PPTI Jurnal Maret 2012 PDF
PPTI Jurnal Maret 2012 PDF
JURNAL
TUBERKULOSIS
INDONESIA
DAFTAR ISI :
• EVALUASI METODEFASTPlaqueTBTM UNTUK MENDETEKSI Mycobacterium
tuberculosis PADA SPUTUM DI BEBERAPA UNITPELAYANAN KESEHATAN DI
JAKARTA-INDONESIA
• HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KUALITASHIDUPPADA PENDERITA
TUBERKULOSISPARU (TB PARU) DI BALAI PENGOBATAN PENYAKITPARU
• (BP4) YOGYAKARTA UNITMINGGIRAN
• RAPIDTB TEST
• MEROKOKDAN TUBERKULOSIS
• TUBERKULOSISDAN HIV-AIDS
• TUBERKULOSISNOSOKOMIAL
Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI)
The Indonesian Association Againts Tuberculosis
Vol. 8- Maret 2012 ISSN 1829 - 5118
JURNAL
TUBERKULOSIS
INDONESIA
Diterbitkan Oleh
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
Pemimpin Umum
Ketua Umum PP PPTI
Penanggung Jawab
Dr. Achmad Hudoyo, Sp.P, FCCP
Pemimpin Redaksi
Dr. Prasenohadi, Sp.P, Ph.D
Sekretariat Redaksi
Drs. Sumardi
“Kalau seandainya dokter yang mengobati sakit tb-paru saya dulu menjelaskan begini akibatnya dan seperti ini
penderitaan yang harus saya jalani, pasti saya akan taat dan berobat teratur sampai sembuh betul!”
Begitulah ‘keluhan’ yang disampaikan seorang pasien yang didiagnosis sebagai TB-MDR, yaitu TB-paru dengan
kuman tidak sensitif lagi dengan obat anti tb (OAT) minimal dengan jenis obat rifampisisn dan INH. Sehingga
pasien harus menjalani pengobatan 2 tahun lamanya. Dia harus mendapat injeksi setiap hari selama 6 bulan
dan obat minum minimal 4 macam obat lini kedua yang masih sensitif setiap hari selama 18 bulan setelah
konversi. Untuk menjamin ketaatan minum obat pada program pengobatan TB- MDR, obat harus diminum
dihadapan petugas kesehatan di rumah sakit atau puskesmas setiap hari. Bagi pasien yang mampu atau bahkan
sudah pension tidak terlalu bermasalah, akan tetapi bagi pasien dengan umurt muda, masih bekerja atau bahkan
tulang punggung rumah tangga, sangat menimbulkan masalah dan penderitaan bukan saja terhadap diri sendiri
yang sedang sakit tetapi juga keluarga terutama istri dan anak-anak.
Secara teoritis ada 5 faktor yang dianggap berperan menyebabkan ‘wabah’ TB- MDR, yaitu (1). Pengobatan tidak
adekuat (menimbulkan mutan M.tb yg resisten), (2). Pasien yg lambat terdiagnosis MDR, sehingga menjadi
sumber penularan terus menerus, (3). Pasien dengan TB resisten obat yang tidak bisa disembuhkan, akan
meneruskan penularan ,(4). Pasien dengan TB resisten obat meskipun diobati terus tetapi dengan obat yang
tidak adekuat mengakibatkan penggandaan mutan resisten ,(5). Ko- inveksi HIV mempermudah terjadinya resistensi
primer maupun sekunder.
Oleh karena itu dalam standar internasional penatalaksanaan TB (ISTC) standar 14 perlu dilakukan penilaian
kemungkinan resistensi obat, berdasar riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dgn sumber yg mungkin resisten
obat, dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat. Standar 15 ISTC mengisyaratkan bahwa pasien gagal
pengobatan dan kasus kronik selalu dipantau kemungkinan terjadi resistensi obat. Untuk pasien dengan
kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitiviti obat terhadap isoniazid, rifampisin dan etambutol
seharusnya dilakukan segera. Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR)
seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling
tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB
harus dilakukan.
