Anda di halaman 1dari 24

KEJANG PARSIAL KOMPLEKS TIDAK TERKONTROL

KEJANG UMUM SEKUNDER TONIK-KLONIK

Disusun guna melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior Farmasi


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:
1. Arla Santika Sishadi 22010115210166
2. Milzam Auzan Aziman 22010115210056
3. Deby Chintia 22010115210027
4. Firly Syah Putra 22010116210183
5. Terena Chintya M U 22010116210120
6. Rifqi Aziz Fauzian 22010116210050
7. Debby Fatmala R 22010116210055
8. Prika Maulina Agaristi 22010116210161

BAGIAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
KEJANG PARSIAL KOMPLEKS TIDAK TERKONTROL
KEJANG UMUM SEKUNDER TONIK-KLONIK

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Peggy Livingston
Usia : 60 tahun

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
“Dokterku menyuruhku untuk menemui dokter spesialis saraf mengenai
kejangku” (kejang parsial kompleks tidak terkontrol)

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang perempuan usia 60 tahun yang dirujuk ke klinik epilepsi oleh dokter
keluarganya untuk melakukan evaluasi terapi antikonvulsan. Dia selalu mengalami
kejang, dan kejang terakhir terjadi pada 1 minggu yang lalu, yang menyebabkan
dia terjatuh dari tangga. Kejang pertama terjadi sejak kecil. Dia teringat kejang
pertama kali terjadi pada saat kelas 1 dan membuat bingung seluruh isi sekolahnya.
Dia sudah pernah mencoba memakai fenobarbital dalam jangka waktu pendek dan
sudah memakai fenitoin sepanjang hidupnya. Dia tidak memiliki kontrol kejang
yang baik dengan tidak adanya periode tanpa kejang. Dia tidak pernah datang ke
dokter spesialis saraf dalam 1 tahun ini. Dia juga tidak memiliki hasil pemeriksaan
neuroimejing dan pemeriksaan EEG.
Sebagian besar kejangnya berupa kejang parsial kompleks, dimana dia
mengalami “jatuh pingsan” dan kehilangan akal pikirannya pada saat terjadi
kejang. Kadang dia memiliki bangkitan kejang umum sekunder tonik-klonik. Pada
umumnya, dia mengalami kejang pada saat kelelahan atau stres. Dia tidak
memiliki faktor risiko kejang yang signifikan. Dia menyatakan bahwa suatu waktu
lalu, dia merasa “tidak enak” pada pemakaian fenitoin dosis tinggi. Dia

2
menyatakan bahwa dia sudah pasrah, walaupun dia sudah berulang kali kehabisan
obatnya. Karena dia mengalami kejang, dia tidak dapat mengemudikan kendaraan
dan harus mengandalkan orang lain untuk bertransportasi.
Riwayat didapatkan dari peninjauan oleh dia dan suaminya melalui kalender
kejangnya, menunjukkan bahwa dia mengalami kejang “kecil” kurang lebih dua
kali seminggu (kejang parsial kompleks dan tanpa kejang umum sekunder) dan
satu kejang “besar” 1 bulan sekali (kejang umum sekunder tonik-klonik). Dari
hasil anamnesis dan skoring keseluruhan melalui kuesioner Quality of Life in
Epilepsy (QOLIE-89) didapatkan bahwa kejangnya memiliki pengaruh yang
signifikan pada kualitas hidupnya. Nilai dalam tenaga/kelelahan, rasa sakit, dan
dukungan sosial menunjukkan nilai yang rendah dibandingkan dari nilai kohort
pasien lain dengan epilepsi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Histerektomi pada usia 44 tahun.

Riwayat Keluarga
Kedua orang tuanya sudah meninggal, satu adik laki-laki dengan keadaan sehat.
Tidak ada riwayat kejang, keganasan, atau penyakit kardiovaskuler.

Riwayat Sosial Ekonomi


Menikah, pensiun dari toko penjahit wanita lokal, riwayat merokok dan
mengkonsumsi alkohol disangkal, telah lulus SMA.

ROS
Mudah lelah, tetapi tidak memiliki masalah pada keseimbangan.

