Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh

pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, biasanya

disertai peningkatan tekanan intraokuler (Eva PR, 2010). Glaukoma merupakan

penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah penderita 60.500.000 pada

tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 76.600.000 pada tahun 2020 (Budiono

S, 2013). Hampir 60 juta orang terkena glaucoma. Diperkirakan 3 juta penduduk

Amerika Serikat terkena glaucoma dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50%

tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma (Eva

PR, 2010).

Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, menjadi

glaucoma primer, glaucoma kongenital, glaucoma sekunder dan glaucoma absolut.

Glaukoma sudut tertutup akut (AACG) adalah kedaruratan mata yang berkembang

menjadi kebutaan jika tidak diobati (Petsas,A, 2017). Insiden glaukoma sudut

tertutup akut tertinggi pada usia 55-70 tahun. Peningkatan insiden dengan usia

dapat dijelaskan karena dengan bertambahnya usia kedalaman dan volume bilik

mata depan berkurang, terjadi peningkatan ketebalan lensa yang dapat mendorong

lensa ke depan sehingga mengakibatkan peningkatan kontak iridolentikuler

(Budiono, 2013).

Penutupan sudut yang terjadi secara mendadak menimbulkan gejala yang

berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan

muntah. Pasien glaukoma akut seringkali misdiagnosed karena keluhan sistemik

yang dirasa lebih dominan seperti nyeri kepala, mual dan muntah (AAO, 2010).
Glaukoma akut merupakan kasus kedaruratan medis yang membutuhkan

tatalaksana cepat dan tepat untuk memperoleh prognosis yang baik (Petsas A,

2017).

Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokuler.

Tekanan intraokuler diturunkan dengan cara meningkatkan aliran kelurnya.

Setelah tekanan intraokuler dapat dikontrol, harus dilakukan iridotomi perifer

untuk membentuk hubungan permanen antara bilik mata depan dan belakang

sehingga kekambuhan dapat dicegah (Eva PR, 2010).

Oleh karena itu tulisan ini akan membahas tentang “ Glaukoma Akut”.
BAB II

GLAUKOMA AKUT

2.1 Definisi

Glaukoma sudut tertutup akut (AACG) adalah kedaruratan mata yang

berkembang menjadi kebutaan jika tidak diobati (Petsas,A, 2017). Glaukoma

sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomi tanpa

disertai kelainan lain. Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris

bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris. Hal ini

menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan intraokuler meningkat dengan

cepat (Eva PR, 2010). Menurut Budiono (2013), glaukoma sudut tertutup akut

didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan TIO yang disebabkan

penutupan sudut sebagian atau seluruhnya oleh iris perifer sehingga terjadi

obstruksi aliran humor aqueous. Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu

penyakit dimana terdapat penutupan dari sudut bilik mata depan ditandai

dengan peningkatan TIO secara cepat sebagai akibat dari penyumbatan

trabekular meshwork secara tiba-tiba oleh iris melalui mekanisme blok

papillary (AAO, 2013).

2.2. Anatomi dan Fisiologi Humor Aqueous

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor

aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous

adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya

adalah sekitar 250 μl, dan kecepatan pembentukkannya yang memiliki variasi
diurnal, adalah 2,5 μl/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi

dibandingkan plasma. Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma,

kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang

lebih tinggi, protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Humor aqueous

diproduksi oleh corpus ciliare (Eva PR, 2010).

Setelah masuk ke bilik mata belakang, humor aqueous mengalir melalui

pupil ke bilik mata depan, lalu ke anyaman trabecular di sudut bilik mata depan.

Anyaman trabecular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik

yang dibungkus oleh sel-sel trabecular, membentuk suatu saringan dengan

ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm.

Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke anyaman trabecular memperbesar

ukuran por-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase humor

aqueous juga meningkat. Saluran eferan dari kanal Schlemm menyalurkan

cairan ke dalam sistem vena (Eva PR, 2010).

Gambar 2.1. Skema aliran humor aqueous

Sejumlah kecil humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke

ruang superkoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sclera

(Eva PR, 2010).


2.3 Faktor Risiko

a. Usia

Insiden glaukoma sudut tertutup akut tertinggi pada usia 55-70 tahun.