Peran Pusat Kesehatan Masyarakat (Puseksmas) di Indonesia dalam melaksanakan Program TB Nasional tidak
diragukan lagi. Puskesmas mempunyai infra struktur program kesehatan komunitas yang lebih baik, sehingga
angka putus obat rendah dan kesembuhan tinggi. Tetapi jangkauan Puskesmas untuk menjaring pasien TB
terbatas, hanya sekitar 30 – 40%, selebihnya pasien TB ditangani oleh dokter praktek swasta, klinik atau rumah
swasta dan rumah sakit pemerintah yang tidak mempunyai jejaring dan infrastruktur kesehatan masyarakat
yang baik, bahkan boleh dikatakan buruk. Meskipun belum ada bukti dan data, tetapi hipotesis yang memprediksi
bahwa ‘kesalahan’ yang dapat berakibat timbulnya ‘wabah TB-MDR’ ada pada dokter praktek swasta dan unit
kesehatan tersebut.
Dalam jurnal kali ini kita muat beberapa makalah yang bisa menunjang program TB Nasional, utamanya yang
berhubungan dengan MDR- TB secara tidak langsung. Diagnosis TB- Cepat tulisan Apri Liyanda, suatu tinjauan
pustaka yang membahas penegakan diagnosis TB dalam waktu singkat, kurang dari satu jam dengan tujuan agar
diagnosis Tb tidak terlambat. Evaluasi metoe FAST-plaque adalah buah karya penelitian Lely Septawati Sp Mk
dkk. Penelitian lain tentang Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pasien TB paru, hasilya dipaparkan
dalam tulisan Nita Yuniarti R.
DepkesRI., “Pedoman Tuberkulosis dan Penanggulangannya”. WHO. “Tuberculosis Control”. New Delhi, WHORegional For
Jakarta. 1994 South East Asia. 1993.
Depkes RI., “Pedoman Penyajit Tuberkulosis dan Woerjandari, A., “Manajemen Pengobat an Penderit a
Penanggulangannya”. Ditjen P2M & PLP. Depkes RI, Jakarta. Tuberkulosis Paru Dengan Sistem DOTS Di Puskesmas dan
1999. BP4 Kota Yogyakarta”. Tesis Program Pasca Sarjana UGM.
Yogyakarta. 2001.
Apri Lyanda
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta
tuberkulosis menyatakan bahwa: GeneExpert Real time PCR rpoBgene Fluorimetrik 1.000 2 Ya Ya
GeneQuick PCR IS6110 Kalorimet rik 50 2,5 Tidak Ya
a) metoda ini dapat secara cepat mendeteksi keberadaan
M.tb pada 50–85% sediaaan BTA apus negatif dan Dikutip dari (20)
kultur positif
b) nilai prediktif positif pada spesimen BTA apus positif Transkripsi yang dimediasi Amplifikasi (TMA)
lebih tinggi (>95%) AmplifikasiM. tbuji langung buatan pabrik Gen-Probe
c) secara umum, met oda molekuler ini dapat Inc., San Diego Amerika merupakan alat TMA menggunakan
mendiagnosisTB beberapa minggu lebih awal met oda isot hermal cepat dengan suhu 420Cdengan
dibandingkan kultur pada 80–90% pasien dengan amplifikasi rRNA 16S. Metoda ini bekerja dengan dasar
kecurigaan TB yang tinggi.19,20 transkriptase terbalik digunakan untuk menyalin rRNA
Uji NAA memiliki variasi luas dalam metoda non menjadi hibrid cDNA-RNAsertametodachemiluminiscent
komersial dengan pemeriksaan ekstraksi asam nukleat dan untuk mendeteksi kompleks M. TBdengan penanda DNA
amplifikasi polymerase chain reaction(PCR) dari berbagai spesifik. Amplifikasi M.TB uji langung merupakan uji pertama
target genetik seperti IS6110, rpoB, hsp65, 16S rDNA atau yang disetujui FDA pada tahun 1995, untuk sediaansaluran
MBP64. Meskipun uji amplifikasi non- komersial telah pernapasan apus positif dan tahun 2000 dengan rekomendasi
berkembang pada beberapa t ahun t erakhir yang FDA diperluas hingga sampel apusnegatif.21 Saat ini terdapat
