendengaran (Isaac, 2017).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, Pendengaran, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2017).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan


rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Farida, 2017).

2.2. Etiologi
Penyebab halusinasi belum diketahui secara pasti namun ada beberapa teori
yang menyatakan: halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi juga
dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi fisik sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
5

antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya


pemberian obat diatas.
Halusinasi juga dapat terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada
individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan, penyebab halusinasi
pendengaran secara fisik tidak diketahui namun banyak faktor – faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan budaya, faktor
pencetusnya halusiansi adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

2.3. Proses Halusinasi 4


2.3.1. Fase pertama(Non-psikotik)
Klien mengalami perasaan mendalam seperti cemas (ansietas), kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri dan pengalaman sensori masih ada dalam
kontrol kesadaran non psikotik.
2.3.2. Fase kedua(Non-psikotik)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
2.3.4. Fase ketiga(Psikotik)
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
6

berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan


berhubungan dengan orang lain.
2.3.5. Fase kempat(Psikotik)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

2.4. Teori Yang Mendukung.


Menurut stuart (2017) halusinasi terdiri dari dari:
2.4.1. Halusinasi Pendengaran (akusti auditorik)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang.
Suara berbentuk kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
2.4.2. Halusinasi Pendengaran (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang
menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat monster.
2.4.3. Halusinasi bau atau penghidung (Okvatorius)
Individu yang mengatakan mencium bau-bauan tertentu seperti bau darah,
urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
2.4.4. Halusinasi kecap (gustatorik)
Halusinasi merasa ada sesuatu rasa dimulutnya.
2.4.5. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
2.4.6. Cenestetik.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urine.
2.4.7. Kinistetik.
7

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.5. Rentang Respon Neurobiologi


Adaptif Maladaptif
- Pikiran logis - Distorsi pikiran -Gangguan pikir/delusi
-Persepsi kuat -Ilusi -Halusinasi
-Emosi konsisten -Reaksi emosi -Sulit berespon positif
-Perilaku sesuai -Perilaku aneh/tidak biasa -Perilaku disorganisasi
2.6. Rentang Respon

Proses pikir kadang terganggu (Ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
2.6.1. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
2.6.2. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma -norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
2.6.3. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
2.6.4. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

2.7. Respon Maladaptif


2.7.1. Gangguan proses pikir/waham adalah keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitis yang salah.
8

2.7.2. Halusinasi adalah gagngguan penerimaan tanpa adanya rangsangan dari


luar.
2.7.3. Kerusakan proses pikir emosi adalah tidak dapat mengontrol perasaannya.
2.7.4. Pikiran tidak terorganisasi adalah cara berpikir tidak realistis.
2.7.5. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
2.7.6. Halusinasi pendengaran: adalah menghindar untuk berhubungan dengan
orang lain.
2.8. Faktor Predisposisi
2.8.1. Faktor biologis
Abnormalita sperkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis
yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian sebagai berikut:
2.8.1.1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofren.
2.8.1.2. Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan.
2.8.1.3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2.8.2. Faktor Psikologis.
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi  psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
2.8.3. Faktor Sosial budaya.
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi  realita seperti: kemiskinan,
perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.
2.9. Faktor Presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah
koping dapat mengindikasi  kemungkinan kekambuhan (Kelliat, 2016).
9

2.9.1. Biologis.
Ganggguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi  stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2.9.2. Sterss lingkungan.
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
2.10. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
dengar: Bicara, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara.
Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan, tidak dapat membedakan hal yang
nyata dan hal yang tidak nyata, tidak dapat memusatkan konsentrasi/perhatian,
pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sikap curiga dan bermusuhan,
menarik diri, menghindar dari orang lain, sulit membuat keputusan, Ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, menyalahkan diri sendiri/orang lain.
Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri: mandi, berpakaian, Muka
merah kadang pucat, Ekspresi wajah tegang, Tekanan darah meningkat, Nadi
cepat, Banyak keringat.

2.11. Mekanisme Koping


Prilaku yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neorobiologik termasuk:
2.11.1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari- hari.
2.11.2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
2.11.3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal(Stuart , 2017)

2.12. Komplikasi.
Komplikasi yang mungkin dapat muncul pada penderita halusinasi adalah
adanya prilaku kekerasan, yaitu resiko mencedrai dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan selain itu komplikasi lainnya dapat muncul adalah mengisolasi diri
10

sendiri, klien kurang memperhatikan selfcare,menunjukan kerekatan terhadap


realita dan bertindak terhadap realita, gangguan orientasi realita.

2.13. Penatalaksanaan
2.13.1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2.13.2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
2.13.3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
2.13.4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
2.13.5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
11

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila


sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

2.14. Diagnosa keperawatan.


1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial.
3. Harga diri rendah
4. Resiko Perilaku kekerasan
2.15. Perencanaan keperawatan.
Diagnosa : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pengelihatan.
TUM : Klien mampu mengontrol halusinasi.
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi:
Setelah interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat, Ekspresi
wajah bersahabat, Menunjujkkan rasa senang, Ada kontak mata, Mau berjabat
tangan, Mau menyebutkan nama, Mau menjawab salam, Mau duduk
berdampingan dengan perawat, Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.