Peningkatan insiden dengan usia dapat dijelaskan karena dengan

bertambahnya usia kedalaman dan volume bilik mata depan berkurang,

terjadi peningkatan ketebalan lensa yang dapat mendorong lensa ke depan

sehingga mengakibatkan peningkatan kontak iridolentikuler (Budiono,

2013).

b. Gender (F:M ratio 3:1)

Glaukoma sudut tertutup akut 2-4 kali lebih sering terjadi pada wanita

disbanding pria. Beberapa studi menjelaskan bahwa pada wanita cenderung

mempunyai segmen anterior lebih kecil dan axial length lebih pendek

dibanding pria (Budiono, 2013).

c. Axial length pendek (hipermetropia)

d. Diameter kornea kecil

e. Riwayat glaukoma

f. Riwayat keluarga

g. Pengguanaan obat-obatan (topikal, sistemik) :

1. Agen adrenergik misalnya phenylephrine

2. Obat-obatan dengan efek antikolinergik misalnya antidepresan trisiklik

3. Obat-obatan yang dapat menyebabkan edema badan siliar, mis.

topiramate, sulfonamid (Petsas,A, 2017).


2.4 Patofisiologi

Menurut Budiono (2013), patogenesis yang mendasari terjadinya

glaukoma sudut tertutup akut terdapat dua teori, yakni teori muskulus dilator

yang mengatakan bahwa kontraksi muskulus dilator pupil akan meningkatkan

aposisi iris dan anterior lensa, mempertinggi blok pupil fisiologis yang secara

simultan membuat iris perifer lebih flaccid sehingga mengakibatkan tekanan

bilik mata belakang meningkat dan iris perifer terdorong lebih ke anterior,

akhirnya iris kontak dengan permukaan kornea posterior dan TIO meningkat.

Di lain pihak, teori muskulus sfingter mengatakan bahwa kekuatan blok pupil

terbesar dari muskulus sfingter saat diameter pupil sekitar 4 mm.

Aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris di ruang posterior mata

dan berdifusi dari ruang posterior melalui pupil dan ke ruang anterior. Dari

ruang anterior, cairan dialirkan ke sistem vaskular melalui trabecular

meshwork dan kanal Schlemm (persimpangan iris dan kornea di sekitar ruang

anterior). Glaukoma sudut tertutup akut disebabkan oleh faktor-faktor yang

mendorong atau menarik iris ke sudut sehingga menghalangi drainase aqueous

humor, meningkatkan TIO dan merusak saraf optic (Petsas A, 2017)

Glaukoma sudut tertutup akut muncul terutama melalui mekanisme yang

disebut blok pupil sekunder akibat midriasis. Ketika iris melebar dan ditarik

secara sentripetal dan ke arah posterior menyebabkan kontak lensa dengan iris,

aqueous humor dicegah melintas antara lensa dan iris ke dalam bilik anterior.

Namun, aqueous humor terus diproduksi oleh badan siliar, mendorong iris

perifer dan dengan demikian menutup sudut. Efek yang dihasilkan adalah
menghambat aliran keluar cairan dan menyebabkan peningkatan tekanan

intraokuler yang mendadak (Petsas,A, 2017). Tekanan intraokuler mencapai

60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai

edem kornea dan kerusakan nervus optikus (Eva PR, 2010).

Gambar 2.2 patofisiologi glaukoma primer sudut tertutup akut

2.5 Gejala Klinis

Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan

penglihatan mendadak pada satu atau kedua mata yang disertai nyeri hebat, halo,

serta mual dan muntah. Tanda lainnya adalah peningkatan tekanan intraokuler

yang mendadak, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil berdilatasi

sedang yang terfiksasi, dan injeksi siliar (Eva PR, 2010).

Menurut Budiono (2013), serangan akut biasanya terjadi ketika tekanan

intraokuler meningkat cepat (biasanya sekitar 45-75 mmHg). Gejala yang berat

sering ditunjukkan dengan nyeri mata mendadak dan sakit kepala. Nyeri tersebut

dapat radier sepanjang distribusi cabang oftalmik saraf trigeminal yang ditandai

nyeri di sinus, telinga, kepala dan gigi. Kabur dan melihat seperti pelangi

disebabkan edema epitel kornea karena tingginya TIO. Edema kornea dapat
memisahkan cahaya putih menyebabkan cincin berwarna mengelilingi cahaya

lampu pijar dengan warna merah kuning di tengah dan biru hijau di perifer.

