Tg = 0,4 + 0,058L
= 0,4 + (0,058.30,74)
= 2,183
T0,3 = α .tg
=1,5 . 2,183
= 4,366
= 4,00
tr = 0,75 . tg
= 0,75 . 2,183
= 1,637
Tp = tg + (0,8 . tr)
= 2,183+ (0,8 . 1,637)
= 3,493
= 3,00
Qp = (A . Ro)/[3,6(0,3.Tp + T0,3)]
= (80 . 1)/[3,6(0,3. 3,493+ 4,366)]
= 13,854
Tabel 3.7. Tabel Lengkung Hidrograf Nakayasu
Awal (jam) Akhir (jam)
No Karakteristik Notasi
Notasi Nilai Notasi Nilai
1 Lengkung Naik Qd0 0 0.000 Tp 3.000
2 Lengkung Turun Tahap 1 Qd1 Tp 3.000 Tp + T0,3 7.000
3 Lengkung Turun Tahap 2 Qd2 Tp + T0,3 7.000 Tp + 2,5 T0,3 13.000
4 Lengkung Turun Tahap 3 Qd3 Tp + 2,5 T0,3 13.000 ~ ~
Tabel 3.8. Tabel Ordinat Hidrograf Satuan Sintetik dengan Metode Nakayasu
Q
t (jam) Ket
(m3/dt)
0 0.0000 Qa
1 0.9919
2 5.2354
3 13.8539
4 10.2530
5 7.5881 Qd1
6 5.6158
7 4.1562
8 3.4005
9 2.7823 Qd2
10 2.2764
11 1.8625
12 1.5239
13 1.2469
14 1.0726
15 0.9228 Qd3
16 0.7938
17 0.6829
18 0.5875
19 0.5054
20 0.4348
21 0.3741
22 0.3218
23 0.2768
24 0.2382
25 0.2049
26 0.1763
27 0.1516
28 0.1304
29 0.1122
30 0.0965
31 0.0830
32 0.0714
33 0.0615
34 0.0529
35 0.0455
36 0.0391
Gambar 3.1. Grafik Ordinat Hidrograf Satuan Nakayashu
Tabel 3.9. Tabel Hitungan HSS Nakayashu untuk Q25
Qp (m3/detik)
25 50 200 1000 PMF
Hujan
Maksimum 269.576 323.091 483.637 604.046 754,627
Cd = 2,1460
Harga Cd coba-coba tersebut belum sama dengan harga Cd hitung. Maka harus
dilakukan coba-coba harga Cd lagi hingga ditemukan harga Cd coba-coba sama dengan
harga Cd hitung. Hasil coba-coba nilai Cd tersebut dicantumkan dalam Tabel 3.18
sebagai berikut
Tabel 3.18 Perhitungan koefisien debit (Cd)
Cd coba-coba Hd Cd hitung
(m1/2/dt) (m) (m1/2/dt)
2.0000 6.5115 2.1460
2.1460 4.5671 2.1620
2.1620 4.5671 2.1620
2.1620 4.5671 2.1620
Sumber: Perhitungan
Dari perhitungan Cd di atas didapatkan nilai Cd = 2,1460 dan Hd = 6,511 m. Selanjutnya
dilakukan perhitungan nilai a sebagai berikut :
1 2a h / Hd
Cd = 1,60 x
1 a h / Hd
1 2a h / Hd
2,1460 = 1.60 x , karena h = Hd maka :
1 a h / hd
1 2a
2,1460 = 1,60 x , a = 0,5414
1 a
Untuk nilai a = 0,4988 maka persamaan koefisien debit menjadi :
1 2.0,5414. h / 6,511 1,60 1,797. h / 6,511
Cd = 1,60 x =
1 0,5414 h / 6,511 1 0,5414 h / 6,511
Dengan persamaan Cd di atas, maka didapat nilai Q untuk berbagai nilai H pada
Tabel 3.19 sebagai berikut.
Cd = 2,1620
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai a sebagai berikut :
1 2a h / Hd
Cd = 1,60 x
1 a h / Hd
1 2a h / Hd
2,1620 = 1.60 x , karena h = Hd maka :
1 a h / hd
1 2a
2,1620 = 1,60 x , a = 0,5414
1 a
Untuk nilai a = 0,5963 maka persamaan koefisien debit menjadi :
1 2.0,5963. h / 4,5671 1,60 1,0828. h / 4,5671
Cd = 1,60 x =
1 0,5963 h / 4,5671 1 0,5414. h / 4,5671
Dengan persamaan Cd di atas, maka didapat nilai Q untuk berbagai nilai H pada
Tabel 3.20. Selanjutnya penelusuran banjir untuk Q1000, 1,2.Q1000 dan QPMF pada Tabel
3.21 sampai Tabel 3.23.
Gambar 3.4 Grafik Penelusuran Banjir Q1000 Bendungan Gonggang
185
Gambar 3.5 Grafik Elevasi Muka Air Q1000 Bendungan Gonggang
187
Gambar 3.6 Grafik Penelusuran Banjir 1,2.Q1000 Bendungan Gonggang
Gambar 3.7 Grafik Elevasi Muka Air 1,2 Q1000 Bendungan Gonggang
Gambar 3.8 Grafik Penelusuran Banjir QPMF Bendungan Gonggang
Gambar 3.9 Grafik Elevasi Muka Air QPMF Bendungan Gonggang
Dari hasil analisis penelusuran banjir melalui pelimpah Bendungan Gonggang di atas,
didapatkan bahwa :
- Qoutflow untuk 1000 th = 144,040 m3/dt pada elevasi + 808,751
- Qoutflow untuk 1,2.1000 th = 184,514 m3/dt pada elevasi + 809,377
- Qoutflow untuk PMF = 193,259 m3/dt pada elevasi +809,505
Hasil perhitungan analisis penelusuan banjir rancangan melalui pelimpah tersebut
selanjutnya dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan tinggi tubuh bendungan.