Riwayat Konsumsi Obat


Fenitoin 100 mg p.o. 3 kali sehari

3
Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Wanita yang menyenangkan dan tidak ada kelainan

Tanda Vital
Tekanan darah : 126/73 mmHg
Frekuensi nadi : 63 kali/menit
Frekuensi nafas : 17 kali/menit
Suhu : 36,2oC
Tinggi badan : 180 cm
Berat badan : 50,8 kg

Kulit
Warna kulit normal, perabaan hangat, kulit lembab.

Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan


Hisutisme ringan, hiperplasia gingiva (+), OS katarak (+).

Leher/Kelenjar Getah Bening


JVD (-), limfadenopati (-).

Paru/Thorax
Dalam batas normal.

4
Payudara
Tidak diperiksa.

Kardiovaskuler
Bunyi jantung S1 dan S2 normal, denyut jantung dalam batas normal, normo
sinus ritme, denyut nadi perifer dalam batas normal.

Abdomen
Palpasi : tegang (-), nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.

Genital/Rektal
Tidak diperiksa.

Muskuloskeletal/ekstremitas
Tanda luka bakar pada tangan kanan karena kejang pada saat memasak.

Pemeriksaan Saraf (Neurologi)


Nervus kranial II-XII dalam batas normal, tampak nistagmus ke lateral.
Motorik : Kanan Kiri
Kekuatan otot 5/5 4/5
Deep tendon reflex +2/0 +1/0
Sensorik : raba dan nyeri (+) normal
Pasien tampak sadar normal.

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Na 137 mEq/L Hgb 14,5 g/dL SGOT 31 IU/L
K 4,1 mEq/L Hct 41,7% SGPT 22 IU/L
Cl 100 mEq/L Eritrosit 4,71x106 /mm3 Alk Phos 187 IU/L
CO2 29 mEq/L MCV 88,6 µm3 GGT 45 IU/L
BUN 9 mg/dL MCHC 34,7 g/dL Ca 7,3 mg/dL
SCr 0,6 mg/dL Trombosit 212x103 / mm3 Alb 3,9 d/Dl
Glu 107 mg/dL Leukosit 5,4x103 /mm3

Pemeriksaan EEG
Tampak hasil abnormal dengan gambaran kelambatan bitemporal, tampak
gambaran yang signifikan pada daerah temporal kiri dengan karakteristik
gambaran polimorfik dan epileptiform yang sesuai dengan riwayat kelainan
kejang.

Assessment
Kejang parsial kompleks tidak terkontrol disertai kejang umum sekunder.

6
P-Drug
Kejang Parsial Kompleks disertai Kejang Umum Sekunder
1. Daftar kelompok obat yang manjur:
- Hindantoin
- Barbiturat
- Carbamazepine
- Benzodiazepine
- Asam valproate
- Lamotrigin
- Gabapentin
- Topiramat
- Levetirasetam

7
TABEL 1
Kelompok Obat untuk Kejang Parsial Kompleks disertai Kejang Umum Sekunder
Golongan Obat Kemanjuran Keamanan Kecocokan

Hidantioin Farmakodinamik : Efek samping : Kontraindikasi :


Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa - Nyeri ulu hati, anoreksia, - Sinus bradikardi
menyebabkan depresi umum SSP. mual dan muntah - Hipersensitif terhadap
Sifat antikonvulsi fenitoin dida- - Diplopia,ataksia dan golongan hidantioin
sarkan pada penghambatan penja- vertigo, nistagmus
laran rangsangan dari fokus ke bagian - Keratosis dan hirsutisme
lain di otak. Bangkitan tonik-klonik - Teratogenik
dan beberapa bangkitan parsial dapat
pulih secara sempurna. Gejala aura
sensorik dan gejala prodromal lainnya
tidak dapat di-hilangkan secara
sempurna oleh fenitoin.

Farmakokinetik :
Absorpsi fenitoin yang diberikan per
oral berlangsung lambat, sesekali
tidak lengkap, 10% dari dosis oral
diekskresi bersama tinja dalam
bentuk utuh.
Kadar puncak dalam plasma dicapai
dalam 3-12 jam.
Pada pasien epilepsi, fraksi bebas
berkisar antara 5,8% – 12,6%.