direkomendasikan adalah menggunakan uji komersial yang bukti bahwa AMTD menunjukkan spesifisitas tinggi (95–
memiliki level standarisasi dan reprodusibilitas yang lebih 100%) dan sensitifitas tinggi (91–100%) untuk sampel apus
baik.20Semua met oda NAA membut uhkan analisis saluran napas positif, meskipun sensitifitas ini lebih rendah
postamplifikasi yang lebih jauh dengan observasi elektroforesis untuk sampel apus negatif (65–93%) dan ekstrapulmoner
fragmen teramplifikasi atau hibridisasi, rest riksi at au (63–100%). Kerugian yang paling penting adalah kurangnya
sekuensing.18,20Unt uk diagnosis TBmetoda yang paling kontrol amplifikasi int ernal (AIC) dan tidak t erdapat
berkembang dan paling dikomersialkan didasarkan pada uji kemungkinan otomatisasi.20,21
hibridisasi(Tabel 1). Reaksi Rantai Ligase / Ligase chain reaction(LCR)
Amplifikasi DNA konvensional denganPolymerase Chain Ligase chain reaction merupakan metoda amplifikasi
Reaction (PCR) DNA semiotomatis untuk deteksi langsung M.TB dari sampel
Uji amplifikasiM. tbbuatan Roche Diagnostic System klinis gen kromosom yang mengkode protein antigen b M.
Inc., Basel Swiss adalah salah satu alat uji diagnosis cepat tb. Meskipun spesifisitas (90–100%) dan sensitifitas (65–
tertua berdasarkan PCRstandar. Uji ini adalah uji DNA yang 90%) yang baik dilaporkan pada beberapa penelitian sampel
mengamplifikasi segmen spesifik gen RNA 16Sdilanjutkan pernapasan, produk ini ditarik dari pasaran Eropa pada tahun
dengan hibridisasi dan deteksi kolorimetrik. Metoda ini dapat 2002.20 Ligase chain reaction tidak dipasarkan lagi karena
ongkos produksi pembuatan yang meningkat menyebabkan
Arief Riadi
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Persahabatan, Jakarta
PATOGENESIS TB-HIV
Perjalanan infeksi HIVdi dalam tubuh manusia diawali
interaksi gp 120 pada selubung HIV berikatan dengan
reseptor spesifik CD4. Sel target utama adalah sel yang
mampu mengekspresikan reseptor CD4 antara lain astrosit,
mikroglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s dan
dendritik. Ikatan terjadi akibat interaksi gp 120 HIV dengan
CD4. Ikatan semakin kuat dengan kehadiran ko-reseptor
kedua yang memungkinkan gp 41 menjalankan fungsinya
sebagai perantara masuknya virus ke dalam sel target. Ko- Gambar 2. Patofisiologi HIV-AIDS
reseptor lini kedua adalah chemokine reseptor 5 (CCR5) dan Dikutip dari (4)
chemokine reseptor 4 (CXCR4).4
Proses internalisasi limfosit Toleh HIV selain terjadi Pada TB paru aktif, makrofag terinfeksi oleh M. tb
perubahan melalui aktivasi limfosit T-CD4 maupun HIVjuga yang akan mengekspresikan TNF-á bersamaan dengan
membangkitkan timbulnya protein stres temasuk heat shock Monocyt e Chemot act ic Prot ein 1 (MCP- 1) yang
protein 70 (Hsp70). Kontak yang terjadi mengakibatkan mengaktifkan replikasi HIV-1. The Long Terminal Repeat
limfosit Tterpacu sehingga mengalami stres dengan berbagai (LTR) HIV mengandung 2 NF-kB. TNF-á menginduksi
perubahan. Perubahan diawali dengan ekpresi reseptor CD43 replikasi HIV dimediasi dengan peningkatan aktifitas NF-kB
(sialophorin) pada permukaan limfosit T. Reseptor CD43 yang di sel mononuklear. M. tuberculosis dapat menyebabkan
terekspresi tersebut menjadi aktivator baik terhadap limfosit infeksi lanjut pada CD4 sel T limfosit dan monosit. M.