Rencana tindakan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
c. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan.
d. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
e. Buat kontrak yang jelas
f. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi.
g. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
h. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
12

i. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.


j. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien

TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria evaluasi.
Setelah interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan: Jenis, Isi, Waktu,
Frekuensi, Perasaan, Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi,
Responnya saat mengalami halusinasi.
Rencana tindakan.
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri, ke kanan, dan ke depan seolah ada teman
bicara.
c. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu halusinasi dengar, Jika klien
menjawab ya, tanyakan apa yang sedang didengarnya, lanjutkan suara apa yang
katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi ) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama,
katakan perawat akan membantu klien. Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :Isi,
waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering
dan kadang-kadang ) Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
f. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati
halusinasinya
13

TUK 3: klien dapat mengontrol halusinasinya.


Kriteria evaluasi
Setelah interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. Klien dapat menyebutkan cara
baru mengontrol halusinasi. Klien dapat memilih dan memperagakan cara
mengatasi halusinasi. Klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya. Klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Rencana tindakan

a. Identifikasibersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi.
b. Diskusikan cara yang digunakan klien,Jika cara yang digunakan adaptif beri
pujian, Jika cara yang digunakan maladaptive diskusikan kerugian cara tersebut
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata(“saya tidak mau dengar’’) pada
saat halusinasi terjadi temui orang lain(perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal
kegiatan sehari-hari yang telah disusun, Meminta keluarga/teman/perawat
menyapa jika sedang berhalusinasi.
d. Bantu klien memilih cara yang sudah diajurkan dan latih untuk mencobanya.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
f. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi.

TUK 4: Klien dapat dukungan dari kelaurga dan mengontrol halusinasinya


Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat, keluarga dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Rencana tindakan
a. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik ).
14

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga kunjungan rumah):


pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-
obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yag halusinasi di rumah (beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama,
memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi).
c. Beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.

TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik


Kriteria evaluasi:
Setelah interaksi klien menyebutkan: manfaat minum obat, kerugian tidak munum
obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Rencana tindakan
2.15.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
2.15.2. Pantau klien saat penggunaan obat.
2.15.3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
2.15.4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
2.15.5. Ajurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.
15

BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tanggal MRS : 28 November 2019


Tanggal Dirawat di Ruangan : 28 November 2019
Tanggal Pengkajian : 08 Januari 2020
Ruang Rawat : Cendrawasih

3.1 Identitas Klien


Nama : Tn. H
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SLTP
Agama : Islam
Status : Belum menikah
16

Alamat : Jl. Asanudin Kota Karangan


Pekerjaan : Tidak ada
Jenis Kel. : Laki- laki
No. RM : 123xxx
3.2 Alasan Masuk
a. Data Primer
Klien mengatakan masuk RSJ karena klien sering mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk melakukan aksi pembunuhan, yang
membuat dirinya merasa takut dan marah-marah.
b. Data Sekunder
Dari data yang di dapat di buku status klien di antarkan oleh keluarga di
RSJ pada tanggal 28 November 2019 lalu klien dirawat diruang
cendrawasih pada tanggal 28 November 2019.
c. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien mengatakan mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk
melakukan aksi pembunuhan, yang membuat dirinya merasa takut dan
marah-marah.
3.3 Faktor Presipitasi
Ds: Setelah dilakukan pengkajian <6 bulan yang lalu dari bulan, Agustus,
September, Oktober, klien mengatakan tidak ingat apa yang terjadi tetapi
pada bulan November klien mengatakan bahwa pernah putus obat dan pada
bulan Desember klien mengalami kekambuhan hingga klien mengatakan
mendengar bisikan-bisikan yang menyuruh nya melakukan tindakan
pembunuhan yang membuat dirinya menjadi takut dan ingin selalu marah-
marah, klien curiga dengan orang lain dan mengancam orang lain dengan
senjata tajam lalu keluarga korban membawanya ke RSJ dr. Radjiman
Widiodiningrat malang.
Do: Dari data yang didapat di buku
13 status, klien di antarkan di RSJ dr.
Radjiman Widiodiningrat malang oleh Densos Keputih pada tanggal 28
November 2019 lalu klien dirawat diruang cendrawasih pada tanggal 28
November 2019.
3.4 Faktor Predisposisi
17

3.4.1 Pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya


Ds : Klien mengatakan tiga bulan yang lalu klien mengalami pengobatan
gangguan jiwa di puskesmas kediri dan ahir nya klien mengalami putus obat
karena klien tidak mau minum obat hingga klien mengalami kekambuhan
yang mengakibatkan klien mengatakan klien mengatakan mendengar
bisikan-bisikan yang menyuruh nya melakukan tindakan pembunuhan yang
membuat dirinya menjadi takut dan ingin selalu marah-marah, klien curiga
dengan orang lain dan mengancam orang lain dengan senjata tajam, yang
akhirnya klien dibawa ke RSJ dr. Radjiman Widiodiningrat malang.
Do: Data yang didapat dari buku status klien menjalani rawat di puskesmas
Kediri, obat tidak diminum, klien marah-marah tanpa sebab, merasa curiga
dengan orang lain, mengancam orang lain menggunakan senjata tajam,
mondar-mandir, makan harus dipaksa, sulit tidur, susah minum obat dan
saat mandi klien suka menghabiskan air 1 bak.
3.4.2 Faktor Penyebab/Pendukung
3.4.2.1 Riwayat Trauma

No Jenis Usia Pelaku Korban Saksi


1. Aniyaya fisik 23 - √ -
2. Aniyaya Seksual - - - -
3. Penolakan - - - -
4. Kekerasan dalam Keluarga - - - -
5. Tindakan Kriminal 16 √ - -