Gejala ini merupakan gejala awal serangan akut.

2.6 Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis awal sangat penting dan mendasar dalam pengobatan

glaukoma. Anamnesis rinci sangat diperlukan dalam mendiagnosis

glaukoma dan menentukan arah manajemen yang tepat. Penting untuk

menanyakan pada pasien mengenai gejala subyektif, dengan gejala seperti

penglihatan kabur, nyeri mata, sakit kepala, dan hiperemia yang

menandakan kemungkinan riwayat serangan glaukoma akut. Selain itu,

penting juga untuk bertanya tentang riwayat keluarga pasien (Japan

Glaucoma, 2006 dan AAO, 2013).

2. Lampu Celah Biomikroskop

Metode terbaik untuk memeriksa diskus optik adalah dengan lampu

celah yang dikombinasikan lensa posterior dengan pembesaran tinggi.

Kedalaman bilik mata depan dan ukuran lensa faki harus dicatat (AAO,

2013). Hasilnya akan didapatkan :

 Kongesti pembuluh darah episklera dan konjungtiva

 Edema epitel kornea

 Bilik mata depan dangkal, flare dan cells

 Pupil irregular, mid-dilatasi

 Lensa membesar dan lebih terdorong ke depan (Budiono, 2013).


3. Tonometri

Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokuler. Rentang tekanan

intraokuler normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut rerata tekanan

intraokuler lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Untuk

menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus

optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Apabila tekanan

intraokuler terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapang

pandang normal (hipertensi okuler), pasien dapat diobservasi secara berkala

sebagai tersangka glaukoma (Eva PR, 2010).

4. Gonioskopi

Gonioskopi merupakan tes definitif untuk mendiagnosis glaucoma

sudut tertutup. Gonioskopi harus dilakukan pada semua pasien yang

dicurigai mengalami penutupan sudut dan dilakukan sebelum diberikan obat

untuk dilatasi mata. Selain itu, gonioskopi dapat menjadi terapeutik untuk

memecahkan serangan akut sudut tertutup (AAO, 2013).

Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan korne perifer

dengan iris, yang diantaranya terdapat anyaman trabekular. Apabila

keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan processus iris dapat

terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau

sebagian kecil dari anyaman trabekula yang dapat terlihat, sudut dinyatakan

sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup

(Eva PR, 2010).


Gambar 2.3 ilustrasi gabungan memperlihatkan gambaran anatomi (kiri) dan gonioskopi

(kanan) sudut bilik mata depan normal

5. Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya

(depresi sentral) - cawan fisiologik - yang ukurannya tergantung pada

jumlah relatif serat penyusun nervus opticus terhadap ukuran lubang sklera

yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Atrofi optikus akibat glaukoma

menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh

berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan

diskus optikus disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-

bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan

pencekungan diskus optikus (Eva PR, 2010).

Pada glaukoma mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan

optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai

pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Hasil akhir

proses pencekungan pada glaukoma disebut sebagai cekungan “bean-pot”

(periuk), yang tidak memperlihatkan jaringan saraf dibagian tepinya (Eva

PR, 2010).
Gambar 2.4 pencekungan glaukomatosa

“Rasio cawan diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat

ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah

perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus. Apabila

terdapat kehilangan lapang pandang atau peningkatan tekanan intraokuler,

rasio cawan diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna

antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa (Eva

PR, 2010).

Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi

langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa

kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga dimensi. Bukti klinis

lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah atrofi lapisan serat

saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan diskus optikus (Eva PR,

2010).

6. Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang digunakan untuk mengidentifikasi

keberadaan dan menghitung jumlah hilangnya bidang lapang pandang

selama diagnosis awal glaukoma dan selanjutnya selama perawatan lanjutan

(AAO, 2013).
Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30

derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah

semakin nyatanya bintik buta. Berbagai cara untuk memeriksa lapangan

pandang pada glaukoma adalah automated perimeter (misalnya, Humphrey,

Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann. Paling sering menggunakan

perimeter Humphrey (Eva PR, 2010).