8
Barbiturat Yang biasa digunakan untuk anti- Efek samping: Interaksi obat:
konvulsan: long-acting barbiturat - Fenobarbital: sedasi, psi- Fenobarbital meningkatkan ak-
kosis akut, dan agitasi tivitas mikrosom hati bila
Farmakodinamik: - Primidon: kantuk, ataksia, berinteraksi dengan obat lain.
Menekan letupan di fokus epilepsi. pusing, sakit kepala, dan Kadar fenitoin meningkat bila
Menghambat tahap akhir oksidasi mual. diberikan bersama asam valproat.
mitokondria  mengurangi pem- Fenitoin meningkatkan konversi
bentukan fosfat berenergi tinggi  primidon menjadi fenobarbital.
mengurangi sintesis neuro-transmiter,
mengurangi repolarisasi setelah
depolarisasi.

Farmakokinetik:
Metabolisme: hepar dan ginjal (25%)
Ekskresi melalui urin.
Waktu paruh:
Fenobarbital : 48 - 120 jam
Pirimidon : 6 – 12 jam
Metilfenobarbital : 7 jam
Carbamazepine Farmakodinamik: Efek samping: Kontraindikasi:
Pada membran permeabilitas me- - Pemberian obat jangka - Hipersensitif terhadap carba-
nunjukkan bahwa carbamazepine lama: pusing, vertigo, mazepine, blok AV.
menutup saluran natrium pada ataksia, diplopia, dan peng- - Riwayat depresi sumsum
konsentrasi terapi dan dapat lihatan kabur. tulang atau porfiria akut dan
menstabilkan membran neuron yang - Dosis berlebih: frekuensi berkala.
hiperaktif, menghalangi kerusakan bangkitan meningkat. - Penggunaan yang kombinasi
neuron yang berulang dan me- - Mual, muntah, diskrasia dengan penghambat mono
ngurangi perambatan sinaptik impuls darah yang berat, reaksi amin oksidase (MAO).
yang berasal dari luar. alergi.

9
Farmakokinetik: - Sindroma Steven Johnson
Carbamazepine diabsorpsi di saluran sering dilaporkan terjadi.
gastrointestinal. Kadar puncak atau
konsentrasi puncak plasma obat ini
akan tercapai pada 6-8 jam.
Metabolisme carbamazepin berada di
hati, dimana dioksidasi menjadi
metabolit epoksida yang bersifat
antikonvulsan. Carbamazepin dieks-
kresi di ginjal melalui urine 72% dan
28% melalu feses. Waktu paruh rata-
rata 36 jam dari dosis tunggal per oral,
kemudian menurun 20 jam setelah
terapi lanjutan tergantung lamanya
pengobatan.
Benzodiazepin Farmakodinamik: Efek samping: Kontraindikasi :
Hampir semua efek benzodiazepine Dosis hipnotik pada saat Hipersensitivitas terhadap benzo-
merupakan hasil kerja golongan ini mencapai kadar puncaknya: diazepine, kehamilan, pada
pada SSP dengan efek utama : sedasi, - light headednessn lassitude pasien myasthenia gravis, asma,
hipnosis, pengurangan terhadap rang- - lambat bereaksi bronkitis,
sangan emosi/ansietas, relaksasi otot, - inkoordinasi motorik, ataksia,
dan anti konvulsi. gangguan fungsi mental dan
psikomotor, gangguan koor-
Hanya dua efek saja yang merupakan dinasi berpikir, bingung,
kerja golongan ini pada jaringan disartria, amnesia anterograd,
perifer: vasodilatasi koroner (setelah mulut kering dan rasa pahit.
pemberian dosis terapi golongan
benzodiazepine tertentu secara i.v.),
dan blokade neuromuskular (yang

10
hanya terjadi pada pemberian dosis Efek samping lain yang relatif
tinggi). umum terjadi: badan lemah,
sakit kepala, pandangan kabur,
Farmakokinetik vertigo, mual dan muntah,
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik diare, sakit sendi, sakit dada,
benzodiazepine sangat memengaruhi serta dapat meningkatkan
penggunaannya dalam klinik karena frekuensi bangkitan pada
menentukan lama kerjanya. Semua penderita epilepsi.
benzodiazepine dalam bentuk non-
ionik memiliki koefesien distribusi
lemak : air yang tinggi; namun sifat
lipofiliknya dapat bervariasi lebih
dari 50 kali, bergantung pada
polaritas dan elektronegativitas ber-
bagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya
diabsorpsi sempurna, kecuali
klorazepat. Obat ini cepat mengalami
dekarboksilasi dalam cairan lambung
menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian di-
absorpsi sempurna. Setelah pem-
berian per oral, kadar puncak
benzodiazepine plasma dapat dicapai
dalam waktu 0,5 – 8 jam. Kecuali
lorazepam, absorbsi benzodiazepine
melalui suntikan i.m. tidak teratur.