Ds: Klien mengatakan saat berumur 16 tahun klien mengenal narkotika jenis LL,
tidak hanya menggunakan tetapi juga mengedarkan, minum-minuman keras dan
melakukan seks bebas.
Do: Dari data yang di dapat di buku status klien pernah mengalami putus obat
tidak diminum,riwayat penggunaan NAPZA, klien marah-marah tanpa sebab,
klien curiga dengan orang lain dan mengancam orang lain dengan senjata tajam,
klien jarang tidur bila tidak tidur klien suka bicara sendiri, mondar-mandir, makan
harus dipaksa, sulit tidur, susah minum obat dan saat mandi klien suka
menghabiskan air 1 bak.
18

3.4.2.2 Pernah melakukan upaya / percobaan /bunuh diri


Ds: Klien mengatakan pernah mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan
dirinya kesungai dan menutup mulut serta hidungnya.
Do: Ketika klien diberikan dua pertanyaan pernah atau tidak melakukan upaya/
percobaan/ bunuh diri menjawap iya pernah, jawaban spontan, kontak mata ada,
mengerutkan dahi, tangan sambil melambai, klien posisi duduk tegak.
3.4.2.3 Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan (peristiwa kegagalan,
kematian, perpisahan)
Ds: Klien mengatakan tidak ingat ketika diberikan pertanyaan.
Do: Ketika klien diberikan pertanyaan memjawab lupa, jawaban spontan,
gaya tubuh menggelangkan kepala, kontak mata ada, kaki di gerak-
gerakan
3.4.2.4 Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
Ds: Klien mengatakan tidak ketika diberikan pertanyaan.
Do: Ketika klien diberikan pertanyaan memjawab tidak, jawaban spontan,
gaya tubuh menggelangkan kepala, kontak mata ada, kaki di gerak-
gerakan
3.4.2.5 Riwayat Penggunaan NAPZA
Ds: Klien mengatakan pernah menggunakan NAPZA
Do: Data yang di dapat dari buku setatus klien penggunaan NAPZA ada
(+), klien menjawab pertanyaan spontan, menggelengkan kepala,
kontak mata ada, mengerutkan dahi, alis nampak diangkat
3.4.3 Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi diatas dan hasilnya :
Ds: Klien mengatakan upaya yang telah dilakukan adalah berobat ke RSJ
dan ketika berhalusinansi klien membawanya untuk berdoa tetapi
kadang kadang masih tetap muncul.
Do: Klien menjawab berobat ke RSJ, membawanya berdoa dengan
menunjukan gaya tubuh tangan dilipat seperti orang berdoa, kontak
mata ada.
19

3.4.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

3.5 Pengkajian Psikososial


3.5.1 Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Satu rumah

: Garis keturunan

: Garis Saudara/Garis perkawinan

Penjelasan:

Ds: Klien mengatakan dia adalah anak ke 3 dari 4 saudara, 2 saudara


berjenis kelamin laki- laki, 1 saudara berjenis kelamin perempuan,
ayah dan ibu klien sudah meninggal. Klien mempunyai 1 anak
20

berumur 10 tahun, dan klien tinggal bersama kakak nya yang dimana
klien mengatakan bahwa dia dan istrinya sudah bercerai.
Do: klien langsung menjawab sambil menunjukan 4 jari nya, dengan
kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala bergeleng-
geleng, kaki di silangkan
3.5.2 Konsep Diri
3.5.2.1 Citra tubuh
Ds: Klien mengatakan sangat bersukur dengan keadaan tubuh nya. Bagian
tubuh yang paling disukainya adalah tangan.
3.5.2.2 Identitas
Ds: Klien mengatakan nama saya “H” dan berasal dari Kota karangan, hobi
saya jalan-jalan disekitar komplek RSJ,dan saya berumur 39 tahun.
Klien adalah seorang laki-laki dan ia menerima gendernya.
3.5.2.3 Peran
Ds: Klien menyadari perannya sebagai seorang anak pertama laki-laki dari
kedua orang tuanya sebelum masuk ke rumah sakit jiwa. Klien juga
menyadari bahwa perannya sebagai klien di RSJ.

3.5.2.4 Ideal diri


Ds: Klien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan
keluarganya seperti dulu. Klien juga mengatakan ingin segera sembuh
dan tidak ingin lagi mendengar suara atau bisikan-bisikan.
3.5.2.5 Harga diri
Ds: Klien mengatakan bahwa ” merasa percaya diri dengan dirinya dan
mampu melakukan berbagai kegiatan.
3.5.3 Hubungan Sosial
3.5.3.1 Orang terdekat
Ds: Klien mengatakan orang terdekat nya dirumah adalah keluarganya
sedangkan di RSJ adalah Tn.E dan Tn.S
21

Do: klien ketika di tanya sambil menunjukan 2 jari dan menyebutkan


keluarganya dan Tn.E, Tn.S sambil terlihat menunduk, kontak mata ada,
nampak duduk tegak, kaki disilangkan, sambil berpegangan kedua tangan
nya di astas meja
3.5.3.2 Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Ds: Klien mengatakan sebelum dirawat di RSJ klien aktif mengikuti
kegiatan di RT nya, setelah dirawat di RSJ klien tidak pernah
mengikuti kegiatan
kelompok/masyarakat.
Do: klien ketika di tanya terlihat menunduk, kontak mata tidak ada,
nampak lemas, nampak duduk terbungkuk, sambil berpegangan kedua
tangan nya di astas meja
3.5.3.3 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Ds: klien mengatakan hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
karena orang lain takut melihat saya dan saya tidak di hargai, maka
saya lebih suka sendiri
Do: Mengatakan orang lain takut , lebih suka sendiri, ekspresi menepuk-
nepuk dada, kotak mata ada, duduk dengan tegak, tangan bergoyang-
goyang
Diagnosa Keperawatan: Gangguan interaksi sosial

