Anda di halaman 1dari 7

Factor-Faktor Pendorong Dinamika Kelompok Sosial

Dalam kehidupan masyarakat, kelompok sosial selalu berubah dan berkembang


sehingga bukan merupakan kelompok yang statis. Perkembangan kelompok sosial
tersebut merupakan wujud dari adanya dinamika kelompok sosial dalam suatu
masyarakat.
Dinamika kelompok sosial dapat menimbulkan konflik apabila terjadi
ketidakstabilan dalam kelompok sosial tersebut., terutama dalam masyarakat yang
multikultural. Konflik ini dapat mengakibatkan terjadinya perpecahan dalam kelompok
sosial. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa dinamika kelompok sosial adalah
perubahan dan perkembangan suatau kelompok yang juga menyangkut gerak atau
perilaku kolektif serta kemungkinan terjadinya antagonism antar kelompok.
Berikut factor pendorong dinamika kelompok sosial:
1. Factor pendorong dari luar (extern)
a. Perubahan situasi sosial
Adanya perubahan situasi sosial, seperti pemekaran sebuah wilayah, masuknya
industrialisasi kedaerah-daerah pedesaan, dan adanya penemuan-penemuan
baru dapat mendorong perkembangan suatu kelompok sosial. Misalnya, dalam
masyarakat desa yang tergolong kedalam klasifikasi paguyuban (gemeinschaft)
setelah mengalami proses industrialisasi, maka pola hubungan dan nilai-nilai
yang dianut masyarakat desa tersebut dapat bergeser menjadi penganut nilai-
nilai dan pola hubungan kelompok patembayan (gesselschaft), diantaranta nilai
gotong royong berubah menjadi nilai individualis.
b. Perubahan situasi ekonomi
Perubahan situasi ekonomi dapat menyebabkan suatu kelompok sosial
berkembang. Misalnya dalam masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat
perkembanan ekonomi lebih tinggi disbanding masyarakat pedesaan, maka
hubungan sosial dalam kelompok kekerabatan akan bergeser menjadi hubungan
sosial berdasarkan kepentingan sehingga kelompok kekerabatan yang termasuk
dalam klasifikasi kelompok primer berubah menjadi kelompok-kelompok
kepentinan yang termasuk kedalam klasifikasi kelompok sekunder.
c. Perubahan situasi politik
Perubahan situasi politik seperti pergantian elite kekuasaan atau perubahan
kebijaksanaan yang dilakukan elite kekuasaan dapat menyebabkan
perkembangan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
2. Factor pendorong dari dalam kelompok
a. Adanya konflik antaranggota kelompok
Konflik yang terjadi didalam kelompok dapat menyebabkan keretakan dan
berubahnya pola hubungan sosial, misalnya seseorang yang merasa termasuk
kedalam in group suatu kelompok sosial, karena terdapat konflik, maka menjadi
out group dari krlompok tersebut. Akibat konflik yang terjadi di dalam
kelompok dapat juga menyebabkan terpecahnya sebuah kelompok sosial.
b. Adanya perbedaan kepentingan
Ketika dalam suatu kelompok sosial terdapat perbedaan kepentingan, maka
kelangsungan kelompok sosial tersebut dapat terpecah. Anggota kelompok
yang merasa tidak sepaham akan memisahkan diri dan bergabung dengan
kelompok lain yang sepaham dengannya. Misalnya, munculnya kelompok
volunteer di tengah-tengah masyarakat.
c. Adanya perbedaan paham
Perbedaan paham diantara anggota kelompok sosial dapat mempengaruhin
kelompok sosial secara keseluruhan. Hal ini dapat berpengaruh terhasdap
keberadaan suatu kelompok sosial.