11
Asam Valproat Farmakodinamik: Efek samping: Interaksi:
Merubah sensitifitas ion kanal - Sering : gangguan gastro- - Antipsikotik : meningkatkan
natrium dengan menghambat kerja intestinal (mual, muntah efek sedasi, sindroma ekstra-
enzim yang mengatur masuknya ion anoreksia), penambahan piramidal, delirium, dan
natrium, dan blokade langsung pada berat badan, dan rambut stupor (pada beberapa kasus).
kanal natrium, sehingga ion natrium rontok. - Antidepresan : meningkatkan
berkurang masuk ke dalam sel yang - Terganggunya fungsi hati konsentrasi dalam plasma
menyebabkan berkurangnya eksitasi dan pankreas, toksik bagi (amitriptilin dan fluoksetin)
glutamat (efek antimania). janin (defek pada saraf), - Antikonvulsan : menurunkan
Meningkatkan pengeluaran GABA kemungkinan terjadinya asam vaproat dalam serum
dengan menghambat reuptake GABA amenorea dan kistik (carbamazepine)
dan memperlambat inaktivasi GABA ovarium jika diberikan pada
pada sel GABAnergik. anak wanita.
- Pada wanita juga sering
didapatkan efek gangguan
Farmakokinetik: pada menstruasi, hiper-
Pemberian valproat per oral cepat androgenism, obesitas dan
diabsorbsi dan kadar maksimal serum resisten hormon insulin.
tercapai setelah 1 – 3 jam. Dengan
masa paruh 8 – 10 jam, kadar darah
stabil setelah 48 jam terapi.
Jika diberikan dalam bentuk amida,
depamida, kadar valproat dalam
serum sepadan dengan pemberian
dalam bentuk asam valproat, tetapi
masa paruhnya lebih panjang yaitu 15
jam.

12
Biotransformasi depamida menjadi
valproat berlangsung in vivo, tetapi
jika dicampur dengan plasma in vitro
perubahan tidak terjadi.
Volume distribusi 0.16 L per kg,
dengan distribusi yang lebih luas
dibandingkan dengan obat
antiepilepsi lainnya, yaitu sekitar
70% sampai dengan 93% berikatan
dengan protein serum. Kira-kira 70%
dari dosis valproat diekskresi di urin
dalam 24 jam.
Lamotrigin Pemberian monoterapi digunakan Efek samping: Interaksi:
untuk terapi bangkitan kejang parsial Kulit kemerahan, pusing, sakit - Asam valproat meningkatkan
dan dipakai sebagai tambahan terapi kepala, diplopia, dan somnolen. waktu paruh lamotrigin.
untuk bangkitan lena dan mioklonik. Hati – hati pada ibu hamil - Lamotrigin meningkatkan
Farmakodinamik: karena dapat menimbulkan dosis Carbamazepine.
Melalui inaktivasi kanal Na, Ca, dan teratogenik.
mencegah pelepasan neurotransmiter Kontra indikasi:
glutamat dan aspartat. Anak – anak dibawah 12 tahun.

Farmakokinetik:
- Absorpsi: diabsorpsi secara sem-
purna setelah 2,5 jam pemberian
oral.
- Distribusi: terikat bersama protein
plasma.
- Ekskresi: melalui urin.
- Waktu paruh 24 jam.

13
Gabapentin Farmakodinamik: Efek samping: Kontraindikasi:
Suatu analog GABA. Gabapentin Ataksia, pusing, sakit kepala, Anak < 12 tahun, gangguan
berperan dalam metabolisme GABA. somnolen, tremor fungsi ginjal.
Digunakan sebagai terapi tambahan
untuk kejang parsial dan kejang
umum tonik-klonik, biasanya di-
butuhkan dalam dosis tinggi.
Gabapentin juga dipakai untuk
mengobati nyeri neuropatik seperti
neuralgia pasca herpes.