3.5.4 Spiritual
3.5.4.1 Agama
3.5.4.2 Nilai Keyakinan
Ds: Klien mengatakan meyakini agama Islam adalah agamanya.
Do: klien mengatakan beragama Islam, ketika menjawab sambil
tersenyum, dengan kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar,
kepala bergeleng- geleng, kaki di silangkan

3.5.4.3 Kegiatan Ibadah


22

Ds: Klien mengatakan sebelum dirawat di RSJ rajin beribadah di Masjid,


setelah dirawat di RSJ klien hanya dapat berdoa diruangan
Cendrawasih.
Do: Klien mengatakan tahu bagaimana cara berdoa, klien tampat melipat
kedua tangannya sambil menutup mata saat sebelum/sesudah makan.
Klien tampak tunduk dan sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien
tampak duduk bersandar, kepala bergeleng- geleng, kaki di silangkan.
3.6 Pemeriksaan Fisik
3.6.1 Keadaan Umum
Ds: Dari pengkajian IPPA keadaan umum klien tampak tenang, klien
tenang dan kooperatif
Do: klien tampak sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk
bersandar, kepala bergeleng- geleng, tangan di lipatkan.
3.6.2 Kesadaran
Nilai GCS pasien E (Eyes) : 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan),
V (Verbal) : 5 (pasie.n dapat berorientasi dengan baik), M (Motorik) : 6
(pasien dapat mengikuti perintah). ekstermitas atas dan bawah (+)
3.6.3 Tanda Vital
Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 95x/menit, suhu 36,9oC, dan pernafasan
22x/menit. Tinggi badan 170 cm dan berat badan 70 kg
3.6.4 Keluhan Fisik
Ds: setelah klien dilakukan pengkajian IPPA tidak ditemukan keluhan dan
klien mengatakan sehat
Do: pemeriksaan kepala tidak ada benjolan, leher bebas, tidak ada
keterbatasan, pemeriksaan ekstermitas atas dan bawah (+)
3.7 Status Mental
3.7.1 Penampilan
Ds: klien mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi, mandi menggunakan
sabun, berkeramas menggunakan air yang mengalir.
Do: data yang di dapat dari inspeksi klien tampak rapi, penggunaan pakaian
tepat, tidak beraroma bau, rambut rapi.
3.7.2 Pembicaraan
23

Ds: klien mengatakan merasa ada yang membisikkan kepadanya untuk


melakukan aksi pembunuhan, yang membuat dirinya menjadi takut
dan ingin selalu marah-marah.
Do: klien mampu memulai pembicaraan, intonasi suara sedang dan bicara
panjang beberapa kata. Klien berbicara menggunakan bahasa
indonesia. Klien hanya mau berbicara saat ditanya, namun sering
kurang fokus saat menjawab.
Diagnosa Keperawatan: Gangguan Komunikasi

3.7.3 Aktivitas motorik/psikomotor


Ds: klien mengatakan tidak mengalami kelemahan dalam beraktivitas pada
anggota tubuh nya
Do: dari data IPPA tidak ditemukan kelemahan,kekuatan otot ekstermitas
atas dan bawah kanan kiri (5), tidak di temukan kelainan da ekstermitas
atas bawah dan kanan kiri.
3.7.4 Mood dan Afek
3.7.4.1 Mood
Ds: klien mengatakan mendengar bisikan –bisikan yang menyuruh nya
untuk melakukan tindakan pembunuhan yang membuatnya merasa takut
dan marah-marah.
Klien mengatakan ingin cepat pulang dan bertemu dengan keluarganya
secara berulang-ulang
Do: ketika di tanya klien mengatakan ingin pulang secara berulang- ulang,
kontak mata (+) ada,tatapan tajam,gelisah, klien tampak duduk tegap,
kaki digerak- gerakan, alis di naikan, mampu memulai pembicaraan,
intonasi suara sedang dan bicara panjang beberapa kata.
3.7.4.2 Afek
Ds: Dari hasil pengkajian ippa klien labil kadang- kadang klien dapat
bicara secara kopratif tapi kadang- kadang klien bisa berubah menjadi
pendiam
Do: Afek klien labil terkadang dapat berbicara komunikatif secara
kooperatif, tiba-tiba dapat menjadi pendiam.
Diagnosa Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
24

3.7.5 Interaksi selama wawancara

Ds: klien mengatakan saat berinteraksi dengan orang lain takut melihat saya
dan saya tidak di hargai, maka saya lebih suka sendiri
Do: klien terlihat jika di berikan pertanyaan terkadang terdiam, kontak mata
(-) klien selalu merespon pertanyaan walaupun kadang- kadang terdiam
sejenak.
3.7.6 Persepsi – Sensori
Ds: klien mengatakan mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya
melakukan tindakan pembunuhan, yang membuatnya merasa takut dan
marah-marah, bisikan itu muncul selama 15 menit sering kali terjadi
ketika dirinya sendiri.Yang dilakukan klien saat melihat bayangan
perempuan itu adalah ingin marah- marah.
Do: Ketika klien di berikan pertanyaan terkadang dia terdiam, ada kontak
mata dan terkadang sikap klien ketika di amati klien mondar mandir
kesana kemari, klien kadang- kadang nampak sendirian.
Diagnosa Keperawatan: gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran

3.7.7 Proses Pikir


3.7.7.1 Arus pikir
Ds: Arus pikir klien adalah perseverasi. Klien selalu berulang-ulang
berkata “saya mau pulang mba saya sudah sembuh.” Secara berulang-
ulang
Do: Dari hasil pengkajan arus pikir klien klien adalah perseversi, mengulang
setiap kata- kata, dan blocking ketika di berikan pertanyaan.
3.7.7.2 Isi pikir
Isi pikir klien yaitu preokupasi. Karena isi pikir klien hanya ingin pulang.
3.7.7.3 Bentuk pikir
Ds: klien mengatakn bahwa dirinya menjadi kambuh akibat tidak minum
obat hingga menjadi kambuh
Do: nampak kontak mata ada, intonasi suara tinggi, nampak duduk tegak,
kaki disilangkan, sambil berpegangan kedua tangan nya di astas meja,
25

3.7.8 Kesadaran
Orientasi
Waktu, Ds: Saat ditanya “pak sekarang jam berapa pak ?” Klien menjawab
jam 09:00 Wib.
Do: Tampak melihat jam dahulu, tidak langsung merespon, mata
menuju ke arah jam dinding, ada kontak mata,
Tempat, Ds: “Pak, sekarang berada dimana?” Klien menjawab berada di
Rumah sakit.
Do: Klien mengatakan di rumah sakit, tampak duduk, langsung
merespon, kontak mata ada, dengan intonasi suara sedang
Orang Ds: Klien dapat menyebutkan profesi perawat saat diminta menunjuk
perawat saat pengkajian.
Do: Klien menunjuk salah satu perawat, sambil menunjukan jari
telunjuk, pandangan ke mana orang yang di tunjuk.
3.7.9 Memori
3.7.9.1 Gangguan daya ingat jangka panjang
Klien mengatakan tidak ingat dulu dimana dia bersekolah.
3.7.9.2 Gangguan daya ingat jangka menengah
Klien mengatakan ingat kapan ia masuk RSJ.
3.7.9.3 Gangguan daya ingat pendek
Klien mengatakan bahwa ingat nama mahasiswa praktek, mba Prisca.
3.7.10 Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Ds: klien dapat berhitung dengan benar 4+5 = 9, 7-2 = 5.
Do: klien dapat menjawap 4+5 = 9, 7-2 = 5, dengan menggunakan jari
tangan, tampak mendongak ke atas dan melihat ke atas
3.7.11 Kemampuan penilaian
Gangguan bermakna.
Ds: Klien di berikan pertanyaan’’ Pak bapak lebih memilih berteman
dengan orang banyak atau lebih baik sendiri,
Do: Klien memilih berteman dengan orang banyak, klien melihat ke atas
menoleh kiri kanan, tangan sambil memegang jari jari tangan,
3.7.12 Daya tilik diri
26

Ds: Klien mengatakan mengakui bahwa dirinya sering berhalusinasi yang


mengakibatkan dirinya merasa melihat bayangan yang membuat
dirinya menjadi takut dan ingin marah- marah.
Do: menerima diri nya di RSJ, sering berhalusinasi, nampak mata klien
menoleh kekanan dan ke kiri,
Masalah keperawatan: Gangguan Proses pikir

3.8 Kebutuhan Persiapan Pulang


3.8.1 Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Ds: Klien mengatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pribadi klien.
Do: Dari data yang didapat klien tidak mampu memenuhi kebutuhan seperti
perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal, keuangan dan
kebutuhan lainnya karena klien tinggal dengan keluarga dan sekarang
klien di rumah sakit
3.8.2 Kegiatan Hidup Sehari-hari
3.8.2.1 Mandi
Ds: Klien mengatakan mandi 2x sehari sikat gigi dan sampo,
Do: Kien nampak rapi, rambut rapi, kulit bersih, aroma tubuh wangi Klien
mau mandi apabila disuruh mandi. Saat mandi juga harus diawasa agar
klien mau menggunakan sabun, sampo, dan menyikat gigi.
3.8.2.2 Berpakaian/berhias
Klien membutuhkan bantuan minimal. Klien bisa menggunakan pakaian
dengan baik, dengan menyisir rambut akan rapi .
3.8.2.3 Makan
Ds: klien mengatakan makan 3x sehari pagi, siang, dan sore dengan porsi
1 piring habis yang di selingi dengan buah buahan .
Do: klien makan 3x sehari, porsi satu piring habis, konsumsi buah-
buahan
3.8.2.4 BAB/BAK
Ds: Klien mengatakan setiap BAB/BAK selalu ke kamar mandi tidak di
luar di pinggir- pinggir tembok atau pagar.
Do: klien tampak rapi dan tidak berbau
3.8.3 Nutrisi
27

Frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari ada 3 kali/hari, nafsu
makan klien baik, berat badannya 70 kg.
3.8.4 Istirahat dan tidur
Klien tidur siang, lamanya 13.00 WIB - 16.00 WIB dan tidur malam,
lamanya 20.00 WIB - 06.00 WIB. Aktivitas klien sebelum/sesudah tidur
hanya duduk Klien tidak mengalami gangguan tidur
3.8.5 Kemampuan lain – lain
Klien tidak bisa mengantisipasi kebutuhan hidup, membuat keputusan, dan
mengatur penggunaan obat sendiri tanpa semuanya klien masih dibantu oleh
petugas kesehatan.
3.8.6 Sistem Pendukung
Sistem pendukung untuk klien saat ini adalah terapis. Sistem pendukung
saat berperan dalam ADL klien, dari makan/minum sampai pemberian obat.
3.9 Mekanisme Koping
Ds: Klien mengatakan jika ada masalah klien menceritakan kepada
temannya.
Do: Klien ketika di tanya menjawab spontan, ekspresi sedih, mata tampak
berkaca-kaca, ada kontak mata.