T-CD4 sendiri maupun terhadap HIV. Peningkatan aktivitas tuberculosis juga mengaktifkan replikasi HIV-1 pada CD4 T
limfosit T-CD4 yang terinfeksi HIVakan menginduksi T-helper limfosit yang terinfeksi laten. Masuknya monosit kedalam
1 (Th-1) mensekresi Interleukin (IL)-1â, IL-2, Tumor necrosis sel dendrit dapat memfasilitasi trasmisi HIV-1 ke CD4 T
factor (TNF)-á dan Interferon (IFN)-ã sehingga kadar didalam limfosit yang apabila berdiferensiasi ke M. tb dapat
darah meningkat.4 menyebabkan berkembang menjadi infeksi laten HIV-1
Human immunodefisiency virusyang berada di dalam (Gambar 3).8
limfosit T-CD4 akan teraktivasi oleh pengaruh reseptor CD43
dan akan menginduksi pembentukan kompleksT-cell reseptor
No Yes
dapat meningkatkan hasil dari hapusan dan kultur. Lebih
Evaluate for active tuberculosis
(obtain samples for AFB smear
dari ¼ dari pasien HIVdengan penyakit TB paru menunjukkan
and culture)
hasil negatif palsu.12
Moderate to high
Serost at us HIV t idak mempengaruhi hasil dari
pemeriksaan hapusan dahak dan kultur. Hasil positif lebih
Alternative cause
identified for symptoms suspicion or
Retest for LTBI Treatment for LTBI not and abnormal chest evidence for active
once ART started
and CD4+ T-
indicated
Retest annually if on
radiograph
Active tuberculosis
tuberculosis
sering didapatkan pada penyakit paru dengan kavitas. Hasil
lymphocyte
count > 200
going high risk of
tuberculosis exposure
excluded with negative
smears and cultures in
dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur yang berasal
(endemic area,
congregate setting, etc.)
the setting of low
suspicion dari spesimen ekstraparu lebih tinggi diantara pasien
imunodefisiensi lanjut dibandingkan dengan orang yang tidak
Initiate treatment for LTBI Initiate four-drug
regimen for active terinfeksi.16 Uji Nucleic acid amplication (NAA), juga disebut
tuberculosis
Direct Amplification Test dapat langsung diterapkan pada
Gambar 4. Diagram alur diagnosis LTBI-HIV spesimen klinik seperti dahak dan sangat membantu dalam
Dikutip dari (10) proses evaluasi pasien dengan hasil hapusan dahak positif.