Farmakokinetik:
- Distribusi: tidak terikat pada
protein plasma.
- Metabolisme: tidak dimeta-
bolisme dan tidak menginduksi
enzim-enzim di hati.
- Ekskresi melalui ginjal.
- Waktu paruh: 5-8 jam.
Topiramat Sering diberikan bersama anti-
konvulsan lain. Digunakan untuk
terapi bangkitan parsial dan bangkitan
umum tonik klonik.

Farmakodinamik:
Mekanisme kerjanya melalui blok
kanal Na, inhibisi efek GABA.

14
Farmakokinetik:
- Absorpsi: cukup cepat (± 2 jam)
- Distribusi: sebanyak 90% fenitoin
terikat bersama albumin.
- Ekskresi melalui ginjal.
- Waktu paruh: 20 – 30 jam
Levetirasetam Digunakan sebagai obat tambahan Efek samping:
pada bangkitan parsial dan tonik Somnolen, astenia, dan pusing
klonik umum.

Farmakodinamik:
Mekanisme kerjanya belum jelas.

Farmakokinetik:
- Absorpsi: lengkap.
- Ekskresi melalui renal (65%),
metabolit (24%).
- Waktu paruh: 6-8 jam

15
2. Kelompok obat yang dipilih : golongan obat carbamazepine dan asam
valproat.
Alasan pemilihan :
- Carbamazepine
Golongan obat carbamazepine efektif terhadap bangkitan parsial
kompleks dan bangkitan tonik-klonik. Mekanisme kerjanya masih belum
diketahui pasti, tetapi diperkirakan aktivitas anti kejangnya berasal dari
blokade kanal natrium. Kemanjuran obat ini sebagai anti kejang didukung
oleh studi yang mengikutsertakan pasien dengan kejang parsial kompleks,
kejang general tonik klonik, dan kejang campuran. Hasil studi tersebut
menyebutkan bahwa dibandingkan dengan asam valproat, Carbamazepine
sama efektifnya untuk kejang umum dan lebih efektif untuk kejang parsial.

- Asam Valproat
Golongan obat asam valproat efektif untuk terapi epilepsi tonik-
klonik umum dan kurang efektif untuk epilepsi fokal. Efek antikonvulsi
didapat dari meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di
dalam otak sehingga aktivitas sinaps inhibitory meningkat dan kejang tidak
terjadi. Absorpsi obat peroral cepat, kadar puncak dicapai dalam waktu 1 -
3 jam.

16
TABEL 2
Carbamazepine
P-Drugs Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya
Bamgetol Tablet: Tidak ada perbedaan Tidak ada perbedaan Tablet:
(Carbamazepine Dosis awal: 200 mg 200 mg @ Rp 1.800
film-coated kaplet: 2x/hr, kemudian dapat
200 mg) dinaikan hingga 200 mg
3-4x/hr.
Maksimal: 1,6 g/hr
Tegretol Tablet: Tidak ada perbedaan Sirup lebih cepat Tablet:
(Carbamazepine Dosis awal: 100-200 mg terserap dalam tubuh, 200 mg @ Rp 3.490
tablet 200 mg, 1-2x/hr, bisa ditingkatkan tablet lepas kontrol Tablet kunyah:
tablet kunyah 100 mg, bertahap sampai dengan lebih lambat sedikit 100 mg @ Rp 2.560
tablet lepas terkontrol 400-600 mg/hr 2-3x/hr. daripada tablet biasa. Tablet lepas
200mg, sirup 2% x Bioavaibilitas tablet terkontrol:
120 ml) lepas kontrol lebih 200mg @ Rp 4.050
baik 89% bila Sirup 2% x 120 ml
disbanding dengan @ Rp 74.000
suspensi
Lepsitol Dosis awal: 400 mg Tidak ada perbedaan Tidak ada perbedaan Tablet:
(Carbamazepine dibagi 2 dosis, kemudian 200 mg @ Rp 1.800
tablet 200 mg) dapat dinaikan hingga
600 mg/hr dibagi 3-4
dosis, interval waktu 1–2
minggu.
Maintanance dose: 600-
1000 mg/hr.