3.10 Masalah Psikososial dan Lingkungan


3.10.1 Masalah dengan dukungan kelompok
Ds: Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menjenguknya di RSJ.
Do: Klien ketika diberikan pertanyaan menjawab spontan, ekspresi
senyum, kontak mata aktif,
3.10.2 Masalah dengan lingkungan
Klien berinteraksi dengan teman- teman yang lain dengan petugas perawat
juga.
3.10.3 Klien Masalah dengan pendidikan
Klien menjawab ingat saat ditanya tentang pendidikan terakhir adalah
SMA.
3.10.4 Masalah dengan pekerjaan
Klien mengatakan tidak ada pekerjaan.
28

3.10.5 Masalah dengan perumahan


Klien mengatakan rumahnya di kediri
3.10.6 Masalah dengan ekonomi
Klien mengatakan tidak pernah mendapatkan uang dari keluarganya.

3.10.7 Masalah dengan pelayanan kesehatan


Ds: Klien mengatakan disini saya dilayani dan di obati dengan baik
Do: Klien ketika diberikan pertanyaan menjawab spontan, kontak mata
aktif,
3.10.8 Masalah lainnya
Klien tidak memiliki masalah lain.

3.11 Pengetahuan Kurang Tentang


Klien mengatakan mengetahui tentang gangguan jiwa, perawatan dan
penatalaksaannya serta obat-obatannya..
3.12 Aspek Medis
3.12.1 Diagnosa medik
Diagnosa medik Tn. Aadalah F.20.1 (Skizofrenia Hebefrenic)
3.12.2 Diagnosa Multi Axsis
Axsis 1: F20.1 (Skizofrenia Hebefrenic)
Axsis 2:
Axsis 3:
Axsis 4:
Axsis 5: 40-30 Beberapa disibilitas dalam hubungan dengan dan
komuniksi disibilitas berat dalam berbagai fungsi
3.12.3 Terapi medik
Terapi yang didapat klien yaitu:
1. R/Clozapine 25 Mg per oral
2. R/Risperidone 2 Mg per oral
29

3.13 Analisis Data

No Data Diagnosa Keperawatan


.
1 klien mengatakan mendengar bisikan Gangguan. Sensori Persepsi:
yang menyuruhnya untuk melakukan Halusinasi Pendengaran
tindakan pembunuhan, yang membuat
dirinya merasa takut dan ingin marah-
marah. Bisikan itu muncul selama 15
30

menit, seringkali terjadi ketika dirinya


sendiri. Yang dilakukan klien saat
mendengar bisikan–bisikan tersebut
adalah ingin marah-marah.
DO:
 Klien diberikan pertanyaan
terkadang dia terdiam.
 Ada kontak mata
 terkadang sikap klien ketika di
amati klien mondar mandir
kesana kemari,
 klien kadang- kadang nampak
sendirian
2 Ds: klien mengatakan mendengar Resiko Perilaku Kekerasan
bisikan –bisikan yang menyuruh nya
untuk melakukan tindakan
pembunuhan yang membuatnya
merasa takut dan marah-marah.
Klien mengatakan ingin cepat
pulang, agar bisa bertemu dan
berkumpul dengan keluarganya.

Do:
- Ketika di tanya klien mengatakan
ingin pulang secara berulang-
ulang,
- Klien tampak berbicara sendiri
- kontak mata (+)
- Tatapan tajam
- Klien tampak gelisah
- Klien mampu memulai
pembicaraan
31

- Intonasi suara sedang dan bicara


panjang beberapa kata
3 Ds: klien mengatakan saat Gangguan interaksi sosial
berinteraksi dengan orang lain takut
melihat saya dan saya tidak di
hargai, maka saya lebih suka sendiri
Do:
- klien terlihat jika di berikan
pertanyaan terkadang terdiam,
- kontak mata (-)
- klien selalu merespon pertanyaan
walaupun kadang- kadang
terdiam sejenak.
- Klien tampak menunduk
- Intonasi suara rendah
- Tampak duduk dengan posisi
membungkuk
- Tampak memegang tangan
sebelah nya
- Kaki tampak di tekuk

3.14 Pohon Masalah

Resiko tinggi perilaku kekerasan


Effect

Gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran


Core Problem

Gangguan interaksi sosial


Cause
32

3.15 Daftar Masalah Keperawatan


1) Gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran
2) Gangguan interaksi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan

3.16 Prioritas Masalah Keperawatan


1) Gangguan sensori persepsi: halusinasi Pendengaran

Lawang, 22 Januari
2020
Perawat yang mengkaji

Penulis
33

BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas kasus yang dikaji serta membandingkan
dengan teori yang didapat, untuk mengetahui sejauh mana faktor pendukung,
faktor penghambat dan solusinya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan pada
klien Tn.H dengan GSP: halusinasi pendengaran diruang Cendrawasih RSJ. Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang
Dalam pembahasan ini mencakup semua tahap proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan
dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data dengan cara wawancara dan
observasi secara langsung dengan klien, informasi dari catatan perawat, catatan
medis dan perawat ruangan.
Secara teori pengkajian pada klien dengan halusinasinya pendengaran
meliputi faktor predisposisi dan presipitasi diantaranya faktor predisposisi
mencakup factor biologis, psikologis, social budaya pada kasus yang penulis
temukan beberapa ketidaksamaan atau perbedaan dengan pada teori, yaitu factor
biologis dimana anggota keluarga klien tidak ada yang menderita skizofrenia.
Sedangkan faktor presipitasi pada teori mencakup sistem pendukung dan respon
klien. Sedangkan pada kasus menyatakan bahwa terjadinya gangguan jiwa
disebabkan oleh stressor baik dari internal maupun eksternal, misalnya pengaruh
obat-obatan yang pernah di konsumsi oleh klien sehingga membuat perubahan
34

