Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ciswandi

NPM : 1706082356
Departemen : Teknik Metalurgi dan Material
Jenjang : S2
Mata Kuliah : Analisis Kegagalan (Failure Analysis)
Dosen : Prof. Dr. Ir. Winarto, M.Sc

Soal
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan “kerusakan”! Sebutkan kondisi umum dari
kerusakan material !
2. Sebutkan beberapa penyebab kerusakan yang umum terjadi pada suatu material
teknik !
3. Buatlah analisis kerusakan pada “Jam Tangan” saudara yang biasa dipakai sehari-hari
!
4. Pelajaran apa yang diperoleh dari teknik kerusakan (failures engineering) ?
5. Dibidang material (manufacture), ada istilah Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA). Jelaskan konsep dan ruang lingkup dari FMEA dan kegunaannya, berilah
contoh di lapangan berikut resikonya !
6. Dibidang korosi, ada istilah yang disebut dengan Risk Based Inspection (RBI).
Jelaskan konsep dan ruang lingkup dari RBI dan kegunaannya, berilah contoh
dilapangan berikut resikonya !

Jawab
1. Berdasarkan ASM Handbook Vol. 11 mengenai Failure Analysis and Prevention,
Kerusakan (Failure) merupakan ketidakmampuan suatu komponen material untuk
melakukan fungsi/kegunaannya sebagaimana mestinya. Kerusakan juga dapat
dikatakan sebagai loss of function atau loss of service life dari suatu komponen
material. Secara umum, kerusakan atau failure ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu
mechanical dan corrosion.
Berikut ini merupakan kondisi umum dari kerusakan material, antara lain :
 Suatu komponen atau sistem dari material yang tidak dapat dijalankan atau
dioperasikan
 Suatu komponen atau sistem dari material yang mana dapat beroperasi, namun
fungsinya tidak berjalan sebagaimana mestinya
 Suatu komponen atau sistem dari material mengalami kerusakan yang sangat
serius sehingga tidak aman atau berbahaya jika digunakan

2. Beberapa penyebab kerusakan umum yang terjadi pada komponen material, yakni :
 Salah Desain
Misalnya adalah apakah pada desain awal produk memiliki lubang, ulir, notch
atau tidak, karena hal ini akan menyebabkan stress concentration yang akan
membuat produk menjadi reject. Jika produk banyak yang reject maka akan
merugikan perusahaan tersebut.
 Salah Memilih Material
Artinya adalah adanya kesalahan atau perbedaan mechanical, physical dan
chemical properties antara produk jadi dengan standar yang disepakati diawal.
Oleh karena itu, baiknya dalam memilih material disertai dengan mill certificate
yang mendetail.

 Ketidaksempurnaan Material
Contohnya adalah adanya cacat bawaan yang dimiliki oleh material awal atau
base material seperti porositas dan inklusi. Hal ini biasanya terjadi pada produk
dengan proses pengecoran (casting) logam. Faktor lain adalah apakah adanya
residual stress (tension, compression) dari base metal, hal ini biasanya terjadi
pada material yang prosesnya berdasarkan pada mekanis seperti mechanical
alloying.
 Salah dalam Proses Pembuatan (Manufacturing)
Adanya kesalahan parameter atau pembentukan material sehingga menimbulkan
cacat pada produk dan dapat menginisiasi kerusakan pada komponen material.
Kesalahan lain adalah misalnya base metal diberi perlakuan panas kembali (Re-
Heat Treatment), padahal pada mill certificate menunjukkan bahwa base metal
sudah di heat treatment sehingga ketika di Re-Heat Treatment maka akan
merusak struktur pada material tersebut yang berdampak pada perubahan
propertiesnya.
 Salah dalam Perakitan/penyatuan (Assembly)
Kesalahan dalam proses assembly, umumnya akan menimbulkan stress
concentration yang berasal dari komposisi kimia dari material dan juga akan
menimbulkan deflection. Kedua hal ini yang akan membuat produk akan
mengalami kegagalan atau kerusakan. Contohnya adalah apabila rivet yang
digunakan untuk proses penyatuan sudah tidak layak maka akibatnya rivet
tersebut tidak dapat menopang pembebanan pada saat suatu komponen
beroperasi.
 Kondisi Operasi yang Tidak Sesuai
Kondisi operasi meliputi kecepatan meliputi kecepatan, pembebanan,
temperatur dan zat kimia pada lingkungan operasi. Contohnya adalah kapal
titanic yang dibuat dengan material yang memiliki perilaku ductile-brittle
transition pada temperatur operasi yang rendah seperti di daerah kutub. Kapal
titanic tersebut menabrak gunung es dengan temperatur dibawah 0oC, sehingga
material kapal titanic menjadi sangat brittle dan akhirnya rusak.
 Salah Perawatan
Adanya tindakan maintenance atau perawatan yang dilakukan tidak sesuai
dengan jadwal/standarnya sehingga akan memicu timbulnya kerusakan, seperti
pelumasan yang tidak sesuai. Contohnya pada komponen yang saling
bergesekan seperti rantai dan gerigi yang tidak diberikan pelumas (lubricant)
secara berkala, maka akibatnya adalah komponen tersebut akan cepat
mengalami aus.
3. Jam tangan dapat diidentifikasi kerusakan/kegagalan dalam pemakaiannya
menggunakan metode FMEA, yakni kemungkinan kerusakan/kegagalan yang akan
terjadi pada jam tangan beserta akibat yang dapat ditimbulkan. Berikut adalah
beberapa kegagalan yang mungkin terjadi pada jam tangan :