17
Asam Valproat
P-Drugs Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya
Depakene Dosis awal: 100-200 mg Tidak ada perbedaan Tidak ada perbedaan. Kaplet salut selaput
(Asam Valproat kaplet 1-2x/hr, bisa ditingkatkan 200 mg @ Rp 1.800
salut selaput 200 mg) hingga 400 mg 2-3x/hr.
Ikalep sirup Dosis awal: 15 mg/kg/hr, Tidak ada perbedaan Tidak ada perbedaan Sirup 120 ml
(Asam Valproat 250 dapat ditingkatkan hingga @ Rp 57.000
mg/5ml) 5-10 mg/kg/hr dengan
interval 1 minggu.
Dosis maksimal: 60 mg
/kg/hr.
Vellepsy Dosis awal: 15mg/kg/hr, Tidak ada perbedaan Tidak ada perbedaan Sirup 120 ml
(Asam Valproat 250 dapat ditingkatkan 5-10 @ Rp 75.000
mg/5ml) mg/kg/hr dengan interval
waktu 1 minggu.
Dosis maksimal : 60 mg
/kg/hari

18
TABEL 3
Obat-obat Pilihan sebagai P-Drugs
Suitability % Efficacy % Safety % Cost %
P-Drugs
20% 30% 30% 20%
Carbamazepine
Bamgetol
Carbamazepine 8 x 20% 7 x 30% 7 x 30% 9 x 20%
Film- coated kaplet: 200 mg
Tegretol
Carbamazepine
Tablet 200 mg 9 x 20% 8 x 30% 7 x 30% 7 x 20%
Tablet kunyah 100 mg 7 x 20% 7 x 30% 7 x 30% 8 x 20%
Tablet lepas terkontrol 200 mg 7 x 20% 7 x 30% 7 x 30% 6 x 20%
Sirup 2% x 120 ml 6 x 20% 9 x 30% 7 x 30% 2 x 20%
Lepsitol
Carbamazepine 9 x 20% 8 x 30% 7 x 30% 9 x 20%
Tablet 200 mg
Asam Valproat
Depakene
Asam Valproat 8 x 20% 7 x 30% 7 x 30% 9 x 20%
Film- coated kaplet 200 mg 365,5
Ikalep sirup
6 x 20% 9 x 30% 7 x 30% 9 x 20%
Asam Valproat sirup 250mg/5ml 385,1
Vellepsy
6 x 20% 9 x 30% 7 x 30% 8 x 20%
Asam Valproat sirup 250mg/5ml

19
3. Resep Lengkap

dr. Syah
SIP: 21/FARMASI/III/2017
Alamat: Jalan Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang
Praktik: 19.00-21.00 WIB
Telp: (024) 835467

Semarang, 30 Maret 2017

R/ Lepsitol tab. 200 mg No. XIV


S. 2.d.d. tab. I p.c

Pro : Ny. Peggy Livingston


Umur : 60 tahun

20
DISKUSI
1. Identifikasi Masalah
a. Buatlah daftar masalah terapi obat pada pasien?
 Pasien mengalami kejang berulang (2 kali seminggu kejang parsial
kompleks dan 1 bulan sekali kejang umum sekunder tonik-klonik.
 Pasien tidak rutin kontrol ke dokter spesialis saraf untuk berobat,
namun minum obat berdasarkan resep yang dahulu yaitu fenitoin 100
mg per oral 3 kali sehari.
 Pasien tidak nyaman menggunakan fenitoin dosis tinggi.
 Aktivitas sehari – hari pasien terganggu karena kejangnya (QOLIE-
89 rendah berdasarkan berbandingan secara kohort dengan pasien
epilepsi yang lain).
b. Informasi (tanda, gejala, hasil laboratorium) apa saja yang
mengindikasikan munculnya atau keparahan dari kejang parsial
kompleks)?
 Kejang parsial kompleks dengan bangkitan dua kali seminggu.
 Kejang umum sekunder tonik-klonik dengan bangkitan sekali setiap
bulan.
 Riwayat kejang pada sejak kecil (sejak kelas 1).
 Adanya penggunaan obat fenitoin dosis tinggi dengan efek samping
berupa hirsutisme ringan, hipertrofi gingiva.
 Mata kiri pasien mengalami katarak.
 Kekuatan 4/5 bagian kiri atas bawah.
 Deep tendon reflex ekstremitas kiri atas +1 serta ekstremitas bawah
kanan dan kiri 0.
 Tampak sedikit nistagmus ke arah lateral.
 Pemeriksaan EEG: tampak hasil abnormal dengan gambaran
kelambatan bitemporal, tampak gambaran yang signifikan pada

21
daerah temporal kiri dengan karakteristik gambaran polimorfik dan
epileptiform yang sesuai dengan riwayat kelainan kejang.