mental pada klien sehingga membuat klien sering marah-marah dan jadi suka
menyendiri.
Halusinasi memiliki empat fase , yaitu ansietas sedang (comforting):
halusinasi menyenangkan, ansietas berat (condemning) : halusinasi menjadi
menjijikan, ansietas berat (controlling) : pengalaman sensori menjadi berkuasa,
panic (consquering) : umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya. Sedangkan
yang di temukan didalam kasus adalah fase pertama yaitu , klien merasa senang
sekali dengan halusinasinya sehingga 28
lebh sering menyendiri dan senyum sendiri.
Secara teori mekanisme koping yang ditemukan ada tiga, yaitu fase regresi,
proyeksi, dan menarik diri (Keliat & Akemat, 2017).
Sedangkan pada kasus, didapatkan data bahwa mekanisme koping yang di
gunakan Tn.H adalah mekanisme pertahanan ego karena lebih memilih
mengungkapkan perasaan dengan emosi untuk menghindari stress.
Pohon masalah pada teori terdapat tiga diagnosa keperawatan, yaitu
gangguan sensori persepsi : halusinasi Pendengaran yang disebabkan oleh
gangguan interaksi sosial sehingga mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.
Pada kasus ini terdapat kesesuaian sehingga antara teori dan kasus sesuai.
Pada kasus klien mendapatkan therapy oral R/Risperidone 2 Mg,
R/Clozapine 25 Mg.
Faktor pendukung yang mempermudah penulis dalam melakukan
pengkajian adanya hubungan baik antara mahasiswa dengan perawat ruangan,
data klien lengkap, klien mau berinteraksi dan terlihat tenang dan kooperatif.
Faktor penghambat yang ditemukan penulis adalah kurangnya data yang didapat
karena penulis tidak bertemu dengan keluarga sehingga data yang didapatkan
kurang lengkap. Dan penulis lakukan untuk mengatasi faktor penghambat yaitu
bekerja sama dengan perawat ruangan, melihat Medical Record klien dan
mengkaji klien lebih dalam dengan komunikasi singkat dan sering untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan masalah klien untuk melengkapi
data.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Pada teori, diagnosa keperawatan yang ditemukan ada tiga, yaitu gangguan
sensori persepsi : halusinasi Pendengaran, gangguan interaksi sosial, dan
35

gangguan proses pikir. Sedangkan pada kasus terdapat 3 diagnosa keperawatan


dimana ditemukan diagnosa keperawatan halusinasi Pendengaran, gangguan
interaksi sosial dan Gangguan proses pikir. Diagnosa yang menjadi prioritas
adalah gangguan sensori persepsi : halusinasi Pendengaran sesuai pohon masalah
yang dapat terjadi adalah munculnya resiko perilaku kekerasan yang
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar jika tidak teratasi.
Faktor pendukung yang mempermudah penulis dalam menegakan
diagnosa keperawatan karena berdasarkan data yang didapat sesuai dengan respon
yang muncul pada Tn. A dan adanya hubungan baik antara mahasiswa dengan
perawat ruangan untuk mendapatkan data dari medical record klien selain itu juga
adanya referensi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam negakan diagnosa
keperawatan.
Faktor penghambat yang ditemukan penulis adalah kurangnya
pengetahuan penulis dalam berbahasa jawa maka untuk mengatasi hal tersebut
penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk membantu penulis.
4.3 Perencanaan Keperawatan
Penulis menyusun rencana keperawatan berdasarkan yang muncul dan
sesuai dengan teori yang ada yakni berdasarkan prioritas masalah, tujuan baik
tujuan umum maupun khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi.
Diagnosa yang menjadi prioritas adalah gangguan sensori persepsi:
halusinasi Pendengaran. Dari diagnose tersebut terdapat tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan saling petcaya,
TUK II : klien dapat mengenal halusinasinya, TUK III : klien dapat mengontrol
halusinasinya, TUK IV : klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya, dan TUK V: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan
benar.
Dalam penyusun rencana tindakan penulis menemukan hambatan karena
penulis tidak dapat bertemu dengan keluarga klien sehingga SP keluarga tidak
dapat dilaksanakan, sehingga dilimpahkan kepada perawat ruangan, sedangkan
faktor pendukung terjadinya sumber referensi yang dapt digunakan sebagai acuan
dalam membuat perencanaan yaitu Medicasion Record.
36

