Jurnal Appendicitis Akut
Jurnal Appendicitis Akut
* Duke University, Division of Emergency Medicine, Duke University, Durham, North Carolina
Hasil : Computed Tomography (CT) adalah yang paling akurat dalam mendiagnosis
apendisitis, tetapi terkadang paparan radiasi dapat mengganggu diagnosis. Skor
Alvarado yang merupakan sistem skor klinis yang digunakan untuk mendiagnosis
apendisitis berdasarkan tanda serta gejala dan laboratorium. Hal ini dapat membantu
membedakan risiko pada pasien yang dicurigai terkena apendisitis dan mengurangi
penggunaan CT scan yang dianggap tidak perlu. sel darah putih (WBC), C-reactive
protein (CRP), jumlah granulosit dan proporsi sel polimorfonuklear (PMN) sering
meningkat pada pasien dengan apendisitis tetapi tidak cukup untuk dijadikan
modalitas diagnostik. Saat beberapa marker digabung untuk mendiagnosis maka
peningkatan dalam diagnosis meningkat. Beberapa penanda lain telah drencanakan
dalam mendiagnosis apendisitis, tetapi masih dalam tahap penelitian.
Pendahuluan :
Apendisitis akut adalah kegawatdaruratan abdomen yang paling sering
membutuhkan operasi dengan estimasi seumur hidup sekitar 7%. Walaupun angka
prevalensi yang tinggi, diagnosis apendisitis tetaplah membutuhkan tantangan.
Diagnosis apendisitis membuat semangat Sir Willam Osler saat ia menyatakan "Ilmu
kedokteran tidaklah pasti dan seni probabilitas". Presentasi klinis sering tidak khas
dan diagnosis menjadi sulit dikarenakan gejala tidak berhubungan dengan kondisi
lainnya. Keputusan penting dalam diagnosis pasien dengan kecurigaan apendisitis
adalah apakah harus dioperasi atau tidak. Idealnya, tujuan dari terapi segala kasus
apendisitis tanpa intervensi bedah. Penelitian tahun 2001 melaporkan apendektomi
yang negatif meningkat antara 15% dan 34% dengan perkiraan 15% yang sesuai
untuk mengurangi insiden perforasi.
Evaluasi yang bermakna dari apendisitis akut mengenai intervensi operasi dini
bertujuan untuk mencegah perforasi dan pendekatan untuk mengurangi pembedahan
yang tidak diperlukan. Selain itu serorang dokter harus mempertimbangkan
ketepatan, penundaan menuju operasi, dan risiko radiasi dalam menggunakan CT
Scan dan juga terhadap hasil labratorium. Terakhir, sayangnya seorang dokter dalam
bertindak dipengaruhi oleh litigasi malpraktek terhadap apendisitis sebagai kondisi
medis tersering yang berhubungan dengan litigasi terhadap gawat darurat dokter
dengan klaim yang dibayarkan kepada pasien hingga sepertiga dari kasus
Tujuan dari artikel ini adalah menyajikan kepada pembaca terhadap
perkembangan dari pendekatan diagnosis apendisitis dengan menyajikan berdasarkan
evidence base berdasarkan radiologi, sistem skor, laboratorium dan biomarker baru
untuk apendisitis.
Metode : Kami melakukan penelitian luas PubMed dengan mengetik "diagnosis dan
apendisitis", "Gambaran radiologi dan apendisitis", "Marker laboratorium pada
apendisitis", "skor Alvarado" dan "Marker baru pada apendisitis". Kami mencari
meta-analisis, review sistemik, review dan percobaan sejak 2000. Hanya penelitian
yang dipublikasikan yang digunakan pada paper kami. Kami juga menggunakan
sumber sekunder terhadap artikel yang sangat berhubungan. Sejak banyak
metaanalisis yang tersedia, kami memfokuskan pada hal tersebut dan juga termasuk
publikasi data seseorang yang relevan. Fokus kami adalah membawa para pembaca
untuk memperbaharui perkembangan dalam ilmu tersebut.
Gambaran Radiologi
Perkembangan teknologi dan meningkatnya ketersediaan CT telah menjadi hal
yang sangat fundamental dalam mendiagnosis apendisitis. Pada tahun 2011 dilakukan
penelitian terhadap 2871 pasien, multi-detector CT memiliki sensitivitas 98.5% dan
spesifisitas 98%. Serupa dengan meta analisis pada tahun 2006 yang terdiri dari 31
penelitian dan 4341 pasien yang menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas 94%. pada
2011 metaanalisis pada 28 penelitian dengan 9330 pasien menemukan bahwa nilai
apendektomi negatif sekitar 8.7% ketika digunakan CT dibandingkan 16.7% ketika
dilakukan evaluasi klinis saja. Serupa dengan penelitian tersebut, penelitian ini juga
menunjjukan tingginya nilai apendektomi negatif sebelum era CT scan dibanding era
setelah CT Scan (10% vs. 21.5%). menariknya adalah, insiden perforasi apendik,
yaitu komplikasi terbanyak dari apendisitis dilaporkan tidak berubah sejak
menggunakan CT Scan.
Pada review sistemik 2007 (25 penelitian dan 9121 pasien) menggunakan
USG untuk mendiagnosis apendisitis akut memiliki sensitivitas 83.7% dan spesifisitas
95.9%. Hal serupa terjadi pada meta analisis tahun 2006 pada pasien baik anak
ataupun orang dewasa. masih terjadi perdebatan pada penggunaan USG untuk
mendiagnosis apendisitis yang kurang akurat dibanding dengan CT Scan. Perbedaan
terlihat pada penelitian yang beberapa dokter bedah yang tetap menggunakan USG
pada kasus yang dicurigai apendisitis. Hal ini bergantung terhadap operator dan
ketersediaan USG, hal ini juga menggambarkan perbandingan antara mesin USG dan
mesin resolusi tinggi pada departemen radiologi.