2. Dampak yang Diharapkan


a. Apakah tujuan terapi pada kasus ini?
 Mencegah terjadinya bangkitan kejang berulang agar tidak terjadi
kerusakan pada otak lebih lanjut.
 Mengurangi efek samping obat yang telah diberikan sebelumnya.
 Penyandang bangkitan kejang berulang seperti ini tidak terganggu
aktivitas sehari-harinya sehingga dapat bahagia dan berguna bagi
masyarakat.

3. Terapi Alternatif
a. Apa terapi non farmakologis yang dapat digunakan pada pasien ini?
Terapi bedah: lobektomi temporal sinistra sesuai EEG, eksisi korteks
ektra temporal (hippocampectomy), callostomy, hemisferektomi sinistra.
b. Apa yang menjadi terapi alternatif yang mungkin diberikan pada
pengobatan kejang parsial kompleks disertai dengan bangkitan kejang
umum sekunder tonik klonik pada pasien ini?
 Carbamazepin 100-1000 mg/hari.
 Asam Valproat 15mg/kgBB/hari.

4. Rencana Optimal
a. Apa obat, bentuk sediaan, dosis, jadwal pemberian dam lama terapi pada
pasien ini?
 Obat yang diberikan adalah Lepsitol tablet yang berisi
carbamazepine dengan bentuk sediaan berupa tablet.

22
 Jadwal pemberian dengan dosis awal 200 mg dua kali sehari dan
diminum sebelum makan.
 Pasien diterapi selama 7 hari dahulu untuk diobservasi kemudian
dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya hingga mencapai
dosis yang sesuai.

5. Evaluasi dampak
a. Apa yang bisa digunakan sebagai parameter klinik dan laboratorium
untuk melakukan evaluasi kemajuan efek terapi dan untuk mendeteksi
efek samping pada terapi?
 Gejala klinis : frekuensi dan durasi bangkitan kejangnya, status
neurologis pasien yaitu kesadaran, refleks,
nervus kranialis, kelainan neurologis post iktal.
 Laboratorium : elektrolit, darah rutin, tes fungsi hepar, MRI,
EEG serial.

6. Edukasi Pasien
a. Apakah edukasi yang diberikan pada pasien untuk meningkatkan
kepatuhan pasien, memastikan kesusksesan terapi dan meminimalkan
efek samping dari terapi?
 Meminum obat secara teratur.
 Dukungan keluarga.
 Menghindari faktor-faktor yang mencetuskan serangan.
 Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk datang kontrol ke
dokter spesialis saraf sesuai jadwal yang diberikan.
 Edukasi kepada keluarga mengenai efek samping dari obat yang
diberikan.

23
CLINICAL COURSE
Persetujuan antara dokter, pasien, dan suaminya untuk menambahkan satu obat
antiepileptik baru pada regimen terapi yang ia gunakan sekarang dan akan kembali
kontrol dalam 2 bulan lagi. Dia mendapatkan informasi baik secara tertulis dan
verbal mengenai obat baru ini, dan diberikan instruksi untuk menghubungi dokter
apabila terdapat pertanyaan, masalah yang menyangkut terapi baru tersebut. Secara
verbal dia memahami mengenai terapi tersebut. Pada kunjungan selanjutnya, pasien
melaporkan bahwa dia mendapatkan respon yang baik terhadap obat antiepileptik
baru (kejang menjadi lebih sedikit), tetapi kembali menjadi bangkitan kejang
“kecil” dua minggu sekali dan kejang “besar” setiap bulannya. Tidak ada hasil
laboratorium terbaru. Pemeriksaan neurologis pada pasien ini tetap sama.

FOLLOW-UP QUESTIONS

CLINICAL COURSE
Setelah menanyakan lebih lanjut tentang kepatuhan minum obat, pasien
mengatakan bahwa tidak meminum obat antiepileptik yang baru bulan lalu. Hal ini
muncul karena ia tidak memiliki finansial ataupun asu. Dia akhirnya melanjutkan
memakai fenitoin.

24

Anda mungkin juga menyukai