 Masa pakai baterai yang sudah habis


Masa pakai baterai merupakan alasan yang paling umum terjadi mengapa jam
tangan sering mati sendiri. Jika jam tangan digital, baterai akan mati lebih
cepat jika sering digunakan. Tergantung pada ukuran baterai, penggunaan
sehari-hari juga dapat mempengaruhi kecepatan dan efek dari baterai. Pada
Jam tangan non-digital, masa pakai baterai lebih lama, tetapi dapat
dipengaruhi dengan hal lainnya seperti minyak yang ditambahkan selama fase
konstruksi dapat menempatkan beban pada gigi, yang mengakibatkan
kelebihan beban pada baterai.
 Kerusakan karena air
Agar berfungsi dengan baik, di dalam jam tangan harus benar-benar dalam
keadaan kering termasuk kelembaban dan tidak adanya uap air. Bahkan satu
tetes air dapat mempengaruhi fungsi dari jam tangan tersebut. Jam tangan
dapat berhenti bekerja jika terjadi kecelakaan yang parah yang berhubungan
dengan air. Hal ini dikarenakan segel dalam jam tangan mulai rusak. Bagian-
bagian kecil dan sensitif serta gigi menjadi berkarat dan hanya dapat
diperbaiki jika masih dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
 Konstruksi yang buruk
Jam tangan mungkin juga berhenti berkerja karena buruknya konstruksi dari
produsen, seperti dipenuhi dengan banyak gigi kecil dan bagian sensitif, yang
harus diinstal dengan benar. Ketika jam tangan berhenti bekerja karena
buruknya konstruksi, hal ini sering karena sebagian kecil komponen menjadi
terpisah dari sistem itu sendiri.
 Kerusakan fisik
Jam tangan lebih rentan terhadap kerusakan fisik daripada jenis jam lainnya.
Hal ini karena manusia sering menggunakan tangan mereka untuk aktivitas
sehari-hari, memakai jam tangan sudah merupakan kebiasaan, dan beberapa
hal yang tidak diperhatikan oleh pemiliknya. Jika jam tangan mengalami
kerusakan fisik, itu dapat menyebabkannya berhenti bekerja karena terdapat
sesuatu di dalam jam tangan yang terpisah atau rusak. Ini termasuk gigi bagian
dalam atau mekanisme sensitif yang terdapat dalam sistem jam tangan.
Jika lengan dari jam tangan berupa karet, ada kemungkinan karet tersebut akan
mengalami putus ketika tingkat kelastisitas dari karet telah mencapai batasnya.

4. Dengan mempelajari teknik kerusakan (failures engineering), kita akan memperoleh


informasi, seperti :
 Penyebab-penyebab dan teori-teori terjadinya kerusakan (failure) pada suatu
komponen material yang mengalami kegagalan dalam operasinya atau
komponen bekerja tidak sesuai mestinya. Sehingga, dengan mengetahui
penyebab kerusakan, kita akan mengetahui langkah apa yang harus dilakukan
agar penyebab tersebut tidak terjadi.
 Mekanisme bagaimana kerusakan (failure) tersebut dapat terjadi, apakah
disebabkan oleh korosi, fatigue, brittle, fracture, overload, stress (tegangan)
yang berlebihan ataupun mekanisme kerusakan-kerusakan yang lainnya.
 Dengan mengetahui penyebab dan mekanisme atas terjadinya kerusakan
(failure) maka kita akan menemukan solusi atau tindakan pencegahan yang
tepat agar kedepannya kerusakan tersebut tidak terulang kembali atau
meminimalisir terjadinya failure pada komponen tersebut dimasa depan.
Sehingga komponen akan bekerja secara maksimal dan cost yang dikeluarkan
pun dapat diminimalisir.

5. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan salah satu tools dalam
quality management. FMEA itu sendiri adalah suatu metodologi dalam menganalisa
masalah kualitas yang muncul sejak di tahap pengembangan, yang mana tindakan
koreksi bisa langsung diambil dan kemudian bisa langsung diperbaiki sebelum
material menjadi produk jadi/siap pakai. Fungsi dari FMEA itu untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (apa saja yang
termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan/standar, atau
perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk.
Secara umum, FMEA didefiniskan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga
hal, yaitu:
 Penyebab kegagalan potensial dari sistem, desain produk dan proses selama
siklusnya
 Efek dari kegagalan tersebut,
 Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan
proses.

dalam aplikasinya, FMEA terdiri dari beberapa jenis yang dapat diterapkan dalam
sebuah industri manufaktur, yaitu :

 Process : Fokus pada analisa proses manufaktur dan perakitan.

 Design : Fokus pada analisa produk sebelum proses produksi.

 Concept : Fokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain
konsep.

 Equipment : Fokus pada analisa desain mesin dan perlengkapan sebelum


melakukan pembelian.

 Service : Fokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan
ke pelanggan.

 System : Fokus pada analisa fungsi sistem secara global.


 Software : Fokus pada analisa fungsi software.

Fungsi atau kegunaan dari FMEA adalah sebagai berikut :

 Mengidentifikasi berbagai jenis kegagalan dan akibatnya,

 Menentukan nilai Severity,

 Mencari penyebab kegagalan,,

 Menentukan nilai Occurrence,

 Mengidentifikasi sistem kontrol yang sudah ada (sudah ditetapkan),

 Menentukan nilai Detection,

 Menentukan nilai RPN (Risk Priority Number), dan

 Menentukan tindakan perbaikan bila nilai RPN tinggi.

Metode FMEA ini mencakup analisa kegagalan dari suatu komponen yang merupakan
subjek yang sangat kompleks, karena akan meliputi area dari :

 Fisika, kimia, metalurgi, elektro-kimia


 Proses manufaktur (fabrikasi)
 Stress analysis, design analysis
 Fracture mechanics, dan mechanical properties yang lainnya

Contoh :

Kerusakan Stop Valve pada desain Dispenser.

Valve ini memiliki peran sebagai pengontrol aliran gas untuk pemanasan air yang
pengaturannya dapat full terbuka dan full tertutup, bergantung pada kebutuhan
pengguna. Berikut adalah FMEA dari kegagalan stop valve :

No. Mode Kegagalan Efek/Akibat


1. Failure valve dalam keadaan Pemanas akan off, sehingga air tidak
tertutup berubah menjadi panas
2. Failure valve dalam keadaan Pemanas akan terus on, sehingga akan
terbuka mengakibatkan overheat dan ada
kemungkinan terjadi kebakaran jika
dibiarkan
3. Valve tidak terbuka/tertutup Pemanas tidak bekerja secara maksimal,
secara sempurna sehingga air akan memanas dalam rentang
waktu yang lebih lama. Dan jika keadaan
terus menerus terjadi maka akan terjadi
konsleting
4. Kontroler tidak merespon Pemanas tidak akan beroperasi/bekerja
5. Gas bocor didalam valve Pemanas tidak akan off, dan ada
kemungkinan terbakar dalam tingka rendah
6. Gas bocor keluar valve Gas akan bocor dan menyelimuti ruangan
jika dibiarkan kemungkinan bisa terjadi
ledakan dalam skala kecil

6. Menurut API Recommended Practice 580, Risk Based Inspection (RBI) adalah Risk
assessment dan managemen proses yang berfokus pada kegagalan
komponen/peralatan karena kerusakan material. Dengan RBI, sebuah program
inspeksi dapat dibuat berdasarkan resiko yang terjadi. Intinya, RBI ini adalah suatu
metode yang digunakan untuk menentukan rencana inspeksi (seperti perlengkapan
mana saja yang perlu di inspeksi, kapan harus di inspeksi dan metode inspeksi apa
yang sesuai) berdasarkan resiko kegagalan dari suatu peralatan.
Risk (resiko) merupakan kombinasi dari probabilitas beberapa kondisi yang dapat
terjadi dengan konsekuensi (biasanya negatif) yang berhubungan dengan kondisi
tersebut. Risiko ini secara teori dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Risk = Probability x Consequence