7. Tes lain yang perlu dipertimbangkan

Biomikroskop ultrasonik dapat dilakukan apabila pemeriksaan

menggunakan gonioskopi tidak jelas. Pemeriksaan tersebut dapat

mendemonstrasikan etiologi spesifik dari sudut tertutup (AAO, 2013).

2.7 Diagnosis Banding

 Glaukoma sudut tertutup sekunder karena kelainan lensa :

a) Glaukoma fakomorfik (lensa yang membesar)

b) Glaukoma ektopia lentis anterior

 Glaukoma sudut tertutup sekunder karena blok pupil akibat inflamasi

intaokuler

 Glaukoma sudut tertutup sekunder karena rubeosis iridis (Glaukoma

neovaskuler)

 Glaukoma maligna (Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Mata, 2006).

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan segera adalah untuk meredakan gejala akut dan

mengurangi TIO yang biasanya dicapai dengan terapi medis yaitu


Tabel 2.1 Pilihan Terapi (AAO, 2013)
Lini Terapi Terapi
Pasien akut Lini Pertama Gonioskopi dinamis untuk mencoba
dengan memecahkan sudut yang tertutup
gejala awal
Lini Pertama Inhibitor carbonic anhydrase dan atau
beta-bloker topical dan atau agonis alfa-
2 topikal
Pilihan utama :
 Acetazolamide PO 125-250mg, 4x
sehari, maksimal 1000 mg/hari
 Betaxolol ophthalmic (0,5%) : 1-2 tts
pada mata yang sakit, 2x/hari
 Brinzolamide ophthalmic (1%) : 1 tts
pada mata yang sakit, 2-3x/hari
 Dorzolamide ophthalmic (2%) : 1 tts
pada mata yang sakit, 2-3x/hari
 Levobunolol ophthalmic (0,25%) : 1-
2 tts pada mata yang sakit, 2x/hari;
(0,5%) 1-2 tts pada mata yang sakit
1x/hari
 Methazolamide PO 50-100mg, 2-
3x/hari
 Brimonidine ophthalmic (0,1%
sampai 0,2%) : 1 tts pada mata yang
sakit, 3x/hari
 Timolol ophthalmic (0,25% atau
0,5%) : 1 tts pada mata yang sakit,
2x/hari; (0,5% gel) : 1 tts pada mata
yang sakit, 1x/hari
Adjuvant Agen hiperosmotik :
Pilihan pertama : Glycerine PO, 1-
2g/kgBB, diulang tiap 5 jam bila perlu
Pilihan kedua : Manitol IV, 1,5-2g/kgBB
selama 30 menit
Tambahan Laser Peripheral Iridotomy (LPI) setelah
serangan akut terselesaikan
Terapi Emergency Serangan glaukoma akut sudut tertutup
dapat diatasi dengan bedah seperti
parasintesis bilik mata depan untuk TIO
yang sangat rendah dan memutus siklus
kenaikan TIO. Tindakan tersebut juga
dapat membersihkan edema kornea
untuk memudahkan dilakukannya LPI.

Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit


Mata (2006), penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut adalah :
1. Segera menurunkan TIO
a. Hiperosmotik : Glycerine 1,5g/kg BB 50% larutan dapat dicampur

dengan sari jeruk, bila sangat mual dapat diganti dengan Manitol 1-15

g/kg BB 20% larutan intavena (dalam infus 3-5cc/menit=60-100

tetes/menit)

b. Acetazolamide 500mg intravena (bila TIO sangat tinggi) atau 500mg oral

dilanjutkan 250mg sehari 4 kali

2. Menekan reaksi radang : steroid topikal : Prednisolone 1% atau

dexamethasone 0,1% sehari 4 kali

3. Penderita dalam posisi “supine” untuk memudahkan lensa bergerak ke

posterior mengikuti dehidrasi vitreous akibat hiperosmotik agar sudut dapat

terbuka
4. Sesudah ± 1 jam, periksa TIO dan sudut bilik mata depan

a. Pada umumnya TIO sudah mulai turun dan bila sudah <40mmHg, beri

Pilocarpine 2% dan setelah ½ jam bila TIO tetap turun dan sudut mulai

terbuka beri Pilocarpine 1% sehari 4 kali, Timolol 0,5% sehari 2 kali,

topikal Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4 kali.