Hasil positif NAA pada hapusan dahak sangat merefleksikan
TB aktif. Pada orang dengan hasil dahak negat if atau
Penelitian saat ini menyarankan bahwa Interferron
penyakit ekstraparu maka penggunaan NAA harusdigunakan
Gamma Relation Assay (IGRA) lebih konsisten dan tinggi
dan diinterpretasikan sesuai dengan penyebabnya.9
spesifitasnya (92–97%) dibandingkan dengan Tuberculin
Sensitiviti Ujit (TST) sebesar 56–95%, hubungan korelasi yang Pada pasien dengan tanda TB ekstraparu, aspirasi
baik akan menggantikan pengukuran terpajannya M. tb dan jarum halus atau biopsi dari lesi kulit, kelenjar limfe, cairan
kurang terjadinya reaksi silang terhadap vaksin Bacillus pleura dan perikardial harus dilakukan. Kultur darah dari
Calmette-Guerin (BCG) at au t erpajan nontuberculous mikobakterium dapat membantu pasien dengan tanda
mycobacteria lainnya dibandingkan dengan TST.11,15 penyebaran penyakit atau perburukan imunodefisiensi. Hasil
Improvement No Improvement
Ambulatory patient with cough 2-3 weeks and no danger signsa after 3-5 days after 3-5 days
TB unlikely
HIV testb HIV-related disease tuberculosis h Complete antibiotics
Refer for HIV and
tuberculosis care
HIV+ or status unknownc
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ dengan
kondisi jelek
AFB-positived AFB-negatived Dikutip dari (19)
2nd visit
TB unlikely
pasien TB tanpa HIV.7 Gejala mayor terbatas pada paru dan
Treat for PCPi Treat for bacterial infectionh biasanya gambaran foto toraks lobus atas berupa gambaran
HIV assessmentf HIV assessmentf
CTPe infiltrat fibronodular dengan atau tanpa kavitas.8 Gejala
ekstraparu lebih sering timbul pada pasien HIV dibandingkan
Response j Response j pada pasien yang tidak terinfeksi HIV, walaupun manifestasi
4th visit
No or partial response
klinik antara pasien terinfeksi HIV dengan tidak terinfeksi HIV
Reassess for TB tidak secara substantial berbeda. Pada HIV stadium lanjut
gambaran foto toraks pada pasien TB paru berbeda dibandingkan
dengan pasien dengan derajat keparahan imunosupresi lebih
Diagram alur diagnosis pasien TB dengan HIV+ pada pasien rendah. Pada lobus bawah, lobus tengah, gambaran infiltrat
rawat jalan milier lebih biasa dan kavitas lebih jarang. Limfadenopati
Dikutip dari (19)
mediastinum juga dapat ditemukan. Walaupun dengan
gambaran foto toraks normal, pasien terinfeksi HIV dan TB paru
Pada pasien dengan sakit berat perlu segera dirujuk dapat memberikan hasil dahak yang positif dan hasil kultur.8
ke pusat rujukan atau yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Peningkatan derajat imunodefisiensi, TB ekstraparu
Apabila tindakan rujukan tidak dapat dilakukan segera maka (limfadenitis, pleuritis, pericarditis dan meningitis) dengan atau
pemberian antibiotik spektrum luas segera diberikan dan tanpa keterlibatan paru ditemukan pada gejala mayor dengan
pemeriksaan dahak segera dikerjakan. Apabila hasil jumlah CD4+ < 200 cell/ L. Pada beberapa pasien TB dapat
menjadi penyakit sistemik yang berat dengan demam tinggi,
pemeriksaan HIV negatif, gejala klinik HIV kurang nyata dan
progresif, dan sindoma sepsis. Penemuan histopatologi juga
apabila daerah tersebut tidak termasuk kedalam prevalensi
dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi. Pasien dengan fungsi
HIVyang tinggi maka dilanjutkan penegakan diagnosissesuai
relatif imun terdapat tipikal inflamasi granulomatosa yang
dengan pedoman yang berlaku. Apabila gejala klinik dan diasosiasikan dengan penyakit TB. Pada pasien dengan
pasien berasal dari wilayah dengan prevalensi HIV tinggi imunodefisiensi berat dan kadar mikobakterium yang tinggi,
maka penegakan diagnosis sesuai algoritma (Gambar 4).19 penyakit TB dapat menjadi subklinik atau oligoasimptomatis.8
Gejala klinik TB paru pada pasien dengan HIVtergantung
dari derajat imunosupresi sebagai hasil dari infeksi HIV. Pasien
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) tetap menjadi salah satu masalah pengontrolan administratif, teknik dan alat pelindung