= 1,338 m
2. Tinggi ombak akibat tiupan angin (hw) dengan panjang lintasan ombak (F) = 400 m,
kecepatan angin = 20 m/dt. Permukaan berupa hamparan batu, maka dari di dapatkan
tinggi ombak akibat angin 0,24 m.
3. Tinggi muka air waduk akibat kemacetan pintu (ha) adalah 0 karena pelimpah tanpa
menggunakan pintu.
4. Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe bendungan (hi) direncanakan 1
m dikarenakan limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya.
5. Dari data di atas, maka tinggi jagaan dapat dihitung sebagai berikut :
he
Hf H hw ha hi
2
= 0,626 + 0,24 + (1,338 . 0,5) + 0 + 1
= 2,866 m 2,90 m
Dari perhitungan tinggi jagaan di atas, maka dapat ditentukan elevasi mercu dan tinggi
bendungan sebagai berikut :
Elevasi mercu bendungan = 808,751 + 2,90 = +811,651 m
Tinggi bendungan = 811,651 – 760,00 = 51,65 m
Untuk antisipasi terjadinya konsolidasi setelah pelaksanaan penimbunan, maka perlu
penambahan ketinggian bendungan sebesar 1 % dari rencana ketinggian sebelumnya, maka H
= (0,01 . 51,61) + 51,65 = 0,517 m dan elevasi mercu bendungan adalah + 811,651.
3.4.1.2. Lebar Mercu Bendungan
Lebar Bendungan Lolak dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2-80 atau Tabel
2.20.
B = 3,6 . H1/3 – 3
= 3,6 . 51,65 1/3 – 3
= 10,45 m 11,00 m
3.4.1.3. Kemiringan Lereng Bendungan
Untuk menentukan kemiringan tubuh bendungan utama digunakan pendekatan
persamaan 2-81 untuk lereng bagian hulu dan 2-82 untuk lereng bagian hilir. Dengan data yang
telah diketahui sebagai berikut :
γsat = 2,75 ton/m3 = 36o
γw = 1,00 ton/m3 k = 0,16 m/dt
Dengan menggunkan persamaan 2-81 maka kemiringan lereng bagian hulu bendungan :
γsub = γsat – γw
= 2,75 – 1
= 1,75 ton/m3
sat
γ'=
sub
2,75
=
1,75
= 1,57 ton / m3
mk .'
FShulu = 1 k . . m . tg 1,1
m 0,16 . 1,59 o
1,1 = 1 0,16 . 1,59 . m . tg 36
m = 2,90
Dari perhitungan di atas didapatkan kemiringan lereng bagian hulu bendungan utama 1 : 2,85.
Agar lebih memberikan keamanan yang cukup terhadap kelongsoran maka kemiringan
direncanakan 1 : 2,90. Dengan menggunakan persamaan 2-82 maka kemiringan lereng bagian
hilir bendungan :
n 0,16 o
1,1 = 1 0,16 . n . tg 36
Y0 = 33,468 m
Parabola bentuk dasar garis depresi ditentukan dengan persamaan berikut.
2
Y = 2Y0 X Y0
= 2.33,468 X 33,468 2
Y = 66,935. X 1120,082
atau
X = (Y2 – 1120,082)/66,935
Sehingga untuk berbagai nilai X dan Y didapatkan koordinat parabola pada Table 3.24 sebagai
berikut.
21,599
=
1 cos 79,80 o
= 26,25 m
a
C = = 0,28
a a
фa = C.(a +фa)
= 0,28 . 39,75
фa = 11,13 m
a = 28,62 m
Untuk zone transisi/ filtrasi dengan k = 1,1 . 10 -6 m/dt, maka formasi garis depresi sebagai
berikut :
h2 = (kinti / kfiltrasi) . Y0
= (6,6 . 10-8 / 1,1 . 10-6) . 33,468
h2 = 2,008 m
Maka parabola yang mengikuti persamaan berikut :
2
y = 2.h2 x h2
= 2.2,008.x 2,008 2
y = 4,016.x 4,032
8
= . 6,6.10 8 . 45.225.589
19
Qf = 0,00028 m3/dt
Qf = 0,282 lt/dt
Qf = 24,374 m3/hari
Debit aliran filtrasi dibatasi sebesar 5 % dari inflow rata-rata yang masuk ke dalam waduk,
sehingga :
Qf kr = 5 % . Qinflow
= 5 % . 0,682
Qf kr = 0,0341 m3/dt
Maka, karena Qf < Qf kr maka bendungan aman terhadap kapasitas filtrasi.
3.5.2. Analisis Stabilitas Lereng Bendungan Metode Fellenius
Dalam perhitungan stabilitas lereng, dianalisis berdasarkan kondisi – kondisi sebagai
berikut :
a. Pada bagian hulu bendungan
pada keadaan normal
saat terjadi gempa
b. Pada bagian hilir bendungan
pada keadaan normal
saat terjadi gempa
Dalam perencanaan ini akan digunakan metode IRISAN Bidang Luncur bundar Fellinius
untuk menganalisa stabilitas lereng.
Fs = ( GEMPA )
Fs = ( TANPA GEMPA )
Dengan :
Fs = angka faktor keamanan
C = angka kohesi material.
W = berat beban
N = W cos α ( beban komponen vertical )
T = W sin α ( beban komponen horizontal )
U = tekanan air pori
Ne = N x faktor gempa ( N x e )
Te = T x faktor gempa ( T x e )
= sudut geser dalam material.