Pilocarpine tidak perlu diberikan secara “intensive”. Bila kondisi mata

sudah mulai tenang terutama bila kornea sudah jernih dilakukan Laser

Iridotomi (Laser Peripheral Iridotomy= Laser PI) atau Bedah Iridektomi

Perifer (Bedah IP)

b. Bila TIO tetap tinggi dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan

kemungkinan glaucoma sudut tertutup karena kelainan lensa jangan

diberikan Pilocarpine akan menambah lensa bergerak ke depan, blok

pupil.

Siapkan untuk dilakukan Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI)

yang akan mengkerutkan iris perifer sehingga sudut terbuka, TIO turun,

kondisi mata menjadi tenang (2-3 hari) untuk selanjutnya dilakukan laser

PI.

5. Pasca Laser PI atau Bedah IP

Gonioskopi :

a. Sudut terbuka : Pilocarpine diteruskan sampai tampak jelas lubang IP,

Timolol dan Prednisolone atau Dexamethasone diteruskan sampai

kondisi mata tenang (bebas dari inflamasi)

b. Sudut tetap tertutup : dugaan Glaukoma plateau iris, Glaukoma ektopia

lentis anterior, Glaukoma maligna


2.8 Monitoring

Setelah resolusi episode akut, mata yang sakit harus dinilai derajat

penutupan sudut, derajat katarak dan kerusakan pada diskus optic serta lapang

pandang. TIO harus diperiksa beberapa kali untuk mendeteksi peningkatan

TIO asimtomatik. Mata yang tidak sakit harus dinilai dan dirawat untuk

mencegah terjadinya serangan (AAO, 2013).

Pasien yang memiliki glaukoma neuropati optik, rutin memeriksakan

dirinya 3 sampai 6 bulan untuk memastikan TIO dan tidak ada perkembangan

glaukoma lebih lanjut dari saraf optic atau perubahan lapang pandang. Pasien

yang tidak memiliki glaukoma neuropati optik, rutin memeriksakan dirinya 6

sampai 12 bulan untuk mendeteksi penutupan sudut lebih lanjut atau

peningkatan TIO (AAO, 2013).

2.9 Komplikasi

 Serangan pada mata sisi sehat

 Oklusi vena retina

 Penurunan tajam penglihatan permanen

 Serangan episode akut berulang (AAO, 2013).

2.10 Prognosis

Prognosis baik pada TIO yang terkontrol. TIO dapat dikontrol dengan

LPI saja sekitar 42% - 72% pada ras kulit putih (AAO, 2013).
BAB III

RINGKASAN

Glaukoma sudut tertutup akut merupakan kedaruratan mata yang

berkembang menjadi kebutaan jika tidak diobati. Glaukoma sudut tertutup akut

didefinisikan sebagai peningkatan TIO secara cepat sebagai hasil adanya blok iris

yang relatif tiba-tiba terhadap trabekular meshwork. Keadaan ini menimbulkan

gejala nyeri di mata, sakit kepala, mata kabur, melihat warna pelangi disekitar

sumber cahaya (halo), mual dan muntah. Faktor risiko terjadinya glaukoma sudut

tertutup akut yakni, usia, gender, riwayat keluarga, riwayat glaukoma dan

penggunaan obat-obatan. Diagnosis glaukoma sudut tertutup akut dapat ditegakkan

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik (lampu celah biomikroskop, tonometri,

gonioskopi, penilaian diskus optikus dan pemeriksaan lapang pandang).

Penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut dengan segera menurunkan TIO

menggunakan obat hiperosmotik atau Acetazolamid atau Timolol, berikan obat-

obatan simptomatik bila perlu, bila kondisi sudah tenang (setelah 24 jam) dilakukan

iridektomi.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2010. Fundamentals and Principles of


Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
American Academy of Ophthalmology. 2013. Angel Closure Glaucoma. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Mata. Surabaya: Airlangga University Press: hal. 66-71
Eva PR, Whitcher JP. 2010. Oftamologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC:
hal. 224-226.
Guidelines for Glaucoma (2nd Edition). 2006, Japan Glaucoma Society.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata. 2006
Petsas, Anna. 2017, Acute Angle Closure Glaucoma – A Potential Blind Spot In
Critical Care, Journal of the Intensive Care Society, Vol. 18(3) 244–246.

Anda mungkin juga menyukai