kesehatan yang paling serius. Saat ini TB merupakan masalah pernapasan. Tatalaksana pemberantasan TB dapat dilakukan
kesehatan di dunia dan penyebab utama kematian di negara dengan berbagai cara dan hal ini telah berhasil dilakukan di
berkembang. Di Indonesia sendiri TB masih merupakan beberapa negara maju.4
masalah utama kesehatan masyarakat, ditunjang oleh
beberapa fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan PENULARAN TUBERKULOSIS
pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan hidup sebagai parasit intraselular dan berkembang biak di
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor dalam tubuh. Penularannya dapat terjadi dari penderita ke
5 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran napas orang lain melalui percik renik. Percik renik berdiameter 1–5
pada semua kelompok usia dan nomor 1 dari golongan ¼m yang terhisap dan menginfeksi paru. Percik renik di
penyakit infeksi.1 keluarkan oleh penderita sebagai sumber infeksi pada saat
Risiko penularan TB diantara petugas kesehatan bicara atau batuk dan menular ke orang lain saat terjadi
cukup tinggi sebelum era antibiotika tetapi menurun dengan kontak dan dapat bertahan di udara selama berjam-jam
cepat setelah tahun 1950 dikarenakan menurunnya insidens bahkan beberapa hari sampai akhirnya ditiup angin. Infeksi
penyakit dalam populasi dan terdapatnya terapi yang efektif. t erjadi apabila orang menghirup percik renik yang
Perubahan ini berakibat pada kurangnya pengawasan infeksi mengandung M. tb. Gejala penyakit timbul beberapa saat
di rumah sakit. Zat yang terhirup di tempat kerja terutama setelah infeksi dan pada umumnya respons imun terbentuk
di rumah sakit dapat menjadi penyebab penyakit paru kronik. dalam 2–12 minggu setelah infeksi.4,5
Dokter, perawat, petugas laboratorium, bahkan petugas Keadaan lingkungan, ventilasi udara di ruangan, lama
kebersihan di rumah sakit yang menangani penderita TB pajanan, jumlah percik renik, ukuran dan konsentrasi kuman
merupakan kelompok risiko tinggi. Untuk petugaskesehatan mempengaruhi proses infeksi M. tb. Kondisi penderita TB
saat ini TB merupakan penyakit akibat kerja. Identifikasi yang dapat menimbulkan risiko penularan antara lain
pengaruh kerja terhadap suatu penyakit penting dilakukan terdapatnya TB paru, batuk produktif, sputum basil tahan
sebagai dasar pengobatan, pencegahan dan kelangsungan asam (BTA) positif, tampak kavitas pada foto toraks, saat
pekerjaan.1,15 batuk atau bersin tidak menutup hidung atau mulut, terapi
antiTB yang tidak tepat dan teratur, serta menjalani prosedur
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobact erium yang menginduksi batuk seperti induksi batuk, bronkoskopi
tuberculosis (M. tb) dan menyerang organ pernapasan dan suction.1,6 Tuberkulosis dimulai dari infeksi primer yang
walaupun dapat mengenai organ lain.2 Sejak meluasnya sering tidak menimbulkan gejala dan kemudian dapat
penyakit human immunodeficiency virus (HIV) dan sembuh sendiri sehingga uji tuberkulin berubah dari negatif
pertambahan kasus TB kebal obat (MDR-TB), masalah TB menjadi positif.7
yang sebelumnya telah teratasi kembali mencuat, sehingga
pengawasan dan pemberantasan penyakit ini menjadi TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT
bertambah rumit.3 Tinjauan pustaka ini akan membahas
mengenai TB nosokomial. Penularan TB nosokomial dapat Penularan TB di rumah sakit berkaitan erat dengan
kejadian luar biasa di daerah tersebut.8 Terapi TB dapat
dicegah dengan cara menerapkan pengendalian infeksi yang
efektif. Center for Disease Control and Prevention (CDC) diberikan dengan rawat jalan, tetapi terdapat kemungkinan
penderita memerlukan perawatan di rumah sakit akibat
merekomendasikan tindakan pencegahan penularan berupa
beratnya penyakit, efek samping obat, penyakit penyerta
ya tidak
Parut BCG Ruang
Periksa Pintu Kantor
Area
Uji tuberkulin Terbuka
ya tidak
Ruang
Derajat 0/1
Tunggu
Sisi C Sisi A
tidak Curiga
ya
Apotik Pintu Pintu
Pem. Fisis
Sisi B
tidak
ya Rencana Tampilan Dinding dengan
Normal daerah atas terbuka
Angin
Baik