Ruang lingkup dari RBI ini mencakup manajemen pabrik dan inspeksi dari peralatan
yang berhubungan dengan pressure dan sistem yang menjadi subjek untuk memenuhi
kebutuhan pengecekan dibawah regulasi Pressure System Safety Regulation 2000
(PSSR).
Fungsi atau kegunaan utama dari RBI itu sendiri adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan kualitas manajemen kesehatan dan keselamatan (SHE) dan
resiko lain dari kegagalan suatu komponen pabrik
 Mengidentifikasi secara berkala perbaikan atau penggantian dari peralatan
yang sudah mulai memburuk kualitasnya
 Menghebat/menimalisir cost yang dikeluarkan dengan cara meningkatkan
efektifitas inspeksi

Contoh :

Production separator

Perlengkapan ini merupakan salah satu jenis pressure vessel, yang mana alat ini
memiliki tekanan dan temperatur berbeda sengan kondisi lingkungan untuk
menyesuaikan dengan kondisi dari fluida. Metode RBI yang digunakan adalah RBI
Semi-Kuantitatif API 581, yang mana terdapat lima lembar kerja, yaitu bagian A,
bagian B, bagian C1, bagian C2 dan bagian D.
Bagian A: Penghitungan Laju Kebocoran
Untuk menentukan laju kebocoran dari fluida, dalam analisis kali ini fluida
merupakan liquid maka penghitungan laju kebocoran didasarkan persamaan berikut :

Dari data laju kebocoran yang ada maka durasi kebocoran dari production separator
berdasarkan penghitungan bisa didapatkan yaitu dengan membagi jumlah total fluida.
Sebelum menentukan durasi kebocoran yang sebenarnya maka perlu ditentukan
terlebih dahulu ditentukan tipe kebocoran dari fluida berdasarkan massa fluida yang
keluar dari alat selama tiga menit. Terdapat dua data durasi kebocoran yaitu
berdasarkan sistem deteksi-isolasi dan berdasarkan penghitungan. Kedua data durasi
kebocoran tersebut dibandingkan, lalu dipilih yang terkecil untuk digunakan sebagai
durasi kebocoran yang sebenarnya. Tipe kebocoran instantaneous dianggap memiliki
durasi kebocoran sebenarnya 0 menit hal ini dikarenakan ketika alat memiliki tipe ini
maka fluida yang berada di dalam akan seketika keluar.

Bagian B: Analisis Kemungkinan


Dalam menganilis sebuah peralatan yang berukuran besar maka peralatan tersebut
dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini dilakukan karena dalam proses pemurnian
kondisi fluida dalam peralatan berbeda pada setiap bagiannya. Sehingga untuk
menganalisis TMSF agar lebih terkontrol maka production separator dibagi menjadi
beberapa bagian, hal ini dikarenakan perbedaan corrosion rate dari setiap bagian.
Berdasarkan API RBI 581 TMSF yang terjadi adalah thinning disebabkan adanya
korosi setempat (localized) oleh faktor fluida yang dikandung.

Bagian C1: Penghitungan Konsekuensi Keterbakaran


Dari perhitungan ini, sistem akan mendeteksi isolasi dari peralatan, seberapa besar
persentase reduksi laju kebocoran dari alat tersebut. Pada saat terjadi kebocoran ada
luasan daerah yang terkena dampaknya. Luasan daerah terdampak ini dibagi menjadi
dua yaitu luas daerah kerusakan dan luas daerah berbahaya.

Bagian C2: Penghitungan Konsekuensi Racun


Pada analisis kali ini akan dilihat apakah ada kandungan senyawa kimia berbahaya,
seperti HF atau H2S dalam peralatan yang dianalisis. Jika tidak ada, maka lembar
kerja bagian C2 ini dapat ditiadakan dan bernilai nol.
Bagian D: Penghitungan Resiko
Menentukan nilai frekuensi kegagalan umum didasarkan jenis peralatan yang
dianalisis. Selanjurnta menentukan nilai fraksi frekuensi kegagalan umum. Nilai fraksi
frekuensi kegagalan umum didapatkan dengan membagi nilai frekuensi kegagalan
umum dengan jumlah total nilai frekuensi kegagalan umum. Nilai luasan kerusakan
ini didasarkan pengalihan luasan daerah yang terkena dampak keterbakaran dan racun
dengan fraksi frekuensi kegagalan umum. Jika dalam peralatan yang dianalisis tidak
mengandung HF dan H2S, maka analisis kali ini hanya dipakai luasan dampak
keterbakaran.

Anda mungkin juga menyukai