Proses Perkembangam Berbagai Kelompok Sosial Dalam Masyarakat


Multikultural
1. Kelompok Kekerabatan
Keluarga merupakan keompok sosial terkecil dalam masyarakat. Keluarga
inti ( keluarga batih) terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum
menikah. Keluarga inti memberikan sosialisasi dan perlindungan kepada anak-
anak, dan mendidik mereka sampai mandiri.
Dari keluarga inti berkembang menjadi keluarga besar (extended family)
yang lazim disebut kelompok kekerabatan. Dalam kelompok kekerabatan
terdapat hubungan darah atau hubungan persaudaraan. Kelompok kekerabatan ini
merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat.
Dalam kelompok kekerabatan nilai-nilai tardisional masih dijunjung tinggi
sehingga kehidupan kelompok berpusat pada tradisi kebudayaan yang telah
dipelihara secara turun-temurun. Menurut Soejono Soekanto, kemungkinan
mengubah tradisi kebudayaan yang telah dipelihara secara turun-temurun
memang sulit, tetapi melalui proses inovasi yang dilakukan secara bertahap,
perubahan-perubahan dalam kelompok kekerabatan dapat terjadi dalam waktu
yang cukup lama.
2. Kelompok Okupasional
Dalam masyarakat tradisional belum terdapat spesialisasi pekerjaan, tetapi
tidak ada satu masyarakatpun yang benar-benr tertutup dari pengaruh luar. Ketika
kelompok kekerabatan mendapat pengaruh dari luar, maka kelompok tersebut
berkembang menjadi suatu masyarakat yang heterogen. Dalam masyarakat yang
heterogen timbul spesialisasi pekerjaan atas dasar bakat dan kemampuan.
Pada perkembangan selanjutnya, spesialisasi semakin berkembang lebih
khusus lagi, munculnya berbagai industri menuntut para pekerja bertanggung
jawab pada satu unsur tertentu saja sehingga para peerja semakin ahli dlam
bidang tertentu dan kurang mampu mengerjakan lainnya.
Ketika masyarakat semakin maju, spesialisasi dikembangkan secara ilmiah
melalui lembaga-lembaga pendidikan tertentu sehingga menghasilkan orang-
orang yang ahli dalam ilmu-ilmu tertentu. Oleh sebab itu, munculah kelompok-
kelompok profesi ( kelompok okupasional) yang terdiri dari kalangan profesional
yang memiliki etika profesi.
3. Kelompok Volunter
Berkembangnya komunikasi secara luas dan cepat menyebabkan tidak ada
satu masyarakat pun yang benar-benar tertutup terhadap dunia luar. Akibatnya,
heterogenitas masyarakat semakin luas. Dengan semakin berkembangnya sautu
masyarakat, maka tidak semua kebutuhan para anggota masyarakat dapat
terpenuhi. Oleh sebab itu, munculah kelompok-kelompok volunter.
Kelompok volunter terdiri dai orang-orang yang mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama, tetapi tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat yang
semakin luas daya jangkaunya. Kelompok volunter tersebut memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya secara mandiri tanpa mengganggu
kepentingan masyarakat umum.kelompok volunter dapat berkembang menjadi
kelompok yang mantap karena diakui oleh masyarakat umu. Contoh kelompo
volunter di Indonesia adlah KIIP (Komite Independen Pemantau Pemilu).
4. Masayarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang umumnya memiliki
mata pencaharian bertani atau berkebun. Sistem kehidupan biasanya
berkelompok atas dasar kekeluargaan, dan mempunyai hubungan yang erat serta
mendalam di antara anggotanya.
Cara bertani masih dilakukan dengan cara yang tardisional dan tidak efisien
karena belum dikenal mekanisasi dalam pertanian. Kegiatan bertani semata-mata
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, bukan untuk dijual.
Dalam hal kepemimipianan, hubungan antar pemimpin dan rakyat
berlangsung secara informal dan terkadang seorang pemimpin mempunyai
beberapa kedudukan dan peranan yang sulit untuk dipisahkan sehingga segala
sesuatu dipusatkan pada diri seorang kepala desa.
Perubahan pada masyarakat pedesaan sulit dilakukan karena pola pikir
masyarakatnya, terutama pola pikir generasi tua yang masih didasarkan pada
tradisi. Di samping itu, kurangnya proses pemerataan pembangunan dan
informasi sering kali menimbulkan kondisi yang kontras antara masyarakat
pedesaan dengan masayarakat perkotaan.
5. Masayarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan merupakan kelompok sosial yang mendiami wilayah
yang luas dan lebih dinamis. Masayarakat kota selalu mengalami perkembangan
dan perubahan. Sebagian besar penduduk masyarakat kota bermata pencaharian
di sektor industri, jasa, dan perdagangan. Keanggotaan masyarakat kota tidak
saling mengenal, tidak terikat kontak, dan mulai meninggalkan tradisi.
Masyarakat kota mempunyai tatanan nilai yang heterogen, terdiri dari
berbagai suku, agama, adat-istiadat,menjalankan fungsi pusat administratif dan
pusat komersial, dan bahkan pusat konsentrasi kegiatan yang menjadi indikator
modernisasi. Hal tersebut menyebabkan kota menjadi daya tarik warga desa
untuk melakukan urbanisasi.
Tinjauan sosiologis dalam mengkaji pengelompokkan sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki naluri untuk hidup bersama
dalam kelompok sosial yang kita kenal sebagai masyarakat. Hal ini didorong oleh
kenyataan bahwa pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dapat dicapai
secara optimal melalui sistem kerjasama dalam kelompok sosial.
Pada saat-saat awal terbentuknya peradaban manusia, pengelompokkan
sosialnya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Kira kira antara 25 orang
sampai 30 orang untuk setiap kelompoknya. Hal ini sangat bertalian dengan
ketersediaan bahan makanan, dan upaya pertahanan terhadap serangan dari
kelompok lain yang bermusuhan, atau gangguan binatang buas.
Pada masyarakat yang pola kehidupannya masih sederhana, misalnya pada
masyarakat pemburu, pengepul hasil hutan (food gathering), dan petani peladang
yang berpindah-pindah tempat (sedenter), nyaris tidak terdapat suatu sistem
pengelompokkan sosial. Semua anggota kelompok terlibat secara langsung dalam
proses produksi kebutuhan hidupnya.
Pada masyarakat yang sudah mengembangkan teknologi pertanian dengan
sistem irigasi tetap (irrigated-culvitation), terdapat surplus hasil produksi. Salah
satu dampak positif dari perkembangan ini, tidak semua anggota masyarakat
perlu turun ke sawah. Sebagian dari mereka berprofesi membuat alat-alat
pertanian, alat-alat rumah tangga, bahkan menjadi pedagang. Dengan demikian,
sudah terjadi sistem pengelompokkan sosial berdasarkan profesi.
Pada masyarakat kota industry, sistem pengelompokkan sosialnya sudah
sangat heterogen. Pengelompokkan sosial dibidang profesi tidak hanya bergerak
dibidang pertanian dan perdagangan saja, tetapi di bidang-bidang lainnya, seperti
pendidikan, kesehatan, hukum, kemiliteran, pegawai pemerintahan, dan jasa.
Sebagai negara yang memiliki keberagaman di bidang sosial budaya,
pengelompokkan sosial masyarakatnya juga sangat beragam, antara lain
berdasarkan etnis atau kesukubangsaan, ras, agama, politik, gender atau jenis
kelamin, serta tingkat umur. Keberagaman pengelompokkan sosial ini sering
menimbulkan konflik sosial yang serius, apabila tidak ditanggulangi secara
bijaksana oleh para tokoh masyarakat dan para penyelenggara negara.

Anda mungkin juga menyukai