Peningkatan perkembangan diagnostik menggunakan CT Scan berdampak
pada peningkatan radiasi dan risiko panjang terjadinya kanker. Satu penelitian
memperkirakan 29000 kanker terjadi dimasa akan datang berhubungan dengan
penggunaan CT pada tahun 2007, dengan jumlah yang discan terdapat pada
abdomen/pelvis dengan kecurigaan apendisitis. Pada penelitian lain diperkirakan
adanya peningkatan radiasi yang berhubungan dengan kanker pada pria 620 dan 470
wanita yang dilakukan CT Scan abdomen dengan kontras pada umur 20. Pada pasien
yang dilakukan CT Scan pada umur 60, diperkirakan sekitar 1 dari 1250 pria dan 1
dari 1320 wanita akan terkena kanker yang berkaitan dengan radiasi.
Ironisnya, hasil dalam studi validasi berikutnya dari skor Alvarado sebagian
besar mengungguli temuan studi asli dan memberikan dukungan utama untuk
pertimbangan aturan dalam praktek klinis. Dalam meta-analisis oleh Ohle dkk
dilakukan pada tahun 2011, review dari 29 studi termasuk 5.960 subyek
mengungkapkan bahwa untuk cutoff dari 5 (kriteria untuk mengamati / mengakui) ada
sensitivitas 99% (95% CI: 97 -99%) dan spesifisitas dari 43% (36-51%). Pada cutoff
dari 7 (kriteria untuk melanjutkan langsung ke operasi) sensitivitas adalah 82% (76-
86%) dan spesifisitas 81% (76-85%). Berdasarkan hasil tersebut, penulis berpendapat
bahwa menggunakan skor cutoff dari 5 atau lebih rendah dapat "menyingkirkan
diagnosis" , sementara cutoff dari 7 tidak ckup spesifik untuk untuk menegakkan
diagnosis . Namun , beberapa studi lainnya yang lebih kecil tidak menunjukkan
sensitivitas tinggi. Sebuah 2007 studi retrospektif 150 pasien berusia 7 dan lebih tua
yang datang ke UGD dengan nyeri perut dan ditemukan bahwa 5% dari pasien dengan
skor 3 atau kurang memiliki apendisitis, seperti yang dilakukan 36% dari pasien
dengan skor antara 4-6. Demikian pula, dalam studi retrospektif dari 215 orang
dewasa dan anak-anak yang datang dengan sakit perut akut, Gwynn dkk menemukan
bahwa 8,4% (12 dari 143) dari subjek dengan apendisitis memiliki skor Alvarado
bawah 5. Penelitian retrospektif lain dari 156 anak-anak menemukan bahwa 9% dari
subyek dengan apendisitis yang rumit akan tidak terdeteksi dengan penggunaan skor
Alvarado.
Apa yang bisa kita simpulkan dari ini? Berdasarkan hasil tersebut pada 2011
meta-analisis dapat disimpulkan bahwa sejak skor Alvarado dari ≥5 memiliki
sensitivitas 99%, ini adalah strategi yang menjanjikan untuk mengesampingkan pasien
yang secara klinis berisiko rendah untuk apendisitis. Pasien-pasien ini dapat diamati
secara klinis atau dengan peringatan rawat jalan yang kontraindikasi dengan CT
Scan. Sementara beberapa studi kecil mempertanyakan keakuratan skor Alvarado,
pendekatan ini tampaknya menjadi titik awal yang wajar dalam penilaian pasien
dengan dugaan apendisitis.
Salah satu kritik utama dari skor Alvarado adalah penerapannya pada populasi
pediatrik. Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa pada cutoff dari 5 (amati /
kriteria yang tepat) untuk 1.635 pasien anak sensitivitas 99% dan spesifisitas 57%,
mirip dengan subyek dewasa. Pada cutoff dari 7 (kriteria operasi) sensitivitas adalah
87% dan spesifisitas 76% . Dengan demikian, aturan prediksi klinis yang sama dapat
diterapkan seperti di atas. Meta-analisis tidak memberikan definisi yang jelas tentang
apa yang merupakan "anak," dan dengan demikian, tidak jelas apakah hasil ini
berlaku untuk semua populasi pediatrik. Skor Alvarado membutuhkan anak-anak
untuk mengidentifikasi migrasi nyeri, mual dan anoreksia, variabel yang tidak mudah
diidentifikasi pada anak.
Penanda Laboratorium
Suhu:
Riwayat demam memberikan sedikit nilai diagnostik pada appendisitis akut.
Dalam sebuah penelitian terhadap 492 pasien, suhu lebih besar dari 37,7 ° C memiliki
sensitivitas 70% spesifisitas 65% . Dalam meta-analisis yang terdiri dari 570 pasien
yang diduga apendisitis, riwayat demam hanya memberikan rasio kemungkinan 1.64.
Sebuah meta-analisis dari 502 pasien melaporkan bahwa rata-rata suhu diukur pada
nyeri perut non-bedah adalah 37,7 ° C dibandingkan 37,8 ° C dalam kasus apendisitis
pada saat dilakukan perngukuran pertama kali. Namun, variabel diagnostik meningkat
secara signifikan pada pemeriksaan serial dan merupakan pembeda penting dari
apendisitis. Kurva (ROC) untuk semua apendisitis pada pemeriksaan awal adalah 0,56
meningkat menjadi 0,77 setelah pemeriksaan serial. Oleh karena itu, meskipun suhu
awal tidak memberikan banyak nilai diagnostik, masih tetap menjadi parameter yanag
layak melihat ketika mengamati seseorang yang dicurigai apendisitis.