4.4 Implementasi
Pada tahap ini, penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan teori
yang berdasarkan dari strategi pelaksanaan, yaitu diagnose I pada strategi
pelaksanaan ke I, yaitu membina hubungan saling percaya, membantu mengenal
halusinasinya, melatih mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, dan
menganjurkan untuk memasukkan kedalam kegiatan harian. Strategi pelaksanaan
ke II, yaitu mengevaluasi strategi pelaksanaan ke I dan melatih mengontrol
halusinasinya dengan cara berbincang-bincang dengan orang lain. Strategi
pelaksanaan ke III, yaitu mengevaluasi strategi pelaksanaan ke II dan melatih
mengontrol halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan. Strategi pelaksanaan
ke IV, yaitu mengevaluasi strategi pelaksanaan ke III dan menjelaskan cara
minum obat yang baik dan benar. Namun strategi pelaksanaan keluarga tidak
dapat dilaksanaan karena penulis tidak bertemu dengan keluarga klien dan
meminta bantuan ke perawat ruangan untuk meneruskannya.
Factor pendukung yang mempermudahkan penulis dalam melakukan
tindakan keperwatan adalah klien yang mau berinteraksi dan kooperatif.
Sedangkan factor penghambat yang ditemukan pada saat melakukan tindakan
keperawatan adalah perasaan klien sering berubah-ubah serta tidak dapat
melanjutkan strategi pelaksanaan keluarga dan untuk mengatasi hal tersebut
mahasiswa meminta bantuan kepada perawat ruangan untuk meneruskannya.
4.5 Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan
yang bertujuan untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan. Maka
penulis menggunakan pendokumentasian dalam bentuk catatan keperawatan
berupa respon hasil setiap tindakan yang dilakukan dan evaluasi akhir yang
berupa catatan perkembangan (SOAP) berdasarkan strategi pelaksanaan mulai
dari strategi gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran yang tercapai
hanya strategi pelaksanaan I sampai dengan III sedangkan untuk strategi
pelaksanaan keluarga tidak bisa dilakukan evaluasi karena penulisan tidak dapat
bertemu dengan keluarga klien dan melakukan tindakan strategi pelaksanaan
keluarga. Evaluasi yang didapat Tn. H mampu membina hubungan saling percaya,
mampu mengenal halusinasinya, mampu mengontrol halusinasinya dengan cara
37

menghardik, berbincang-bincang dengan orang lain, melakukan kegiatan yang


biasa dilakukan dan minum obat dengan cara yang baik dan benar.

BAB 5
PENUTUP

Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Tn. H dengan


masalah utama gangguan sensori persepsi halusinasi Pendengaran diruangan
Cendrawasih RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang pada tanggal 08-19
Januari 2020 maka pada BAB V ini membahas tentang kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
Ditemukan perbedaan faktor predisposisi dan faktor presipitasi pada teori
dengan kasus. Pada manifestasi klinis di teori terdapat empat fase, sedangkan pada
kasus Tn. H berada pada fase kedua yaitu klien merasakan kecemasan dan emosi.
Dari tiga mekanisme koping yang ada, yang Tn. H gunakan adalah mekanisme
koping dengan pertahanan ego. Penatalaksanaan medis pada teori tidak jauh
berbeda
Menyusun rencana keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan yang
muncul dan sesuai dengan teori yang ada yakni berdasarkan prioritas masalah,
tujuan baik umum maupun khusus, criteria evaluasi, dan intervensi. Dan didukung
dengan sumber referensi yang tersedia.
Diagnosa yang menjadi prioritas adalah gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran. Dari diagnose tersebut terdapat tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya .
tujuan khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya, TUK
II : klien dapat mengenal halusinasinya, TUK III : klien dapat mengontrol
halusinasinya, TUK IV : klien dapat dukungan ddari keluarga dalam mengontrol
38

halusinasinya, dan TUK V : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan
benar. Perencanaan juga di dukung dengan banyaknya sumber reverensi.
Pada tahap ini penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan teori,
yaitu diagnosa I dengan strategi pelaksanaan ke I sampai ke III, namun strategi
pelaksanaan keluarga tidak dapat dilakukan karena penulis tidak bertemu dengan
keluarga klien
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan
yang bertujuan untuk menilai keberhasilan dari tindakan kerawatan, berdasarkan
32
strategi pelaksanaan mulai dari strategi pelaksanaan I sampai dengan strategi
pelaksanaan III untuk klien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga. Dimana
penulis melakukan sesuai dengan diagnose prioritas yaitu gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran yang tercapai hanya strategi I sampai dengan IV
untuk klien sedangkan strategi pelaksanaan untuk keluarga belum tercapai dan
dievaluasi.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk mahasiswa
1) Mahasiswa harus lebih mennguasai materi
2) Mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperrawatan harus menggunakan
komunikasi terapeutik
3) Mahasiswa harus lebih mengoptimalkan waktu yang tersedia dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
4) Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif
5) Mahasiswa harus lebih meningkatkan komunikasi dengan keluarga
sehingga dapat memperoleh data dan memberikan asuhan keperawatan
secara optimal.
5.2.2 Untuk perawat
1) Perawat diharapkan lebih sering meningkatkan pertemuan kepada klien
skipun singkat
2) Perawat harus lebih mengoptimalkan waktu yang tersedia dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien
3) Perawat diharapkan lebih mengoptimalkan pertemuan dengan keluarga,
jika ada anggota keluarga yang berkunjung untuk menjenguk klien
39

4) perawat diharapkan sering melaksanakan program terapi aktivitas


kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anna Keliat. 2018. Model Praktek keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:


EGC

Budi, Anna Keliat. 2017. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Direktorat Kesehatan Jiwa.2016.Pedoman perawatan Psikiatrik. Jakarta: DepKes


RI

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan
dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7
diagnosa keperawatan jiwa berat bagi program S-1 keperawatan.

Maslim, Rusli. 2016. Diagnosa Gangguan Jiwa. Jakarta: PT. Nuh Jaya

Anda mungkin juga menyukai